Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KELISANAN DAN KEAKSARAAN

CETAKAN DAN RUANG

Dosen Pengampu: Alfian Tuflih, S.S, M.Pd


Disusun Oleh:
Mirna Imran (210511500013)
Arjun S (210511501006)
Mirza Kamal Pahlevi (210511501017)
Fery Ardinal (210511501021)
Muh. Khalif Zikrullah (210511501023)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Kelisanan & Keaksaraan
tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui bagaimana bentuk Cetakan dan Ruang di
dalam lingkup Kelisanan & Keaksaraan yang berpacu pada buku Walter J. Ong dengan judul
yang sama. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Penulisan makalah berjudul “Cetakan dan Ruang” ini dapat diselesaikan karena bantuan
banyak pihak. Kami berharap makalah ini menjadi bermanfaat bagi kita semua. Selain itu, kami
juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema bahasa ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama
pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Oktober 2021

Penulis

Page | 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
BAB I......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
C. Tujuan ........................................................................................................................ 5
BAB II ....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 6
A. Cetakan ...................................................................................................................... 6
B. Ruang ......................................................................................................................... 9
C. Dominasi Pendengaran tunduk pada Dominasi Penglihatan ............................. 12
D. Hubungan Ruang dan Makna ............................................................................... 14
E. Efek-Efek yang Lebih Luas.................................................................................... 17
F. Cetakan dan Kesudahan: Interlektualitas............................................................ 19
G. Pasca Tipografi: Elektronik ................................................................................... 19
BAB III.................................................................................................................................... 22
PENUTUPAN ..................................................................................................................... 22
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23

Page | 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apa beda manusia dan hewan? Banyak orang percaya beda keduanya adalah pada “akal”
atau “pikiran”. Bisa jadi kepercayaan itu benar. Namun untuk memahami buku Walter J Ong
ini, ijinkan saya menggunakan pembedaan Nietzsche yang sederhana; beda keduanya ada pada
ingatan. [Nietzsche, 1873] Manusia mampu mengenang, sementara hewan, sebagaimana
bahasa anak muda sekarang, tak pernah kenal kata “mantan”. Peradaban adalah perihal ingatan.
Untuk mengingat, kita biasanya memanfaatkan jejak yang terlihat oleh mata; teks atau
tulisan. Dari sini berkembang keyakinan bahwa peradaban dibuktikan dengan adanya jejak
tulisan. Pada pengertian yang agak kebablasan, tinggi atau tidaknya peradaban adalah
tergantung tua atau tidaknya usia prasasti kita.
Ong berpandangan lain. Ingatan manusia tak hanya disemaikan dengan bantuan tulisan.
Ingatan juga dikembangkan ketika manusia hanya bisa menggunakan suara dan memanfaatkan
telinga. Ia menyebut kebudayaan ini sebagai kebudayaan kelisanan primer (atau disebut
“kebudayaan kelisanan” saja) yakni kebudayaan “yang sepenuhnya tak tersentuh pengetahuan
apapun mengenai tulisan atau cetakan” (hal 15).
Untuk membayangkan masyarakat yang sama sekali tak tersentuh oleh tulisan, Ong
mengajak kita untuk memahami suara. Suara selalu bergerak hingga tak punya jejak, sementara
masyarakat kebudayaan kelisanan hanya punya telinga sebagai alat mengingat.
Masyarakat kelisanan akhirnya mengembangkan pikiran dengan pola mnemonik; segala
teknik yang bermaksud mengembalikan ingatan. Sesuatu, akhirnya, dikisahkan dengan
“formula” tertentu; bisa jadi dengan penggunaan pola cerita yang sama, atau bahkan
menceritakan sesuatu dengan rima yang indah di telinga. Misalnya sebuah kejadian diceritakan
dengan menggunakan sebuah “cerita besar” menjadi dasarnya. Tujuannya, supaya gampang
diingat. Kisah raja-raja Jawa yang selalu “meminjam” kisah Ramayana dan Mahabarata
barangkali adalah salah satu contohnya.
Resitasi (menghapal lisan) menjadi penting. Kitab Weda misalnya, adalah contoh
bagaimana resitasi dalam kebudayaan lisan ini bekerja dalam mengabadikan ingatan. Teks
Weda sendiri diklasifikasi sebagai Sruti yang artinya “dipelajari melalui pendengaran”, yang
meneguhkan ia adalah produk kebudayaan lisan. Barangkali, penyusunan babad -babad di Jawa
dengan pola tembang, disediakan untuk didendangkan dan bukan "pembacaan tulisan".

Page | 4
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah makalah ini membahas mengenai Cetakan dan Ruang yang
mencakup hal-hal berikut :
1. Apa pengertian Cetakan?
2. Apa pengertian Ruang dalam lingkup Kelisanan?
3. Apa hubungan Cetakan dan Ruang?
4. Apa yang dimaksud pendengaran tunduk ke penglihatan?
5. Apa hubungan Ruang dan makna?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Cetakan dalam lingkup Kelisanan.
2. Untuk mengetahui Ruang dalam lingkup Kelisanan.
3. Untuk mengetahui Apa maksud dari pendengaran tunduk ke penglihatan.
4. Untuk mengetahui hubungan Ruang dan Makna.

Page | 5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cetakan
Penemu pertama Media Cetak adalah Johannes Gutenberg pada tahun 1455 terutama di
Negara Eropa. Perkembangan awal terlihat dari penggunaan daun atau tanah liat sebagai
medium, bentuk media sampai percetakan. Gutenberg mulai mencetak Bible melalui teknologi
cetak yang telah ditemukannya. Teknologi mesin cetak Gutenberg mendorong juga
peningkatan produksi buku menjadi hitungan yang tidak sedikit. Teknologi percetakan sendiri
menciptakan momentum yang justru menjadikan teknologi ini semakin mendorong dirinya
untuk berkembang lebih jauh. Lanjutan dari perkembangan awal media cetak adalah di mana
perkembangan teknologi yang belum berkembang, yaitu media cetak dibuat memakai mesin
tik untuk membuat suatu iklan produk sedangkan gambar-gambar atau animasi yang
memperbagus iklan produk itu dibuat secara manual dengan menggunakan pena.
Tanda-tanda perkembangan media cetak adalah melek huruf (kemampuan untuk baca-
tulis). Memang melek huruf adalah kondisi yang dipunyai oleh kaum elite. Bahasa yang
berkembang pun hanya beberapa bahasa pokok, bahasa latin – misalnya. Perkembangan
pendidikan pada abad 14 juga mendorong perkembangan orang yang melek huruf.
Perkembangan media cetak sekarang yaitu didukungnya perkembangan teknologi yang sudah
berkembang, sehingga dapat memudahkan orang untuk membuat suatu iklan yang lebih kreatif
dan atraktif.

Perkembangan Percetakan
Perkembangan sekarang media cetak adalah didukung perkembangan teknologi yang
semakin canggih. Sehingga membawa perubahan pada bagian bentuk, format, struktur, tekstur
dan model dari iklan tersebut, akan tetapi perkembangan teknologi tidak mempengaruhi atau
mengubah isi dari suatu iklan yang muncul di media. Pembuatan media cetak sekarang dengan
teknologi yang canggih adalah dengan menggunakan komputer untuk mendesain iklan suatu
produk dengan menggunakan grafis dan dicetak dengan printer.
Perkembangan teknologi media cetak yang berkaitan dengan perkembangan media cetak
itu sendiri seperti munculnya majalah, Koran, surat-surat kabar yang isinya tentang artikel yang
bertemakan politik, kesenian, kebudayaan, kesusastraan, opini-opini publik dan informasi
tentang kesehatan dapat mewarnai kehidupan masyarakat. Misalnya dalam artikel yang
bertemakan politik, bahwa politik yang semakin menjamu d alam Negara. Kemudian peristiwa-

Page | 6
peristiwa penting yang mempengaruhi sejarah kehidupan masyarakat. Surat kabar atau yang
biasa disebut Koran adalah salah satu media cetak jurnalisme di mana isinya memuat artikel-
artikel tentang seputar informasi-informasi atau berita tentang seputar kehidupan manusia,
mulai dari yang bertemakan politik, kesehatan, hukum, sosial, ekonomi sampai periklanan.
Adapun majalah yang terbit zaman dulu, dan masih tetap sama isinya dengan majalah
sekarang, itu karena kepercayaan masyarakat terhadap media cetak tersebut. Biasanya dari
artikel-artikel yang termuat di media cetak tersebut, yang memuat kritikan yang dapat
membuka mata masyarakat sehingga terjadi revolusi. Selain kritikan, surat kabar juga memuat
tulisan-tulisan dan dokumen-dokumen penting yang merupakan kinerja pemerintah yang dapat
menjadi skandal dan korupsi pemerintah.
Pada periode 1860-an merupakan tahun ditemukannya litography yaitu proses percetakan
dengan cetakan bahan kimia dan menggantikan metode sebelumnya, yaitu engraving. Selain
itu, teknologi percetakan fotografi pun mengalami perkembangan dengan proses
photoengraving yaitu dengan mencetak suatu gambar secara kimia melalui lempengan besi
dengan proses fotografis. Setelah perang dunia 2, proses percetakan menggunakan offset
printing dan digunakan terus sampai sekarang karena kualitas, kecepatan dan lebih ekonomis.

Percetakan Manual dan Digital


Memasuki periode 1960an, media cetak mengalami perubahan besar dalam proses
produksi. Mesin ketik yang tadinya dipergunakan secara luas untuk menghasilkan tulisan,
mulai digantikan oleh komputer. Hal ini tentu saja disertai berbagai macam pertimbangan dan
salah satunya lebih ekonomis dan efisien. Melalui komputer, media cetak tidak hanya
menghasilkan tulisan yang dapat diubah tanpa membuang-buang kertas namun juga dapat
mengubah suatu gambar atau foto. Hasil kerja yang berbentuk softcopy tersebut, kemudian
dicetak. Selain pengaruh dari penggunaan komputer, teknologi fotokopi juga memberikan andil
di mana kita dapat meng-copy suatu tulisan dengan kecepatan tinggi dan tanpa minimum order
sehingga kita dapat meng-copy sesuai dengan kebutuhan.
Perkembangan lain dari teknologi ini adalah inovasi atas custom publishing di mana
penerbitan suatu tulisan atau buku dengan tujuan yang khusus dan hasil produksi akhirnya
bukan bertujuan untuk dipasarkan secara luas namun berubah menjadi produksi untuk tujuan
pesanan dari konsumen. Ketika suatu buku dicetak, tentunya terdapat kode seri produksi buku.
Melalui scanner elektronik, kode tersebut dikenali dan data penjualan langsung terkirim ke
database pusat sehingga terlihat berapa besar angka penjualan buku secara langsung.

Page | 7
Internet telah memasuki kehidupan kita dengan sangat cepat dan menyentuh hampir semua
aspek kehidupan. Dampak dari internet bagi lembaga penerbitan adalah munculnya E-
publishing atau penerbitan elektronik. Contoh dari E-publishing dapat kita lihat pada situs
amazon.com. Situs ini menawarkan berbagai macam buku untuk dijual dan selayaknya sebuah
toko, amazon.com juga menampilkan buku dalam format digital. Situs ini juga berfungsi
seperti pustakawan pribadi di mana dapat memberikan rekomendasi buku yang sesuai dengan
kebutuhan kita. Munculnya layanan semacam ini pada awalnya dipelopori oleh google.com
yang bekerja sama dengan berbagai macam perpustakaan besar untuk melakukan konversi
yaitu dengan melakukan scanning pada berbagai macam koleksi buku perpustakaan sehingga
dapat dibaca dalam format digital.
Namun, teknologi ini bukannya tanpa cacat, hal ini dikarenakan buku yang dibaca melalui
layar membuat mata cepat lelah dan menghabiskan listrik. Timbulnya buku elektronik tentunya
menimbulkan permasalahan dalam hal standardisasi penyajian. Salah satu solusinya
diperkenalkan oleh Adobe yaitu file dengan format PDF (portable document f ormat) sehingga
memudahkan dalam men-download buku melalui internet. Penerbitan elektronik tidak hanya
mencakup buku saja, namun juga majalah dan surat kabar elektronik. Kita dapat mengakses e-
news di mana berita yang terdapat di website merupakan versi digital dari yang terbit hari
tersebut. Selain itu, dengan adanya teknologi seperti ini memungkinkan kita untuk menyimpan
dan melindungi buku teks yang sudah tidak terbit di pasaran sehingga generasi mendatang
dapat mempelajari ilmu pengetahuan dari berbagai macam sumber dan kurun waktu dalam
waktu yang relatif singkat namun tetap kaya dengan sumber informasi.

Sejarah Perkembangan Mesin Cetak


Industri percetakan telah datang jauh sejak Johan Gutenberg menemukannya, pers pertama
pada tahun 1439. Hari ini kita semua menggunakan printer semua setiap hari dan memikirkan
apa-apa yang di perlukan. Bagi sebagian banyak dari kita mereka telah membuat yang standar
dari kehidupan sehari-hari.
Namun mesin ini luar biasa telah mengalami perubahan yang mengagumkan sejak
penemuan Gutenberg hampir 600 tahun yang lalu. Dioperasikan secara manual, besar dan
mahal, mesin cetak tetap seperti yang selama ratusan tahun dan tidak membuatnya menjadi
dapat di pakai tiap hari sampai 1900.
➢ Gutenberg Tekan
Mengambil namanya dari penemunya Johan Gutenberg, seorang tukang emas Jerman, pers
Gutenberg ditemukan pada tahun 1439 dan dibangun seluruhnya dari kayu. Hal ini dianggap

Page | 8
sebagai revolusi yang paling penting dalam industri percetakan dan, meskipun harus
dioperasikan secara manual, sampai ke tinta blok teks, itu sangat mempercepat percetakan
buku.
➢ Uap Percetakan Tekan
Diciptakan di tahun 1800-an, mesin cetak uap adalah penerusan langkah berikutnya utama
industri percetakan. desain asli Gutenberg sudah sebagian besar tetap tidak berubah sampai
saat itu. Tekan uap, terbuat dari besi tuang, diperbolehkan dua kali ukuran cetak dan diperlukan
kekuatan 90% lebih sedikit untuk cetak dengan benar. Hal ini masih bisa hanya menghasilkan
250 cetakan satu jam, tidak menurut standar sekarang, sampai 1814 ketika pers otomatis
pertama diciptakan, sangat meningkatkan efisiensi pencetakan buku dan surat kabar.
Bandingkan bahwa untuk menekan sepenuhnya otomatis hari ini cetak digital, yang mampu
menangani semua warna, font dan ukuran cetak, dapat menghasilkan sebuah surat kabar
seluruh dan lipat dan dapat mencetak pada 230 halaman A4 per menit pada 1200 titik per inci.
➢ Mesin cetak elektronik pertama
Kemampuan membuat mesin cetak sederhana yang bersanding dengan jam tadi membuat
Seiko (penemu mesin cetak elektronik) sadar, bahwa dengan segenap kemampuan yang ada
mereka bisa membuat “mesin cetak” elektronik sederhana. Pada 1968 dibuatlah mesin cetak
elektronik generasi pertama dengan seri EP-101. Cara kerjanya sederhana, yaitu dengan
memutar sabuk karet berisi deretan angka 0 sampai 9 dan A sampai Z sesuai informasi yang
diterima. Mesin cetak elektronik pertama di dunia itu mendapat sambutan yang baik. Bahkan
Seiko “dipaksa” untuk membuat produk yang jauh lebih canggih dari sekadar mencetak angka
0 sampai 9 ditambah alfabet. “EP-101 tidak bisa berhenti sampai disitu, ia harus punya generasi
penerus sehingga diciptakanlah anak-anak dari seri EP. Maka kalau diliat, EP ditambah Son
(anak laki-laki) akan membentuk kata EPSON, di sinilah sejarah itu dimulai,” papar Minoru
Usui (Presiden Seiko Epson Corporation) saat menceritakan sejarah perusahaannya di sela-sela
acara Epson Micro Piezo Press Tour 2010.

B. Ruang
Ruang merupakan wadah atau spasial yang sering disebut-sebut dalam berbagai bidang.
Karena merupakan wadah, ruang tentu saja bisa diisi berbagai macam hal sesuai
peruntukkannya. Secara defenisi, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Berikut
adalah pengertian ruang menurut para ahli.

Page | 9
➢ Lao Tzu
Lao Tzu mengatakan ruang adalah ” kekosongan ” yang ada di sekitar kita maupun di
sekitar objek atau benda. Ruang yang ada di dalamnya lebih hakiki ketimbang
materialnya/masanya. Kekosongan yang terbingkaikan adalah sebagai transisi yang
memisahkan arsitektur dengan fundamental. Menurutnya, terdapat tiga tahapan hirarki ruang
yakni:
1) Ruang adalah hasil serangkaian secara tektonik
2) Ruang yang dilingkupi bentuk
3) Ruang peralihan yang membentuk suatu hubungan antara dunia di dalam dan dunia di luar.
➢ Plato
Menurut Plato ruang adalah sesuatu yang dapat terlihat dan terab, mejadi teraba karena
memiki karakter yang jelas berbeda dengan semua unsur lainnya. Plato menginginkan : kini,
segala sesuatunya harus berwadah, kasat mata, dan teraba.
➢ Rudolf Amheim
Ruang adalah sesuatu yang dapat di bayangkan sebagai suatu kesatuan terbatas atau tak
terbatas, seperti keadaan yang kosong yang sudah di siapkan untuk mengisi barang.
➢ Imanuel Kant
Ruang bukanlah merupakan sesuatu yang objektif atau nyata merupakan sesuatu yang
subjektif sebagai hasil pikiran manusia.
Karakteristik Ruang
Menurut Aristoteles, ruang adalah sebagai tempat (topos) suatu di mana, atau suatu place
of belonging, ruang menjadi lokasi yang tepat di mana setiap elemen fisik cenderung berada.
Terdapat 5 karakteristik ruang dirangkum yakni:
1) Tempat melingkupi objek yang ada padanya
2) Tempat bukan bagian yang di lingkungannya
3) Tempat dari suatu objek yang tidak lebih besar atau lebih kecil dari objek tersebut
4) Tempat dapat di tinggalkan oleh objek dan dapat di pisahkan dari objek
5) Tempat selalu mengikuti objek walaupun objek terus bergerak
Unsur Pembentuk Ruang
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ruang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan manusia
dalam berbagai bidang, baik secara Psikologi, emosional, dan dimensional. Manusia berada
dalam ruang, bergerak, menghayati, berpikir dan juga menciptakan dan menyatakan bentuk
dunianya. Nah ada beberapa elemen pembentuk ruangan yakni:

Page | 10
1) Bidang Alas/Lantai ( The base Plane ). Oleh karena lantai Merupakan pendukung segala
aktivitas kita di dalam ruangan.
2) Bidang Dinding/pembatas ( The vertical Space Devider ). Sebagai unsur perancangan
bidang dinding dapat menyatu dengan bidang lantai atau sebagai bidang yang terpisah.
3) Bidang atap/langit-langit ( The Overhead Plane ). Bidang atap adalah unsur pelindung
utama dari suatu bangunan dan pelindung terhadap pengaruh iklim.
Selain ketiga unsur di atas adapun beberapa faktor lain yang turut mempengaruhi
terbentuknya suatu ruang. Faktor-faktor tersebut adalah dimensi, wujud, konfigurasi
permukaan, sisi bidang dan bukaan-bukaan. Suatu ruang tidak saja mempunyai bentuk secara
fisik.
Tata Ruang
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan
maupun tidak. Tata ruang ini berlaku pada ruang yang sederhana, hingga kompleks. Dalam tata
ruang kantor misalnya, tujuannya adalah membuat kerja pegawai seefisien mungkin dengan
kondisi kantor yang telah ditata.
Undang – Undang No. 24 Tahun 1992 menyebut ruang adalah wadah kehidupan yang
meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara termasuk di dalamnya tanah, air, udara
dan benda lainnya serta daya dan keadaan sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan
makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Interaksi Antar-ruang
Interaksi antarruang adalah pergerakan orang, barang atau informasi dari satu daerah ke
daerah lain atau dari daerah asal menuju daerah tujuan. Ada beberapa kondisi saling bergantung
yang diperlukan untuk terjadinya interaksi keruangan yaitu:
1. Saling melengkapi (Complementarity)
Saling melengkapi (Complementarity) atau disebut pula Regional Complementary adalah
kondisi saling melengkapi yang terjadi jika ada wilayah-wilayah yang berbeda komoditas yang
dihasilkannya.
2. Kesempatan antara (Intervening opportunity)
Kesempatan antara (Intervening opportunity) merupakan suatu lokasi yang
menawarkan alternatif lebih baik sebagai tempat asal maupun tempat tujuan. Jika seseorang
akan membeli suatu produk, maka ia akan memperhatikan faktor jarak dan biaya untuk
memperoleh produk tersebut.

Page | 11
3. Kemudahan transfer (transferability)
Pengangkutan barang atau juga orang memerlukan biaya, biasanya biaya yang dicari
adalah biaya yang lebih rendah. Jika biaya tersebut terlalu tinggi dibandingkan dengan
keuntungannya, maka interaksi antar ruang tidak akan terjadi. Kemudahan transfer dan biaya
yang diperlukan juga sangat tergantung pada ketersediaan infrastruktur (sarana dan
prasarana) yang menghubungkan daerah asal dan tujuan.

C. Dominasi Pendengaran tunduk pada Dominasi Penglihatan


Meskipun terutama mengulas budaya lisan dan perubahan perubahan dalam pikiran serta
ekspresi yang dibawa oleh tulisan, buku ini harus memberi perhatian singkat pada cetakan,
karena cetakan memperkuat dan mengubah efek-efek tulisan pada pikiran serta ekspresi.
Mengingat pergeseran dari ungkapan lisan ke ungkapan tulis pada dasarnya merupakan
pergeseran dari ruang suara ke visual, di sini efek cetakan pada penggunaan ruang visual bisa
menjadi fokus utama, meski bukan satu-satunya. Fokus ini memunculkan bukan saja hubungan
antara cetakan dan tulisan, tetapi juga hubungan cetakan dengan kelisanan yang masih tersisa
dalam budaya tulis dan cetak awal. Selain itu, meski efek cetakan tidak terbatas sekadar pada
penggunaan ruang visual, banyak efek lainnya terkait penggunaan ini dengan beragam cara.
Dalam karya seterbatas ini, tidaklah mungkin menyebutkan semua efek cetakan. Tinjauan
sekilas pada dua jilid buku karya Elizabeth Eisenstein, The Printing Press as an Agent of
Change (1979), sudah sangat menjelaskan betapa beragam dan luasnya efek-efek cetakan.
Eisenstein menguraikan secara mendetail bagaimana cetakan membuat Renaisans Italia
menjadi Renaisans Eropa permanen, bagaimana cetakan menggerakkan Reformasi Protestan
dan mengubah orientasi praktik keagamaan Katolik, bagaimana ia memengaruhi
perkembangan kapitalisme modern, menggerakkan penjelajahan Eropa Barat ke seluruh dunia,
mengubah kehidupan keluarga dan perpolitikan, menyebarkan pengetahuan dengan cara yang
tak pernah terjadi sebelumnya, menjadikan keaksaraan seluruh dunia sebagai tujuan serius,
memungkinkan kebangkitan ilmu pengetahuan modern, dan mengubah kehidupan sosial dan
intelektual dengan cara-cara lain. Dalam The Gutenberg Galaxy (1962) dan Understanding
Media (1964), Marshall McLuhan menarik perhatian kita pada banyak aspek yang lebih samar
dari pengaruh cetakan pada kesadaran, seperti yang juga telah dilakukan George Steiner dalam
Language and Silence (1967) dan seperti yang telah saya coba lakukan di terutama menjadi
buku lain (Ong, 1958b; 1967b; 1971; 1977). Efek-efek cetakan yang lebih samar pada
kesadaran inilah yang perhatian kita di sini, bukan efek sosial yang langsung terlihat.

Page | 12
Sudah ribuan tahun umat manusia mencetak berbagai desain dari beragam permukaan yang
diukir, dan sejak abad ketujuh atau kedelapan, orang-orang China, Korea, dan Jepang telah
mencetak teks verbal, awalnya dari balok kayu yang dipahat menjadi relief (Carter, 1955).
Namun perkembangan penting dalam sejarah cetak dunia adalah penemuan mesin cetak
abjadiah di Eropa abad kelima belas. Tulisan abjad telah memecah kata menjadi padanan
spasial unit fonem (pada prinsipnya, meskipun abjad tak pernah dirancang sebagai indikator
yang sepenuhnya fonemik). Akan tetapi huruf-huruf yang digunakan dalam tulisan tangan tidak
ada sebelum teks yang memuatnya. Ini berkebalikan dengan kasus mesin cetak abjadiah. Kata
terdiri dari unit-unit (huruf cetak) yang sudah ada sebagai unit sebelum kata yang akan
disusunnya. Dibandingkan tulisan, cetakan jauh lebih jelas menunjukkan bahwa kata-kata
adalah benda. Seperti abjad, mesin cetak abjadiah adalah kini (Ong, 1967b, dan di sana
disebutkan beberapa referensi).
Bangsa Cina pernah memiliki movable type, sistem pencetakan komponen yang dapat
digerakkan dengan mudah, tetapi tidak memiliki abjad, hanya karakter yang pada dasarnya
piktografi. Sebelum pertengahan 1400-an, bangsa Korea dan Turki Uigur memiliki abjad dan
movable type, tetapi movable type itu tidak memuat huruf terpisah melainkan kata-kata utuh.
Mesin cetak abjad, yang masing-masing hurufnya dibentuk pada bilah logam atau type yang
terpisah, menandai suatu terobosan psikologis mendasar. Mesin cetak abjad melekatkan kata
itu sendiri sangat erat pada proses manufakturing dan menjadikannya sejenis komoditas. Lini
perakitan pertama, suatu teknik manufaktur yang di dalamnya serangkaian langkah baku
menghasilkan benda-benda kompleks identik yang terdiri dari bagian-bagian yang dapat
diganti, bukanlah lini perakitan yang memproduksi kompor atau sepatu atau persenjataan,
melainkan buku cetak. Di akhir 1700-an, revolusi industri menerapkan teknik bagian dapat-
diganti yang telah dipraktikkan mesin cetak selama tiga ratus tahun pada proses manufaktur
lain. Berlainan dengan asumsi banyak penganut semiotik struktural, bukan tulisan, tet api
cetakanlah yang mengkonkretkan kata secara efektif, dan seiring dengan itu, aktivitas puitis
(Ong, 1958b: 306-18).
Pendengaran, bukan penglihatan, telah mendominasi dunia puitis lama dengan berbagai
cara yang signifikan, bahkan jauh setelah tulisan sangat terinternalisasi. Budaya manuskrip di
Barat masih terus menyimpan sedikit sisa kelisanan. Ambrose dari Milan menangkap suasana
awal itu dalam karyanya Commentary on Luke (iv. 5): "Penglihatan kerap menipu,
pendengaran berfungsi sebagai jaminan". Di Barat sepanjang Renaisans, orasi adalah produksi
verbal yang paling banyak diajarkan dan secara tersirat masih merupakan paradigma dasar
semua wacana, baik tulis maupun lisan. Bahan tertulis sekadar pelengkap bagi pendengaran
Page | 13
dari aspek-aspek yang terasa aneh bagi kita saat ini. Tulisan lebih banyak berfungsi untuk
mendaur ulang pengetahuan kembali ke dunia lisan, seperti dalam perdebatan di universitas
abad pertengahan, dalam pembacaan sastra dan teks-teks lain di berbagai kelompok (Crosby,
1936; Ahern, 1981; Nelson, 1976-7), dan dalam kegiatan membaca keras-keras bahkan untuk
diri sendiri.

D. Ruang dan Makna


Tulisan telah menyusun ulang kata ujaran yang awalnya lisan ke dalam ruang visual.
Cetakan melekatkan kata itu ke dalam ruang secara lebih mutlak. Hal ini bisa dilihat antara lain
dalam perkembangan daftar, terutama indeks abjadiah, dalam menggunakan kata (sebagai ganti
tanda ikonografis) untuk label serta dalam menggunakan ruang cetak abstrak untuk berinteraksi
secara geometris dengan kata-kata cetak, pada rangkaian perkembangan yang merentang dari
Ramisme, puisi konkret, hingga perang kata Derrida dengan teks (cetak, biasanya, tidak
sekadar teks tulis).
a) Indeks
Daftar berawal dari tulisan. Goody telah membahas (1977: 741 1 1) penggunaan daftar
dalam skrip Ugarit pada sekitar tahun 1300 SM dan skrip-skrip awal lainnya. Dia mengamati
(1977: 8708) bahwa informasi dalam daftar-daftar tersebut diabstraksikan dari situasi sosial
tempat informasi itu tersimpan ("anak kambing yang digemukkan", "biri-biri yang
digembalakan di padang rumput", dan seterusnya, tanpa perincian lebih lanjut) dan juga dari
konteks linguistik (biasanya dalam ujaran lisan kata benda tidaklah mengambang bebas seperti
dalam daftar, merupakan penyimpangan dari praktik awal tersebut. Sikap kitalah yang berubah
dan oleh sebab itu, hal tersebut perlu dijelaskan. Mengapa prosedur awal, yang agaknya lebih
"alamiah" itu tampak salah bagi kita? Karena kita merasakan kata-kata tercetak di hadapan kita
sebagai unit visual (meskipun kita menyuarakannya setidaknya dalam imajinasi saat
membacanya).
Tampaknya, dalam memproses teks untuk memaknainya, abad keenam belas tak terlalu
memusatkan perhatian pada penampakan kata dan lebih berkonsentrasi pada bunyinya daripada
kita. Semua teks melibatkan tampilan dan bunyi. Namun sementara kita merasa membaca
adalah aktivitas visual yang mengisyaratkan bunyi untuk kita, masa awal cetakan masih
merasakan aktivitas membaca terutama sebagai proses mendengar, yang sekadar digerakkan
oleh tampilan. Jika Anda sebagai pembaca merasa tengah mendengarkan kata-kata, apa
bedanya jika teks yang terlihat mencari jalan estetisnya sendiri? Dapat diingat bahwa

Page | 14
manuskrip-manuskrip pra-cetak biasanya mendempetkan kata kata atau meminimalkan spasi
di antaranya.
Namun demikian, pada akhirnya cetakan mengganti dominasi pendengaran yang terus
bertahan di dunia pemikiran dan ekspresi dengan dominasi penglihatan yang diawali dengan
tulisan tetapi tak dapat berkembang hanya dengan dukungan tulisan saja. Cetakan meletakkan
kata-kata dalam ruang secara lebih permanen ketimbang tulisan. Tulisan memindah kata kata
dari dunia suara ke dunia ruang visual, tetapi cetakan mengunci kata-kata ke posisinya dalam
ruang ini. Kendali atas posisi merupakan aspek paling penting dalam cetakan. Dalam
"menyusun" huruf cetak secara manual (bentuk awal penyuntingan huruf), tangan mengatur
huruf-huruf cetak yang dibentuk sebelumnya dan setelah digunakan, diposisikan ulang, disebar
ulang ke ruangnya masing-masing di dalam kotak (case) untuk digunakan lagi kelak (huruf
kapital atau "upper case" di kotak bagian atas, huruf kecil atau "lower case" di kotak bagian
bawah). melainkan terlekat dalam kalimat: jarang kita mendengar uraian lisan yang hanya
terdiri dari serangkaian kata benda-kecuali dibaca dari sebuah daftar tertulis atau tercetak).
Dalam pengertian ini, daftar itu sendiri tidak memiliki "padanan lisan" (1977: 86 7)
meskipun tentu saja masing-masing kata tertulis berbunyi di telinga batin untuk menghasilkan
makna. Goody juga mengamati bagaimana ad hoc dan ganjil awalnya penggunaan ruang untuk
membuat daftar-daftar ini, dengan sekat-kata untuk memisahkan tiap-tiap butir yang merentang
dari nomor, garis panjang, garis pendek, dan tanda panah. Selain daftar administratif, dia juga
membahas daftar peristiwa, daftar leksikal (kata ditata dalam beragam jenis daftar, kerap kali
secara hierarkis berdasarkan makna-dewa-dewa, kemudian kerabat dewa, setelah itu pelayan
dewa), dan onomastica atau daftar nama Mesir, yang sering kali dihafalkan untuk dibawakan
secara lisan. Budaya manuskrip yang masih sangat lisan merasa bahwa upaya membuat
serangkaian hal tertulis mudah dihafal secara lisan itu sendiri sangat membantu secara
intelektual. (Hingga baru-baru ini, para pendidik di Barat masih merasakan hal yang sama, dan
di seluruh dunia sebagian besar pendidik barangkali masih merasakan hal yang sama.) Sekali
lagi, di sini tulisan melayani kelisanan.
Contoh-contoh Goody menunjukkan pemrosesan yang relatif canggih terhadap materi
verbal dalam budaya tulis untuk membuat materi tersebut lebih mudah diingat melalui penataan
ruangnya. Daftar merentangkan nama-nama hal yang saling terkait di dalam ruang fisik visual
yang sama. Cetakan mengembangkan pemanfaatan ruang yang jauh lebih canggih untuk
melakukan penataan visual dan pencarian materi secara efektif.
Indeks merupakan perkembangan utama di sini. Indeks abjadiah menunjukkan secara
gamblang keterlepasan kata dari wacana dan kelekatannya dalam ruang cetak. Manuskrip bisa
Page | 15
saja diindeks secara abjadiah. Namun hal itu jarang dilakukan (Daly ,1967: 81-90; Clanchy,
1979: 28-9, 85).
b) Buku, Isi, dan Label
Begitu cetakan telah cukup terinternalisasi, buku dirasakan sebagai sejenis objek yang
"mengandung" informasi, entah itu ilmiah, fiktif, atau yang lainnya, alih-alih ucapan yang
dicatat (Ong, 1958b: 313). Setiap buku dalam sebuah edisi cetak secara fisik sama dengan yang
lain, objek yang identik, sementara buku manuskrip tidak, bahkan ketika menampilkan teks
yang sama. Sekarang, dengan cetakan, dua salinan dari suatu karya bukan saja menyampaikan
hal yang sama, keduanya juga duplikat satu sama lain seperti halnya benda. Situasi ini
mengundang penggunaan label. Buku cetak, karena merupakan benda berhuruf, sudah
sewajarnya menggunakan label berhuruf, yakni halaman judul (hal baru seiring cetakan-
Steinberg, 1974:145-8). Pada saat yang sama, dorongan ikonografis masih kuat, seperti yang
terlihat dalam halaman judul teramat simbolis yang bertahan hingga 1660-an, penuh dengan
angka-angka alegoris dan desain non verbal lain.
c) Permukaan yang Bermakna
Ivins (1953: 31) menjelaskan bahwa meski seni mencetak desain dari beragam permukaan
ukir sudah dikenal selama berabad-abad, baru setelah berkembangnya tipe movable pada
pertengahan 1400-an cetakan digunakan secara sistematis untuk menyampaikan informasi.
Gambar teknis yang dikerjakan dengan tangan, seperti ditunjukkan oleh Ivins (1953: 14-16, 40
5) dengan cepat menurun kualitasnya dalam manuskrip karena bahkan seniman yang terampil
bisa melewatkan inti dari sebuah ilustrasi yang tengah mereka salin bila tidak diawasi oleh ahli
di bidang yang berkenaan dengan ilustrasi tersebut. Tanpa pengawasan, setangkai semanggi
putih yang disalin oleh sederatan seniman yang tidak akrab dengan semanggi putih sungguhan
bisa terlihat seperti asparagus. Cetakan mungkin dapat memecahkan masalah itu dalam budaya
manuskrip, mengingat pencetakan telah diterapkan selama berabad -abad untuk tujuan
dekoratif. Memotong sebuah balok cetak yang akurat untuk semanggi putih sebenarnya sangat
mungkin dilakukan jauh sebelum mesin cetak ditemukan, dan bisa memberikan tepat apa yang
dibutuhkan, sebuah "pernyataan visual yang dapat diulang secara persis". Akan tetapi produksi
manuskrip tidak cocok dengan penggarapan semacam itu.
Manuskrip dibuat dengan tulisan tangan, bukan dari bagian-bagian yang telah ada
sebelumnya. Cetakan cocok dengan itu. Teks verbal direproduksi dari bagian-bagian yang telah
ada sebelumnya, dan cetakan bisa demikian pula. Mesin cetak dapat membuat "pernyataan
visual yang dapat diulang secara persis semudah forme disusun dari huruf cetak. Salah satu
konsekuensi dari pernyataan visual yang dapat diulang secara persis adalah ilmu pengetahuan
Page | 16
modern. Pengamatan eksak tidak dimulai dengan ilmu pengetahuan modern. Selama berabad -
abad, hal itu sudah sangat penting bagi kelangsungan hidup di kalangan, misalnya, para
pemburu dan berbagai macam pekerja terampil.
d) Spasi Cetak
Karena permukaan visual telah disarati makna yang dibebankan padanya dan karena
cetakan bukan hanya mengendalikan kata apa yang diletakkan untuk membentuk sebuah teks
tetapi juga situasi pasti kata-kata tersebut pada halaman cetak dan hubungan spasialnya satu
sama lain, spasi itu sendiri di atas sehelai halaman cetak-"ruang putih" demikian sebutannya
mendapat arti penting yang langsung mengarah ke dunia modern dan posmodern. Daftar dan
tabel manuskrip yang telah dibahas oleh Goody (1977: 74-111) dapat menempatkan kata dalam
hubungan spasial khusus satu sama lain, tetapi jika hubungan spasialnya teramat rumit,
kerumitan itu tak akan bertahan menghadapi perubahan suasana hati satu penyalin ke penyalin
berikutnya.
Cetakan dapat mereproduksi daftar dan grafik yang teramat kompleks dengan sangat akurat
dan dalam jumlah berapa pun. Di awal era cetak, muncullah grafik-grafik yang sangat
kompleks dalam pengajaran subjek akademis (Ong, 1958: 80, 81, 202, dan di beberapa tempat
lain). Spasi cetak tidak hanya memengaruhi imajinasi ilmiah dan filosofis, tetapi juga imajinasi
sastra, yang menunjukkan sebagian sisi rumit kehadiran spasi cetak bagi psike. George Herbert
memanfaatkan spasi untuk memberi makna dalam karyanya Easter Wings dan The Altar. Baris
dalam puisi-puisi itu bervariasi panjangnya, memberi bentuk visual yang menunjukkan sayap
dan altar. Dalam manuskrip, jenis struktur visual semacam ini hanya dapat dilakukan secara
terbatas.

E. Efek-Efek yang Lebih Luas


Kita bisa menyebutkan tanpa habis efek-efek lain yang sedikit banyak bersifat langsung,
yang ditimbulkan cetakan pada poetic economy atau "mentalitas" Barat. Cetakan pada akhirnya
menyingkirkan seni kuno retorika (yang berbasis lisan) dari pusat pendidikan akademis. Ia
mendorong dan memungkinkan kuantifikasi pengetahuan dalam skala besar, baik melalui
penggunaan analisis matematis maupun melalui penggunaan diagram dan grafik. Cetakan pada
akhirnya mengurangi daya tarik ikonografi dalam pengelolaan pengetahuan, di luar fakta
bahwa masa-masa awal cetakan membantu peredaran ilustrasi ikonografis hingga taraf yang
tak pernah dicapai sebelumnya. Sosok-sosok ikonografis mirip dengan tokoh-tokoh "berat"
atau stereotipikal dalam wacana lisan dan berhubungan dengan retorika serta seni memori yang
diperlukan oleh pengelolaan pengetahuan lisan (Yates, 1966).

Page | 17
Cetakan menghasilkan kamus-kamus lengkap dan mendorong hasrat untuk membuat
aturan demi "ketepatan" bahasa. Sebagian besar hasrat ini tumbuh dari rasa bahasa yang
didasarkan pada kajian atas bahasa Latin akademis. Bahasa akademis mentekstualisasi gagasan
akan bahasa, membuat bahasa tampak sebagai sesuatu yang pada dasarnya tertulis. Cetaka
memperkuat rasa bahasa sebagai sesuatu yang pada dasarny teks. Teks cetak, bukan teks tulis,
adalah teks dalam bentuk paradigmatisnya yang paling penuh. Cetakan menciptakan iklim
yang melingkungi pertumbuhan kamus.
Dari awalnya di abad kedelapan belas hingga beberapa dekade terakhir, pada umumnya
yang dijadikan sebagai bahasa dalam kamus Bahasa Inggris hanyalah penggunaan bahasa para
penulis yang menghasilkan teks untuk dicetak (bahkan tidak semuanya). Penggunaan bahasa
yang lain, jika menyimpang dari penggunaan cetak ini, dianggap sebagai 'salah'. Webster's Thid
New International Dictionary (1961) adalah karya leksikografis besar pertama yang memutus
konvensi cetak lama ini dan mengutip orang-orang yang tidak menghasilkan karya cetak
sebagai sumber penggunaan bahasa. Tentu saja banyak orang yang sudah mapan dalam
ideologi lama langsung mencela pencapaian leksikografis yang mengesankan ini (Dykema,
1963) sebagai pengkhianatan terhadap bahasa yang "sejati" atau "murni".
Cetakan juga merupakan salah satu faktor utama dalam perkembangan rasa privasi yang
menandai masyarakat modern. Cetakan menghasilkan buku-buku yang berukuran lebih kecil
dan lebih mudah dibawa ke mana-mana ketimbang buku yang biasanya ada dalam budaya
manuskrip, sehingga menyiapkan latar psikologis untuk pembacaan solo di sudut yang tenang,
dan pada akhirnya untuk pembacaan tanpa suara sama sekali. Dalam budaya manuskrip dan
dengan demikian dalam budaya cetak awal, membaca cenderung merupakan aktivitas sosial,
satu orang membacakan untuk orang-orang lain dalam sebuah kelompok. Seperti yang telah
dikemukakan Steiner (1967: 383), membaca secara privat menuntut rumah yang cukup luas
untuk memberikan kesendirian dan ketenangan. (Para guru anak-anak yang berasal dari
wilayah miskin sangat menyadari bahwa kerap kali alasan buruknya prestasi murid adalah
ketiadaan tempat di rumah yang penuh sesak untuk belajar secara efektif). Cetakan
menciptakan rasa terhadap kata. Orang-orang dalam budaya lisan primer bisa saja menyimpan
rasa memiliki terhadap sebuah puisi, tetapi perasaan kepemilikan privat baru semacam itu
jarang muncul dan biasanya dilemahkan oleh kepemilikan bersama akan cerita rakyat, formula,
dan tema tema yang digunakan semua orang.

Page | 18
F. Cetakan dan Kesudahan: Interlektualitas
Cetakan mendorong timbulnya rasa kesudahan, rasa bahwa yang ditemukan dalam teks
telah tuntas, telah mencapai kondisi selesai. Perasaan ini memengaruhi karya-karya sastra dan
memengaruhi karya ilmiah atau filosofis analitis.
Sebelum cetakan, tulisan itu sendiri mendorong suatu rasa kesudahan mental. Dengan
mengisolasi pikiran pada permukaan tertulis, terpisah dari teman bicara, membuat ungkapan
dalam pengertian ini bersifat otonom dari dan rak hirau terhadap serangan, tulisan menyajikan
ungkapan dan pikiran sebagai sesuatu yang terlepas dari segala yang lain, bisa dibilang mandiri,
lengkap Cetakan dengan cara yang sama menempatkan ungkapan dan pikiran pada suatu
permukaan yang terpisah dari segala hal lain, tetapi juga melangkah lebih jauh dalam hal
menunjukkan kemandirian Cetakan meletakkan pikiran dalam ribuan eksemplar karya yang
memiliki konsistensi visual dan fisik sama persis Kesamaan verbal berbagai salinan dari
cetakan yang sama dapat diperiksa tanpa bantuan suara sama sekali, hanya dengan
mengandalkan penglihatan: mesin pemeriksa kesamaan dokumen, Hinman Collator,
menumpuk halaman-halaman yang sama dari dun salinan teks dan mengisyaratkan adanya
variasi pada pemeriksa dengan kedipan lampu Teks cerak semestinya merepresentasikan kata-
kata seorang pengarang dalam bentuk definitif atau "akhir" Cetakan hanya merasa nyaman
dengan keberakhiran. Begitu sebuah forme cetak ditutup, dikunci, atau sebuah plat
fotolitografis dibuat, dan halaman dicetak, teks tidak mengakomodasi perubahan
(penghapusan, penambahan) semudah teks tertulis.
Cetakan menciptakan rasa kesudahan bukan saja dalam karya-karya sastra tetapi juga
dalam karya-karya ilmiah dan filosifis analitis. Bersama cetakan, muncullah katekismus dan
"buku teks", yang tak terlalu diskursif dan rak terlalu sarat perdebatan dibandingkan sebagian
besar penyajian subje akademis sebelumnya. Katekismus dan buku teks menyajikan "fakta-
fakta atau padanan-padanan fakta: pernyataan-pernyataan datar yang mudah diingat yang
menyampaikan serta terbaks dan menyeluruh bagaimana duduk perkara dalam suatu bidang
tertentu. Berkebalikan dengan itu, pernyaraan pernyataan yang mudah diingat pada budaya
lisan dan budaya manuskrip yang masih menyimpan sisa kelivanan cenderung berjenis
pepatah, bukan menyajikan fikra" tetapi perenungan yang kerap kali sulit dimengerti,
mengundang perenungan lebih lanjut dengan paradoks-paradoks yang dilibatkannya.

G. Pasca Tipografi: Elektronik


Transformasi elektronik atas ekspresi verbal telah memperkuat pelekatan kata pada ruang
yang diawali oleh tulisan lantas diperkuat oleh cetakan dan telah membawa kesadaran ke era

Page | 19
baru kelisanan sekunder. Meskipun hubungan lengkap dari kata yang diproses secara
elektronik dengan polaritas kelisanan-keaksaraan yang menjadi perhatian buku ini merupakan
topik yang terlalu luas untuk dibahas secara menyeluruh di sini, beberapa hal tetap perlu
disinggung.
Apa pun kata orang, peralatan elektronik tidak menyingkirkan buku cetak tetapi justru
menghasilkan lebih banyak buku cetak. Wawancara-wawancara yang direkam secara
elektronik menghasilkan ribuan talked book and article (artikel dan buku yang merupakan hasil
transkripsi wawancara, bukan hasil tulisan siapa pun-penerj.) yang tak akan pernah tercetak
sebelum perekaman bisa dilakukan. Medium baru di sini menguatkan medium lama, tetapi
tentu saja juga mengubahnya karena ia mengembangkan suatu gaya baru yang secara sadar
bersifat informal, karena masyarakat cetak meyakini bahwa perbincangan lisan seharusnya
bersifat informal (sementara masyarakat lisan yakin seharusnya formal-Ong, 1971:82-91).
Selain itu, seperti yang disampaikan sebelumnya, proses penyusunan di terminal komputer
mulai menggantikan bentuk penyusunan cetak lama, sehingga tak lama lagi nyaris semua
cetakan dilakukan dengan satu atau lain cara menggunakan bantuan peralatan elektronik. Dan
tentu saja segala jenis informasi yang diperoleh dan/atau diproses secara elektronik berhasil
masuk ke cetakan sehingga membengkakkan output cetak. Pada akhirnya, pemrosesan dan
peruangan kata, yang diawali oleh tulisan dan mencapai intensitas baru berkat cetakan, semakin
diperkuat oleh komputer, yang memaksimalkan pelekatan kata pada ruang dan pada gerakan
lokal (elektronik) serta mengoptimalkan peruntunan analitis dengan membuatnya nyaris
seketika. Pada saat yang sama, bersama telepon, radio, televisi, serta berbagai jenis alat
penyimpanan suara, teknologi elektronik membawa kita memasuki era "kelisanan sekunder".
Kelisanan baru ini memiliki kemiripan yang sangat nyata dengan kelisanan lama dalam hal
participatipatory mystique, dukungannya pada perasaan komunal, konsentrasinya pada
kekinian, dan bahkan penggunaannya atas formula (Ong, 1971:284-303; 1977:16 49, 305-41).
Akan tetapi kelisanan baru ini pada dasarnya lebih disengaja dan disadari, didasarkan secara
permanen pada penggunaan tulisan dan cetakan, yang merupakan hal-hal pokok untuk produksi
dan pengoperasian peralatan juga untuk penggunaannya. Kelisanan sekunder sangat
menyerupai sekaligus sangat tidak menyerupai kelisanan primer.
Seperti kelisanan primer, kelisanan sekunder memunculkan perasaan kelompok yang kuat,
karena mendengarkan kata-kata yang terucap membentuk para pendengarnya menjadi
kelompok, audiens sejati, persis sebagaimana membaca teks tertulis atau tercetak mengarahkan
perhatian individu pada dirinya sendiri. Namun, kelisanan sekunder memunculkan perasaan
kelompok yang jauh lebih besar daripada yang muncul dalam budaya lisan primer-"desa
Page | 20
global" McLuhan. Terlebih lagi, sebelum tulisan, masyarakat lisan berjiwa kelompok karena
tidak tersedia alternatif lain. Dalam era kelisanan sekunder, kita berjiwa kelompok dan
terprogram. Individu merasa bahwa dia, sebagai individu, haruslah peka secara sosial. Tidak
seperti anggota kebudayaan lisan primer, yang mengarahkan perhatian ke luar karena mereka
tak banyak punya kesempatan untuk mengarahkan perhatian ke dalam, kita mengarahkan
perhatian ke luar karena kita telah mengarahkan perhatian ke dalam.

Page | 21
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Tanda-tanda perkembangan media cetak adalah melek huruf (kemampuan untuk baca-
tulis). Memang melek huruf adalah kondisi yang dipunyai oleh kaum elite. Bahasa yang
berkembang pun hanya beberapa bahasa pokok, bahasa latin – misalnya. Secara defenisi, ruang
adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya. Mengingat pergeseran dari ungkapan lisan ke ungkapan tulis
pada dasarnya merupakan pergeseran dari ruang suara ke visual, di sini efek cetakan pada
penggunaan ruang visual bisa menjadi fokus utama, meski bukan satu-satunya. Fokus ini
memunculkan bukan saja hubungan antara cetakan dan tulisan, tetapi juga hubungan cetakan
dengan kelisanan yang masih tersisa dalam budaya tulis dan cetak awal. Tulisan telah
menyusun ulang kata ujaran yang awalnya lisan ke dalam ruang visual. Cetakan melekatkan
kata itu ke dalam ruang secara lebih mutlak. Hal ini bisa dilihat antara lain dalam
perkembangan daftar, terutama indeks abjadiah, dalam menggunakan kata (sebagai ganti tanda
ikonografis) untuk label serta dalam menggunakan ruang cetak abstrak untuk berinteraksi
secara geometris dengan kata-kata cetak, pada rangkaian perkembangan yang merentang dari
Ramisme, puisi konkret, hingga perang kata Derrida dengan teks (cetak, biasanya, tidak
sekadar teks tulis).

Page | 22
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, N. (2019, September 9). Pengertian Ruang, Tata Ruang dan Interaksi Antar Ruang.
Diambil kembali dari PelayananPublik.id:
https://pelayananpublik.id/2019/09/09/pengertian-ruang-tata-ruang-dan-interaksi-
antar-ruang/
Maxripo, B. (2019, Juli 5). Maxripo. Diambil kembali dari Sejarah Singkat Mesin Cetak:
https://maxipro.co.id/sejarah-mesin-cetak/
Ong, W. J. (2012). Orality and Literacy. London: Routledge.
wikipedia. (2021, Agustus 6). Perkembangan Media Cetak. Diambil kembali dari wikipedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Media_Cetak#:~:text=7%20Referensi-
,Sejarah,melalui%20teknologi%20cetak%20yang%20telahditemukannya.

Page | 23

Anda mungkin juga menyukai