SUBHAN
Email:
Abstrak
Metodologi pemahaman hadits memiliki peran krusial dalam studi
Islam. Dalam rangka memperoleh pemahaman yang akurat dan mendalam
tentang pesan-pesan Nabi Muhammad SAW, diperlukan pendekatan yang
sistematis dan teruji. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan metodologi
yang komprehensif dalam pemahaman hadits. Mulai dari tahap pengumpulan
dan klasifikasi, analisis sanad dan matan, hingga memperhatikan konteks
sejarah dan prinsip-prinsip ushul fiqh, artikel ini akan membahas langkah-
langkah yang penting dalam memahami hadits dengan tepat.
A. Pendahuluan
Metodologi memegang peran yang sangat penting dalam pemahaman hadits
dalam studi Islam. Hadits, sebagai salah satu sumber utama ajaran Islam setelah Al-
dan teruji untuk dapat memahaminya dengan akurat. Metodologi yang tepat memberikan
kerangka kerja yang solid dan memungkinkan para peneliti, ulama, dan penganut Islam
SAW yang terkandung dalam hadits. Pentingnya metodologi dalam pemahaman hadits
terletak pada beberapa aspek yang menjadi fokus utama dalam studi Islam.
keandalan dan keaslian yang terverifikasi. Dalam pengumpulan hadits, ulama hadits
telah melalui proses seleksi dan verifikasi yang cermat untuk memastikan bahwa
hadits-hadits yang diterima memiliki sanad (rantai perawi) yang kuat dan matan (teks)
yang dapat dipercaya.
2. Metodologi membantu dalam memahami makna yang tepat dari hadits dan
konteksnya. Analisis sanad dan matan hadits menjadi penting untuk menilai
pemahaman konteks sejarah dan kehidupan Nabi Muhammad SAW membantu dalam
menginterpretasikan hadits dengan benar. Memahami latar belakang sejarah dan sosial
pada saat hadits tersebut disampaikan memungkinkan kita untuk memahami tujuan
penafsiran hadits. Prinsip-prinsip ini memberikan kerangka kerja hukum Islam yang
ushul fiqh seperti qiyas (analogi) dan istihsan (pemilihan pendapat terbaik), kita dapat
yang berbeda.
Konsultasi dengan ahli membantu dalam memperoleh pemahaman yang lebih baik dan
memastikan bahwa penafsiran yang dilakukan sejalan dengan tradisi dan pemahaman
yang benar dalam Islam. Dalam artikel ini, akan dibahas lebih lanjut tentang langkah-
memahami pentingnya metodologi ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang akurat
dan mendalam tentang pesan-pesan agung yang terkandung dalam hadits, serta
memverifikasi hadits-hadits yang berasal dari sumber yang sahih dan dapat dipercaya.
sanad (rantai perawi) yang melaporkannya. Tahap ini memastikan bahwa kita hanya
menggunakan hadits-hadits yang memiliki landasan yang kuat dalam pemahaman kita.
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. 1
Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bangsa Arab menerjemahkannya
dengn tariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: cara
teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan
yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. 2 Sedangkan metodologi berasal dari
bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan, logos artinya ilmu. Kata metodologi
dalam Kamus Besar Bahasa Indosesia diartikan sebagai ilmu tentang metode; uraian
tentang metode.3
2. Pemahaman (Syarh)
1
Metode ini diadopsi dari metode penafsiran Al-Qur’an dengan melihat karakter
persamaan yang terdapat antara penafsiran Al-Qur’an dan penafsiran atau syarh hadis.
Artinya metode penafsiran Al- Qur’an dapat diterapkan dalam syarh hadis dengan
mengubah redaksi/kata Al-Qur’an menjadi hadis; tafsir menjadi syarh. (baca Nizar Ali.
2001. Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan). Yogyakarta: Center for Educational
Studies and Development (CESaD) YPI Al-Rahmah., hal. 28. Dalam studi tafsir telah
dijumpai beberapa teori tentang tafsir Al-Qur’an dengan melihat metode dan corak
penafsiran yang dipakai oleh para ulama tafsir dalam kitab-kitab tafsir. Ada 4 (empat)
metoden penafsiran, yaitu: metode tafsir tahlili (analitis), metode tafsir ijmali (global),
metode tafsir muqarin (perbandingan) dan metode tafsir maudui (tematik). Ibid., hal. 28,
atau baca Nashrudin Baidan. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
jakarta: Balai Pustaka. Cetakan ketiga, edisi III., h. 740.
3
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. h. 741.
artinya menerangkan, membukakan, melapangkan. 4 Istilah syarh (pemahaman) biasanya
digunakan untuk hadis, sedangkan tafsir untuk kajian Al-Qur’an. Dengan kata lain, secara
substansial keduanya sama (sama-sama menjelaskan maksud, arti atau pesan); tetapi
secara istilah, keduanya berbeda. Istilah tafsir (tafsir) spesifik bagi Al-Qur’an
(menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan ayat Al-Qur’an), sedangkan istilah
Syarah (syarh) meliputi hadis (menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan hadis)
Jadi maksud dari metodologi pemahaman (syarh) hadis ialah ilmu tentang metode
memahami hadis. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah, yakni
metode syarh: cara-cara memahami hadis, sementara metodologi syarh: ilmu tentang cara
tersebut. Metode yang digunakan oleh pensyarahan hadis ada tiga, yaitu metode tahlili,
metode ijmali, dan metode muqarin. Adapun untuk melihat kitab dari sisi bentuk
pensyarahan, digunakan teori bentuk syarh bi al-ma`sur dan syarh bi al-ra’y. Sedangkan
dalam menganalisis corak kitab digunakan teori kategorisasi bentuk syarh fiqhy, falsafy,
Pengumpulan hadits dari sumber yang sahih memegang peran yang penting
dalam metodologi pemahaman hadits. Proses ini melibatkan peran ulama hadits dalam
mengumpulkan dan memverifikasi hadits yang dianggap sahih. Selain itu, klasifikasi
hadits berdasarkan keaslian dan kekuatan sanad juga menjadi langkah penting dalam
pemahaman hadits.
Ulama hadits memiliki peran yang krusial dalam pengumpulan hadits. Mereka
4
Mahmud Yunus. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Penafsir Al-Qur’an.,hal.
5
Nizar Ali. 2007. (Ringkasan Desertasi) Kontribusi Imam Nawawi dalam Penulisan Syarh
Hadis. Yogyakarta., h. 28
6
Nizar Ali. 2007. (Ringkasan Desertasi), h. 4.
melakukan penelitian yang cermat, menyelidiki riwayat dan integritas perawi, serta
mengevaluasi keandalan dan kejujuran mereka dalam menyampaikan hadits. Tujuan dari
pengumpulan ini adalah untuk memastikan bahwa hadits-hadits yang diterima memiliki
berdasarkan keaslian dan kekuatan sanad. Klasifikasi ini memungkinkan para peneliti
hadits untuk mengidentifikasi hadits-hadits yang memiliki derajat keaslian yang tinggi
dan didukung oleh rantai perawi yang kuat. Dengan adanya klasifikasi, peneliti dapat
fokus pada hadits-hadits yang lebih dapat dipercaya dan memiliki bobot keilmuan yang
lebih tinggi.
Analisis sanad dan matan hadits juga merupakan langkah penting dalam
pemahaman hadits. Sanad atau rantai perawi hadits memiliki arti penting dalam menilai
kehandalan hadits itu sendiri. Para peneliti hadits mengevaluasi integritas moral dan
keandalan setiap perawi dalam menyampaikan hadits. Analisis matan dilakukan untuk
memahami makna dan implikasi hadits secara lebih mendalam. Dengan melakukan
analisis ini, kita dapat memastikan bahwa makna yang dipahami dari hadits sesuai dengan
menjadi aspek penting dalam pemahaman hadits. Konteks sejarah memberikan latar
belakang yang penting dalam memahami hadits, karena membantu kita mengetahui
situasi sosial-politik pada masa Nabi. Dengan memahami konteks ini, kita dapat
dalamnya.
Selain itu, penerapan kaidah-kaidah ushul fiqh juga menjadi langkah penting
dalam pemahaman hadits. Kaidah-kaidah ini memberikan kerangka kerja hukum Islam
yang dihasilkan dari hadits-hadits yang sahih. Contohnya adalah penggunaan qiyas
(analogi) dan istihsan (pemilihan pendapat terbaik) dalam pemahaman hadits. Dengan
mendalam tentang hadits dan tradisi Islam. Berkonsultasi dengan mereka membantu kita
memperoleh pandangan dan penjelasan yang lebih mendalam tentang hadits-hadits yang
dipelajari. Konsultasi dengan ahli juga membantu dalam meminimalkan penafsiran yang
D. Kesimpulan
diharapkan kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pesan Nabi
yaitu metode tahlili (analitis), metode ijmali (global), dan metode muqarin
(perbandingan). Ibarat gading tak retak, ketiga metode itu mempunyai kelebihan maupun
diragukan lagi akan muncul metode maupun pendekatan baru untuk memahami hadis,
karena hadis merupakan salah satu sumber pokok hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an
E. Daftar Pustaka