Oleh:
Muhammad Dirman Rasyid
80600216003
Dosen Pemandu:
PASCASARJANA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemahaman terhadap hadis memiliki peranan penting dalam bagi umat Islam
dalam merespon berbagai problematika kegamaan yang muncul. Selain hal itu, hadis
sebagai sumber kedua dari ajaran Islam setelah al- Qur’an yang berfungsi sebagai
penjelasan serta manifestasi dari apa yang terkandung di dalam al-Qur’an yang bersifat
umum, mengharuskan kita sebagai umat Islam untuk memahami hadis agar dapat
memahami agama Islam. Tanpa hadis dan pemahaman terhadap hadis mustahil seorang
disandarkan kepada nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan, taqri>r
dan sifatnya.1 Dari defenisi yang dikemukakan ulama tersebut nampak bahwa cakupan
hadis sangat luas sebab menyentuh seluruh aspek kehidupan rasulullah saw. yang mana
tidak terlepas juga dengan interaksi sosial dan keadaan sosial dimana rasulullah saw.
hidup. Sementara itu, secara tematis paling tidak hadis nabi saw. dapat diklasifikasikan
ke dalam 3 bagian; tentang akidah, syariat dan akhlak.
Hakikat pemahaman hadis adalah suatu cara memaknai matan hadis yang
berkaiatan dengan tema apa yang dibicarakan serta mengetahui kandungan dan maksud
hadis tersebut.2 Pada penelitian terkait pemahaman hadis, para ulama menggunakan
1
Mah}mu>d Tah}h{a>n, Taisi>r Mus}t}alah} al-Hadi>s\ (Cet. XI; Riyadh: Maktabah al-Ma‘a>rif, 2010
M/1431 H), h. 17.
2
Muhammad Nuruddin, “Aktualisasi Pemahaman Hadis Hukum Dalam Kehidupan Global”,
Riwayah 1, no. 1 (Maret 2015): h. 41.
1
2
makna, maksud, kandungan dan isi hadis. Namun, secara garis besar tipologi
hadis dengan berangkat pada asumsi bahwa hadis adalah sumber ajaran kedua melalui
kritik-historis sanad dan matan hadis dengan mempertimbangkan asba>b al-wuru>d.3
muh{addis}i>n dan pengkaji hadis dalam mengkaji dan menjelaskan maksud, isi dan
B. Rumusan Masalah
3
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis (Cet. I; Surakarta, Zadahadiya
Publishing, 2001), h 160.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi metodologi berasal dari kata method yang berarti ‘cara’ atau
‘teknik’ dan logos yang berarti ‘ilmu’.4 Jadi, metodologi dapat diartikan sebagai ilmu
tentang cara atau teknik. Sementara dalam KBBI Daring (dalam jaringan) metodologi
diartikan ilmu tentang metode atau uraian tentang metode.5
Adapun pemahaman berasal dari kata dasar ‘paham’ yang berarti ‘pengertian’,
mendapat awalan ‘pe-’ dan akhiran ‘-an’ yang memiliki makna proses atau perbuatan.
Jadi, pemahaman dapat diartikan sebagai suatu proses atau perbuatan memahami atau
memahamkan.7
Sedangkan, hadis secara bahasa berarti baru dan menurut istilah adalah segala
seseatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan,
Dari uraian di atas, maka metodologi pemahaman hadis dapat diartikan sebagai
suatu cara, teknik atau metode dalam memahami atau memahamkan hadis. Dalam
kajian ilmu hadis metodologi pemahaman hadis dikenal dengan istilah syarh} h}adi>s\, ini
4
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis (Cet. II;
Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 3.
5
“Metodologi”, KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/metodologi (15 Desember
2016).
6
“Paham”, KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/paham (15 Desember 2016).
7
“Pemahaman”, KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pemahaman (15 Desember
2016).
8
Mah}mu>d Tah}h{a>n, Taisi>r Mus}t}alah} al-Hadi>s\, h. 17.
3
4
sama dengan tafsir atau takwil dalam studi ilmu al- Qur’an. Perbedaan keduanya hanya
pada segi istilah saja, adapun sistem kerja dan maknanya sama yaitu melibatkan
subjektifitas dalam memahami teks. Baik teks al- Qur’an maupun teks hadis (matan).
Olehnya itu, metode-metode pemahaman yang dikenal dalam kajian bidang tafsir,
Dalam kajian tafsir, dikenal 4 metode yang digunakan dalam mengkaji al-
Qur’an, yakni; metode tah}li>li> (analisis), metode ijma>li> (global), metode muqa>ran
dalam kajian hadis, hal tersebut dapat ditemui dalam kitab-kitab syarh} h}adi>s\ ketika kita
meneliti metodologinya.10
1. Metode Tah}li>li>
Metode tah}li>li> merupakan salah satu metode yang digunakan ulama hadis
menjelaskan hadis nabi saw. dalam kitab-kitabnya. Metode ini menjelaskan hadis-hadis
nabi dengan memaparkan segala aspek yang terdapat dalam hadis kemudian
memaparkan makna serta kandungan yang dicakup dalam hadis tersebut sesuai dengan
Pada metode ini, seorang pensyarah hadis menjelaskan segala segi yang
dianggap perlu untuk diuraikan, bermula dari makna kosa-kata, asba>b al-wuru>d,
9
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 161-162.
10
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h.162.
11
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h.162-163.
5
menjelaskan makna global dari hadis, menyebutkan sya>hid dan muta>bi’-nya12 dan
penjelasan mengenai faedah serta pelajaran apa yang bisa diambil dari suatu hadis. 13
tabi’in serta ulama-ulama terkait hadis yang sedang disyarah. 14 Ciri lain dari metode
ini adalah sistematika urutan dalam menjelaskan atau mensyarah hadis yang mengikuti
Adapun kitab-kitab yang menggunakan metode tah}li>li> antara lain; Fath al-Ba>ri>
Syarh} S}ah}i>h} al-Bukha>ri> karya al- Hafiz Ibn Hajar al-As\qala>ni, Subul al-Sala>m karya
mendalam serta luas pada suatu hadis sebab cakupannya yang luas. Namun, kelemahan
dari metode ini adalah menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial dan melahirkan
12
Sya>hid dan muta>bi’ adalah 2 istilah dalam ilmu hadis yang masing-masing mempunyai 2
pengertian, pertama ditinjau dari segi sanad dan yang kedua ditinjau dari segi matan.
Dari segi sanad, sya>hid adalah suatu hadis yang para perawinya sama dengan hadis yang
dianggap fard, baik lafalnya sama atau berbeda dan diriwayatkan oleh sahabat yang sama. Sedangkan,
muta>bi’ adalah suatu hadis yang para perawinya sama dengan hadis yang dianggap fard, baik lafalnya
sama atau berbeda namun memiliki kesamaan makna dan diriwayatkan oleh sahabat yang berbeda. Dari
segi sanad disyaratkan bagi sya>hid dan muta>bi’ memiliki kesamaan makna dengan hadis yang dianggap
fard.
Adapun dari segi matan, sya>hid adalah hadis yang mempunyai kesamaan lafal, baik sahabat
yang meriwayatkannya sama ataupun berbeda. Sedangkan, muta>bi’ adalah hadis yang mempunyai
kesamaan makna tapi berbeda pada lafal, baik sahabat yang meriwayatkannya sama ataupun berbeda.
Lihat, “Al- I’tiba>r wa al- Muta>bi’a>t wa al- Syawa>hid”, Multaqa> Ahl al- H{adi>s}.
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/index.php (15 Desember 2016).
13
Abu> Luba>bah al-T{a>hir H{usain, Muh}a>d{ara>t fi> al-H{adi>s} al-Tah}li>li> (Cet. I; Beirut: Da>r al-Garb
al-Isla>mi>, 2004 M/1425 H), h. 7-8.
14
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 163.
15
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 174.
16
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 163.
6
tertentu.17
2. Metode Ijma>li>
Metode ijma>li> dalam mensyarah hadis adalah menjelaskan hadis dengan sesuai
urutan hadis pada kitab yang disyarah dengan memaparkan secara ringkas makna yang
terkandung pada hadis tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami.18 Pada metode
ini pensyarah hanya menjelaskan secara global dari suatu hadis dan memberikan
pengertian kata yang dianggap sulit, berbeda dengan metode tah}li>li> yang menjelaskan
secara rinci dan mencakup banyak aspek. Adapun persamaannya terletak pada
sistematika urutan dalam menjelaskan hadis yang mengikuti kitab yang disyarahnya.
Adapun kitab-kitab syarah hadis yang menggunakan metode ini antara lain;
Syarh} al-Suyut}i li Sunan al-Nasa>’i dan Qut al-Mugtazi ’ala Jami al-Turmuz\i karya
Jalaluddin al-Suyuti.19
Keunggulan dari metode ini adalah karakternya yang simplisit dan mudah
dipahami sebab penjelasannya yang ringkas dan sederhana. Tapi, kekurangan dari
metode ini adalah tidak memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap makna,
isi dan kandungan suatu hadis dan tidak ada ruang analisis yang memadai.20
17
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 175.
18
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 175.
19
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h. 175.
20
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 176.
7
3. Metode Muqa>ran
Yang dimaksud dengan metode muqa>ran disini mencakup 3 hal, yaitu; pertama,
membandingkan teks hadis yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam
dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi suatu kasus yang
sama, kedua, membandingkan dua hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan,
Kajian perbandingan hadis dengan metode ini tidak hanya berfokus pada
perbandingan redaksi saja, tetapi juga mecakup aspek yang menyebabkan terjadinya
perbedaan tersebut. Bahkan lebih jauh, perbedaan pandangan ulama mengenai suatu
hadis juga masuk dalam cakupan metode ini. Diantara kitab syarah hadis yang
menggunakan metode ini adalah ’Umdah al- Qa>ri Syarh} S}ah}i>h} al- Bukha>ri karya
relatif lebih luas kepada pada pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain.
Membuka pintu untuk selalu bersikap toleransi terhadap pendapat orang lain yang
kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif.
Dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan kepada suatu mazhab atau aliran tertentu.
Namun, kekurangan dari metode ini adalah tidak dapat diberikan kepada pemula yang
luas dan kadang-kadang ekstrim. Metode ini kurang dapat diandalkan untuk menjawab
21
Hujair A. H. Sanaky, “Metode Tafsir: Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin”, Al- Mawarid 18, (2008): h. 278.
22
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 178.
8
permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat, karena metode ini lebih
4. Metode Mawd}u{>‘i>
metode dengan cara menghimpun hadis-hadis dari berbagai literatur hadis yang otentik
yang mempunyai kesamaan tema baik dari lafal dan hukum, kemudian menjelaskan
hadis tersebut.24
Adapun contoh dari penggunaan metode ini banyak kita temui dalam karya tulis
berupa tesis dan disertasi, pengkajian hadis dewasa ini didominasi oleh metode
mawd}u{>‘i>. Hal ini disebabkan karena urgensi dari metode ini, karena dengan metode ini
memiliki kesamaan tema adalah cara yang mesti ditempuh agar terhindar dari
terkait muhkam dan mutasyabih, antara mutlaq dan muqayyad serta umum dan
khususnya.25
Lebih lanjut, al-Qaradawi memaparkan pentingnya menghimpun hadis-hadis
yang memiliki kesamaan tema dengan mengambil contoh hadis tentang larangan
memanjangkan pakaian melewati mata kaki (isbal). Yang kemudian dijadikan landasan
23
Hujair A. H. Sanaky, “Metode Tafsir: Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin”, h. 279.
24
Ramadan Ishak Zayyan, “Al-H{adi>s\ al- Maud}u>’i> Dira>sah Naz}riyah”, Majallah al- Ja>mi’ah al-
Isla>miyyah 10, no. 2 (2002): h. 213.
25
Yusuf al-Qaradawi, Kaifa Nata’a>mul ma’a Sunnah al-Nabawiyah (Cet. II; Kairo: Da>r al-
Syuru>q, 2002 M/1423 H), h. 123.
9
bagi mereka dalam berpakaian dengan cara memendekkan celana atau sarung di atas
mata kaki, lalu untuk mengkritik tajam orang-orang Islam yang tidak memendekkan
terkait masalah tersebut, lalu melakukan penelitian terhadap hadis-hadis tersebut dan
membaca pendapat dan pandanganga para ulama mengenai persoalan itu, tentu mereka
akan mendapat gambaran serta pemahaman yang luas dan tidak mempersempit hal-hal
c. Meneliti sanad dan matan hadis-hadis yang telah dihimpun sesuai tema yang
dibahas.
dalam penelitian.
f. Menghubungkan tema yang dibahas dengan realitas umat Islam dewasa ini
26
Untuk lebih jelasnya uraian mengenai isbal, silahkan rujuk, Yusuf al-Qaradawi, Kaifa
Nata’a>mul ma’a Sunnah al-Nabawiyah, h. 123-128.
10
sebuah konsep sebagai bentuk hasil penelitian dan sebuah karya ilmiah atau
syarah hadis.27
interpretasi dapat diartikan sebagai cara atau metode dalam menafsirkan seseatu. Pada
konteks memahami hadis nabi saw. maka teknik interpretasi dapat diartikan sebagai
Dalam kajian hadis, teknik interpretasi ini dikenal dengan nama ’Ilm al- Ma’a>ni>
al- H{adi>s\. Ilmu ini mempelajari tentang hal ihwal lafal serta makna atau arti yang
terdapat di dalam matan hadis sesuai dengan tuntunan kondisinya. 30 Jadi, dari uraian
sebelumnya, diketahui bahwa objek dari teknik interpretasi dalam memahami hadis
atau ’Ilm al- Ma’a>ni> al- H{adi>s\ adalah teks hadis (matan).
’Ilm al- Ma’a>ni> al- H{adi>s\ sangatlah penting untuk memberikan pemahaman
yang tepat terhadap hadis-hadis nabi saw. Sebab, terkadang hadis nabi memuat kata-
kata atau susunan kalimat yang sukar dipahami maknanya sehingga membutuhkan
suatu teknik khusus agar diketahui maknanya dengan tepat dan menghindarkan
27
Lihat, Ramadan Ishak Zayyan, “Al-H{adi>s\ al- Maud}u>’i> Dira>sah Naz}riyah”, h. 228-229. Lihat
juga, Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h 182-183.
28
“Teknik”, KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teknik (15 Desember 2016).
29
“Interpretasi”, KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/interpretasi (15 Desember
2016).
30
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 6.
11
pengetahuan mengenai matan, baik dari bentuk periwayatan matan (periwayatan secara
lafal dan periwayatan secara makna) maupun bentuk dari matan itu sendiri.
Adapun yang dimaksud dengan bentuk matan antara lain; jawa>mi’ al-kalim
b. Tams\i>l
c. Ramzi
Nabi saw. bersabda:
ِ ث اللي ِل ِ ِ
َم حن:ول
ُ اآلخ ُر يَ ُق ي يَحب َقى ثُلُ ُ ح َ يَنح ِزُل َرب نَا تَبَ َارَك َوتَ َع َال ُكل لَحي لَة إِ َل الس َماء الدنحيَا ح
34
) َم حن يَ حستَ غح ِف ُرِِن فَأَ حغ ِفَر لَهُ (رواه البخاري،ُُع ِطيَه
يب لَهُ َم حن يَ حسأَلُِن فَأ ح
ِ فَأ،ي حدع ِوِن
َ َستَج
ح ُ َ
31
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 9.
32
Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz 3 (Beirut:
Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-’Arabi>, [t.th.]), h. 1361-1362.
33
Muhammad Ibn ’Isma>’i>l Abu> Abdullah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 1 (Cet. I; Beirut:
Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H), h. 103.
34
Muhammad Ibn ’Isma>’i>l Abu> Abdullah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 2, h. 53.
12
“Tuhan kita yang Maha suci lagi Maha tinggi setiap malam turun ke langit dunia
di sepertiga akhir dari malam dan Ia berfirman: Barang siapa yang berdo’a
kepadaku niscaya Aku kabulkan, barang siapa yang meminta kepadaku niscaya
Aku beri, barang siapa yang memohon ampun kepadaku niscaya Aku
mengampuninya.” (HR. al-Bukhari)
d. Dialog
َويَ ِد ِه، َم حن َسلِ َم امل حسلِ ُمو َن ِم حن لِ َسانِِه:ض ُل؟ قَا َل ِ َ قَالُوا ي رس
َ أَي ا ِإل حسالَِم أَفح،ول اَّلل َُ َ
ُ 35
)(رواه البخاري
“Para sahabat bertanya: ‘Wahai rasulullah, amalan Islam yang manakah
yang paling utama?’, rasulullah saw. bersabda: ‘orang yang kaum
muslimin selamat dari gangguan lidah dan tangannya.” (HR. al-Bukhari)
e. Qiyasi
teknik, yaitu; tekstual, intertekstual dan kontekstual. Tiga macam teknik yang
disebutkan dalam memahami hadis merupakan konsekuensi dari berbagai aspek yang
melingkupi hadis. Sehingga ada hadis yang dipahami sesuai dengan matan atau
teksnya, ada pula yang dipahami dengan mengaitkan dengan aspek-aspek lain.37
Menurut M. Syuhudi Ismail, segi-segi yang berkaitan dengan nabi saw. dan suasana
yang melatarelakangi terjadinya hadis memilki porsi yang cukup penting dalam
35
Muhammad Ibn ’Isma>’i>l Abu> Abdullah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 1, h. 11.
36
Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz 2, h. 679.
37
Ermawati, “Telaah Pemikiran al-Aini dalam Umdah al-Qari’ Kitab al-Buyu’ Bab Bai’ al-
Khilth min al-Tsamari: Tinjauan Metode, Teknik dan Pendekatan”, Rausyan Fikr 6, no. 1 (Januari-Juni
2010): h. 84.
13
memahami hadis. Suatu hadis bisa saja lebih tepat dipahami secara tekstual sebab
hadis yang lain lebih tepat dipahami secara kontekstual, sebab ada petunjuk yang kuat
yang mengharuskan hadis tersebut tidak bisa dipahami secara tekstual saja, misal hadis
yang berbicara mengenai sifat dan perbuatan Allah swt atau hadis-hadis dengan bentuk
ungkapan simbolik.38
1. Interpretasi Tekstual
teksnya semata, baik matan hadis tersebut diriwayatkan secara lafal maupun dengan
mendasari munculnya suatu hadis dan dalil-dalil lain baik dari al-Qur’an maupun hadis
yang lain.39
Pada teknik ini, pendekatan yang dapat digunakan antara lain; pendekatan
kaidah usul fikih. Dengan demikian, teknik interpretasi tekstual melahirkan makna
yang formal serta makna yang mendasar, dan apikasinya bersifat umum.
Dalam memahami hadis dengan teknik interpetasi tekstual hal-hal yang perlu
dipertimbangkan adalah cara periwayatan, gaya bahasa yang digunakan dalam hadis
dan kandungan hadis.40 Hal-hal tersebut menampakkan apakah suatu hadis relevan
38
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, h. 6.
39
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 19.
40
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 20.
14
dipahami dengan menggunakan teknik interpretasi tekstual saja atau dibutuhkan teknik
lain.
Dari teks hadis tersbut memberikan pemahaman bahwa setiap perang itu adalah
siasat atau inti dari perang itu adalah siasat. Ketentuan yang demikian bersifat umum
dan tidak terikat waktu dan tempat. Sehingga, untuk memahami hadis ini tidak
diperlukan mengaitkan dengan aspek latar belakang terjadinya hadis atau situasi dan
kondisi seperti apa muncul hadis tersebut. Sebab, perang memang tentang siasat,
2. Interpretasi Intertekstual
Secara leksikal, kata intertekstual merupakan gabungan dari kata inter dan
tekstual. Inter berarti hubungan atau jaringan 43 dan tekstual berarti berkaiatan dengan
teks, sedangkat teks sendiri mempunyai arti naskah, kutipan atau wacana tertulis. 44
Intertekstual diartikan sebagai hubungan antara satu teks dengan teks yang lain,
hubungan yang dimaksud bukan hanya karena adanya persamaan antara satu teks
dengan teks yang lain, namun juga karena adanya perbedaan. Teknik interpretasi ini
41
Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz 3 h. 1361-
1362.
42
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, h. 11.
43
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 87.
44
“Teks”, KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teks (15 Desember 2016).
15
awalnya dikenal dalam dunia sastra yang diilhami oleh gagasan Mikhail Bakhtin,
seorang filsuf Rusia yang mempunyai minat yang besar pada sastra, kemudian
sebuah teks melalui pengolahan aspek luar dan dalam, aspek luar maksudnya teks-teks
lain yang mendukung teks yang dimaksud, aspek dalam adalah pemahaman penulis
yang didasarkan pada proses pembcaan berbagai teks. Prisip selanjutnya, adalah
melihat motif penulis serta memandang sebuah teks dibentuk dari sumber yang tertulis
maupun tidak tertulis.46
merupakan cara memahami teks dengan melibatkan teks lain, baik di dalam satu teks
ataupun di luar teks karena adanya hubungan yang terkait. Teknik interpretasi
intertekstual bisa disebut sebagai teknik muna>sabah dalam bidang tafsir. Jadi, teknik
45
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 87-88.
46
“Intertekstual”, Wikipedia Ensiklopedia Bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Intertekstual (15
Desember 2016).
47
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 89.
16
tentang maksud hadis yang berbeda dari apa yang dipahami secara umum dari teks.
Adapun aplikasi dari teknik ini dapat bersifat umum, lokal ataupun temporal.48
sisematika matan hadis, kemudian memperhatikan pula fungsi hadis tersebut terhadap
Pada hadis di atas rasulullah saw. memberikan suatu pengertian yang berbeda
dari apa yang dipahami kebanyakan orang mengenai kata muflis (rugi/bangkrut). Pada
umumnya, kata rugi atau bangkrut dipahami dalam konteks dagang atau persoalan
48
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 90.
49
Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Juz 4, h. 1997.
17
pemahaman yang berbeda dari kata muflis, dengan konteks kerugian dalam hal amal
dan ibadah namun pada saat yang sama juga gemar menzalimi, menyakiti dan melukai
tersebut sampai pada saat habislah amalan kebaikannya, tapi ia masih punya dosa
kepada yang lain, maka diambillah dosa orang yang ia sakiti, lukai atau zalimi, lalu
kerugian tidak hanya persoalan materi, tetapi mencakup segala hal, yang terjadi bisa
disebabkan karena kelalaian atau mengabaikan petunjuk-petunjuk yang ada. Hadis ini
juga bersifat umum, berlaku pada tiap masa dan tempat serta siapa saja yang melakukan
apa yang digambarkan hadis, maka akan termasuk orang yang merugi kelak di hari
kemudian.
3. Interpretasi Kontekstual
konteks. Sedangkan, konteks sendiri dalam KBBI mempunyai dua arti, yaitu; 1) bagian
suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna, 2)
cara memahami hadis dengan memperhatikan asba>b al-wuru>d al-h{adi>s\ (konteks pada
masa rasul saw.) dan konteks kekinian. Dalam teknik intepretasi kontekstual
50
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 92.
51
“Konteks”, KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/konteks (15 Desember 2016).
18
menggunakan disiplin-disiplin ilmu modern baik dari ilmu-ilmu sosial maupun sains.
makna subtansial dari suatu hadis. Aplikasi dari teknik ini bisa bersifat umum, lokal
ataupun temporal, tergantung pada kandungan hadis dan aspek-aspek seperti asba>b al-
wuru>d al-h{adi>s\. 52
menjelaskan sebab-sebab nabi saw. menuturkan sabdanya dan masa-masa nabi saw.
menuturkannya. Sementara itu, al-Suyuti membagi asba>b al-wuru>d kepada 3 macam,
yaitu; pertama, sebab yang berupa ayat al-Qur’an, kedua, sebab yang berupa hadis itu
sendiri, dan ketiga, sebab yang berupa respon terhadap para sahabat atau nabi saw.atau
yang berkaitan dengan realitas dan interaksi sosial pada masa nabi saw. 53
Selain ilmu asba>b al-wuru>d, hal lain yang perlu dipertimbangkan dengan
kedudukan nabi saw, yang pada dasarnya pengetahuan ini tidak lepas juga dengan ilmu
asba>b al-wuru>d. Nabi Muhammad saw. selain berfungsi sebagai rasul, beliau juga
sebagai kepala rumah tangga, kepala negara, hakim, tokoh masyarakat, suami, ayah
dan pribadi.54 Pengetahuan akan fungsi yang demikian akan mengantarkan pada
52
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis, h. 117.
53
Said Agil Husin al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Nabi
Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual (Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 8-9.
54
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, h. 33.
19
Menurut al-Qaradawi, diantara cara memahami hadis yang baik adalah dengan
kaitannya dengan suatu illah (sebab) tertentu yang dinyatakan dan disimpulkan dari
hadis tersebut atau bisa juga dipahami melalui kejadian yang menyertainya. Lebih
bersabda:
56
)لَ تُ َسافُِر حامَرأَة َم ِس َريةَ يَ حوم َولَحي لَة إِل َوَم َع َها ذُو َحَمَرم (رواه الرتمذي
Dilarang bagi wanita mengadakan perjalanan sehari dan semalam kecuali ada
seorang mahram yang bersamanya. (HR. al-Turmuzi)
Illah (alasan) dari pelarangan ini adalah bagi wanita yang hendak bepergian
jauh yang tanpa tidak ditemani suami atau mahramnya. Hal ini mengingat situasi dan
kondisi pada masa itu (pada masa hadis ini dituturkan yakni pada masa nabi saw.)
sarana transportasi yang digunakan dalam perjalanan adalah unta, kuda ataupun keledai
ditambah lagi rute perjalanan banyak melalui padang pasir yang luas dan jauh dari
hunian manusia. Pada kondisi demikianlah, seorang wanita dilarang bepergian walau
itu hanya sehari tanpa disertai dengan suami atau mahramnya, sebab dikhawatirkan
Jika kondisi yang demikian itu sudah berubah, dengan kondisi dewasa ini
dengan sarana transportasi umum yang memuat banyak orang serta rute yang aman,
55
Yusuf al-Qaradawi, Kaifa Nata’a>mul ma’a Sunnah al-Nabawiyah, h. 145-146.
56
Muhammad Ibn ’I<sa Ibn Saurah Ibn Mu>sa> Ibn D{aha>k al-Turmuz}i>, Sunan al-Turmuz}i>, Juz 2
(Beirut: Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 1998), h. 464.
20
maka tidak ada lagi kekhawatiran terkait keselamatan wanita. Olehnya itu, tidak ada
salahnya bagi wanita melakukan perjalanan tanpa suami atau mahramnya dan itu
Hadis sebagai sumber kedua dari ajaran Islam dan juga merupakan tuntunan
hidup bagi orang Islam haruslah hadir secara nyata dalam memecahkan problematika
umat. Tuntutan yang demikian barulah tercapai jika pemahaman terhadap hadis
Adapun yang dimaksud pendekatan adalah cara pandang atau paradigma suatu
disiplin ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami seseatu. 58 Dalam kaitannya
dengan kajian pemahaman hadis, maka pendekatan dapat diartikan sebagai suatu cara
memahami hadis dengan menggunakan kacamata, cara pandang atau paradigm suatu
disiplin ilmu.
1. Pendekatan Linguistik
mengingat bahasa arab yang digunakan nabi saw. di berbahai hadis selalu dalam
suasana yang baik dan benar. Pendekatan kebahasaan dalam penelitian matan sangat
57
Yusuf al-Qaradawi, Kaifa Nata’a>mul ma’a Sunnah al-Nabawiyah, h. 149.
58
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. XIX; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), h.
28.
21
Pendekatan linguistik dalam memahami hadis, meneliti matan hadis dari sudut
pandang bahasa khususnya bahasa arab sebab matan hadis berbahasa arab. Melalui
temui pada kitab-kitab syarah hadis. Pada umumnya, bahkan hampir semua kitab-kitab
syarah hadis menggunakan pendekatan linguitik, sebelum menjelaskan lebih lanjut
2. Pendekatan Historis
hadis itu disabdakan nabi saw. Pendekatan historis menekankan pertanyaan mengapa
Penerapan pendekatan historis ini, bisa dilihat pada hadis tentang larangan
wanita bepergian tanpa mahram yang telah dituliskan sebelumnya pada teknik
interpretasi kontekstual.
59
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h. 193-194.
60
Said Agil Husin al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Nabi
Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, h. 27-28.
22
3. Pendekatan Sosiologis
masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial yang saling
tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan manusia dalam berbagai situasi hidup
dalam hubungannya dengan ruang dan waktu.62
Aplikasi dari penerapan pendekatan sosiologis, bisa dilihat dari penjelasan Ibn
pada masa tersebut. Mereka inilah (kaum Quraisy) yang mempunyai kekuatan dan
loyalitas kesukuan yang kuat, yang dibutuhkan sebagai sandaran kekuatan bagi
kesukuan mereka yang solid, maka dapat disimpulkan keadaan yang demikian itulah
61
Faisal Ananda Arfa dkk, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam (Cet. I; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2015),h. 153.
62
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis,, h. 198.
63
Abu Bakr al-Baihaqi>, Al-Sunan al-Kubra>, Juz 3 (Cet III; Beirut: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyah,
1424 H/2003 M), h. 172.
23
yang diharapkan dari adanya persyaratan tersebut. Atas dasar itu, masih menurutt Ibn
Khaldun, kita dapat menetapkan syarat bagi siapa saja yang akan menjadi pemimpin
tertinggi umat Islam, agar berasal dari kaum yang memiliki loyalitas yang kuat,
4. Pendekatan Antropologis
bagian yang tidak terlepas dari agama Islam juga dapat didekati melalui pendekatan
ini.
pada tatanan nilai yang dianut dalam kehidupan masyarakat. 66 Adapun pendekatan
aspek praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat serta tradisi
dan budaya yang berkembang dalam masyarakat ketika hadis tersebut disabdakan. 67
اب ِ ِ وأَوُكوا اْل، و َغلِ ُقوا اْلَب واب،أَطح ِفئوا املصابِيح ِِبللي ِل إِ َذا رقَ حد ُُت
َ َو َخ ُروا الط َع َام َوالشَر،َسقيَ َة
ح حَ َ َ ح َ َ ح ُ ََ َ ح
64
Yusuf al-Qaradawi, Kaifa Nata’a>mul ma’a Sunnah al-Nabawiyah, h. 150.
65
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam (Cet. I;
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015),h. 164.
66
Said Agil Husin al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Nabi
Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, h. 27.
67
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h. 201.
24
68
)(رواه البخاري
Matikanlah lampu-lampu pada waktu malam ketika kalian hendak tidur,
Kuncilah pintu-pintu, ikatlah tempat-tempat air minum (yang terbuat dari kulit)
dan tutuplah makanan dan minuman. (HR. al-Bukhari)
masa nabi saw. alat penerang atau lampu adalah lampu minyak. Apabila lampu tidak
terhembus angina lalu jatuh dan membakar disekelilingnya. 69 Dalam konteks kekinian
jika seseorang tidur tidak mematikan lampu bukanlah sebuah penolakan terhadap
hadis nabi saw. Justru keadaan sekarang, berbahaya mematikan semua lampu ketika
tidur pada waktu malam, sebab akan mengundang tindakan kriminal karena diduga
68
Muhammad Ibn ’Isma>’i>l Abu> Abdullah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 8, h. 65.
69
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, h. 202.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metodologi pemahaman hadis adalah suatu cara, teknik atau metode dalam
memahami atau memahamkan hadis. Dalam kajian ilmu hadis metodologi pemahaman
hadis dikenal dengan istilah syarh} hadi>s\, ini sama dengan tafsir atau takwil dalam studi
ilmu al- Qur’an. Metodologi pemahaman hadis ini mencakup metode, teknik
Pertama, metode tah}li>li> (analisis) yaitu metode yang menjelaskan secara rinci dan
mencakup seluruh aspek yang dikandung suatu hadis. Kedua, metode ijma>li> (global)
yaitu metode dengan cara menjelaskan secara ringkas dan padat serta menjelaskan
makna umum yang terdapat dalam hadis. Ketiga metode muqa>ran (perbandingan) yaitu
itu pada metode ini juga memaparkan mengenai perbedaan pendapat ulama dalam
memahami suatu hadis. Keempat, metode mawd}u{>‘i> (tematik) yaitu metode memahami
teknik, yaitu; interpretasi tekstual yang fokusnya hanya pada teks semata dalam
25
26
teks lainnya dalam memahami hadis, dan interpretasi kontekstual yang memperhatikan
latar belakang peristiwa atau asba>b al-wuru>d dengan konteks kekinian dalam
memahami hadis.
antropologis sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam kajian pemahaman hadis,
ketiga pendekatan ini pada masuk dalam kajian asba>b al-wuru>d, sehingga ketiga
pendekatan ini bisa juga disebut sebagai asba>b al-wuru>d ’a>m (asba>b al-wuru>d makro).
B. Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan,
sebab tidak ada satu tulisan di muka bumi ini yang terhindar dari kecacatan selain al-
Qur’an. Untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan sumbang
saran serta kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan makalah kami untuk yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Arifuddin. Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni> al-Hadis. Cet.
II; Makassar: Alauddin University Press, 2013.
“Al- I’tiba>r wa al- Muta>bi’a>t wa al- Syawa>hid”. Multaqa> Ahl al- H{adi>s}.
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/index.php (15 Desember 2016).
Arfa, Faisal Ananda, dkk. Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam. Cet. I;
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015.
al-Baihaqi>, Abu Bakr. Al-Sunan al-Kubra>. Juz 3. Cet III; Beirut: Da>r al-Kutub al-
’Ilmiyah, 1424 H/2003 M.
al-Bukha>ri>, Muhammad Ibn ’Isma>’i>l Abu> Abdullah. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Juz 1. Cet. I;
Beirut: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.
-------. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Juz 2. Cet. I; Beirut: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.
-------. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Juz 8. Cet. I; Beirut: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.
Ermawati. “Telaah Pemikiran al-Aini dalam Umdah al-Qari’ Kitab al-Buyu’ Bab Bai’
al- Khilth min al-Tsamari: Tinjauan Metode, Teknik dan Pendekatan”. Rausyan
Fikr 6, no. 1 (Januari-Juni 2010): h. 71-88.
H{usain, Abu> Luba>bah al-T{a>hir. Muh}a>d{ara>t fi> al-H{adi>s} al-Tah}li>li>. Cet. I; Beirut: Da>r
al-Garb al-Isla>mi>, 2004 M/1425 H.
Ilyas, Abustani dan La Ode Ismail Ahmad. Filsafat Ilmu Hadis. Cet. I; Surakarta,
Zadahadiya Publishing, 2001.
“Interpretasi”. KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/interpretasi (15
Desember 2016).
“Intertekstual”. Wikipedia Ensiklopedia Bebas.
https://id.wikipedia.org/wiki/Intertekstual (15 Desember 2016).
Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-
Hadits tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal. Cet. I;
Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
“Konteks”. KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/konteks (15 Desember
2016).
“Metodologi”. KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/metodologi (15
Desember 2016).
al-Munawwar, Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim. Asbabul Wurud: Studi Kritis
Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual. Cet. 1; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001.
al-Naisa>bu>ri>, Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi>. S{ah}i>h} Muslim. Juz 2.
Beirut: Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-’Arabi>, [t.th.].
-------. S{ah}i>h} Muslim. Juz 3. Beirut: Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-’Arabi>, [t.th.].
-------. S{ah}i>h} Muslim. Juz 4. Beirut: Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-’Arabi>, [t.th.].
27
28
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam (Cet. XIX; Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012.
Nuruddin, Muhammad. “Aktualisasi Pemahaman Hadis Hukum Dalam Kehidupan
Global”. Riwayah 1, no. 1 (Maret 2015): h. 39-60.
“Paham”. KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/paham (15 Desember
2016).
“Pemahaman”. KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pemahaman (15
Desember 2016).
al-Qaradawi, Yusuf. Kaifa Nata’a>mul ma’a Sunnah al-Nabawiyah. Cet. II; Kairo: Da>r
al-Syuru>q, 2002 M/1423 H.
Sanaky, Hujair A. H. “Metode Tafsir: Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna
atau Corak Mufassirin”, Al- Mawarid 18, (2008): h. 263-284.
Tah}h{a>n, Mah}mu>d. Taisi>r Mus}t}alah} al-Hadi>s\. Cet. XI; Riyadh: Maktabah al-Ma‘a>rif,
2010 M/1431 H.
“Teknik”. KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teknik (15 Desember
2016).
“Teks”. KBBI Daring. http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teks (15 Desember 2016).
al-Turmuz}i>, Muhammad Ibn ’I<sa Ibn Saurah Ibn Mu>sa> Ibn D{aha>k. Sunan al-Turmuz}i>.
Juz 2. Beirut: Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 1998.
Zayyan, Ramadan Ishak. “Al-H{adi>s\ al- Maud}u>’i> Dira>sah Naz}riyah”. Majallah al-
Ja>mi’ah al- Isla>miyyah 10, no. 2 (2002): h. 207-249.