Oleh ;
Kelompok 07
PROGRAM STUDI
BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTASS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan
rahmat dan petunjuk sehingga kami diberikan kemudahan dalam membuat
makalah tentang metode pemahaman hadis dengan sebaik-baiknya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi mata kuliah al Qur’an dan Hadis. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan saran atas penyusunan makalah ini :
1. Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D. selaku Rektor UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2. Bapak Habib, S.Ag., M.Ag, selaku dosen mata kuliah Qur`an Hadits
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
3. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan yang sangat berarti
dalam penulisan makalah ini,
4. Semua rekan-rekan yang ikut membantu termasuk puhak-pihak yang
tidak bisa disebutkan satu-satu.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, untuk itu kami mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat baik kami maupun para pembaca.
Kelompok 07
METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS
A. Pendahuluan
Pemahaman terhadap hadis memiliki peranan penting bagi umat
Islam dalam merespon berbagai problematika keagamaan yang muncul.
Selain hal itu, hadis sebagai sumber kedua dari ajaran Islam setelah al-
Qur’an yang berfungsi sebagai penjelasan serta manifestasi dari apa
yang terkandung di dalam al-Qur’an yang bersifat umum,
mengharuskan kita sebagai umat Islam untuk memaham hadis agar
dapat memahami agama Islam denagn benar.
Dalam memahami teks hadis, diperlukan metode yang tepat
terutama dalam memahami teks hadis yang sulit dipahami, agar tidak
timbul pemahaman yang salah dengan memahami hadis menurut hawa
nafsunya yang akan menimbulkan kesesatan bagi umat yang masih
awam. Dalam hal ini, Ilmu ma’ani al-hadis memiliki peranan yang
urgen karena memiliki cakupan yang lebih luas dalam mengkaji makna
yang berkaitan dengan konteks internal redaksi bahasa beserta indikasi
maknanya.
Secara tinjauan terminology, Ilmu ma’ani al-hadis ialah ilmu
yang memahami makna matan hadis, ragam redaksi, dan konteksnya
secara komprehensif, baik dari segi makna yang tersurat (zhahir al-nash
atau makna tekstual) maupun makna yang tersirat (bathin al-nash atau
makna konstektual). Ilmu ma’ani al-hadis merupakan pengembangan
dari ilmu gharib al-hadis yang memiliki tugas yang sama, yaitu
menjelaskan kata-kata matan hadis yang sulit dipahami dengan
mempertimbangkan hadis-hadis yang semakna.
Diperlukan juga sumber-sumber dalam memahami ilmu hadis
dengan mengkaji ilmu kritik matan dan kritik sanad hadis untuk
mengetahui mana yang tergolong hadis yang bisa diterima atau ditolak.
Baik hadis shahih, hasan, dha’if, dan yang lainnya. Supaya hadis tetap
terjaga eksistensinya sebagai sumber kedua hukum Islam dari serangan
orang-orang yang tidak menyukainya (inkar sunnah) dan kaum
orientalis.
1. Rumusan Masalah
1. Mengapa kita harus mempelajari ilmu pemahaman hadis?
2. Bagaimana metode memahami hadis dengan benar?
3. Bagaimana cara membedakan hadis yang dapat diterima dangan
hadis yang dtolak?
2. Tujuan
1. Mengetahui alasan memahami hadis dengan benar
2. Mengetahui metode dalam memahami hadis dengan benar
3. Mengetahui mana hadis yang dapat diterima dan mana hadis yang
ditolak?
B. Pembahasan
1. Definisi Pemahaman Hadis
Secara etimologi metodologi berasal dari kata method yang
berarti cara atau teknik dan logos yang berarti ilmu. Jadi,
metodologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang cara atau teknik.
Sementara dalam KBBI Daring (dalam jaringan) metodologi
diartikan ilmu tentang metode atau uraian tentang metode.
Adapun pemahaman berasal dari kata dasar ‘paham’ yang
berarti pengertian, pendapat, pikiran, aliran, haluan dan pandangan.
Kemudian, kata ‘paham’ mendapat awalan ‘pe- dan akhiran -an’
yang memiliki makna proses atau perbuatan. Jadi, pemahaman
dapat diartikan sebagai suatu proses atau perbuatan memahami atau
memahamkan.
Sedangkan, hadis secara bahasa berarti baru dan menurut istilah
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir dan sifatnya.
Dari uraian di atas, maka metodologi pemahaman hadis dapat
diartikan sebagai suatu cara, teknik atau metode dalam memahami
atau memahamkan hadis. Dalam kajian ilmu hadis metodologi
pemahaman hadis dikenal dengan istilah syarh hadis, ini sama
dengan tafsir atau takwil dalam studi ilmu al- Qur’an. Perbedaan
keduanya hanya pada segi istilah saja, adapun sistem kerja dan
maknanya sama yaitu melibatkan subjektifitas dalam memahami
teks, baik teks al-Qur’an maupun teks hadis (matan). Oleh itu,
metode-metode pemahaman yang dikenal dalam kajian bidang
tafsir, dapat juga digunakan dalam kajian bidang hadis.1
1
Jurnal alaudin Makassar hal. 3
2. Macam-macam Metode Pemahaman Hadis
Dalam kajian tafsir, dikenal 4 metode yang digunakan dalam
mengkaji alQur’an, yakni; metode tahlili (analisis), metode ijmali
(global), metode muqaran (perbandingan) dan metode maudhu‘i
(tematik). Metode-metode tersebut juga terdapat dalam kajian hadis,
hal tersebut dapat ditemui dalam kitab-kitab syarh hadis ketika kita
meneliti metodologinya.
a. Metode Tahlily
Metode tahlili merupakan salah satu metode yang
digunakan ulama hadis menjelaskan hadis Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam kitab-kitabnya. Metode ini menjelaskan
hadis-hadis nabi dengan memaparkan segala aspek yang
terdapat dalam hadis kemudian memaparkan makna serta
kandungan yang dicakup dalam hadis tersebut sesuai dengan
keahlian dan kecenderungan pensyarahnya.
Pada metode ini, seorang pensyarah hadis menjelaskan
segala segi yang dianggap perlu untuk diuraikan, bermula dari
makna kosa-kata, asbab al-wurud, hukum yang terdapat di
dalam hadis, hikmah yang terkandung di dalamnya,
menjelaskan makna global dari hadis, menyebutkan syahid dan
mutabi’-nya dan penjelasan mengenai faedah serta pelajaran apa
yang bisa diambil dari suatu hadis.
Selain itu, pensyarah dalam metode ini memaparkan
pendapat-pendapat sahabat, tabi’in serta ulama-ulama terkait
hadis yang sedang disyarah. Ciri lain dari metode ini adalah
sistematika urutan dalam menjelaskan atau mensyarah hadis
yang mengikuti kitab yang disyarahnya.
Adapun kitab-kitab yang menggunakan metode tahlili
antara lain; Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari karya al- Hafiz
Ibn Hajar al-Asqalani, Subul al-Salam karya al- San’ani, Syar
al-Nawawi ’ala Muslim karya Imam Nawawi.
Keunggunlan dari metode tahlili ini adalah memberikan
pemahaman yang mendalam serta luas pada suatu hadis sebab
cakupannya yang luas. Namun, kelemahan dari metode ini
adalah menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial dan
melahirkan syarah yang sifatnya subjektif disebabkan
kecenderungan pensyarah pada mazhab tertentu.2
b. Metode Ijmaly
Metode ijmali dalam mensyarah hadis adalah
menjelaskan hadis dengan sesuai urutan hadis pada kitab yang
disyarah dengan memaparkan secara ringkas makna yang
terkandung pada hadis tersebut dengan bahasa yang mudah
dipahami. Pada metode ini pensyarah hanya menjelaskan secara
global dari suatu hadis dan memberikan pengertian kata yang
dianggap sulit, berbeda dengan metode tahlili yang menjelaskan
secara rinci dan mencakup banyak aspek. Adapun
persamaannya terletak pada sistematika urutan dalam
menjelaskan hadis yang mengikuti kitab yang disyarahnya.
Adapun kitab-kitab syarah hadis yang menggunakan
metode ini antara lain; Syarh al-Suyuti li Sunan al-Nasa’i dan
Qut al-Mugtazi ’ala Jami al-Turmuzi karya Jalaluddin al-
Suyuti.
Keunggulan dari metode ini adalah karakternya yang
simplisit dan mudah dipahami sebab penjelasannya yang
ringkas dan sederhana. Tapi, kekurangan dari metode ini adalah
tidak memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap
makna,
2
Jurnal alaudin Makassar hal. 4-5
isi dan kandungan suatu hadis dan tidak ada ruang analisis yang
memadai.3
c. Metode Muqaran
Yang dimaksud dengan metode muqaran disini
mencakup 3 hal, yaitu; pertama, membandingkan teks hadis
yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua
kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi
suatu kasus yang sama, kedua, membandingkan dua hadis yang
pada lahirnya terlihat bertentangan. Ketiga, membandingkan
berbagai pendapat ulama dalam mensyarah hadis.
Kajian perbandingan hadis dengan metode ini tidak
hanya berfokus pada perbandingan redaksi saja, tetapi juga
mecakup aspek yang menyebabkan terjadinya perbedaan
tersebut. Bahkan lebih jauh, perbedaan pandangan ulama
mengenai suatu hadis juga masuk dalam cakupan metode ini.
Diantara kitab syarah hadis yang menggunakan metode ini
adalah ’Umdah al- Qari Syarh Sahih al- Bukhari karya
Badruddin Abu Muhammad Ibn Ahmad al- ’Aini.
Kelebihan metode ini antara lain; memberikan wawasan
pemahaman yang relatif lebih luas kepada pada pembaca bila
dibandingkan dengan metode-metode lain. Membuka pintu
untuk selalu bersikap toleransi terhadap pendapat orang lain
yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak
mustahil ada yang kontradiktif. Dapat mengurangi fanatisme
yang berlebihan kepada suatu mazhab atau aliran tertentu.
Namun, kekurangan dari metode ini adalah tidak dapat
diberikan kepada pemula yang baru mempelajari hadis, karena
pembahasan yang dikemukakan di dalamnya terlalu luas dan
3
Jurnal alaudin Makassar hal. 6
kadang-kadang ekstrim. Metode ini kurang dapat diandalkan
untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah
masyarakat, karena metode ini lebih mengutamakan
perbandingan dari pada pemecahan masalah.4
d. Metode Maudu’i
Metode mawdu‘i dalam menjelaskan atau memahami hadis
adalah suatu metode dengan cara menghimpun hadis-hadis dari
berbagai literatur hadis yang otentik yang mempunyai kesamaan
tema baik dari lafal dan hukum, kemudian menjelaskan hadis
tersebut.
Adapun contoh dari penggunaan metode ini banyak kita
temui dalam karya tulis berupa tesis dan disertasi, pengkajian
hadis dewasa ini didominasi oleh metode mawdu‘i. Hal ini
disebabkan karena urgensi dari metode ini, karena dengan
metode ini kehadiran sunnah dalam menjawab problematika
umat nampak nyata.
Selain hal tersebut, menurut Yusuf al-Qaradawi,
menghimpun hadis-hadis yang memiliki kesamaan tema adalah
cara yang mesti ditempuh agar terhindar dari kesalahan
memahami hadis. Kemudian melihat kandungan dari masing-
masing hadis terkait muhkam dan mutasyabih, antara mutlaq
dan muqayyad serta umum dan khususnya.5
3. TIPOLOGI PEMAHAMAN HADIS
6
https://muslimah.or.id/213-taisir-musthalah-hadits-2-pengertian-musthalah-hadits-dan-
pembagian-khabar-berdasarkan-jalan-periwayatan.html. Sabtu, 14 Desember 2019 pukul
22.18
7
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
tingkatan sanad, tidak terdapat syaz dan tidak
ber’illat.8
Contoh:
ب ع َْن
ٍ ك ع َِن ا ْب ِن ِشهَاٌ َِح َّدثَنَا َع ْب ُدهللاِ بْنُ يُوْ سُفَ قَا َل أَ ْخبَ َرنَا َمال
م.ْت َرسُوْ َل هللاِ ص ْ ُم َح َّم ِد ْب ِن ُجبَي ِْر ْب ِن ُم
ُ ط ِع ِم ع َْن أَبِ ْي ِه قَا َل َس ِمع
ُّ ِب ب
)الطوْ ِر “(رواه البخاري ِ قَ َرأَ فِي ْال َم ْغ ِر
Contoh:
b. Hadis Hasan
10
http://alqolam.web.id/hadits-shahih-lighairihi/. Sabtu, 14 Desember 2019 pukul 22.35
11
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
Ulama’ berbeda pendapat tentang mendefinisikan hadis
hasan secara terminology, akan tetapi pendapat yang
paling rajih adalah pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani
yaitu: hadis ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil
dan lebih ringan kedhabitan rijal nya jika dibandingkan
dengan rijal al-hadis sahih, sanadnya sambung, tidak
cacat dan tidak syaz. Hadis hasan terbagi menjadi 2
macam, yakni:
أكثروا من: قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم: عن أبي هريرة قال
و لقينو ها موتاكم,شهادة أن ال إله إال هللا قبل أن يحال بينكم و بينها
12
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
Hadits ini derajatnya hasan karena di sanadnya ada
rowi yang bernama Dhimam bin Isma’il.
13
https://cintasunnah.com/ulumul-hadits-hadits-hasan-1/
14
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
dua sendal. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda kepadanya:
نَ َع ْم فَأ َ َجا َز: ت
ْ َ فَقَال.» ك بِنَ ْعلَ ْي ِن؟ ِ ت ِم ْن نَ ْف ِس
ِ ِك َو َمال ِ أَ َر
ِ ضي
“Apakah engkau rela (ridha) sebagai gantimu dan
hartamu dua sandal (maksudnya apakah engaku rela
maharmu dua sandal).” Perempuan itu menjawab:
“Iya (saya rela)” Maka Nabi membolehkannya.
Imam at-Tirmidzi berkata: Dan dalam bab ini ada
hadits dari ‘Umar, Abu Hurairah, dan ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha.
Maka ‘Ashim adalah seorang yang dha’if disebabkan
buruknya hafalan. Namun imam at-Tirmidzi telah
mengatakan bahwa hadis ini hasan dikarenakan
datangnya riwayat ini dari banyak jalan.15
c. Hadis Dha’if
Secara bahasa, dha’if berarti lemah. Adapun
menurut istilah ialah hadis yang kehilangan satu syarat
atau lebih dari syarat-syarat hadis sahih atau hadis
hasan.16
Contoh:
ت َحد ِّْثنِي ُ يت أَبَا َسلَ َمةَ ْبنَ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن فَقُ ْل
ُ َِع ِن النَّضْ ِر ْب ِن َش ْيبَانَ قَا َل لَق
ضانَ قَا َل نَ َع ْم َح َّدثَنِي أَبِي أَ َّن َ َشه ِْر َر َم17 ك يَ ْذ ُك ُرهُ فِي َ ث َس ِم ْعتَهُ ِم ْن أَبِي
ٍ بِ َح ِدي
ُ َب هَّللا َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َذ َك َر َشه َْر َر َم
َ ضانَ فَقَا َل َش ْه ٌر َكت َ ِ َرسُو َل هَّللا
َ ت لَ ُك ْم قِيَا َمهُ فَ َم ْن
صا َمهُ َوقَا َمهُ إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا خَ َر َج ِم ْن ُ صيَا َمهُ َو َسنَ ْن ِ َعلَ ْي ُك ْم
ُُذنُوبِ ِه َكيَوْ ِم َولَ َد ْتهُ أُ ُّمه
15
https://cintasunnah.com/ulumul-hadits-hadits-hasan-1/. Sabtu, 7 Desember 2019 pukul
07.18
16
Hadis-ilmu hadis/Kementerian agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2015
17
“Dari Nadhir bin Syaibân ia mengatakan, Aku pernah
bertemu dengan Abu Salamah bin Abdurrahman
rahimahullah aku mengatakan kepadanya, ‘Ceritakanlah
kepadaku sebuah hadits yang pernah engkau dengar dari
bapakmu (maksudnya Abdurraman bin ‘Auf radhiallahu
‘anhu) tentang bulan ramadhan.’ Ia mengatakan, ‘Ya,
bapakku (maksudnya Abdurraman bin ‘Auf radhiallahu
‘anhu) pernah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebut bulan
ramadhan lalu bersabda, ‘Bulan yang Allah azza wa
jalla telah wajibkan atas kalian puasanya dan aku
menyunahkan buat kalian shalat malamnya. Maka
barangsiapa yang berpuasa dan melaksanakan shalat
malam dengan dasar iman dan mengharapkan ganjaran
dari Allah azza wa jalla, niscaya dia akan keluar dari
dosa-dosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh
ibunya”. (HR. Ibnu Majah, no. 1328 dan Ibnu
Khuzaimah, no. 2201 lewar jalur periwayatan Nadhr bin
Syaiban)
Sanad hadits ini lemah, karena Nadhr bin Syaiban itu
layyinul hadits (orang yang haditsnya lemah),
sebagaimana dikatakan oleh al-Haafizh ibnu Hajar
rahimahullah dalam kitab Taqrîb beliau. Ibnu
Khuzaimah rahimahullah juga telah menilai hadis ini
lemah dan beliau mengatakan bahwa hadis yang sah
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu.
Hadits yang beliau maksudkan yaitu hadits yang
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dan ulama
hadits lainnya lewat jalur Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu. Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ضانَ إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه
َ َم ْن قَا َم َر َم
“Barangsiapa yang shalat (qiyam ramadhan atau
tarawih) dengan dasar iman dan mengharap pahala,
maka diampuni dosanya yang telah lalu”.18
2. Ilmu Takhrij Hadis, Kritik Sanad dan Matan Hadis
Kata takhrij berasal dari kata berasal dari kata kharaja
yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, terpisah,
dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj yang artinya
menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj artinya
artinya tempat keluar dan akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya
menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang dengan
menjelaskan tempat keluar asal-usulnya. Menurut terminology
ialah mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-
hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai
sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan
pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi sahih
atau dha’if, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang
kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekadar
mengembalikannya kepada kitab-kitab asal sumbernya. Para
ahli hadis memaknai takhrij dengan:
1. Mengemukakan hadis kepada orang lain dengan
menyebutkan sumbernya, yakni orang-orang yang menjadi
mata rantai hadis tersebut. Sebagai contoh: akhraju al-
18
https://almanhaj.or.id/3950-hadits-hadits-dhaif-maudhu-yang-banyak-beredar-pada-bulan-
ramadhan.html. Sabtu, 07 Desember 2019 pukul 07.20
Bukhari, artinya: al-Bukhari meriwayatkan hadis itu dengan
menyebutkan sumbernya.
2. Takhrij terkadang digunakan untuk arti mengeluarkan hadis
dan meriwayatkannya dari beberapa kitab.
3. Takhrij terkadang juga disebut al-dalalah, yaitu menunjukkan
dan menisbatkan hadiske dalam (kitab) sumber-sumber
hadis, dengan menyebutkan nama penulisnya.19
Kritik Sanad Hadis ialah suatu cara yang sistematis dalam
melakukan penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis
tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru
mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan
dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan
kebenaran, yaitu kualitas hadis (Sahih, hasan, atau dha’if).20
Kritik Matan Hadis, adapun kata Matan dalam bahasa
arab berarti punggung atau yang kuat, bisa juga berarti bagian
tengah (punggung) jalan, atau tanah yang tinggi yang keras.
Pengertian etimologis ini menunjukan bahwa matan hadis
adalah kalimat yang disandarkan kepada Nabi saw dan
disebutkan di penghujung sanad. Ia menjadi inti dari
periwayatan. Dengan kata lain, matan adalah isi hadis. 21 Adapun
metode kritik matan hadis ialah sebagai berikut ;
1. Membandingkan matan hadis dengan ayat al-Qur’an yang
berkaitan. Teknik ini kerap kali dilakukan oleh sejumlah
sahabat Nabi, Umar bin Khattab misalnya, ia pernah
mempertanyakan dan kemudian menolak hadis yang
19
https://www.bacaanmadani.com/2018/04/pengertian-takhrij-al-hadis-tujuan-dan.html.
Sabtu, 14 Desember 2019 pukul 22.58
20
Bustami M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadits, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm.5
21
https://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-kritik-matan-dalam-ilmu-
hadis.html. Ahad, 15 Desember 2019 pukul 07.30
diriwayatkan oleh Fatimah binti Qais yang menyatakan
bahwa wanita yang dicerai tidak berhak menerima uang
nafkah (dari mantan suaminya). Menurut Umar (matan)
hadis tersebut, bila dibandingkan tidak sejalan dengan
bunyi ayat al-Qur’an. Demikian juga ‘Aisyah, dalam
beberapa kasus ia pernah mengkritik sejumlah (matan) hadis
yang disampaikan (diriwayatkan) oleh sahabat lainnya yang
menurut pemahamannya tidak sejalan dengan kandungan
ayat al-Qur’an. Sebagai contoh beliau mengkritik hadis
yang disampaikan oleh Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan ibnu
‘Umar yang menyatakan bahwa orang yang meninggal
dunia akan disiksa karena ratapan tangis keluarganya.
Menurut ‘Aisyah hadis tersebut tidak sejalan dengan al-
Qur’an.
2. Membandingkan matan-matan hadis dalam dokumen tertulis
dengan hadis-hadis yang disampaikan dari hafalan.
Imam bukhari pernah melakukan teknik ini pada saat
menghadapi matan hadis tentang mengangkat tangan ketika
akan ruku dalam shalat, yang diriwayatkan oleh Sufyan
melalui Ibnu Mas’ud. Setelah membandingkannya, Bukhari
memutuskan untuk memilih hadis yang diriwayatkan oleh
Yahya bin Adam yang teleh mengeceknya dari kitab
‘Abdullah bin Idris (dalam versi tulisan), dan pada matan
tersebut tidak memuat redaksi yang mengundang
perselisihan.
3. Antara pernyataan dari seorang periwayat yang
disampaikan pada waktu yang berlainan.
Hal yang serupa juga pernah dilakukan oleh Marwan bin
Hakam yang pada saat itu sedang menjabat sebagai
gubernur Madinah. Ia mengundang Abu Hurairah untuk
menyampaikan hadis yang pernah disampaikan beberapa
waktu sebelumnya dan dicatat oleh Abu az-Zu’aizu’ah,
sekretaris pribadi Marwan. Pada saat Abu Hurairah
menyampaikan (kembali) hadis yang diminta Marwan
langsung di hadapannya, Abu az-Zu’aizu’ah mendengarkan
dan mencocokkan dengan catatannya yang lalu secara
sembunyi-sembuyi tanpa sepengetahuan Abu Hurairah,
sebagaimana diinstruksikan oleh Marwan. Ternyata hadis
yang disampaikan oleh Abu Hurairah saat itu sama persis,
tidak ada sedikit pun kelebihan, kekurangan atau perbedaan,
sebagaimana yang pernah disampaikannya beberapa waktu
sebelumnya.
4. Membandingkan hadis-hadis dari beberapa murid yang
mereka terima dari satu guru. Teknik ini misalnya
dipraktikkan oleh Yahya Ibnu Ma’in, salah seorang ulama
kritikus hadis terkemuka. Ia pernah membandingkan karya
Hammad bin Salamah, seorang kritikus terkenal dari Basrah
dengan cara menemui dan mencermati tulisan delapan belas
orang murid Hammad. Dari hasil perbandingan tersebut
ternyata Ibnu Ma’in menemukan kesalahan-kesalahan baik
yang dilakukan oleh Hammad maupun murid-muridnya.
5. Melakukan rujuk silang antara satu periwayat dengan
periwayat lainnya. Teknik ini pernah dilakukan oleh
Marwan bin Hakam. Peristiwanya bermula tatkala Marwan
menerima hadis yang disampaikan oleh ‘Abd ar-Rahman bin
al-Mugirah bin Hisyam bin al-Mugirah yang bersumber dari
‘Aisyah dan Ummu Salamah yang menyatakan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika waktu fajar
(salat Subuh) beliau dalam keadaan berhadas besar (karena
pada malam harinya bersenggama dengan istri beliau).
Kemudian beliau mandi dan tetap berpuasa (pada hari itu).
Mendengar hadis tersebut, Marwan segera menyuruh ‘Abd
ar-Rahman menemui Abu Hurairah, karena Abu Hurairah
pernah meriwayatkan hadis yang menyatakan bahwa
apabila sesorang pada waktu Subuh masih dalam keadaan
berhadas besar karena pada malam harinya bersenggama
dengan istrinya, maka Nabi menyuruh orang tersebut
membuka puasanya. ‘Abd ar-Rahman menemui Abu
Hurairah di Zulhulaifah, dan menyampaikan kepadanya
hadis yang diriwayatkan melalui Aisyah dan Ummu Salah
(tersebut di atas). Pada saat itu Abu Hurairah menjelaskan
bahwa ia menerima hadis tersebut tidak langsung dari Nabi,
melainkan dari al-Fadl bin ‘Abbas, sehingga menurut Abu
Hurairah Fadl lah yang lebih mengetahui hadis tersebut.22
23
al-Thuruq al-Shahihah fi Fahmi Sunnah al-Nabawiyah karya Prof. Ali Mustafa Yaqub. MA.
24
Khan, Abdul Majid takhrij dan metode memahami hadis, 2012 hal. 98
maknanya sesuai de ngan teks yang ada tanpa melampaui
makna teks. Kemudian dari hal ini, muncullah istilah kaum
tekstualis yaitu sekelompok orang yang memahami teks hadis
berdasarkan yang tertulis pada teks, tidak mau menggunakan
qiyas, dan tidak menggunakan ra’yu. Dalam kata lain, maksud
pemahaman tekstual adalah pemahaman makna lahiriah nash
(Dzahir an-nash).
2. Metode Kontekstual
Adapun kontekstual berasal dari kata konteks, konteks
ialah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung
atau menambah kejelasan makna atau situasi yang ada
hubungan dengan suatu kejadian.
Pemahaman kontekstual berarti memahami suatu teks
dengan memperhatikan indikasi-indikasi makna lain selain
makna tekstual. Syuhudi Ismail menyimpulkan kontekstual
dengan pengertian pemahaman makna yang terkandung pada
Nash, beliau membedakan kontekstual menjadi dua bagian,
yaitu:
a. Konteks Internal : seperti mengandung kiasan, metaforadan
simbol.
b. Konteks Eksternal : kondisi dari segi kultur, social, dan
asbab al-wurud.
Berikut contoh hadis ya ng dipahami secara tekstual dan
kontekstual, baik dalam konteks internal maupun konteks
eksternal.
Hadis Bersifat Universal
Setiap peperangan selalu memerlukan strategi (menipu
lawan). Ketentuan itu berlaku secara universal serta
tidak pandang waktu dan tempat. Kalimat yang
digunakan singkat dan padat, tetapi memiliki makna
yang luas karena strategi akan selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman.
Hadis Bersifat Temporal
عن أنس بن مالك أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال األئمة من قريش
إذا ما حكموا فعدلوا وإذا عاهدوا وفوا وإذا استرحموا رحموا
dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “pemimpin itu harus dari
bangsa Quraisy, ketika menghukumi perkara mereka
adil, ketiak mereka berjanji mereka memenuhinya, dan
ketika diperlukan kasih sayang mereka pun berkasih
sayang.” (HR. al-Nasa’i. Ahmad, al-Hakim, dll).
Pada masa sahabat disepakati bahwa di antara
persyaratan seorang khalifah harus berketurunan
Quraisy. Akan tetapi, karena kemampuan bangsa
Quraisy semakin lemah, Abu Bakar al-baqilani
menggugurkan persyaratan tersebut dan Ibnu Khaldun
memberikan interpretasi makna Quraisy menjadi suku
yang kuat, cerdik, pandai, religius sehingga mampu
menguasai suku-suku lain, mempersatukan umat, dan
menjaga stabilitas pemerintahan.
Hadis Kasuistik
حدثنا عثمان بن الهيثم حدثنا عوف عن الحسن عن أبي بكرة قال لقد نفعني
هللا بكلمة سمعتها ن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أيام الجمل بعد ما كدت
أن ألحق بأصحاب الجمل فأقاتل معهم قال لما بلغ رسول هللا صلى هللا عليه
وسلم أن أهل فارس قد ملكوا عليهم بنت كسرى قال لن يفلح قوم ولوا
أمرهم امرأة
Dari Abu Bakrah, ia berkata, “sunggguh Allah memberi
manfaat padaku dengan kalimat yang aku dengar dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari
perang Jamal setelah aku mengikuti pasukan Jamal dan
aku berperang bersama mereka.” ia melanjutkan,
“setelah berita sampai kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa penduduk Persia mengangkat
putri Kisra sebagai penguasa, beliau bersabda, “ tidak
akan menang sebuah kaum yang menyerahkan
urusannnya pada seorang perempuan. (HR. Al-Bukhari).
Hadis di atas menyangkut kasus khusus, yaitu
penduduk Persia yang mengangkat putri Kisra sebagai
penguasa. Jika redaksinya dilihat secara utuh, hadis ini
tidak bersifat umum. Hadis ini bukan tentang larangan
seorang wanita untuk men jadi seorang pemimpin,
melainkan usaha apa pun yang dilakukan oleh musuh-
musuh Islam senantiasa sia-sia. Meskipun demikian,
ulama berbeda dalam menanggapinya. Mayoritas ulama
melarang wanita menjadi hakim dan memutuskan
perkara. Ibnu al- Thaba’i menerima kesaksian wanita
dan sebagian al-Malikiyah memperbolehkannya secara
mutlak. Megawati menjadi Presiden RI (2001-2004)
juga dipersilisihkan di kalangan ulama Indonesia.
Hadis Bersifat Lokal
عن جعفر بن محمد عن أبيه أن النبي صلى هللا عليه وسلم صلى الظهر
والعصر بأذان واحد بعرفة ولم يسبح بينهما وإقامتين وصلى المغرب
والعشاء بجمع بأذان واحد وإقامتين ولم يسبح بينهما
Dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam Melaksanakan shalat
dhuhur dan asar dengan satu azan dan dua iqamah di
Arafah serta tidak membaca tasbih di antara keduanya.
Beliau juga melaksanaan shalat maghrib di jima’ dengan
shalat isya’ dengan satu azan dan dua iqamah serta tidak
bertasbih di antara keduanya. (HR. Abu Daud).
al-Bukhari juga meriwayatkan hadis dari
Abdullah bin Umar bahwa jamak shalat tersebut di
Arafah adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.25 Jumhur mempersyaratkan jamak shalat bagi
musafir yang memenuhi syarat. Sementara itu, Malik Al-
Auza’i dan Al-Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat
jamak di Arafah adalah karena ibadah haji, bukan karena
musafir.26 Hadis tersebut dilaksanakan secara konteks
lokal, yaitu hanya berlaku di Arafah saja dan bagi yang
melaksanakan ibadah haji sekalipun di Arafah tidak
diperkenankan melaksanakan shalat jamak, kecuali
memenuhi syarat-syarat tertentu.
25
Fath al-Bari/ 2: 199
26
Fath Al-Bari/3: 513
adalah tulang rusuk yang atas. Jika engkau biarkan, ia
akan selalu bengkok. Oleh sebab itu, berwasiatlah
kepada mereka dengan baik. (HR. al-Bukhari).
Hadis ini dipahami oleh ulama salaf secara
harfiah. Namun dipahami secara metafora oleh ulama
kontemporer, bahkan ada yang menolak kebenarannya.
Mereka memahami makan metafora beralasan bahwa
hadis tersebut memperingatkan kaum laki-laki agar
menghadapi kaum perempuan secara bijaksana karena
ada karakter bawaan yang cenderung bengkok seperti
tulang rusuk. Mereka tidak akan mampu mengubah atau
meluruskannya. Kalau mereka tetap berusaha keras
meluruskannya, tulamg rusuk dapat patah.
M. Quraish Shihab mengutip pendapat ulama
kontemporer seperti al-Thaba’i bahwa QS. al-Nisa’ (4) :
menegaskan bahwa istri Adam diciptakan dari jenis yang
sama dan tidak menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari
tulang rusuk Adam. Demikian juga Rasyid Ridha dalam
tafsir Al-Manar menyatakan, seandainya tidak ada kisah
kejadian Adam dan Hawa dalam kitab perjanjian lama
(Kejadian II : 21-22), tidak akan pernah terlintas dalam
benak seorang muslim bahwa Hawa diciptakan dari
tulang rusuk Adam.
Pemahaman hadis tersebut memang membuka
perbedaan antara ulama terdahulu dan ulama
kontemporer karena petunjuknya tidak pasti (zhanni) dan
memang tidak ada dalil yang pasti (qath’i), baik dari al-
Qur’an maupun hadis, yang menyatakan bahwa Hawa
diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dengan demikian,
hadis adakalanya dipahami dengan makna tekstual
(harfiah) dan adakalanya dipahami dengan makna
kontekstual.27
5. Kesimpulan
Dari materi tersebut yang telah kita paparkan, bisa disimpulkan
bahwa:
1. Tujuan mempelajari ilmu pemahaman hadis ialah agar bisa
memahami hadis dengan beanar serta mengetahui hadis-hadis
yg dapat diterima atau ditolak.
Ada beberapa macam dalam memahami hadis, diantaranya:
a. Metode Tahlily
Metode ini menjelaskan hadis-hadis nabi dengan
memaparkan segala aspek yang terdapat dalam hadis
kemudian memaparkan makna serta kandungan yang
dicakup dalam hadis tersebut sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan pensyarahnya.
27
Ibid, hal. 98-102
b. Metode Ijmali
Metode ini menjelaskan hadis dengan sesuai urutan
hadis pada kitab yang disyarah dengan memaparkan secara
ringkas makna yang terkandung pada hadis tersebut dengan
bahasa yang mudah dipahami.
c. Metode Muqaran
Mencakup 3 hal, yaitu; pertama, membandingkan teks
hadis yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi
dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang
berbeda bagi suatu kasus yang sama, kedua,
membandingkan dua hadis yang pada lahirnya terlihat
bertentangan,ketiga, membandingkan berbagai pendapat
ulama dalam mensyarah hadis.
d. Metode Maudhu’i
Metode dengan cara menghimpun hadis-hadis dari
berbagai literatur hadis yang otentik yang mempunyai
kesamaan tema baik dari lafal dan hukum, kemudian
menjelaskan hadis tersebut
2. Kajian atau Tipologi Ilmu Pemahaman Hadis
a. Ilmu Musthalah Hadis.
Untuk mengetahui hadis yang dapat diterima dan hadis
yang ditolak.
b. Ilmu Takhrij Hadis, Kritik Sanad dan Kritik Matan Hadis
c. Ilmu Thurq Hadis
https://muslimah.or.id/213-taisir-musthalah-hadits-2-
pengertian-musthalah-hadits-dan-pembagian-khabar-
berdasarkan-jalan-periwayatan.html
http://alqolam.web.id/hadits-shahih-lighairihi/
https://cintasunnah.com/ulumul-hadits-hadits-hasan-1/
https://almanhaj.or.id/3950-hadits-hadits-dhaif-maudhu-
yang-banyak-beredar-pada-bulan-ramadhan.html.
https://www.bacaanmadani.com/2018/04/pengertian-takhrij-
al-hadis-tujuan-dan.html.
Bustami M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadits,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2004)
https://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-
kritik-matan-dalam-ilmu-hadis.html.
https://alkautsarkalebbi.wordpress.com/2013/12/03/kritik-
matan-hadits/.