Anda di halaman 1dari 34

METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS

MAKALAH MATA KULIAH AL-QUR’AN dan HADIS

Mata Kuliah : Al-Qur’an dan Hadis

Dosen Pengampu : Habib, S.Ag M.Ag.

Oleh ;

Kelompok 07

1. Affandi Ahmad : 19101010111


2. Ira Nazhatina : 19101010115
3. Abdurrahim : 19101010117

PROGRAM STUDI
BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTASS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan
rahmat dan petunjuk sehingga kami diberikan kemudahan dalam membuat
makalah tentang metode pemahaman hadis dengan sebaik-baiknya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi mata kuliah al Qur’an dan Hadis. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan saran atas penyusunan makalah ini :
1. Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D. selaku Rektor UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2. Bapak Habib, S.Ag., M.Ag, selaku dosen mata kuliah Qur`an Hadits
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
3. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan yang sangat berarti
dalam penulisan makalah ini,
4. Semua rekan-rekan yang ikut membantu termasuk puhak-pihak yang
tidak bisa disebutkan satu-satu.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, untuk itu kami mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat baik kami maupun para pembaca.

Yogyakarta, 02 November 2019

Kelompok 07
METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS

A. Pendahuluan
Pemahaman terhadap hadis memiliki peranan penting bagi umat
Islam dalam merespon berbagai problematika keagamaan yang muncul.
Selain hal itu, hadis sebagai sumber kedua dari ajaran Islam setelah al-
Qur’an yang berfungsi sebagai penjelasan serta manifestasi dari apa
yang terkandung di dalam al-Qur’an yang bersifat umum,
mengharuskan kita sebagai umat Islam untuk memaham hadis agar
dapat memahami agama Islam denagn benar.
Dalam memahami teks hadis, diperlukan metode yang tepat
terutama dalam memahami teks hadis yang sulit dipahami, agar tidak
timbul pemahaman yang salah dengan memahami hadis menurut hawa
nafsunya yang akan menimbulkan kesesatan bagi umat yang masih
awam. Dalam hal ini, Ilmu ma’ani al-hadis memiliki peranan yang
urgen karena memiliki cakupan yang lebih luas dalam mengkaji makna
yang berkaitan dengan konteks internal redaksi bahasa beserta indikasi
maknanya.
Secara tinjauan terminology, Ilmu ma’ani al-hadis ialah ilmu
yang memahami makna matan hadis, ragam redaksi, dan konteksnya
secara komprehensif, baik dari segi makna yang tersurat (zhahir al-nash
atau makna tekstual) maupun makna yang tersirat (bathin al-nash atau
makna konstektual). Ilmu ma’ani al-hadis merupakan pengembangan
dari ilmu gharib al-hadis yang memiliki tugas yang sama, yaitu
menjelaskan kata-kata matan hadis yang sulit dipahami dengan
mempertimbangkan hadis-hadis yang semakna.
Diperlukan juga sumber-sumber dalam memahami ilmu hadis
dengan mengkaji ilmu kritik matan dan kritik sanad hadis untuk
mengetahui mana yang tergolong hadis yang bisa diterima atau ditolak.
Baik hadis shahih, hasan, dha’if, dan yang lainnya. Supaya hadis tetap
terjaga eksistensinya sebagai sumber kedua hukum Islam dari serangan
orang-orang yang tidak menyukainya (inkar sunnah) dan kaum
orientalis.
1. Rumusan Masalah
1. Mengapa kita harus mempelajari ilmu pemahaman hadis?
2. Bagaimana metode memahami hadis dengan benar?
3. Bagaimana cara membedakan hadis yang dapat diterima dangan
hadis yang dtolak?
2. Tujuan
1. Mengetahui alasan memahami hadis dengan benar
2. Mengetahui metode dalam memahami hadis dengan benar
3. Mengetahui mana hadis yang dapat diterima dan mana hadis yang
ditolak?
B. Pembahasan
1. Definisi Pemahaman Hadis
Secara etimologi metodologi berasal dari kata method yang
berarti cara atau teknik dan logos yang berarti ilmu. Jadi,
metodologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang cara atau teknik.
Sementara dalam KBBI Daring (dalam jaringan) metodologi
diartikan ilmu tentang metode atau uraian tentang metode.
Adapun pemahaman berasal dari kata dasar ‘paham’ yang
berarti pengertian, pendapat, pikiran, aliran, haluan dan pandangan.
Kemudian, kata ‘paham’ mendapat awalan ‘pe- dan akhiran -an’
yang memiliki makna proses atau perbuatan. Jadi, pemahaman
dapat diartikan sebagai suatu proses atau perbuatan memahami atau
memahamkan.
Sedangkan, hadis secara bahasa berarti baru dan menurut istilah
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir dan sifatnya.
Dari uraian di atas, maka metodologi pemahaman hadis dapat
diartikan sebagai suatu cara, teknik atau metode dalam memahami
atau memahamkan hadis. Dalam kajian ilmu hadis metodologi
pemahaman hadis dikenal dengan istilah syarh hadis, ini sama
dengan tafsir atau takwil dalam studi ilmu al- Qur’an. Perbedaan
keduanya hanya pada segi istilah saja, adapun sistem kerja dan
maknanya sama yaitu melibatkan subjektifitas dalam memahami
teks, baik teks al-Qur’an maupun teks hadis (matan). Oleh itu,
metode-metode pemahaman yang dikenal dalam kajian bidang
tafsir, dapat juga digunakan dalam kajian bidang hadis.1

1
Jurnal alaudin Makassar hal. 3
2. Macam-macam Metode Pemahaman Hadis
Dalam kajian tafsir, dikenal 4 metode yang digunakan dalam
mengkaji alQur’an, yakni; metode tahlili (analisis), metode ijmali
(global), metode muqaran (perbandingan) dan metode maudhu‘i
(tematik). Metode-metode tersebut juga terdapat dalam kajian hadis,
hal tersebut dapat ditemui dalam kitab-kitab syarh hadis ketika kita
meneliti metodologinya.
a. Metode Tahlily
Metode tahlili merupakan salah satu metode yang
digunakan ulama hadis menjelaskan hadis Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam kitab-kitabnya. Metode ini menjelaskan
hadis-hadis nabi dengan memaparkan segala aspek yang
terdapat dalam hadis kemudian memaparkan makna serta
kandungan yang dicakup dalam hadis tersebut sesuai dengan
keahlian dan kecenderungan pensyarahnya.
Pada metode ini, seorang pensyarah hadis menjelaskan
segala segi yang dianggap perlu untuk diuraikan, bermula dari
makna kosa-kata, asbab al-wurud, hukum yang terdapat di
dalam hadis, hikmah yang terkandung di dalamnya,
menjelaskan makna global dari hadis, menyebutkan syahid dan
mutabi’-nya dan penjelasan mengenai faedah serta pelajaran apa
yang bisa diambil dari suatu hadis.
Selain itu, pensyarah dalam metode ini memaparkan
pendapat-pendapat sahabat, tabi’in serta ulama-ulama terkait
hadis yang sedang disyarah. Ciri lain dari metode ini adalah
sistematika urutan dalam menjelaskan atau mensyarah hadis
yang mengikuti kitab yang disyarahnya.
Adapun kitab-kitab yang menggunakan metode tahlili
antara lain; Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari karya al- Hafiz
Ibn Hajar al-Asqalani, Subul al-Salam karya al- San’ani, Syar
al-Nawawi ’ala Muslim karya Imam Nawawi.
Keunggunlan dari metode tahlili ini adalah memberikan
pemahaman yang mendalam serta luas pada suatu hadis sebab
cakupannya yang luas. Namun, kelemahan dari metode ini
adalah menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial dan
melahirkan syarah yang sifatnya subjektif disebabkan
kecenderungan pensyarah pada mazhab tertentu.2
b. Metode Ijmaly
Metode ijmali dalam mensyarah hadis adalah
menjelaskan hadis dengan sesuai urutan hadis pada kitab yang
disyarah dengan memaparkan secara ringkas makna yang
terkandung pada hadis tersebut dengan bahasa yang mudah
dipahami. Pada metode ini pensyarah hanya menjelaskan secara
global dari suatu hadis dan memberikan pengertian kata yang
dianggap sulit, berbeda dengan metode tahlili yang menjelaskan
secara rinci dan mencakup banyak aspek. Adapun
persamaannya terletak pada sistematika urutan dalam
menjelaskan hadis yang mengikuti kitab yang disyarahnya.
Adapun kitab-kitab syarah hadis yang menggunakan
metode ini antara lain; Syarh al-Suyuti li Sunan al-Nasa’i dan
Qut al-Mugtazi ’ala Jami al-Turmuzi karya Jalaluddin al-
Suyuti.
Keunggulan dari metode ini adalah karakternya yang
simplisit dan mudah dipahami sebab penjelasannya yang
ringkas dan sederhana. Tapi, kekurangan dari metode ini adalah
tidak memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap
makna,
2
Jurnal alaudin Makassar hal. 4-5
isi dan kandungan suatu hadis dan tidak ada ruang analisis yang
memadai.3
c. Metode Muqaran
Yang dimaksud dengan metode muqaran disini
mencakup 3 hal, yaitu; pertama, membandingkan teks hadis
yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua
kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi
suatu kasus yang sama, kedua, membandingkan dua hadis yang
pada lahirnya terlihat bertentangan. Ketiga, membandingkan
berbagai pendapat ulama dalam mensyarah hadis.
Kajian perbandingan hadis dengan metode ini tidak
hanya berfokus pada perbandingan redaksi saja, tetapi juga
mecakup aspek yang menyebabkan terjadinya perbedaan
tersebut. Bahkan lebih jauh, perbedaan pandangan ulama
mengenai suatu hadis juga masuk dalam cakupan metode ini.
Diantara kitab syarah hadis yang menggunakan metode ini
adalah ’Umdah al- Qari Syarh Sahih al- Bukhari karya
Badruddin Abu Muhammad Ibn Ahmad al- ’Aini.
Kelebihan metode ini antara lain; memberikan wawasan
pemahaman yang relatif lebih luas kepada pada pembaca bila
dibandingkan dengan metode-metode lain. Membuka pintu
untuk selalu bersikap toleransi terhadap pendapat orang lain
yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak
mustahil ada yang kontradiktif. Dapat mengurangi fanatisme
yang berlebihan kepada suatu mazhab atau aliran tertentu.
Namun, kekurangan dari metode ini adalah tidak dapat
diberikan kepada pemula yang baru mempelajari hadis, karena
pembahasan yang dikemukakan di dalamnya terlalu luas dan
3
Jurnal alaudin Makassar hal. 6
kadang-kadang ekstrim. Metode ini kurang dapat diandalkan
untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah
masyarakat, karena metode ini lebih mengutamakan
perbandingan dari pada pemecahan masalah.4
d. Metode Maudu’i
Metode mawdu‘i dalam menjelaskan atau memahami hadis
adalah suatu metode dengan cara menghimpun hadis-hadis dari
berbagai literatur hadis yang otentik yang mempunyai kesamaan
tema baik dari lafal dan hukum, kemudian menjelaskan hadis
tersebut.
Adapun contoh dari penggunaan metode ini banyak kita
temui dalam karya tulis berupa tesis dan disertasi, pengkajian
hadis dewasa ini didominasi oleh metode mawdu‘i. Hal ini
disebabkan karena urgensi dari metode ini, karena dengan
metode ini kehadiran sunnah dalam menjawab problematika
umat nampak nyata.
Selain hal tersebut, menurut Yusuf al-Qaradawi,
menghimpun hadis-hadis yang memiliki kesamaan tema adalah
cara yang mesti ditempuh agar terhindar dari kesalahan
memahami hadis. Kemudian melihat kandungan dari masing-
masing hadis terkait muhkam dan mutasyabih, antara mutlaq
dan muqayyad serta umum dan khususnya.5
3. TIPOLOGI PEMAHAMAN HADIS

Kajian hadis memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam,


karenanya untuk memahami agama secara komprehensif yang tidak
dapat depisahkan dari memahami hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan pemahaman yang benar sesuai apa yang dipahami
4
Jurnal alaudin Makassar hal. 7-8
5
Jurnal alaudin Makassar hal. 8
oleh para sahabat, tabi’in, tabiut-tabi’in, serta ulama setelah mereka
yang mengikuti pemahaman mereka dengan baik, agar tidak keliru
maupun salah dalam memahami hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Pada kajian kali ini terfokus pada tiga pembahasan, yakni
ilmu musthalah al-Hadis, ilmu takhrij hadis, kritik sanad dan matan
hadis, serta ilmu thurq al-Hadis.

1. Ilmu Musthalah Hadis


Ilmu Mustalah hadis, yaitu ilmu yang membahas tentang
pokok-pokok dan kaedah-kaedah yang digunakan untuk
mengetahui kondisi sanad dan matan hadis, dari sisi diterima
atau ditolak.6 Sehingga dapat mengetahui hadis yang sahih,
hasan, maupun dha’if.
Adapun pengertian tentang hadis sahih, hadis hasan, dan
hadis dha’if adalah sebagai berikut:
a. Hadis Sahih
Kata sahih dalam bahasa diartikan sehat, yang
dimaksud hadis sahih adalah hadis yang sehat dan benar
tidak terdapat penyakit dan cacat.7
Hadis Sahih ialah hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh
periwayat yang adil, kuat ingatannya (dhabit), sanadnya
bersambung, tidak ber’illat dan tidak syadz.
Hadis Sahih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
 Hadis Sahih Lidzatihi ialah hadis yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh rijal al-Hadis
yang adil dan sempurna kedhabitannya disetiap

6
https://muslimah.or.id/213-taisir-musthalah-hadits-2-pengertian-musthalah-hadits-dan-
pembagian-khabar-berdasarkan-jalan-periwayatan.html. Sabtu, 14 Desember 2019 pukul
22.18
7
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
tingkatan sanad, tidak terdapat syaz dan tidak
ber’illat.8
Contoh:
‫ب ع َْن‬
ٍ ‫ك ع َِن ا ْب ِن ِشهَا‬ٌ ِ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُدهللاِ بْنُ يُوْ سُفَ قَا َل أَ ْخبَ َرنَا َمال‬
‫م‬.‫ْت َرسُوْ َل هللاِ ص‬ ْ ‫ُم َح َّم ِد ْب ِن ُجبَي ِْر ْب ِن ُم‬
ُ ‫ط ِع ِم ع َْن أَبِ ْي ِه قَا َل َس ِمع‬
ُّ ِ‫ب ب‬
)‫الطوْ ِر “(رواه البخاري‬ ِ ‫قَ َرأَ فِي ْال َم ْغ ِر‬

” Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin


Yusuf ia berkata: telah mengabarkan kepada
kami Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad
bin Jubair bin Math’ami dari ayahnya ia berkata:
aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membaca dalam shalat
maghrib surat at-Thur” (HR. Bukhari, Kitab
Adzan).

 Hadis Sahih Lighairihi, menurut jumhur ahli


hadis ialah hadis hasan jika ada hadis yang sama
dengan sanad yang berbeda yang bisa
menguatkan dengan syarat derajat hadisnya sama
atau lebih siqah.9 Dinamakan sahih ligairihi
karena hadis ini sebenarnya tidak sahih tapi naik
derajat menjadi sahih karena ada hadis lain yang
menguatkannya.

Contoh:

Hadis Muhammad bin ‘Amruw dari Abi Salamah


dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
8
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
9
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
ِ ‫ق َعلَى أُ َّمتِي أَل َ َمرْ تُهُ ْم بِال ِّس َوا‬
َ ِّ‫ك ِع ْن َد ُكل‬
‫صاَل ٍة‬ َّ ‫لَوْ اَل أَ ْن أَ ُش‬

“Sekiranya tidak memberatkan umatku sungguh


akan aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali
akan shalat.” (HR. at-Tirmidzi)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari dari


jalur Thariq Abu Zinad dari al-A’raj dari Abu
Hurairah.

Ibnu Sholih berkata: “Muhammad bin ‘Amruw


bin ‘Alqomah termasuk orang-orang yang
masyhur dengan kejujurannya dan penjagaannya,
akan tetapi ia tidak termasuk dari kalangan yang
kuat hafalannya, hingga sebagian mereka ada
yang mendhaifkannya dari sisi buruknya
hafalannya, dan sebagian lainnya menilainya
tsiqah karena kejujuran dan kemuliaannya. Maka
hadisnya dari sisi ini adalah hasan. Ketika ada
riwayat yang bergabung dengan hadits tersebut
yang diriwayatkan dari jalur lain, maka hilanglah
dengan yang demikian itu apa saja yang menjadi
kekhawatiran atasnya dari sisi buruknya hafalan.
Dengan riwayat lain itu kekurangan tersebut
diperbaiki, sehingga menjadi shahih lah sanad ini
dan masuk dalam derajat shahih.”10

b. Hadis Hasan

Hasan, menurut bahasa berarti baik atau bagus.11

10
http://alqolam.web.id/hadits-shahih-lighairihi/. Sabtu, 14 Desember 2019 pukul 22.35
11
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
Ulama’ berbeda pendapat tentang mendefinisikan hadis
hasan secara terminology, akan tetapi pendapat yang
paling rajih adalah pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani
yaitu: hadis ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil
dan lebih ringan kedhabitan rijal nya jika dibandingkan
dengan rijal al-hadis sahih, sanadnya sambung, tidak
cacat dan tidak syaz. Hadis hasan terbagi menjadi 2
macam, yakni:

• Hadis Hasan Lizatihi ialah hadis yang sanadnya


sambung, diriwayatkan oleh rijal al-hadis yang adil,
namun kurang sempurna kedhabitannya, tidak
bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh
rijal yang lebih siqah serta tidak ada cacat yang
samar yang menyebabkan turunnya derajat hadis.12
Contoh

‫ أكثروا من‬: ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬: ‫عن أبي هريرة قال‬
‫ و لقينو ها موتاكم‬,‫شهادة أن ال إله إال هللا قبل أن يحال بينكم و بينها‬

“Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau


berkata Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
bersabda : “Perbanyaklah bersyahadat Laa ilaaha
illallahu (Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah) sebelum kalian terhalangi
darinya. Dan ajarilah syahadat tersebut kepada orang
yang sedang menghadapi sakaratul maut diantara
kalian”.

12
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
Hadits ini derajatnya hasan karena di sanadnya ada
rowi yang bernama Dhimam bin Isma’il.

Al Hafizh Adz Dzahabi berkomentar tentang


dirinya : “Shalihul hadis, sebagian ulama
melemahkan dirinya tanpa hujjah”.

Abu Zur’ah Al ‘Iroqy rahimahullah dalam kitab


Dzailul kaasyif menukil komentar Imam Ahmad bin
Hanbal terhadap Dhimam bin Isma’il: Shalihul
hadits. Dan juga komentar Abu Hatim
rahimahullah : Shoduq dan ahli ibadah. Dan juga
komentar an Nasa’i rahimahullah : Laa ba’sa bihi.

al Hafizh Ibnu Hajar berkomentar tentangnya


‘shoduq tapi terkadang salah (hafalannya)’
Maka hadits seperti ini minimal berderajatnya ialah
hasan.13
• Hadis Hasan Lighairihi ialah hadis dha’if yang
ringan ke-dha’ifannya jika ada hadis yang semakna
dengan sanad yang berbeda, maka hadis dha’if
tersebut naik derajat menjadi hasan lighairihi.14
Contoh:
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan
beliau mengatakannya hasan, dari jalur Syu’bah bin
‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari ‘Abdullah bin ‘Amir bin
Rabi’ah dari bapaknya, bahwasanya ada seorang
perempuan dari Bani Fazarah menikah dengan mahar

13
https://cintasunnah.com/ulumul-hadits-hadits-hasan-1/
14
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
dua sendal. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda kepadanya:
‫ نَ َع ْم فَأ َ َجا َز‬: ‫ت‬
ْ َ‫ فَقَال‬.» ‫ك بِنَ ْعلَ ْي ِن؟‬ ِ ‫ت ِم ْن نَ ْف ِس‬
ِ ِ‫ك َو َمال‬ ِ ‫أَ َر‬
ِ ‫ضي‬
“Apakah engkau rela (ridha) sebagai gantimu dan
hartamu dua sandal (maksudnya apakah engaku rela
maharmu dua sandal).” Perempuan itu menjawab:
“Iya (saya rela)” Maka Nabi membolehkannya.
Imam at-Tirmidzi berkata: Dan dalam bab ini ada
hadits dari ‘Umar, Abu Hurairah, dan ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha.
Maka ‘Ashim adalah seorang yang dha’if disebabkan
buruknya hafalan. Namun imam at-Tirmidzi telah
mengatakan bahwa hadis ini hasan dikarenakan
datangnya riwayat ini dari banyak jalan.15
c. Hadis Dha’if
Secara bahasa, dha’if berarti lemah. Adapun
menurut istilah ialah hadis yang kehilangan satu syarat
atau lebih dari syarat-syarat hadis sahih atau hadis
hasan.16
Contoh:
‫ت َحد ِّْثنِي‬ ُ ‫يت أَبَا َسلَ َمةَ ْبنَ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن فَقُ ْل‬
ُ ِ‫َع ِن النَّضْ ِر ْب ِن َش ْيبَانَ قَا َل لَق‬
‫ضانَ قَا َل نَ َع ْم َح َّدثَنِي أَبِي أَ َّن‬ َ ‫ َشه ِْر َر َم‬17 ‫ك يَ ْذ ُك ُرهُ فِي‬ َ ‫ث َس ِم ْعتَهُ ِم ْن أَبِي‬
ٍ ‫بِ َح ِدي‬
ُ ‫َب هَّللا‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َذ َك َر َشه َْر َر َم‬
َ ‫ضانَ فَقَا َل َش ْه ٌر َكت‬ َ ِ ‫َرسُو َل هَّللا‬
َ ‫ت لَ ُك ْم قِيَا َمهُ فَ َم ْن‬
‫صا َمهُ َوقَا َمهُ إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا خَ َر َج ِم ْن‬ ُ ‫صيَا َمهُ َو َسنَ ْن‬ ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم‬
ُ‫ُذنُوبِ ِه َكيَوْ ِم َولَ َد ْتهُ أُ ُّمه‬

15
https://cintasunnah.com/ulumul-hadits-hadits-hasan-1/. Sabtu, 7 Desember 2019 pukul
07.18
16
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
17
“Dari Nadhir bin Syaibân ia mengatakan, Aku pernah
bertemu dengan Abu Salamah bin Abdurrahman
rahimahullah aku mengatakan kepadanya, ‘Ceritakanlah
kepadaku sebuah hadits yang pernah engkau dengar dari
bapakmu (maksudnya Abdurraman bin ‘Auf radhiallahu
‘anhu) tentang bulan ramadhan.’ Ia mengatakan, ‘Ya,
bapakku (maksudnya Abdurraman bin ‘Auf radhiallahu
‘anhu) pernah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebut bulan
ramadhan lalu bersabda, ‘Bulan yang Allah azza wa
jalla telah wajibkan atas kalian puasanya dan aku
menyunahkan buat kalian shalat malamnya. Maka
barangsiapa yang berpuasa dan melaksanakan shalat
malam dengan dasar iman dan mengharapkan ganjaran
dari Allah azza wa jalla, niscaya dia akan keluar dari
dosa-dosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh
ibunya”. (HR. Ibnu Majah, no. 1328 dan Ibnu
Khuzaimah, no. 2201 lewar jalur periwayatan Nadhr bin
Syaiban)
Sanad hadits ini lemah, karena Nadhr bin Syaiban itu
layyinul hadits (orang yang haditsnya lemah),
sebagaimana dikatakan oleh al-Haafizh ibnu Hajar
rahimahullah dalam kitab Taqrîb beliau. Ibnu
Khuzaimah rahimahullah juga telah menilai hadis ini
lemah dan beliau mengatakan bahwa hadis yang sah
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu.
Hadits yang beliau maksudkan yaitu hadits yang
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dan ulama
hadits lainnya lewat jalur Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu. Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ضانَ إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬
َ ‫َم ْن قَا َم َر َم‬
“Barangsiapa yang shalat (qiyam ramadhan atau
tarawih) dengan dasar iman dan mengharap pahala,
maka diampuni dosanya yang telah lalu”.18
2. Ilmu Takhrij Hadis, Kritik Sanad dan Matan Hadis
Kata takhrij berasal dari kata berasal dari kata kharaja
yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, terpisah,
dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj yang artinya
menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj artinya
artinya tempat keluar dan akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya
menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang dengan
menjelaskan tempat keluar asal-usulnya. Menurut terminology
ialah mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-
hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai
sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan
pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi sahih
atau dha’if, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang
kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekadar
mengembalikannya kepada kitab-kitab asal sumbernya. Para
ahli hadis memaknai takhrij dengan:
1. Mengemukakan hadis kepada orang lain dengan
menyebutkan sumbernya, yakni orang-orang yang menjadi
mata rantai hadis tersebut. Sebagai contoh: akhraju al-

18
https://almanhaj.or.id/3950-hadits-hadits-dhaif-maudhu-yang-banyak-beredar-pada-bulan-
ramadhan.html. Sabtu, 07 Desember 2019 pukul 07.20
Bukhari, artinya: al-Bukhari meriwayatkan hadis itu dengan
menyebutkan sumbernya.
2. Takhrij terkadang digunakan untuk arti mengeluarkan hadis
dan meriwayatkannya dari beberapa kitab.
3. Takhrij terkadang juga disebut al-dalalah, yaitu menunjukkan
dan menisbatkan hadiske dalam (kitab) sumber-sumber
hadis, dengan menyebutkan nama penulisnya.19
Kritik Sanad Hadis ialah suatu cara yang sistematis dalam
melakukan penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis
tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru
mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan
dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan
kebenaran, yaitu kualitas hadis (Sahih, hasan, atau dha’if).20
Kritik Matan Hadis, adapun kata Matan dalam bahasa
arab berarti punggung atau yang kuat, bisa juga berarti bagian
tengah (punggung) jalan, atau tanah yang tinggi yang keras.
Pengertian etimologis ini menunjukan bahwa matan hadis
adalah kalimat yang disandarkan kepada Nabi saw dan
disebutkan di penghujung sanad. Ia menjadi inti dari
periwayatan. Dengan kata lain, matan adalah isi hadis. 21 Adapun
metode kritik matan hadis ialah sebagai berikut ;
1. Membandingkan matan hadis dengan ayat al-Qur’an yang
berkaitan. Teknik ini kerap kali dilakukan oleh sejumlah
sahabat Nabi, Umar bin Khattab misalnya, ia pernah
mempertanyakan dan kemudian menolak hadis yang

19
https://www.bacaanmadani.com/2018/04/pengertian-takhrij-al-hadis-tujuan-dan.html.
Sabtu, 14 Desember 2019 pukul 22.58
20
Bustami M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadits, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm.5
21
https://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-kritik-matan-dalam-ilmu-
hadis.html. Ahad, 15 Desember 2019 pukul 07.30
diriwayatkan oleh Fatimah binti Qais yang menyatakan
bahwa wanita yang dicerai tidak berhak menerima uang
nafkah (dari mantan suaminya). Menurut Umar (matan)
hadis tersebut, bila dibandingkan tidak sejalan dengan
bunyi ayat al-Qur’an. Demikian juga ‘Aisyah, dalam
beberapa kasus ia pernah mengkritik sejumlah (matan) hadis
yang disampaikan (diriwayatkan) oleh sahabat lainnya yang
menurut pemahamannya tidak sejalan dengan kandungan
ayat al-Qur’an. Sebagai contoh beliau mengkritik hadis
yang disampaikan oleh Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan ibnu
‘Umar yang menyatakan bahwa orang yang meninggal
dunia akan disiksa karena ratapan tangis keluarganya.
Menurut ‘Aisyah hadis tersebut tidak sejalan dengan al-
Qur’an.
2. Membandingkan matan-matan hadis dalam dokumen tertulis
dengan hadis-hadis yang disampaikan dari hafalan.
Imam bukhari pernah melakukan teknik ini pada saat
menghadapi matan hadis tentang mengangkat tangan ketika
akan ruku dalam shalat, yang diriwayatkan oleh Sufyan
melalui Ibnu Mas’ud. Setelah membandingkannya, Bukhari
memutuskan untuk memilih hadis yang diriwayatkan oleh
Yahya bin Adam yang teleh mengeceknya dari kitab
‘Abdullah bin Idris (dalam versi tulisan), dan pada matan
tersebut tidak memuat redaksi yang mengundang
perselisihan.
3. Antara pernyataan dari seorang periwayat yang
disampaikan pada waktu yang berlainan.
Hal yang serupa juga pernah dilakukan oleh Marwan bin
Hakam yang pada saat itu sedang menjabat sebagai
gubernur Madinah. Ia mengundang Abu Hurairah untuk
menyampaikan hadis yang pernah disampaikan beberapa
waktu sebelumnya dan dicatat oleh Abu az-Zu’aizu’ah,
sekretaris pribadi Marwan. Pada saat Abu Hurairah
menyampaikan (kembali) hadis yang diminta Marwan
langsung di hadapannya, Abu az-Zu’aizu’ah mendengarkan
dan mencocokkan dengan catatannya yang lalu secara
sembunyi-sembuyi tanpa sepengetahuan Abu Hurairah,
sebagaimana diinstruksikan oleh Marwan. Ternyata hadis
yang disampaikan oleh Abu Hurairah saat itu sama persis,
tidak ada sedikit pun kelebihan, kekurangan atau perbedaan,
sebagaimana yang pernah disampaikannya beberapa waktu
sebelumnya.
4. Membandingkan hadis-hadis dari beberapa murid yang
mereka terima dari satu guru. Teknik ini misalnya
dipraktikkan oleh Yahya Ibnu Ma’in, salah seorang ulama
kritikus hadis terkemuka. Ia pernah membandingkan karya
Hammad bin Salamah, seorang kritikus terkenal dari Basrah
dengan cara menemui dan mencermati tulisan delapan belas
orang murid Hammad. Dari hasil perbandingan tersebut
ternyata Ibnu Ma’in menemukan kesalahan-kesalahan baik
yang dilakukan oleh Hammad maupun murid-muridnya.
5. Melakukan rujuk silang antara satu periwayat dengan
periwayat lainnya. Teknik ini pernah dilakukan oleh
Marwan bin Hakam. Peristiwanya bermula tatkala Marwan
menerima hadis yang disampaikan oleh ‘Abd ar-Rahman bin
al-Mugirah bin Hisyam bin al-Mugirah yang bersumber dari
‘Aisyah dan Ummu Salamah yang menyatakan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika waktu fajar
(salat Subuh) beliau dalam keadaan berhadas besar (karena
pada malam harinya bersenggama dengan istri beliau).
Kemudian beliau mandi dan tetap berpuasa (pada hari itu).
Mendengar hadis tersebut, Marwan segera menyuruh ‘Abd
ar-Rahman menemui Abu Hurairah, karena Abu Hurairah
pernah meriwayatkan hadis yang menyatakan bahwa
apabila sesorang pada waktu Subuh masih dalam keadaan
berhadas besar karena pada malam harinya bersenggama
dengan istrinya, maka Nabi menyuruh orang tersebut
membuka puasanya. ‘Abd ar-Rahman menemui Abu
Hurairah di Zulhulaifah, dan menyampaikan kepadanya
hadis yang diriwayatkan melalui Aisyah dan Ummu Salah
(tersebut di atas). Pada saat itu Abu Hurairah menjelaskan
bahwa ia menerima hadis tersebut tidak langsung dari Nabi,
melainkan dari al-Fadl bin ‘Abbas, sehingga menurut Abu
Hurairah Fadl lah yang lebih mengetahui hadis tersebut.22

3. ilmu Thurq Fahmil Hadis

Ilmu Thuruq Fahmil Hadis, yaitu ilmu yang berisi tentang


tatacara serta kaidah-kaidah khusus dalam memahami teks hadis
seperti kaidah, tidak semua hadis dha’if langsung ditolak,
kaidah antara hadis yang mengandung syariat dan hadis yang
hanya ingin merusak agama dengan berkata dusta atas nama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam kajian hadis terdapat beberapa istilah yang masih


kabur maknanya, di antara istilah-istilah tersebut adalah ikhtilaf
22
https://alkautsarkalebbi.wordpress.com/2013/12/03/kritik-matan-hadits/. Ahad, 15
Desember 2019 pukul 07.26
al-Riwayah atau ikhtilaf al-hadis. Kedua istilah di atas terlihat
hampir sama, padahal ia memiliki makna yang berbeda. Ikhtilaf
al-riwayah atau juga dikenal dengan istilah ikhtilaf al-alfazh
memiliki arti adanya redaksi matan hadis yang berbeda-beda
tetapi memiliki makna yang sama. Hal ini tentu menurut para
ulama yang membolehkan meriwayatkan hadis dengan makna.

Mengenai hal ini dapat dideteksi ketika ada ulama yang


mengatakan misalnya. “ini menurut lafaz (redaksi) Imam al-
Bukhari”, atau juga terkadang menggunakan istilah wa fi lafzhin
(dalam sebuah lafadz dikatakan) dan lainnya. Perbedaan redaksi
matan hadis dapat saja terjadi kerena terkadang nabi
menyampaikannya pada kasus yang sama namun di beberapa
kesempatan yang berbeda dengan menggunkan lafadz yang
berbeda pula. Atau juga bisa dikarenakan para rawi hadis yang
meriwayatkan hadis secara makna.

Sedangkan ikhtilaf al-hadis adalah hadis yang menyalahi al-


Quran atau hadis lainnya atau juga bisa menyalahi logika. Di
antara para ulama ada yang memasukkan bab ini kedalam
pembahasan bab al-Ta‘arudh, yaitu pertentangan antara satu
dalil dengan dalil yang lain. Sementara imam an-Nawawi
sendiri mendefinisikannya dengan adanya dua buah hadis yang
secara zahir maknanya saling bertentangan, kemudian keduanya
dikompromikan atau ditarjih (dipilih riwayat atau pendapat yang
lebih kuat) dari salah satunya. Istilah lainnya yang dipakai oleh
ulama untuk istilah ikhtilaf al-hadis adalah musykil al-Atsar
(riwayat-riwayat yang memiliki permasalahan).
Sebagaimana diutarakan oleh imam an-Nawawi, pada
dasarnya kontradiksi dalam hadis hanyalah terjadi pada makna
zahirnya saja. Karena ternyata setelah dibaca hadis tersebut
secara mendalam maka tidaklah ditemukan adanya kontradiksi
antara dua buah hadis atau hadis dengan al-Qur’an. Karena
hakikat keduanya adalah wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala
bilapun ada maka hal tersebut hanyalah kekeliruan seseorang
dalam memahami teks, sebab kurangnya ilmu yang dimiliki.

Ilmu ikhtilaf al-hadis sangat penting untuk didalami dan


dikaji. Karena banyak orang tanpa menguasai ilmu ini
menghukumi hadis shahih menjadi maudhu’ (palsu) hanya
dikarenakan hadis tersebut bertentangan dengan al-Qur’an,
hadis, dan akal secara zahir. Maka Imam al-Suyuti pun
menganggap ilmu ini sangatlah urgen. Semua ulama
mengharuskan untuk mengetahuinya sebelum memahami hadis
dan mengambil sebuah keputusan hukum melalui hadis nabi.

Tentu untuk mengetahui ilmu ikhtilaf al-hadis ini, dapat


dibaca di dalam beberapa kitab yang sudah dikarang oleh
ulama-ulama terdahulu. Seperti Imam as-Syafi’i misalnya,
beliau adalah salah satu ulama pionir yang pertama kali
menuliskan pembahasan ikhtilaf al-hadis secara umum ada di
dalam kitab fikihnya, bernama al-Umm. Di dalamnya beliau
menjelaskan cara penyelesaian hadis-hadis yang bertentangan
dengan mengompromikan hadis-hadis tersebut dan untuk saat
ini pembahasan tentang ikhtilaf al-Hadis dalam al-Umm
tersebut sudah dicetak dalam bentuk kitab tersendiri berjudul
ikhtilaf al-Hadis yang disandarkan kepada Imam Syafi’i sebagai
pengarangnya.
Selanjutnya adalah Imam ibn Qutaibah dengan kitabnya
ta’wil mukhtalaf al-Hadits. Ada juga kitab yang ditulis oleh ibn
Jarir al-Thabari. Kemudian kitab musykil al-Atsar yang ditulis
oleh Imam al-Thahawi. Begitu pula ibn Khuzaimah termasuk
ulama yang pernah menulis tentang hadis-hadis yang
bertentangan. Namun hingga hari ini penulis sulit dalam
mengaksesnya, ia pernah berkomentar “ aku tidak mengetahui
ada dua hadis yang saling bertentangan. Jika ada yang
menemukannya maka bawalah kepadaku untuk aku satukan di
antara keduanya”.23

4. METODE PEMAHAMAN HADIS


Sebagai pedoman umat Islam setelah Al-qur’an, hadis harus
bisa di pahami dengan baik dan benar. Untuk mencapai hal itu,
sebagian sarjana muslim yang memiliki kemampuan dalam ilmu
hadits telah menformulasikan metode untuk memahaminya. Yaitu
tekstual dan kontekstual. Keduanya bagaikan dua sisi keping uang
yang tidak bisa dipisahkan. Sebab, Hadis didatangkan sesuai
kondisi maasyarakat yang di hadapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Adakalanya ada pertanyaan dari seorang sahabat atau
ada kasus yang terjadi di tengah masyarakat. Dan adakalanya
bersifat universal, temporal, kasuistik, dan lokal.24
1. Metode Tekstual
Kata tekstual berasal dari kata teks yang berarti nash,
kata-kata asli dari pengarang kutipan dari kitab suci untuk
pangkal ajaran (alasan), atau sesuatu yang tertulis untuk
membeerikan pelajaran dan berpidato. Pemahaman tekstual
dalam memahami hadis ialah memahami dan mengungkap

23
al-Thuruq al-Shahihah fi Fahmi Sunnah al-Nabawiyah karya Prof. Ali Mustafa Yaqub. MA.
24
Khan, Abdul Majid takhrij dan metode memahami hadis, 2012 hal. 98
maknanya sesuai de ngan teks yang ada tanpa melampaui
makna teks. Kemudian dari hal ini, muncullah istilah kaum
tekstualis yaitu sekelompok orang yang memahami teks hadis
berdasarkan yang tertulis pada teks, tidak mau menggunakan
qiyas, dan tidak menggunakan ra’yu. Dalam kata lain, maksud
pemahaman tekstual adalah pemahaman makna lahiriah nash
(Dzahir an-nash).
2. Metode Kontekstual
Adapun kontekstual berasal dari kata konteks, konteks
ialah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung
atau menambah kejelasan makna atau situasi yang ada
hubungan dengan suatu kejadian.
Pemahaman kontekstual berarti memahami suatu teks
dengan memperhatikan indikasi-indikasi makna lain selain
makna tekstual. Syuhudi Ismail menyimpulkan kontekstual
dengan pengertian pemahaman makna yang terkandung pada
Nash, beliau membedakan kontekstual menjadi dua bagian,
yaitu:
a. Konteks Internal : seperti mengandung kiasan, metaforadan
simbol.
b. Konteks Eksternal : kondisi dari segi kultur, social, dan
asbab al-wurud.
Berikut contoh hadis ya ng dipahami secara tekstual dan
kontekstual, baik dalam konteks internal maupun konteks
eksternal.
 Hadis Bersifat Universal
Setiap peperangan selalu memerlukan strategi (menipu
lawan). Ketentuan itu berlaku secara universal serta
tidak pandang waktu dan tempat. Kalimat yang
digunakan singkat dan padat, tetapi memiliki makna
yang luas karena strategi akan selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman.
 Hadis Bersifat Temporal
‫عن أنس بن مالك أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال األئمة من قريش‬
‫إذا ما حكموا فعدلوا وإذا عاهدوا وفوا وإذا استرحموا رحموا‬
dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “pemimpin itu harus dari
bangsa Quraisy, ketika menghukumi perkara mereka
adil, ketiak mereka berjanji mereka memenuhinya, dan
ketika diperlukan kasih sayang mereka pun berkasih
sayang.” (HR. al-Nasa’i. Ahmad, al-Hakim, dll).
Pada masa sahabat disepakati bahwa di antara
persyaratan seorang khalifah harus berketurunan
Quraisy. Akan tetapi, karena kemampuan bangsa
Quraisy semakin lemah, Abu Bakar al-baqilani
menggugurkan persyaratan tersebut dan Ibnu Khaldun
memberikan interpretasi makna Quraisy menjadi suku
yang kuat, cerdik, pandai, religius sehingga mampu
menguasai suku-suku lain, mempersatukan umat, dan
menjaga stabilitas pemerintahan.
 Hadis Kasuistik
‫حدثنا عثمان بن الهيثم حدثنا عوف عن الحسن عن أبي بكرة قال لقد نفعني‬
‫هللا بكلمة سمعتها ن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أيام الجمل بعد ما كدت‬
‫أن ألحق بأصحاب الجمل فأقاتل معهم قال لما بلغ رسول هللا صلى هللا عليه‬
‫وسلم أن أهل فارس قد ملكوا عليهم بنت كسرى قال لن يفلح قوم ولوا‬
‫أمرهم امرأة‬
Dari Abu Bakrah, ia berkata, “sunggguh Allah memberi
manfaat padaku dengan kalimat yang aku dengar dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari
perang Jamal setelah aku mengikuti pasukan Jamal dan
aku berperang bersama mereka.” ia melanjutkan,
“setelah berita sampai kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa penduduk Persia mengangkat
putri Kisra sebagai penguasa, beliau bersabda, “ tidak
akan menang sebuah kaum yang menyerahkan
urusannnya pada seorang perempuan. (HR. Al-Bukhari).
Hadis di atas menyangkut kasus khusus, yaitu
penduduk Persia yang mengangkat putri Kisra sebagai
penguasa. Jika redaksinya dilihat secara utuh, hadis ini
tidak bersifat umum. Hadis ini bukan tentang larangan
seorang wanita untuk men jadi seorang pemimpin,
melainkan usaha apa pun yang dilakukan oleh musuh-
musuh Islam senantiasa sia-sia. Meskipun demikian,
ulama berbeda dalam menanggapinya. Mayoritas ulama
melarang wanita menjadi hakim dan memutuskan
perkara. Ibnu al- Thaba’i menerima kesaksian wanita
dan sebagian al-Malikiyah memperbolehkannya secara
mutlak. Megawati menjadi Presiden RI (2001-2004)
juga dipersilisihkan di kalangan ulama Indonesia.
 Hadis Bersifat Lokal
‫عن جعفر بن محمد عن أبيه أن النبي صلى هللا عليه وسلم صلى الظهر‬
‫والعصر بأذان واحد بعرفة ولم يسبح بينهما وإقامتين وصلى المغرب‬
‫والعشاء بجمع بأذان واحد وإقامتين ولم يسبح بينهما‬
Dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam Melaksanakan shalat
dhuhur dan asar dengan satu azan dan dua iqamah di
Arafah serta tidak membaca tasbih di antara keduanya.
Beliau juga melaksanaan shalat maghrib di jima’ dengan
shalat isya’ dengan satu azan dan dua iqamah serta tidak
bertasbih di antara keduanya. (HR. Abu Daud).
al-Bukhari juga meriwayatkan hadis dari
Abdullah bin Umar bahwa jamak shalat tersebut di
Arafah adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.25 Jumhur mempersyaratkan jamak shalat bagi
musafir yang memenuhi syarat. Sementara itu, Malik Al-
Auza’i dan Al-Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat
jamak di Arafah adalah karena ibadah haji, bukan karena
musafir.26 Hadis tersebut dilaksanakan secara konteks
lokal, yaitu hanya berlaku di Arafah saja dan bagi yang
melaksanakan ibadah haji sekalipun di Arafah tidak
diperkenankan melaksanakan shalat jamak, kecuali
memenuhi syarat-syarat tertentu.

 Hadis dengan Bahasa Kiasan


‫عن أبي هريرة عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال من كان يؤمن باهلل‬
‫واليوم اآلخر فال بؤذي جاره واستوصوا بالنساء خيرا فإنهن خلقنا من ضلع‬
‫وإن أعوج شيء في الضلع أعاله فإن ذهبت تقيمه كسرته وإن تركته لم‬
‫يزل أعوج فاستوصوا بالنساء خيرا‬
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam beliau bersabda “barang siapa yang beriaman
kepada Allah dan hari akhir tidak menyakiti tetangga,
berpesanlah dengan baik kepada kaum wanita.
Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk
(Adam) dan sesungguhnya sesuatu yang paling bengkok

25
Fath al-Bari/ 2: 199
26
Fath Al-Bari/3: 513
adalah tulang rusuk yang atas. Jika engkau biarkan, ia
akan selalu bengkok. Oleh sebab itu, berwasiatlah
kepada mereka dengan baik. (HR. al-Bukhari).
Hadis ini dipahami oleh ulama salaf secara
harfiah. Namun dipahami secara metafora oleh ulama
kontemporer, bahkan ada yang menolak kebenarannya.
Mereka memahami makan metafora beralasan bahwa
hadis tersebut memperingatkan kaum laki-laki agar
menghadapi kaum perempuan secara bijaksana karena
ada karakter bawaan yang cenderung bengkok seperti
tulang rusuk. Mereka tidak akan mampu mengubah atau
meluruskannya. Kalau mereka tetap berusaha keras
meluruskannya, tulamg rusuk dapat patah.
M. Quraish Shihab mengutip pendapat ulama
kontemporer seperti al-Thaba’i bahwa QS. al-Nisa’ (4) :
menegaskan bahwa istri Adam diciptakan dari jenis yang
sama dan tidak menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari
tulang rusuk Adam. Demikian juga Rasyid Ridha dalam
tafsir Al-Manar menyatakan, seandainya tidak ada kisah
kejadian Adam dan Hawa dalam kitab perjanjian lama
(Kejadian II : 21-22), tidak akan pernah terlintas dalam
benak seorang muslim bahwa Hawa diciptakan dari
tulang rusuk Adam.
Pemahaman hadis tersebut memang membuka
perbedaan antara ulama terdahulu dan ulama
kontemporer karena petunjuknya tidak pasti (zhanni) dan
memang tidak ada dalil yang pasti (qath’i), baik dari al-
Qur’an maupun hadis, yang menyatakan bahwa Hawa
diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dengan demikian,
hadis adakalanya dipahami dengan makna tekstual
(harfiah) dan adakalanya dipahami dengan makna
kontekstual.27

5. Kesimpulan
Dari materi tersebut yang telah kita paparkan, bisa disimpulkan
bahwa:
1. Tujuan mempelajari ilmu pemahaman hadis ialah agar bisa
memahami hadis dengan beanar serta mengetahui hadis-hadis
yg dapat diterima atau ditolak.
Ada beberapa macam dalam memahami hadis, diantaranya:
a. Metode Tahlily
Metode ini menjelaskan hadis-hadis nabi dengan
memaparkan segala aspek yang terdapat dalam hadis
kemudian memaparkan makna serta kandungan yang
dicakup dalam hadis tersebut sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan pensyarahnya.
27
Ibid, hal. 98-102
b. Metode Ijmali
Metode ini menjelaskan hadis dengan sesuai urutan
hadis pada kitab yang disyarah dengan memaparkan secara
ringkas makna yang terkandung pada hadis tersebut dengan
bahasa yang mudah dipahami.
c. Metode Muqaran
Mencakup 3 hal, yaitu; pertama, membandingkan teks
hadis yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi
dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang
berbeda bagi suatu kasus yang sama, kedua,
membandingkan dua hadis yang pada lahirnya terlihat
bertentangan,ketiga, membandingkan berbagai pendapat
ulama dalam mensyarah hadis.
d. Metode Maudhu’i
Metode dengan cara menghimpun hadis-hadis dari
berbagai literatur hadis yang otentik yang mempunyai
kesamaan tema baik dari lafal dan hukum, kemudian
menjelaskan hadis tersebut
2. Kajian atau Tipologi Ilmu Pemahaman Hadis
a. Ilmu Musthalah Hadis.
Untuk mengetahui hadis yang dapat diterima dan hadis
yang ditolak.
b. Ilmu Takhrij Hadis, Kritik Sanad dan Kritik Matan Hadis
c. Ilmu Thurq Hadis

3. Metode Pemahaman Hadis


a. Tekstual
Memahami dan mengungkap maknanya sesuai de ngan
teks yang ada tanpa melampaui makna teks.
b. Kontekstual
Memahami suatu teks dengan memperhatikan indikasi-
indikasi makna lain selain makna tekstual.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abustani Ilyas dan La Ode Ismail. Filsafat Ilmu


Hadis,

Sanaky, Hujair A. H. Metode Tafsir: Perkembangan Metode


Tafsir Mengikuti Warna atau Corak Mufassirin, Al- Mawarid
18, (2008)
al-Qardawi, Yusuf Kaifa Nata’amul ma’a Sunnah al-
Nabawiyah (Cet. II; Kairo: Dar alSyuruq, 2002 M/1423 H)

Thahan, Mahmud Ahmad. Fi al-Kitab Taisir Musthalah al-


Hadits.

https://muslimah.or.id/213-taisir-musthalah-hadits-2-
pengertian-musthalah-hadits-dan-pembagian-khabar-
berdasarkan-jalan-periwayatan.html

Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta :


Kementerian Agama 2015

http://alqolam.web.id/hadits-shahih-lighairihi/

https://cintasunnah.com/ulumul-hadits-hadits-hasan-1/

https://almanhaj.or.id/3950-hadits-hadits-dhaif-maudhu-
yang-banyak-beredar-pada-bulan-ramadhan.html.

https://www.bacaanmadani.com/2018/04/pengertian-takhrij-
al-hadis-tujuan-dan.html.
Bustami M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadits,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2004)

https://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-
kritik-matan-dalam-ilmu-hadis.html.

https://alkautsarkalebbi.wordpress.com/2013/12/03/kritik-
matan-hadits/.

al-Thuruq al-Shahihah fi Fahmi Sunnah al-Nabawiyah karya


Prof. Ali Mustafa Yaqub. MA.

At Ta’liqaat Al Atsariyyah ‘alal Manzhumah Al Baiquniyyah


karya Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafizhahullah hal. 22-23,
cet. Daar Ibnul Jauzy

Anda mungkin juga menyukai