Anda di halaman 1dari 8

MODEL PENELITIAN HADIST

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu


Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi
Islam
Pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Dakwah dan
Komunikasi Institut Agama Islam (IAI) As’adiyah Sengkang

Oleh

MUHAMMAD WASIATUL AKMAL


NIM: 22210013

FAKULTAS USHULUDDIN DAKWAH DAN KUMUNIKASI


INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG
2022

BAB I

PENDAHULUAN

 A.    Latar Belakang

          Hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam yang harus dipahami.
Namun, sejak masa para Sahabat hingga sekarang pun banyak hadis palsu maupun
dho’if yang beredar luas dikalangan masyarakat, sehingga banyak menimbulkan
berbagai permasalah yang terkadang sampai menimbulkan pemahaman-
pemahaman yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebab itulah penting bagi
setiap muslim memilah-milah hadits yang akan digunakan sebagai dasar hukum
dalam menjalankan syari’at Islam.

          Dalam hal ini, yang menjadi permasalahannya adalah banyak orang-orang


Islam yang tidak mampu membedakan dan menentukan antara hadis dho’if,
hasan, maupun shahih. Sering kali dalam menggunakan sebuah hadis tidak
diperhatikan sanadnya dan hanya menggunakan matannya saja, sehingga hadits
tersebut tidak dapat dijadikan dasar yang kuat.

          Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang metode-metode penelitian hadis


yang dapat digunakan untuk membedakan dan menentukan antara hadis dha’if,
hasan dan shahih dengan meperhatikan sanad serta matan hadis. 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Metode Penelitian Hadis Dan Ruang Lingkupnya


          Metode penelitian didefinisikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Maksudnya, kegiatan penelitian harus
didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional dan sistematis. Rasional berarti
kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga
terjangkau oleh penalaran manusia. Sistematis berarti proses yang digunakan
dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

          Adapun ruang lingkup penelitian hadis adalah :

1. Penelitian/studi hadis, baik studi sanad maupun matan.

2. Penelitian hasil pemikiran terhadap hadis (kajian tokoh).

3. Penelitian persepsi hadis dalam masyarakat (living hadis).

B. Tujuan Penelitian Hadis

          Setiap penelitian memiliki tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiyono


(2008:5), secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan,
pembuktian, dan pengembangan. Penemuan  berarti data yang diperoleh dari
penelitian itu merupakan data yang benar-benar baru yang sebelumnya belum
pernah diketahui. Pembuktian mengandung makna bahwa data yang diperoleh itu
digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau
pengetahuan tertentu, dan pengembangan berarti memperdalam dan memperluas
pengetahuan yang telah ada.

          Penelitian dalam hadis yang bersifat penemuan misalnya menemukan


metode memahami hadis secara mudah bagi masyarakat awam. Penelitian hadis
yang bersifat pembuktian misalnya membuktikan keragu-raguan mengenai status
hadis keutamaan membaca ayat kursi. Sedangkan penelitian hadis yang bersifat
pengembangan contohnya memperdalam pengetahuan tentang pemikiran M. M.
Azami dan Joseph Schacht terkait pembentukan sanad hadis, atau pengembangan
metode ‘ardl al-hadist ‘ala al-qur’an dalam kajian kritik matan.

          Disamping itu, aktifitas penelitian hadis juga memiliki tujuan untuk


mengetahui kualitas hadis yang diteliti baik dari sisi sanad ataupun matan.
Kualitas hadis sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan
hadis tersebut. Hadis yang kualitasnya tidak memenuhi syarat kesahihan suatu
hadis tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Pemenuhan syarat diperlukan karena
hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam.

 C.    Metode Penelitian Hadis


          Dalam penelitian hadis (naqd al-hadits) klasik, model penelitian diarahkan
kepada dua segi: sanad dan matan. Dalam penelitian sanad, model yang ditempuh
adalah dengan melakukan langkah-langkah berikut ini:

 Melakukan At-Takhrij

         Takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada


sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis
tersebut secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk
kepentingan kritik sanad, dijelaskan kwalitas sanad dan para periwayatdari hadis
yang bersangkutan.

 Melakukan al-I’tibar

          Al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad untuk hadis tertentu, yang hadis


itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan
dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah
ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis
dimaksud.

          Dengan melakukan i’tibar, diharapkan dapat terlihat dengan jelas seluruh


jalur sanad yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan.
Jadi, kegunaan al-I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis
seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya pendukung (corroboration) berupa
periwayatan yang berstatus muttabi’ atau syahid.

  Mengkritisi pribadi periwayat serta metode periwayatannya

          Ulama’ hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus dikritisi pada diri
pribadi periwayat hadis untuk diketahui apakah riwayat hadis yang
dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak. Kedua hal
itu adalah ke’adilan dan kedhabitannya. Ke’adilan berhubungan dengan kwalitas
pribadi, sedangkan kedhabitannya berhubungan dengan kapasitas intelektualnya.
Jika kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut
dinyatakan bersifat tsiqah.

          Terkait dengan pelacakan terhadap kebersambungan sanad, hubungan


kwalitas periwayat dan metode periwayatan sangat menentukan. Periwayat yang
tidak tsiqah yang menyatakan telah menerima riwayat dengan metode sami’na,
misalnya, meski metode itu diakui ulama’ hadis memiliki tingkat akurasi yang
tinggi, tetapi karena yang menyatakan lambang itu adalah orang yang tidak tsiqoh,
maka informasi yang dikemukakannya itu tetap tidak dapat dipercaya. Sebaliknya,
apabila yang menyatakan sami’na adalah orang yang tsiqoh, maka informasinya
dapat dipercaya.
          Selain itu, ada periwayat yang dinilai tsiqoh oleh ulama’ ahli kritik hadis,
namun dengan syarat bila dia menggunakan lambang periwayatan haddatsani atau
sami’tu, sanadnya bersambung. Tetapi, bila menggunakan selain dua lambang
tersebut, sanadnya terdapat tadlis (penyembunyian cacat).

 Meneliti syudzudz dan ‘illat

          Salah satu langkah kritik sanad yang sangat penting untuk meneliti
kemungkinan adanya syudzudz dalam sanad adalah dengan melakukan studi
komparatif terhadap seluruh sanad yang ada untuk satu matan yang sama.

          Sedangkan cara mengkritisi kemungkinan terjadinya ‘illat yaitu dengan


membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya
semakna.

          Hadis yang mengandung syudzudz (ke-syadz-an), oleh ulama’ disebut


sebagai hadis syadz, sedangkan lawan dari hadis syadz disebut hadis mahfuzh.

Menyimpulkan hasil studi kritik sanad

          Dalam menyampaikan kesimpulan (natijah) harus disertakan pula argumen-


argumen yang jelas. Argumen-argumen ini dapat disampaikan sebelum ataupun
sesudah rumusan natijah dikemukakan.

          Isi natijah untuk hadis yang dilihat dari segi jumlah periwatnya mungkin
berupa pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berstatus mutawatir dan jika
tidak demikian, maka hadis tersebut berstatus ahad.

          Untuk hasil penelitian hadis ahad, maka natijahnya mungkin berisi


pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berkwlitas shahih atau hasan atau
dha’if sesuai dengan apa yang diteliti. Jika diperlukan, pernyataan kwalitas
tersebut disertai dengan macamnya, misalnya dengan mengemukakan bahwa
hadis yang dikritisi berkwalitas shahih li ghayrihi atau hasan li ghayrihi.

           Adapun metode kritik matan, menurut al-A’zhami, banyak terfokus pada


metode mu’aradhah. Versi lain menyebutnya metode muqaranah (perbandingan)
atau metode muqabalah.

          Metode mu’aradhah yang dimaksud adalah pencocokan konsep yang


menjadi muatan pokok setiap matan hadis, agar tetap terpelihara kebertautan dan
keselarasan antar konsep dengan hadis (sunnah) lain dengan dalil syariat lain.
Langkah pencocokan itu dilakukan dengan petunjuk eksplisit, yaitu dengan cara:

1. Mengkomparasikan hadis dengan al-Qur’an.


2. Membandingkan antar hadis atau antara hadis dengan sirah nabawiyah.
3. Mengkonfirmasikan riwayat hadis dengan realita dan sejarah.
4. Mengkomparasikan hadis dengan rasio.
5. Membandingkan hadis-hadis dari berbagai murid seorang ulama’.
6. Membandingkan pernyataan seorang ulama’ setelah berselang suatu
waktu.
7. Perbandingan dokumen tertulis dengan hadis yang disampaikan dari
ingatan. 

Mengenai  hal kritik matan,  Al-Siba’i mengungkapkan bahwa:

 Matan tidak boleh mengandung kata-kata yang aneh, yang tidak pernah
diucapkan oleh seorang ahli retorika atau penutur bahasa yang baik.
 Tidak boleh bertentangan dengan pengertian-pengertian rasional yang
aksiomatik, yang sekiranya tidak mungkin ditakwilkan.
 Tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum dalam hukum dan
akhlak.
 Tidak boleh bertentangan dengan indra dan kenyataan.
 Tidak mengandung hal-hal yang hina, yang agama tentu tidak
membenarkannya
 Tidak bertentangan dengan hal-hal yang masuk akal dalam prinsip-prinsip
kepercayaan tentang sifat-sifat Allah dan para rosulNya.
 Tidak boleh bertentangan dengan sunnatullah dalam alam dan manusia.
 Tidak boleh bertentangan dengan kenyataan-kenyataan sejarah yang
diketahui dari zaman nabi saw.
 Tidak boleh mengandung janji yang berlebihan dalam pahala untuk
perbuatan kecil, atau berlebihan dalam ancaman yang keras untuk perkara
sepele.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
          Aktifitas penelitian hadis  memiliki tujuan untuk mengetahui kualitas hadis
yang diteliti baik dari sisi sanad ataupun matan.

          Dalam penelitian hadis (naqd al-hadits) klasik, model penelitian diarahkan


kepada dua segi: sanad dan matan. Dalam penelitian sanad, model yang ditempuh
adalah dengan cara: melakukan at-Takhrij, melakukan al-I’tibar, mengkritisi
periwayat hadis dan metode periwayatannya, meneliti syudzudz dan ‘illat, dan
mengambil natijah.

Sedangkan dalam penelitian matan, menurut al-A’zhami dapat dilakukan dengan


cara mu’aradhah, yaitu pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap
matan hadis, agar tetap terpelihara kebertautan dan keselarasan antar konsep
dengan hadis (sunnah) lain dengan dalil syari’at yang lain. Langkah pencocokan
itu dilakukan dengan petunjuk eksplisit al-Qur’an, sirah nabawiyah, pengetahuan
sejarah, dan penalaran akal sehat.           

           

DAFTAR PUSTAKA

Farida, Umma. Metodologi Penelitian Hadis. 2010.  Kudus: Nora Media


Enterprise.

Farida, Umma. Naqd Al-Hadits. 2009. Kudus: Nora Media Enterprise.


Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. 1995. Jakarta: PT. Karya
Unipress.

Soebahar, Erfan. Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah. 1995. Jakarta: Prenada


Media.

Anda mungkin juga menyukai