Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu pada mata kuliah:
Ulumul Hadis
Oleh:
Nurjanna
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan rahmat, dan taufik-Nya, serta atas ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah kuliah Ulumul Hadis pada Program Pascasarjana, Pendidikan Bahasa Arab
yang berjudul “Aplikasi Metode Maudhu’i dalam Fiqh al-Hadis”.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi
yang diturunkan padanya agama Islam sebagai agama yang mulia dan penyempurna agama
yang terdahulu.
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini,
sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir
kata, penulis memohon taufik dan keberkahan dari Allah SWT. Berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan seluruh pembaca.
Nurjanna
NIM: 80400221024
i
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan............................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 14
,
B. Saran............................................................................................. .. 14
..
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Said Agil Husain Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud; (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, . 2001), h.24
2
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Studi Hadis; Ontologi,Aksiologi, dan Epistimologi
(Depok: Rajawali Pers, 2019), h. 135.
3
Ibid
4
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (cet. 13 ; Bandung : Mizan, 1996), h.86
1
2
2
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
hadist
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
Metode Maudhu’i terdiri dari dua kata, yaitu metode dan maudhu’i. Metode
secara etimologis berasal dari bahasa Yunani meta yang berarti sesudah dan hodos yang
berarti jalan. Jadi metode ialah langkah-langkah yang diambil menurut urutan tertentu
untuk mencapai pengetahuan yang benar, yaitu sesuai tata cara, teknik atau jalan yang
telah dirancang dan dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apapun, baik
pengetahuan humanistik dan historis, ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah.5 Kata
metodologi dalam Kamus Besar Bahasa Indosesia diartikan sebagai ilmu tentang
metode; uraian tentang metode6
Secara Bahasa maudhu’i berasal dari kata َم ْوض ُْوعyang merupakan isim maf’ul
dari kata و ض عyang artinya masalah atau pokok permasalahan7. Juga berarti
menempatkan, menetapkan dalam suatu tempat.8
Menurut istilah Metode maudhu’i adalah suatu metode yang berusaha mencari
jawaban hadist tentang tema tertentu. Oleh sebeb itu, metode ini dinamakan juga metode
tematik, cara kerja metode ini adalah menghimpun seluruh hadist yang berhubungan
dengan tema, kemudian menganalisisnya dengan ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan
masalah yang dibahas, hingga melahirkan konsep yang utuh tentang tema tersebut.
Dengan kata lain, metode mawdhu’iy ialah metode memahami hadist dengan
menghimpun hadist-hadist yang terkait dengan sebuah tema tertentu, yang kemudian
dibahas dan dianalisis sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. 9
Metode maudu'i hadis yaitu suatu metode yang menghimpun hadis-hadis sahih
yang topik pembahasannya sama. Dengan demikian, hal-hal yang syubhat dapat
dijelaskan dengan hal-hal yang muhkam. Hal-hal yang mutlaq dapat di batasi dengan
hal yang muqayyad (terikat) dan hal-hal yang bermakna umum dapat ditafsirkan
oleh hal-hal yang bermakna khusus, sehingga makna yang dimaksud oleh subjek
tersebut menjadi jelas dan tidak bertentangan. Metode maudhu’i mencakup semua
5
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Studi Hadis………. h. 136.
6
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Cetakan ketiga,
edisi III.2005.
7
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab-Indonesia,(Surabaya: Pustaka progresif, 1997) h.1565
8
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, kamus kontenporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi karya
grafika,1998) h.2023
9
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Studi Hadis………. h. 154
4
5
kasus yang tidak terlihat adanya ikhtilāf di dalamnya ini dilakukan untuk menemukan
makna substansial dari setiap kasus hadis yang dibahas dan dianalisis.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode maudhu’i
adalah ilmu yang membahas tema-tema yang diliputi oleh hadis nabi, dan kemudian
disatukan baik makna ataupun tujuannya melalui pengumpulan hadis setema dari sumber
hadis asli, atau beberapa sumber, di mana peneliti melakukan analisis teks hadis yang
diterima dan membandingkannya dan mengkritiknya kemudian berusaha
menghubungkannya untuk sampai pada ma’na teks hadis nabi dari sisi praktisnya dalam
kenyataan masa kini.
Diantara hal yang penting dalam ilmu atau metode Maudhu’i ini adalah:
1. Ilmu ini membahas tema-tema yang dicakup oleh hadis nabi saja bukan yang lain.
2. Studi tematis ini dapat diteliti dalam satu tema melalui jalur riwayat dengan
mengumpulkan jalur-jalur lain, membandingkan redaksinya dan menganalisis
teksnya di mana studi tersebut dimulai dengan tema hadis dan berhenti dengan
menghubungkan tema hadis dalam realitas yang ada untuk menyatakan tujuan studi
tematis tersebut.
3. Asal dari studi tematis adalah berpegang pada hadis-hadis yang diterima, yang
shahih ataupun yang hasan, sedangkan hadis dhaif tidaklah diterima dan tidak pula
dapat dijadikan hujjah.
Diantara ulama kontemporer yang mengembangkan metode ini adalah Yusuf al-
Qardhawiy. Dalam konteks ini ia mengatakan bahwa untuk memahami hadist secara
benar kita harus menghimpun semua hadist shahih yang berkaitan dengan suatu tema
tertentu, kemudian mengembalikan kandungan yang mutasyabih kepada yang muhkam,
mengaitkan yang muthlaq dengan muqayyad, dan menafsirkan yang aam dengan yang
khas.10
Fiqh al-Hadis adalah terminologi bahasa Arab yang acapkali disebut dengan
fahm al-Hadis (pemahaman hadis). Dalam kajian linguistik Arab, kata fahm sinonim
dengan kata fiqh yang berarti memahami, mengerti atau mengetahui (‘alima, ‘arafa,
adraka). Adapun dalam kajian hadis, studi pemahaman hadis dikenal dengan istilah
“syarh”, sedangkan dalam studi al-Qur’an dikenal dengan istilah “tafsir” atau
“ta’wil”.11
Menurut Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara syarh dan tafsir. Perbedaan terletak hanya pada istilah, tetapi makna
10
Buchari M, Metode Pemahaman Hadist,Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta: Nuansa Madani, 1999) h.123
11
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Studi Hadis………. h. 138.
5
6
dan sistem kerjanya sama dimana keduanya melibatkan subjektivitas dalam memahami
teks, baik teks al-Qur’an maupun teks hadis. Kegiatan syarh dan tafsir menghasilkan
pemikiran keagamaan yang merupakan produk interpretatif atas hadis dan al-Qur’an
selalu bersifat relatif dan hypothetical-subjective. Karena keduanya dibangun diatas
standar penafsiran dan pensyarahan yang terbuka untuk diperdebatkan dan
mengandung subjektivitas dari pensyarah dan penafsir sendiri. Oleh karena itu,
metode-metode pemahaman yang dikenal dalam kajian tafsir dapat diaplikasikan pula
dalam ilmu hadist.
B. Ciri-ciri metode maudhu’i dalam fiqh al-Hadis
Berdasarkan pemaparan diatas tentang metode maudhu’i dalam fiqh al-Hadis
dapat dipahami bahwa ciri-ciri metode Maudhu’i adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun hadist-hadist yang membicarakan satu topik atau permasalahan
tertentu
2. Memahami makna dari masing-masing hadist
3. Memahami hadist secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan tematik.
Dengan metode maudhu’I pensyarah berupaya menghimpun hadist-hadist dari kitab-
kitab hadis yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya.
Kemudian membahas dan menganalisis kandungan hadist-hadist tersebut sehingga
menjadi satu kesatuan yang utuh, sehingga menghasilkan kesimpulan yang mudah
difahami.
C. Langkah-langkah metode maudhu’i dalam fiqh al-Hadist
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menerapkan metode maudhu’iy ini adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan tema yang akan dibahas
2. Menghimpun atau mengumpulkan data tentang hadist-hadist yang berkaitan dengan
tema baik yang secara langsung menyebut term tersebut maupun yang semakna
dengan menggunakan metode takhrij bi alfadz.
3. Melakukan kategorisasi atau klasifikasi hadist berdasarkan kandungan dari setiap
hadist.
4. Langkah selanjutnya adalah meneliti sanad hadist tersebut, meliputi tahapan berikut:
a. Melakukan I’tibar;
b. Mempelajari sejarah hidup (kualitas dan kapabilitas atau kapasitas masing-masing
periwayat yang menjadi sanad pada hadist-hadist tersebut;
6
7
7
8
Adapun kekurangannya ialah metode ini terikat pada tema yang telah
ditetapkannya dan tidak membahas lebih jauh hal-hal diluar dari tema tersebut,
sehingga metode ini kurang tepat bagi orang yang menginginkan penjelasan yang
terperinci mengenai suatu hadis dari segala aspek.
Dalam dunia bisnis, Nabi Saw. pernah bersabda tentang larangan menimbun
harta dagangan dengan merumuskan kode etik dan hukum dagang yang adil dan
humanis. Setidaknya ada tiga buah hadis yang dapat dipaparkan, yaitu:
1. Hadis pertama, diriwayatkan oleh Ahmad bersifat informatif
12
Nilasari, Pengantar studi hadist tematik, jurnal UIN Sultan maulana Hasanuddin,
8
9
حدثنا يزيد أصبغ بن زيد حدثنا أبو بشر عن أبي الزاهرية عن كثير بن مرة الحضرمي عن ابن عمر عن
َ ط َعا ًما أ َ ْربَ ِعيْنَ لَ ْيلَةً فَقَدْ بَ ِر
َ ئ ِمنَ هللا ت َ َعالَى َوبَ ِر
ئ هللا ت َ َعالى مِ ْنهُ (رواه َ صلَّى هللا عليه وسلم َم ْن احتكر
َ النبي
)احمد
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami Ashbag
Bin Zaid dari Katsir Bin Murrah Al Hadlrami dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw:
Barangsiapa yang menimbun makanan selama 40 malam, maka hubungan dia
dengan Allah putus dan Allah pun memutuskan hubungan dengannya.” (H.R.
Ahmad)
2. Hadis kedua, diriwayatkan oleh Muslim, isinya bersifat pernyataan tegas,
menimbun makanan itu suatu tindakan yang salah:
حدثنا عبد هللا بن مسلمة بن قعنب حدثنا سليمان يعني ابن بالل عن يحي و هو ابن سعيد قال كان سعيد بن
المسيب يحدث أ ّن معمرا قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم من احتكر فهو خاطئ
)(رواه مسلم
Telah menceritakan kepada kami Abdullah Bin Maslamah Bin Qa’nab telah
,enceritakan kepada kami Sulaiman yaitu Ibnu Bilal dari Yahya yaitu Ibnu Sa’id dia
berkata Sa’id bin Musayyab menceritakan bahwa Ma’mar berkata “Rasulullah SAW
bersabda: Barang siapa menimbun barang, maka dia berdosa” (HR. Muslim)
3. Hadis ketiga, diriwayatkan oleh Ibn Majah dan al-Darimi yang isinya bersifat
hukuman bagi penimbun berupa kutukan:
َحدثنا نصر بن علي الجهضمي حدثنا أبو أحمد حدثنا اسرائيل عن علي بن سالم بن ثوبان عن علي بن زيد
بن جدعان عن سعيد بن المسيب عن عمر بن الخطاب قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم الجالب
.مرزوق والمحتكر ملعون
Telah menceritakan kepada kami Nashr Bin Ali Al Jahdlami telah menceritakan
kepada kami Abu Ahmad telah menceritakan kepada kami Isra’il dari Ali Bin Salim
Bin Tsauban dari Ali Bin Zaid Bin Jud’an dari Sa’id Bin Al Musayyab dari Umar
Ibnu al-Khattāb berkata, telah bersabda Rasulullah Saw.: “ Orang yang telah
mendistribusikan akan mendapatkan rizki (keuntungan), dan penimbun
mendapatkan laknat (Kerugian)”. (HR. Ibnu Majah dan Al-Darimi)
Dari hadis di atas bila dikaji menurut metode tematik, maka aplikasinya sebagai
berikut:
a. Langkah ke-1: Menentukan tema. Secara jelas temanya adalah penimbunan (al-
Ihtikar), dengan penyebutan kata kunci, yaitu: “( ”احتكرpenimbunan) disebutkan
dua kali dan “( ”المحتكرpenimbun) disebutkan sekali.
b. Langkah ke-2 dan ke-3: Bila dilihat dari segi sanad, bahwa hadis nomor pertama
dan kedua diriwayatkan oleh beberapa orang rawi melalui jalur Imam
Muslim dan Abu Dawud dan sanadnya sahih, ada yang mengatakan sanadnya
hasan melalui jalur lain, sehingga derajatnya menjadi sahih li gayrihi, karena
9
10
10
11
َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ْ َ ْ َّ َ ه ُ َّ َّ ً َ ً ٰ َ ُ َ ُ ُ ْ َّ َ َ َ ُ ُ ه
ي انتم ِب ٖه مؤ ِمنون
ْٓ ذ
ِ ال اّٰلل وا ق وكلوا ِِما رزقكم اّٰلل حللا ط ِيباۖوات
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.” (Q.S.Al-Maidah: 88)
ُ َ ْ ُ َ َّ َ َ َ ََ
ْاه ُه ْم َو ُج ُن ْو ُب ُه ْم َو ُظ ُه ْو ُر ُه ْم ٰه َذا َما ك َن ْز ُت ْم ل َا ْن ُفسكم
ُ َ
ب ج ا َ
ه ب ى ٰ
و ك ت ف َ
م ن ه ج ار ن يْ ف ا َ
ه ْ
ي ل ع ى م
ْ ُ َ ْ َّ
ٰ يح يوم
ِ ِ ْۗ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ُ ْ َ ْ ُْ ُ َ ْ ُْ ُ َ
فذوقوا ما كنتم تك ِنزون
"Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah
harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu". (QS.At-Taubah :35)
terhadap perilaku pasar bisa dikendalikan, termasuk praktik ihtikār. Bila dilihat dari
kandungan hadis, muatan substansinya berskala makrouniversal yang tidak dibatasi
oleh dimensi ruang geografi dan waktu, karenanya mengandung tuntutan aktual
syar‘iyyah yang harus ditaati oleh seluruh pelaku ekonomi, khususnya para
praktisi/pelaku ekonomi Islam.
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode maudu'i hadis yaitu suatu metode yang menghimpun hadis-hadis sahih
yang topik pembahasannya sama. Dengan demikian, hal-hal yang syubhat dapat
dijelaskan dengan hal-hal yang muhkam. Hal-hal yang mutlaq dapat di batasi dengan
hal yang muqayyad (terikat) dan hal-hal yang bermakna umum dapat ditafsirkan
oleh hal-hal yang bermakna khusus, sehingga makna yang dimaksud oleh subjek
tersebut menjadi jelas dan tidak bertentangan
Adapun ciri-ciri metode Maudhu’i yaitu menghimpun hadist-hadist yang
membicarakan satu topik atau permasalahan tertentu, memahami makna dari masing-
masing hadist, memahami hadist secara komprehensif dengan menggunakan
pendekatan tematik.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menerapkan metode maudhu’i yaitu
menentukan tema yang akan dibahas, menghimpun atau mengumpulkan data tentang
hadist-hadist yang berkaitan dengan tema, melakukan kategorisasi atau klasifikasi hadist
berdasarkan kandungan dari setiap, meneliti sanad hadist tersebut, meneliti matan hadist
yang shahih, membahas dan merumuskan makna dari hadist-hadist tersebut, melengkapi
pembahasan dengan hadist-hadist atau ayat-ayat pendukung dan data-data lain yang
relevan.mempelajari makna hadist,merumuskan hadist-hadist yang mengandung
pengertian serupa, menyusun hasil penelitian menurut kerangka besar.
Keunggulan dari metode ini adalah kemampuannya dalam menemukan sebuah
konsep yang utuh dari persoalan atau tema yang diangkat dan menjawab problem yang
ada. Penataannnya yang sistematis membuat pembaca dapat menghemat waktu.
Sedangkan kekurangannya adalah pemilihan bahasan pada topik-topik tertentu
membuat pemahaman hadist terbatas. Contoh Aplikasi metode maudhi’i dalam fiqh al-
hadist misalnya membahas tema tentang “( ”احتكرpenimbunan)
B. Saran
Akhirnya, tiada gading yang tak bisa retak. Artinya, makalah ini tentu jauh
dari sempurna, oleh karena itu perlu banyak masukan dan saran dari seluruh teman-
teman yang berkenan mengkritisi dan menanggapi makalah ini, demi
kesempurnaan makalah dan wawasan kita yang terus berkembang. Atas
masukannya, saya selaku pemakalah mengucapkan terimakasih yang setinggi-
tingginya, kepada Dosen Ulumul Hadis, serta teman-teman sekalian. Wallahu
A’lamu Bishshawwab.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 1998, kamus kontenporer Arab-Indonesia,
Nuansa Madani,
Ilyas, Abustani & La Ode Ismail Ahmad, . 2019, Studi Hadis Ontologi, Epistemologi
Pustaka progresif
Munawwar, Said Agil Husain dan Abdul Mustaqim, 2001, Asbabul Wurud,
Nilasari, Pengantar studi hadist tematik, jurnal UIN Sultan maulana Hasanuddin
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
15