Anda di halaman 1dari 6

TUGAS UAS ULUMUL HADIS

Nama : Milkah Fadlilatun Najah


Nim : 2201036062
Kelas : MD-B2
Prodi : Manajemen Dakwah

Materi kelompok 1
Hadits, yang berasal dari bahasa Arab, memiliki arti "al-jadid" (sesuatu yang baru), merupakan
lawan kata dari "al-qadim" (sesuatu yang lama). Dalam konteks agama Islam, hadits merujuk
pada perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah setelah beliau
menjadi Nabi. Ahli ushul fiqih menjelaskan bahwa sebelum kenabian, tindakan-tindakan tersebut
tidak dianggap sebagai hadits, karena hadits berkaitan dengan apa yang dilakukan setelah
seseorang menjadi Nabi. Ulama yang ahli dalam bidang ini berpendapat bahwa hadits mencakup
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan, perbuatan,
persetujuan, maupun sifat-sifat beliau. Istilah hadits sering kali digunakan secara sinonim dengan
sunnah, meskipun hadits secara umum digunakan untuk merujuk pada sesuatu yang diriwayatkan
dari Rasulullah setelah beliau menjadi Nabi. Selain itu, hadits memiliki beberapa sinonim
lainnya, seperti khabar dan atsar. Khabar mengacu pada segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sedangkan atsar merujuk pada apa yang diriwayatkan dari para sahabat
beliau.
Materi kelompok 2
Dalam studi hadis, terdapat tiga konsep yang saling terkait, yaitu rawi, sanad, dan matan. Rawi
merupakan perawi hadis yang berfungsi sebagai perantara dalam menyampaikan hadis dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Sanad adalah rantai perawi yang mencantumkan nama-nama
perawi dari Nabi Muhammad SAW hingga perawi terakhir yang meriwayatkan hadis tersebut.
Sedangkan matan adalah isi teks hadis yang berisi informasi, nasehat, atau ajaran dari Nabi
Muhammad SAW. Konsep-konsep ini sangat penting dalam menilai keaslian, kualitas, dan
validitas hadis dalam agama Islam. Dengan memahami peran masing-masing konsep, para
peneliti, ulama, dan umat Muslim dapat melakukan penelitian, penilaian, dan pemahaman yang
lebih baik terhadap hadis-hadis dalam agama Islam.
Materi kelompok 3
bayan tafsir merupakan salah satu bentuk bayan yang berfungsi untuk menjelaskan suatu nash
yang masih memiliki pengertian yang samar. Hakekat dari bayan tafsir ini terletak pada
penjelasannya terhadap lafaz-lafaz dalam nash tersebut. Lafaz-lafaz yang membutuhkan peran
serta bayan tafsir meliputi lafaz khafi, musykil, mujmal, dan mutasyabih. Kedua, terdapat lima
cara untuk mengetahui dalalah suatu nash, yaitu dalalah ibarat, isyarat, dalalah nash, iqtidha, dan
mafhum mukhalafah. Semua cara ini digunakan sebagai prioritas dalam pengambilan keputusan
hukum jika terjadi pertentangan. Terakhir, fungsi utama al-Hadits terhadap al-Qur'an adalah
sebagai bayan, yaitu untuk memberikan penjelasan dan pemahaman yang lebih terperinci
terhadap ayat-ayat al-Qur'an.
Materi kelompok 4
Al-Ada' dan At-Tahammul dalam konteks hadis, serta proses Ada wa Tahammul al-Hadis.
Pertama, Al-Ada' adalah mereka yang mengajarkan hadis kepada muridnya, sementara At-
Tahammul adalah mereka yang mendengarkan atau menerima hadis dari para guru. Kedua,
terdapat syarat-syarat yang menjadi penentu kelayakan seseorang menjadi Al-Ada' atau At-
Tahammul. Syarat-syarat kelayakan untuk Al-Ada' meliputi beragama Islam, baligh, adh-dhabth,
pemahaman makna dan arti hadis, serta memiliki sikap adil. Sedangkan syarat kelayakan untuk
At-Tahammul adalah memiliki kemampuan membedakan atau tamyiz. Ketiga, terdapat
perbedaan antara syarat mutahammil (wanita hamil) dan muaddi (pria yang menyusui bayi)
dalam konteks pernikahan dalam hukum Islam, termasuk masa iddah dan hak-hak dalam
pernikahan. Meskipun berbeda, keduanya memiliki peran penting dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan kesejahteraan keluarga dalam ajaran Islam. Keempat, proses Ada wa
Tahammul al-Hadis merupakan proses validasi hadis dalam ajaran Islam yang melibatkan tahap-
tahap seleksi, pengecekan keabsahan sumber, perbandingan dengan sumber-sumber lain, dan
pemeriksaan sanad (rantai perawi). Tujuan dari proses ini adalah untuk memastikan bahwa hadis
yang disampaikan adalah benar dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam ajaran Islam.
Perbedaan dalam proses tersebut terletak pada metode dan teknik yang digunakan dalam
pengecekan keabsahan sumber dan sanad. Terakhir, sighat adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kualitas dan validitas suatu hadis dalam proses Ada wa Tahammul al-Hadis.
Sighat yang baik mencakup kesesuaian teks dengan konteks, konsistensi dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam, serta keabsahan sumber dan sanad. Penting untuk memperhatikan sighat dalam
proses ini untuk memastikan kebenaran dan keabsahan hadis yang disampaikan, sehingga hadis
tersebut dapat dijadikan sebagai sumber ajaran Islam yang dapat dipercaya dan diikuti oleh umat
Muslim.
Materi kelompok 5
keberadaan dan perkembangan hadis pada awal Islam. Pertama, keberadaan hadis mengalami
periwayatan yang masif pada masa awal Islam karena adanya kebutuhan informasi dan
penjelasan dari Nabi Muhammad saw terkait dengan setiap problem kehidupan yang dirasakan
oleh kalangan sahabat. Sahabat-sahabat tersebut sangat memperhatikan hadis dan saling berbagi
informasi ketika tidak dapat hadir dalam majlis ilmiah Nabi saw. Penyampaian riwayat dari
setiap individu sahabat kepada sesamanya merupakan fakta sejarah yang terjadi pada masa itu.
Kedua, hadis merupakan ucapan, perbuatan, atau penetapan yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad saw. Sejarah perkembangan hadis mengalami lima periode, yaitu masa Nabi
Muhammad saw, masa Khulafa' al-Rasyidin, masa Tabi'in, dan masa Tabi' al-tabi'in. Dalam
setiap periode perkembangan, hadis mengalami kemajuan dan penting untuk pemahaman dan
penghayatan agama. Ketiga, adanya fase-fase perkembangan hadis memberikan signifikansi dan
kemurnian tersendiri. Setiap periode perkembangan hadis memiliki ciri dan kekhasannya sendiri,
yang berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang ajaran Islam. Dengan demikian,
perkembangan hadis selalu mengalami kemajuan dan peningkatan dalam hal keaslian dan
keabsahan. Kesimpulan tersebut menunjukkan betapa pentingnya hadis dalam agama Islam dan
bagaimana periwayatan dan perkembangannya telah menjadi faktor penting dalam memahami
ajaran Nabi Muhammad saw.
Materi kelompok 6
Pertama, ilmu Ushul Hadis berfungsi sebagai sarana untuk mengenal keaslian, kevalidan, dan
kelemahan hadis. Ilmu ini mempelajari matan (teks) dan sanad (rantai perawi) hadis untuk
membedakan hadis yang sahih dengan yang tidak sahih.
Kedua, ilmu Ushul Hadis terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu
hadis dirayah. Ilmu hadis riwayah membahas tentang cara periwayatan, pemeliharaan, penulisan,
dan pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW. Sementara itu, ilmu hadis dirayah meneliti
kelakuan perawi dan keadaan marwinya (sanad dan matan), serta bertujuan untuk menetapkan
status hadis sebagai diterima atau ditolak.
Ketiga, ilmu hadis mengalami perkembangan dan penjabaran yang lebih rinci melalui cabang-
cabangnya. Beberapa cabang ilmu hadis yang berpangkal pada sanad mencakup ilmu Rijal al-
Hadis, ilmu Thabaqat al-Ruwat, ilmu Tarikh Rijal al-Hadis, dan ilmu Jarh wa Ta'dil. Setiap
cabang ilmu ini memiliki fokus dan tujuan masing-masing dalam mengkaji perawi dan
keabsahan hadis.
Kesimpulannya, ilmu Ushul Hadis sangat penting dalam memahami, mengkaji, dan memvalidasi
hadis dalam agama Islam. Dengan menggunakan metode ilmiah dan kriteria yang ketat, ilmu
Ushul Hadis membantu umat Islam dalam membedakan hadis yang sahih untuk dijadikan
pedoman dalam praktik keagamaan.
Materi kelompok 7
Dalam ilmu hadis, terdapat empat klasifikasi hadis yang umum digunakan. Pertama, Hadis Qudsi
adalah hadis yang dipindahkan dari Nabi Muhammad SAW, tetapi sandarannya bukan kepada
Nabi itu sendiri, melainkan kepada Allah SWT. Hadis ini diriwayatkan secara ahadi (tidak
mutawatir) dan dianggap memiliki sifat ilahi. Kedua, Hadis Marfu' adalah hadis yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu perkataan, perbuatan, atau persetujuan
beliau. Sandaran hadis ini bisa berasal dari para sahabat atau orang lain, dan sanadnya bisa
bersambung atau terputus. Ketiga, Hadis Mauquf adalah hadis yang disandarkan kepada seorang
sahabat atau sekelompok sahabat. Hadis ini mencakup perkataan, perbuatan, atau keputusan yang
diambil oleh sahabat tersebut, dan sanad hadis ini hanya mencapai sahabat, tidak sampai kepada
Nabi Muhammad SAW. Terakhir, Hadis Maqthu' adalah hadis yang disandarkan kepada para
tabi'in atau orang setelah mereka. Hadis ini mencakup perkataan, perbuatan, atau keputusan yang
diambil oleh mereka, dan sanad hadis ini juga bisa bersambung atau terputus. Klasifikasi ini
membantu para ahli hadis dalam menentukan tingkat keterpercayaan dan keabsahan suatu hadis
berdasarkan asal-usul dan sanadnya.
Materi kelompok 8
hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta, sedangkan hadis ahad adalah hadis yang jumlah perawinya tidak
mencapai batasan jumlah perawi hadis mutawatir. Hadis ahad dibagi menjadi kategori masyhur,
ghair masyhur (aziz dan gharib), tergantung pada jumlah perawi dan karakteristik riwayatannya.
Pengetahuan tentang klasifikasi hadis ini penting dalam mengkaji dan memahami keabsahan dan
tingkat kepercayaan hadis dalam agama Islam.
Materi kelompok 9
Hadis Shahih adalah hadis yang memiliki sanad bersambung, perawi yang adil, hafalan yang
kuat, bebas dari cacat atau kesalahan, dan terhindar dari kelemahan atau cacat yang dapat
mempengaruhi keabsahan hadis. Hadis Shahih dapat digunakan sebagai hujjah (bukti) untuk
menetapkan syariat Islam.
Hadis Hasan adalah hadis yang memiliki perawi yang adil, hafalan yang kurang sempurna, sanad
bersambung, tidak mengandung cacat atau kesalahan, dan tidak ada kelemahan yang signifikan.
Meskipun tingkat kekuatan buktinya lebih rendah daripada hadis shahih, hadis hasan masih dapat
digunakan sebagai sumber hukum.
Hadis Dha'if adalah hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis shahih maupun hadis hasan. Hal
ini bisa disebabkan oleh berbagai alasan seperti ketidakbersambungan sanad, perawi yang tidak
adil, hafalan yang lemah, adanya cacat atau kesalahan dalam matan atau sanad hadis, atau
kelemahan lainnya. Hadis dha'if memiliki tingkat kekuatan bukti yang lebih rendah dan tidak
dapat digunakan sebagai dasar dalam menetapkan hukum.
Pemahaman tentang klasifikasi hadis ini penting agar dapat mengidentifikasi tingkat keabsahan
dan kekuatan bukti dari setiap hadis yang disebutkan. Dengan demikian, dapat membuat
penilaian yang bijaksana dalam memahami ajaran agama dan menetapkan hukum yang sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam.
Materi kelompok 10
hadis maudhu' merupakan hadis palsu yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam sanad maupun
matan. Hadis maudhu' dapat muncul karena berbagai motif seperti pertentangan politik, upaya
kelompok zindiq, fanatisme terhadap bangsa, suku, negeri, bahasa, atau pimpinan,
mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat, perselisihan madzhab dan ilmu kalam,
membangkitkan gairah beribadah tanpa pemahaman yang benar, atau menjilat penguasa. Oleh
karena itu, penting bagi umat Islam untuk melakukan kritik dan verifikasi terhadap hadis-hadis
yang dikutip guna memastikan keaslian dan keabsahan sumber ajaran agama yang mereka ambil.
Materi kelompok 11
metode yang digunakan dalam penyusunan kitab hadis sangat penting untuk menjaga keaslian,
keotentikan, dan keakuratan hadis-hadis tersebut. Proses pengumpulan, verifikasi sanad,
pemeriksaan matan, dan pengelompokan hadis menjadi langkah-langkah kritis dalam
penyusunan kitab hadis yang sahih dan dapat dipercaya.
Melalui metode yang baik, kitab-kitab hadis dapat menjadi sumber rujukan yang penting bagi
umat Islam dalam memahami ajaran agama Islam dan mengambil hukum-hukum syariah.
Namun, perlu diingat bahwa proses penyusunan kitab hadis tidaklah statis dan terus mengalami
perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan metode kritik. Oleh karena itu,
penting untuk terus melakukan penelitian, kajian, dan kolaborasi dengan para ahli hadis guna
menjaga keakuratan dan keberlanjutan kitab-kitab hadis yang ada.
Materi kelompok 12
Takhrij Hadits adalah sebuah proses yang melibatkan atribusi dan deskripsi suatu Hadits hingga
pada kolektor Haditsnya. Proses ini melibatkan tiga arti utama dari kata "‫ "خرج‬yang terdiri dari
istinbath, taujih, dan tadrib. Istilah ini memiliki tiga definisi, yaitu meriwayatkan dan
menjelaskan Hadits secara lengkap, meneliti dan meriwayatkan Hadits dari kitab-kitab tertentu
dengan menyebutkan sanad, serta mengarahkan dan meneliti suatu Hadits sesuai dengan sumber-
sumber aslinya. Takhrij Hadits memiliki tujuan utama, yakni menunjukkan sumber-sumber
Hadits dan memastikan diterima atau ditolaknya Hadits tersebut. Selain itu, tujuan lainnya
termasuk mengetahui asal-usul riwayat Hadits, jumlah sanad yang terlibat, adanya syahid atau
muttabi' dalam sanad, serta kualitas dan pangkat Hadits tersebut. Proses ini memberikan manfaat
yang signifikan, seperti mengidentifikasi sumber Hadits dan ulama yang meriwayatkannya,
memperjelas keadaan sanad Hadits, menghilangkan pencampuran periwayatan, dan membedakan
antara Hadits lafdzi (teks) dan ma'nawi (makna). Dalam takhrij Hadits, terdapat tiga jenis Hadits
berdasarkan kualitasnya. Hadits shahih memiliki sanad yang bersambung, diriwayatkan oleh
orang adil dan terpercaya, serta bebas dari kejanggalan atau cacat. Hadits hasan juga memiliki
sanad yang bersambung, diriwayatkan oleh orang adil, dan memiliki sedikit kedhabithan
dibandingkan dengan Hadits shahih. Sementara itu, Hadits dha'if tidak memenuhi persyaratan
Hadits hasan dan shahih, seperti sanad yang tidak bersambung, perawi yang tidak adil atau
terpercaya, serta adanya keganjilan atau cacat pada sanad atau matan Hadits. Secara keseluruhan,
takhrij Hadits memainkan peran penting dalam meneliti, mengklasifikasikan, dan
mengidentifikasi sumber-sumber Hadits serta mengevaluasi kualitas Hadits. Proses ini
membantu dalam memahami keabsahan dan keandalan Hadits, sehingga memiliki nilai penting
dalam pemahaman dan praktik agama Islam.
Materi kelompok 13
Dalam memahami hadis secara tekstual dan kontekstual, ada beberapa langkah yang dapat
diambil. Memahami hadis secara tekstual melibatkan membaca dengan seksama, menafsirkan
kata-kata, memahami konteks sejarah, mengaitkan dengan konteks agama, dan mengkaji riwayat
dan sanad hadis. Sementara itu, memahami hadis secara kontekstual melibatkan menelusuri
sebab turunnya hadis, mengkaji nasab hadis, merujuk pada pendapat para ulama hadis, dan
membandingkan dengan ayat Al-Qur'an. Penting untuk memiliki pengetahuan yang memadai,
menggunakan sumber-sumber referensi yang tepercaya, dan berhati-hati terhadap interpretasi
yang keliru. Memahami hadis dengan memperhatikan konteks sejarah, sosial, dan budaya pada
saat itu juga membantu dalam memahami maksud dan relevansi hadis tersebut. Dengan
memadukan pendekatan tekstual dan kontekstual, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif dan akurat terhadap ajaran dan tuntunan dalam hadis.
Materi tambahan
Metode musnad adalah metode dimana sang mustasnad menggunakan nama- nama shabat untuk
dijadikan sebagai bab perbab. Misalnya imam akhmad hambali dalam kitab musnadnya beliau
Menyusun yang pertama adalah bab hadis yang diriwayatkan oleh abu bakar asshidiq lalu beliau
satu persatu hadis yang diriwayatkannya dimasukkan disitu setelah selesai bab pertama bab yang
kedua adalah bab umar bin khatab hadis yang diriwayatkan umar bin khatab beliau masukkan
disitu setelah selesai berlanjut bab ustman bin affan dan seterusnya sampai seluruh para shabat
yang meriwayatkan hadis beliau masukkan bab tersebut.
Metode almu’ajam ini metode yang digunakan Muhammad tabrani yang mana beliau
menggunakan huruf hijaiyah urutan hijaiyah sebagai perbab. Bab yang pertama dalah bab
kharaful alif disitu disebutkan perawi atau matan hadis yang berawalkan huruf alif dan
selanjutnya huruf bab ba’ yang dimana disebut metode almu’jam.
Perbedaaan anatar kutubussyittah dengan kutubutis’ah
Kutubussyittah adalah 6 kitab yang menjadi pedoman oleh kaum muslimin dan kalangan sunni.
Kutubutis’ah juga dari kalangan suni sebagai perwujudan sebagai penambahan saja 3 kitab
penambahan 3 kitab dari kutubussyittah. Kuttubutis’ah adalah 9 kitab yang menjadi rujukkan
oleh kaum muslimin.

Anda mungkin juga menyukai