Anda di halaman 1dari 15

1

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU


Ulumul Hadis M. Syahriza Rezkianoor, S.Ag.MH

MAKALAH
Metode Memahami dan Pendekatan
dalam Memahami Hadis

Kelompok 1

Ahmad Sawiti 190101120698

Muhammad Mursyidi

Fitriani 190101120644

Mahfuzotun Nofus 190101120959

Rizka Reifanna Putri Rahman 190101120615

M. Hafizh Al-fathony

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2020
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT atas


limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya kami dapat membuat makalah ini.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda tercinta kita yakni
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, Nabi akhir zaman.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


“Metode dalam Memahami dan Pendekatan dalam Memahami Hadis”. Makalah
ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Melalui kata pengantar ini penyusun terlebih dahulu meminta maaf dan
memohon pemakluman apabila terdapat kekurangan, karena makalah ini masih
jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca, khususnya dari dosen agar menjadi acuan dalam bekal pengalaman
bagi penyusun untuk lebih baik lagi di kemudian hari.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua
pembaca.

Tanah Laut, 26 April 2020

Penyusun

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN.....................................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................3
C. Tujuan Penulisan............................................................................................3

BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................4
A. Metode dalam memahami hadis.........................................................4
B. Pendekatan dalam memahami hadis...................................................7
C. Perkembangan memahami hadis di Indonesia....................................9

BAB III : PENUTUP.............................................................................................11


Kesimpulan.......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Memahami hadis dari prakonsepsi (gambaran) sebuah hadis yang


sedang dipahami keotentikannya berasal dari Nabi. Untuk itu dalam
memahami sebuah hadis diperlukan seperangkat instrumen seperti,
pengetahuan bahasa, informasi tentang situasi yang berkaitan dengan
munculnya hadis, serta setting budaya dan lain-lain. Pemahaman yang
cermat dapat saja berupa sikap kritis sampai dengan penolakan akan
keotentikan sebuah hadis setelah beberapa perangkat pemahaman
diterapkan atau bahkan sebaliknya.
Maka dari itu, memahami hadis tidaklah hanya dari satu sisi saja,
tetapi dari berbagai sisi yang mana setiap sisi tersebut tidaklah hanya
terdapat pada sebuah hadis saja. Karena sebuah hadis yang disampaikan
oleh Nabi menyesuaikan situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada saat
penyampaian hadis itu berlangsung. Pemahaman hadis itu dapat dilakukan
dengan berbagai metode yang memiliki peran masin-masing.
Dalam pembahasan kali ini penulis akan mencoba memahami sebuah
hadis dengan menggunakan metode ijmali (global), metode tahlili
(analitis), metode maudlu’i (tematik) dan metode muqaran (komparatif).
B. Rumusan masalah

1. Apa saja metode dalam memahami hadis ?

2. Apa saja pendekatan dalam memahami hadis ?

3. Bagaimana perkembangan pemhaman hadis di Indonesia ?

C. Tujuan

1. Mengetahui metode dalam memahami hadis


2. Mengetahui pendekatan dalam memahami hadis
3. Mengetahui perkembangan pemahaman hadis di Indonesia
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Metode Memahami Hadis

Kata metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti


cara atau jalan. Dalam bahasa Arab disebut thariqat atau manhaj. Dalam
Bahasa Indonesia, kata metode mengandung arti cara yang teratur dan
berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan
sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
satu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan.Jika dikaitkan dengan
pemahaman hadis, maka metode diartikan sebagai suatu cara yang teratur
untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan
Nabi Muhammad dalam hadisnya. Secara umum, metode memahami hadis
merupakan kerangka dan langkah-langkah yang digunakan dalam
menafsirkan dan memahami hadis Nabi secara keseluruhan dari tahap awal
hingga akhir.
Dalam memahami hadis, terdapat empat macam metode yang telah
diperkenalkan oleh para ulama terdahulu, yaitu: metode ijmali (global),
metode tahlili (analitis), metode maudlu’i (tematik) dan metode
muqaran(komparatif).3 Metode-metode ini pula yang digunakan dalam
menafsirkan al-Qur’an sehingga dapat diperoleh makna ayat secara utuh
dan jelas. Berikut penjelasan metode-metode dalam memahami hadis:1

1. Metode Ijmali (Global)


Metode ijmali berarti menjelaskan dengan ringkas makna yang
dikandung sebuah hadis secara keseluruhan dengan menggunakan
bahasa yang populer dan mudah dipahami. Metode ini juga berarti
menjelaskan secara global apa yang dimaksud tanpa menerangkan

1
Ahmad Izzan,Saehudin. HADIS PENDIDIKAN (Konsep Pendidikan Berbasis Hadis). (Bandung:
Humaniora)h.9
5

lebih lanjut segala aspek yang berhubungan dengan hadis tersebut,


baik itu sanadnya maupun matannya.2
2. Metode Tahlili (Analitis)
Secara etimologi, kata “tahlili” berasal dari kata ‫ يحلل – حلل‬- ‫تحليال‬
yang berarti menguraikan atau menganalisis.4 Metode Tahlili
(Analitis) atau yang dinamai juga dengan metode tajzi’iy menurut
Baqir al-Shadr merupakan kebalikan dari metode ijmali. Jika metode
ijmali dikatakan sebagai cara menjelaskan sesuatu dengan ringkas dan
global, sebaliknya metode tahlilimerupakan penjelasan secara rinci
dan mendetail.6 Memahami hadis dengan menggunakan metode ini
berarti menjelaskan hadis dengan memaparkan segala aspek yang
berhubungan dengan hadis tersebut, baik itu dari aspek sanad
(perawi), uraian makna kosakata, makna kalimat dan ungkapan yang
terkandung dalam matan, faidah, sampai kepada penjelasan mengenai
kualitas, asbab al-wurud, mukharrij, bahkan pendapat ulama mengenai
hadis yang dimaksud3

3. Metode Muqaran (Komparatif)


Kata muqaran merupakan masdar dari kata ‫ مقارنة – يقارن – قارن‬yang
berarti perbandingan atau komparatif. Metode muqaran menekankan
kajiannya pada aspek perbandingan (komparatif). Metode muqaran
jika digunakan untuk memahami hadis berarti menjelaskan makna
hadis tersebut dengan cara membandingkannya dengan hadis-hadis
lain atau dengan ayat al-Qur’an.
Dalam penerapannya, metode ini dapat dibagi menjadi tiga bentuk.
Pertama, membandingkan ayat-ayat al-Qur’an atau hadis yang
memiliki kesamaan topik dengan redaksi yang berbeda. Kedua,
membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis, atau antara hadis satu
dengan yang lain yang secara lahir terlihat kontradiktif. Ketiga,

2
Ibid, h.10
3
Ibid, h.11
6

membandingkan pendapat para ulama tentang penafsiran suatu ayat


atau hadis.
Kelebihan metode muqaran adalah memberikan pengetahuan yang
lebih luas dibanding metode-metode yang lain, metode ini mendorong
seorang peneliti untuk mengkaji berbagai macam hadis, ayat-ayat al-
Qur’an serta pendapat-pendapat ulama mengenai hadis yang diteliti.
Selain itu, dengan metode ini dimaksudkan dapat diketahui makna
sebenarnya dari sebuah ayat atau hadis.4

4. Metode Maudlu’i (Tematik)


Secara bahasa kata maudlû’i berasal dari kata ‫وع‬ZZZ‫ موض‬yang
merupakan isim fail dari kata wadla’a yang artinya masalah atau
pokok permasalahan. Metode maudlû’i merupakan sebuah metode
memahami hadis dengan menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam
sebuah tema tertentu, yangk emudian dibahas dan dianalisis sehingga
menjadi satu kesatuan yang utuh. Misalnya, menghimpun hadis-hadis
yang berbicara tentang puasa ramadhan, ihsan (berbuat baik) dan lain
sebagainya. Menurut Yusuf Qardhawi untuk dapat memahami al-
Sunnah dengan benar adalah dengan cara harus menghimpun semua
hadis shahih yang berkaitan dengan suatu tema tertentu. Selanjutnya
mengembalikan kandungannya yang mutasyabihkepada yang
muhkam, yang muthlaq dengan yang muqayyad, yang ‘am dan yang
khas. Sehingga tidak ada hadis yang bertentangan dan dapat diperoleh
makna yang lebih jelas.
Menurut al-Farmawi, Metode maudlû’i adalah mengumpulkan
hadis-hadis yang terkait dengan satu topik atau satu tujuan kemudian
disusun sesuai dengan asbâb al-wurûd dan pemahamannya yang
disertai dengan penjelasan, pengungkapan dan penafsiran tentang
masalah tertentu. Dalam kaitannya dengan pemahaman hadis
pendekatakan tematik (maudlû’i) adalah memahami makna dan

4
Ibid, h.12
7

menangkap maksud yang terkandung di dalam hadis dengan cara


mempelajari hadis-hadis lain yang terkait dalam tema pembicaraan
yang sama dan memperhatikan korelasi masing-masing sehingga
didapatkan pemahaman yang utuh.5
B. Pendekatan Hadis

1. Pendekatan Linguistic (bahasa)


Pendekatan bahasa dalam upaya mengetahui kualitas hadis tertuju
pada beberapa objek: Pertama, struktur bahasa, artinya apakah susunan
kata dalam matan suatu hadis yang menjadi objek penelitian sesuai
dengan kaedah bahasa Arab atau tidak? Kedua, kata-kata yang terdapat
dalam matan hadis, apakah menggunakan kata-kata yang lumrah
dipergunakan dalam bahasa Arab pada masa Nabi Muhammad saw
atau menggunakan kata-kata baru yang muncul danndipergunakan
dalam literature Arab modern? Ketiga, matan hadis tersebut mestilah
menggambarkan bahasa kenabian. Keempat, menelusuri makna kata
tersebut ketika diucapkan oleh Nabi saw sama makna yang dipahami
oleh pembaca atau peneliti.6

2. Pendekatan Historis
Salah satu langkah yang dilakukan muhadditsin untuk melakukan
penelitian matan hadis adalah mengetahui peristiwa yang
melatarbelakangi munculnya suatu hadits (asbab al-wurud al-hadis).
Mengetahui asbab al-wurud mempermudah memahami kandungan
hadis. Dengan asbab al-wurud al-hadits. dalam melakukan kritik hadits
yang diketahui memakai asbab wurud, maka akan sangat membantu
untuk memahami maksud hadis. Oleh karena itu, tema pembahasan ini
dinamakan pendekatan sejarah. Fungsi asbab al-wurud al-hadits
terhadap hadis itu sendiri ada tiga macam:7

5
Ibid, h.13
6
A.Shamad. Berbagai Pendekatan Dalam Memahami Hadis. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
h. 35
7
Ibid, h.37
8

Pertama, menjelaskan makna hadits melalui takhsish


al-‘am(mengkhususkan yang umum), taqyid (membtasi yang muthlak),
tafshil al-mujmal(merinci yang global), al-nasikh wa al-mansukh
(menasakh yang terdahulu), bayan ’illat al-hukm (menjelaskan ’illat
hukum), dan taudhih al-musykil(menjelaskan yang musykil). Kedua,
mengetahui kedudukan Rasulullah saw pada saat kemunculan hadis,
apakah sebagai rasul, sebagai qadhi dan mufti, sebagai pemimpin suatu
masyarakat atau sebagai manusia biasa. Ketiga, mengetahui situasi dan
kondisi suatu masyarakat saat hadis itu disampaikan.8
3. Pendekatan Sosiologis
Pemahaman terhadap hadis dapat juga menggunakan pendekatan
sosio- historis. Keadaan sosial kemasyarakatan dan tempat serta waktu
terjadinya, memungkinkan utuhnya gambaran pemaknaan hadis yang
disampaikan, dimana dan untuk tujuan apa ia diucapkan, sekiranya
dipadukan secara harmoni dalam suatu pembahasan.Oleh karena itu,
pendekatan ini dapat dimanfaatkan sehingga diperoleh hal-hal yang
bermanfaat secara optimal dari hadis yang disampaikan sehingga
maksud hadis benar-benar menjadi jelas dan terhindar dari
berbagaibperkiraan yang menyimpang.
Sebagai contoh hadis Nabi saw yang bersumber dari ’Abdullah bin
Umar menyatakan:
“Apabila kamu sekalian hendak datang (menunaikan shalat) Jum’at,
maka hendaklah terlebih dahulu mandi”. (H.R.Bukhari, muslim dan
lain-lain).
Secara tekstual, hadis tersebut menyatakan bahwa hukum mandi
pada hari jum’at adalah wajib. Hadis di atas mempunyai sebab khusus.
Pada waktu itu, ekonomi para sahabat Nabi saw umumnya masih
dalam keadaan sulit. Mereka memakai baju wol yang kasar dan jarang
dicuci. Mereka banyak menjadi pekerja kebun. Setelah mereka
menyiram tanam-tanaman, mereka banyak yang langsung pergi ke

8
Loc.Cit, h.37
9

mesjid untuk menunaikan shalat jum’at, cuaca sedang sangat panas,


mesjid masih sempit. Tatkala Nabi saw berkhutbah, aroma keringat
dari orang- orang yang berbaju wol kasar dan jarang mandi itu
menerpa hidung Nabi saw. Suasana dalam mesjid terganggu oleh
aroma yang tidak sedap tersebut. Lalu Nabi bersabda dengan hadis
tersebut atau yang semakna.9

C. Perkembangan metode pemahaman hadis di Indonesia

Pengkajian Hadis di Indonesia mengalami keterlambatan dalam


perkembangannya. Van den Berg (1886) menyusun 50 daftar buku teks
utama yang diajar-kan di pesantren, tetapi sama sekali tidak menyebutkan
kitab Hadis atau ilmu Hadis. Sebelum tahun 1900 pelajaran Hadis
memang belum masuk kurikulum.Tujuan pengajaran Islam pada waktu itu
adalah memahami rukun Islam dan rukun Iman. Masyarakat diajarkan
untuk membaca Alquran, cara beribadah, dan sifat 20. Karena itu, Syaikh
Abd ar-Rauf Singkel (1615-1699 M) menyertakan asbab an-Nuzul dalam
tafsirnya, Tarjuman al-Mustafid dengan mengambil dari Tafsir al-Khazin
dan Tafsir al-Baidhawi tanpa membahas keadaan riwayatnya dan pengaruh
asbab an-nuzul dalam memahami ayat-ayat Alquran. Syaikh Muhammad
Nabawi Banten (1815-1897 M) mengemukakan 40010 hadis tentang
fadilah amal dalam kitabnya, Tanqih al-Qawl al-Hatsits fi Syarh Lubab al-
Hadits tanpa membincangkan keadaan hadis-hadisnya dan analisis
terhadap maknanya.
Pemahaman Hadis adalah bagian dari pengkajian Hadis. Pada
awalnya, pemahaman hadis dilakukan secara sederhana dengan
mengambil penjelasan-penjelasan dari kitab-kitab syarh Hadis secara
tekstual tanpa11 menggunakan metode dan pendekatan di luar kebahasaan

9
Ibid, h.38
10
Ramli Abdul Wahid, MA. Perkembangan Metode Pemahaman Hadis di Indonesia. Jurnal
Analytica, 2018. h. 208
11
Loc.Cit, 208
10

dan kaedah-kaedah agama. Ahmad Surkati (1874-1943 M) dipandang


sebagai tokoh awal dalam perkembangan kajian hadis di Indonesia. Ia
mengajak umat agar kembali kepada Alquran dan Hadis. Menurutnya,
dalil hanya datang dari Allah dan Rasul-Nya. Ahmad Hassan (1887-1958
M) juga mengajak umat agar kembali kepada Alquran dan Hadis. Ia
berdialog, polemik dan menulis dengan dalil Alquran dan Hadis.
Pemikirannya banyak tertuang dalam bukunya, Soal Jawab (4 Jilid, 1968).
Syaikh Muhammad Nahfuz at-Tirmasi (1920 M) termasuk tokoh Hadis
Indonesia yang walaupun kiprahnya banyak di Arab Saudi, tetapi karya-
karyanya di bidang ilmu Hadis banyak dipakai di pesantren-pesantren
Pulau Jawa. T.M. Hasbi Ash Shidiqiey (1904-1975 M) merupakan ulama
paling produktif menulis di masanya dan menerjemahkan buku-buku
Hadis dan ilmu Hadis. Buku-buku yang mereka tersebut di atas
menunjukkan bahwa pemahaman yang mereka terapkan terhadap Hadis
bersifat konservatif dan pemurnian. Buku-buku mereka tidak mengenal
istilah kontekstual, semantik, dan hermeneutik. Demikian juga mereka
tidak pernah menyebutkan macam-macam pendekatan yang dikenal pada
zaman modern, seperti pendekatan historis, sosiologis, sosio-historis,
antropologis, dan psikologis. Istilah-istilah dan konsep-konsep ini muncul
di Indonesia pada pertengahan tahun 1990-an.
Dua ormas Islam, Muhammadiyah dan Persis banyak melakukan
pengkajian dan peninjauan kembali tentang Hadis dan pemaknaannya.
Kajian tentang kedudukan dan pemaknaan hadis yang mereka lakukan
banyak yang berbeda dari pemahaman yang lazim di kalangan ulama
Indonesia. Karena itu muncul apa yang disebut dengan kaum tua dan kaum
muda. Sampai batas-batas tertentu, perbedaan kedua kelompok ini
menimbulkan ketegangan. Akan tetapi perbedaan pemahaman Hadis dari
kedua kelompok ini masih berpijak kepada kaedah-kaedah kebahasaan dan
kaedah-kaedah agama yang bersifat klasik yang termuat dalam Ulum al-
Quran, Ulum al-Hadits dan Usul al-Fiqh, belum berekspansi kepada
11

metode dan pendekatan modern.


12

12
Ibid, h.209
12

BAB III
PENUTUP

SIMPULAN

A. Metode Memahami Hadis

Kata metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti


cara atau jalan. Dalam bahasa Arab disebut thariqat atau manhaj. Dalam
Bahasa Indonesia, kata metode mengandung arti cara yang teratur dan
berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan
sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
satu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan.Jika dikaitkan dengan
pemahaman hadis, maka metode diartikan sebagai suatu cara yang teratur
untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan
Nabi Muhammad dalam hadisnya. Secara umum, metode memahami hadis
merupakan kerangka dan langkah-langkah yang digunakan dalam
menafsirkan dan memahami hadis Nabi secara keseluruhan dari tahap awal
hingga akhir.

1. Metode Ijmali (Global)


Metode ijmali berarti menjelaskan dengan ringkas makna yang
dikandung sebuah hadis secara keseluruhan dengan menggunakan bahasa
yang populer dan mudah dipahami

2. Metode Tahlili (Analitis)


Secara etimologi, kata “tahlili” berasal dari kata ‫ل – حلل‬Z‫ يحل‬- ‫ال‬Z‫تحلي‬
yang berarti menguraikan atau menganalisis.4 Metode Tahlili (Analitis)
atau yang dinamai juga dengan metode tajzi’iy menurut Baqir al-Shadr
merupakan kebalikan dari metode ijmali.
13

3. Metode Muqaran (Komparatif)

Kata muqaran merupakan masdar dari kata ‫ مقارنة – يقارن – قارن‬yang


berarti perbandingan atau komparatif. Metode muqaran menekankan
kajiannya pada aspek perbandingan (komparatif)

B. Pendekatan Hadis
1. Pendekatan Linguistik
2. Pendekatan Historis
3. Pendekatan Sosiologis

C. Perkembangan Metode Pemhaman Hadis Di Indonesia


Pengkajian Hadis di Indonesia mengalami keterlambatan dalam
perkembangannya. Van den Berg (1886) menyusun 50 daftar buku teks
utama yang diajar-kan di pesantren, tetapi sama sekali tidak menyebutkan
kitab Hadis atau ilmu Hadis. Sebelum tahun 1900 pelajaran Hadis
memang belum masuk kurikulum.Tujuan pengajaran Islam pada waktu itu
adalah memahami rukun Islam dan rukun Iman. Masyarakat diajarkan
untuk membaca Alquran, cara beribadah, dan sifat 20. Karena itu, Syaikh
Abd ar-Rauf Singkel (1615-1699 M) menyertakan asbab an-Nuzul dalam
tafsirnya, Tarjuman al-Mustafid dengan mengambil dari Tafsir al-Khazin
dan Tafsir al-Baidhawi tanpa membahas keadaan riwayatnya dan pengaruh
asbab an-nuzul dalam memahami ayat-ayat Alquran. Syaikh Muhammad
Nabawi Banten (1815-1897 M) mengemukakan 400 hadis tentang fadilah
amal dalam kitabnya, Tanqih al-Qawl al-Hatsits fi Syarh Lubab al-Hadits
tanpa membincangkan keadaan hadis-hadisnya dan analisis terhadap
maknanya.
14

DAFTAR PUSTAKA

Saehudin, Ahmad Izzan. HADIS PENDIDIKAN (Konsep Pendidikan Berbasis Hadis).


Bandung: Humaniora
A.Shamad. Berbagai Pendekatan Dalam Memahami Hadis. Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry. http://jurnal.ar-raniry.ac.id
Wahid, Ramli Abdul. 2014.Perkembangan Metode Pemahaman Hadis di Indonesia.
Jurnal Analytica Islamica. Volume 3.

Anda mungkin juga menyukai