Aldomi Putra
Dosen Ulum Alquran dan Tafsir STAI YASTIS Padang
Abstrak
Tulisan ini tentang metode penulisan, yang menitik beratkan pada
metodologi/metode-metode tafsir, dan metode penelitian tafsir. Dalam
kajian tafsir (interpretation) terhadap teks Alquran, dibutuhkan seperangkat
pengetahuan tentang penafsiran Alquran sehingga tidak bisa dilakuan oleh
banyak orang. Mannā’ Khālil Qathān misalnya memberikan persyaratan
yang begitu ketat (baca; Qathān). Di samping memiliki kriteria bagi
mufassir terhadap teks, yang paling penting lagi adalah ketepatan dalam
mengunakan metode dalam penafsiran Alquran. Metode-metode penafsiran
terhadap teks Alquran meliputi; sumber, intensitas, langkah dan
perspektif/corak (laun). Metode tafsir dari segi sumber terbagi dua yaitu bi
al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi. Metode tafsir dari segi intensitasnya terbagi
kepada ijmali dan tahlili. Metode tafsir dari segi langkah terbagi pada
muqarran, maudhu’I,dan tartib suar. Dan metode tafsir dari segi perspektif
terbagi kepada fiqh, falsafi, sufi, ‘ilmi dan lain sebagainya. Penelitian
terhadap tafsir juga membutuhkan metode. Metode penelitian tafsir lebih
cenderung menggunakan metede kualitatif, ketimbang metode kuantitatif.
41
42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018
(sesuatu yang diketahui lewat cara Sesuatu yang berasal dari al-Qur’ân,
periwayatan atau proses mendengar) atau Sunnah maupun perkataan
Sedangkan secara terminologi sahabat yang menjelaskan maksud
tafsîr bi al-ma’tsûr adalah sebagaimana Allâh Swt (di dalam al-Qur’ân,
yang didefenisikan para ahli berikut penulis)
ini: Muhammad Husain al-Dzahabiy Menurut Hasan Yunus ‘Ubaidu
mendefinisiakan; definisinya adalah;
ﻣﻦ اﻟﺒﻴﺎن وﺗﻔﺼﻴﻞ ﻣﺎ ﺟﺎء ﰲ اﻟﻘﺮأن اﻟﺘﻔﺴﲑ ﺑﺎﳌﻌﺜﻮر ﻫﻮ ﺑﻴﺎن ﻣﻌﺎﱐ اﻵﻳﺎت اﻟﻘﺮآﻧﻴﺔ
ﻟﺒﻌﺾ ﻧﻔﺴﻪ و
وﻣﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﻟﺮﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ،اﻳﺎﺗﻪ ﺷﺮﺣﻬﺎ ﲟﺎ ورد ﰲ اﻟﻘﺮآن اﻟﻜﺮﱘ أو اﻟﺴﻨﺔ اﻟﺼﺤﻴﺤﺔ أو
وﻣﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ رﺿﻮان اﷲ،ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اﷲ رﺿﻮان اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ أﻗﻮال
ﻣﻦ ﻛﻞ ﻣﺎ، وﻣﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﻟﺘﺎﺑﻌﲔ،ﻋﻠﻴﻬﻢ adalah al-ma’tsûr bi Tafsîr Al- ٣١ﻋﻠﻴﻬﻢ
ﻫﻮ ﺑﻴﺎن وﺗﻮﺿﻴﺢ ﳌﺮاد اﷲ ﺗﻌﺎﱃ ayat-ayat makna menjelaskan
Qur’an dan syarahnya dengan Al-
ﻛﺘﺎب ﻧﺼﻮص ﻣﻦ Qur’an Al-Karîm atau dengan sunnah
١١
اﻟﻜﺮﱘ yang shahih atau dengan perkataan
Sesuatu yang berasal dari al-Qur’ân sahabat r.a.
berupa penjelasan atau uraian bagi Menurut Mana’ al-Qatthân
sebahagian ayatnya, atau sesuatu yang ﻋﻠﻰ ﻳﻌﺘﻤﺪ اﻟﺬي ﺑﺎﳌﺄﺛﻮرﻫﻮ اﻟﺘﻔﺴﲑ
berasal dari Rasul (hadîts, penulis),
atau yang berasal dari para sahabat ، ﻣﻦ ﺗﻔﺴﲑ اﻟﻘﺮأن ﺑﺎ اﻟﻘﺮأن،...ﺻﺤﻴﺢ اﳌﻨﻘﻮل
ra dan dari tabi’in, selama (semua itu) أو،أو ﺑﺎ ﻟﺴﻨﺔ ﻷ ﺎ ﺟﺎءت ﻣﺒﻴﻨﺔ ﻟﻜﺘﺎب اﷲ
berupa penjelasan atau uraian
mengenai maksud Allâh Swt dari nash ﲟﺎ روي ﻋﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻷ ﻢ أﻋﻠﻢ اﻟﻨﺎس
kitab al-Qur’ân. أو ﲟﺎ ﻗﺎﻟﻪ،ﺑﻜﺘﺎب اﷲ
Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm al-
Zarqâniy dan Muhammad ‘Âliy al- ﻋﻦ ﻏﺎﻟﺒﺎ ذاﻟﻚ ﺗﻠﻘﻮا ﻢ ﻷ٤١اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ
Shabûniy meberikan pengertian; اﻟﺘﺎﺑﻌﲔ ﻛﺒﺎرTafsîr bi al-ma’sûr adalah
، أو ﻛﻼم اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ، أو اﻟﺴﻨﺔ،ﻣﺎ ﺟﺎء ﰲ اﻟﻘﺮأن tafsîr yang berdasarkan pada
ﺑﻴﺎﻧﺎ kutipan-
kutipan/riwayat yang shahîh …, berupa
٢١ﳌﺮاد اﷲ ﺗﻌﺎﱃ tafsîr al-Qur’ân dengan al-Qur’ân,
atau dengan Sunnah (karena Sunnah
11
berfungsi sebagai penjelasan bagi
Muhammad Husain al-Dzahabiy, al-
kitab Allâh), atau dengan riwayat yang
Tafsîr wal-Mufassirûn, Qahirah: Maktabah al-
Wahbah, 1995, Jilid II, hal. 163, Defenisi ini berasal dari para sahabat (karena
juga dirujuk oleh Muhammad Shafa Ibrâhîm mereka termasuk orang yang paling
Haqqiy, sehingga ia mendefenisikannya mengerti dengan kitab Allâh), atau
sebagai berikut: dengan perkataan para tabi’in besar,
، اﻟﻤﻘﺼﻮد ﻣﻦ اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ ﺑﺎاﻷﺛﺮ ﺗﻔﺴﯿﺮ اﻟﻘﺮأن ﺑﺎﻟﻘﺮأن
ﺗﻔﺴﯿﺮ اﻟﻘﺮأن ﺑﻤﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﻟﺮﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ اي
وﺑﺎﻗﻮال اﻟﺘﺎﺑﻌﯿﻦ، واﻗﻮال اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ وﻣﺎ ﺛﺒﺖ ﻋﻨﮭﻢ، ﺳﻨﺔQur’an, Jakarta: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,
Haqqiy, Ibrâhîm Shafa Muhammad 2003, hal. 67.
‘Ulûm al-Qur’ân min Khilâl Muqaddimah al- 13
Hasan Yunus ‘Ubaidu , Dirâsât wa
Tafsîr, Beirut: Maktabah al-Risâlah, 2004, juz. Mabâhis fî Târîkh wa Manâhij al-Mufasirîn
III, hal. 227. Mesir : Markazd al-Kitâb linnasyar, t.th, hal.
12
Lihat Muhammad abd al-‘Azhim al- 20.
Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al- 14
Mana’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits
Qur’an, Beirut: Dar al-Kitâb al-‘Arabiy, 1995, fi ‘Ulûm al-Qur’ân, Al-Qahirah: Maktabah
Juz. II, hal. 12, atau lihat juga Muhammad
Wahbah, 2007, hal. 338.
‘Aliy al-Shabûniy, Al-Tibyân fi ‘Ulum al-
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir
berbagai bentuk lainnya), kemudian al- اﻟﺘﺎﺑﻌﯿﻦ و اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻋﻦ اﻟﻤﺨﺘﻠﻔﺔ اﻷﻗﻮال ﺑﯿﻦ اﻟﺠﻤﻊ
Qur’ân dengan Sunnah., c) ﺑﯿﺎنD اﻟﺮﺳﻮلD( ﷲPerbedaan pendapat antara tabi’in dan
ﺻﻠﻰD ﷲD ﻋﻠﯿﮫD وD ﺳﻠﻢD ﻷﯾﺔD وD ﺗﻔﺴﯿﺮهD ﻟﮭﺎD ﻣﻘﺪمD ﻋﻠﻰsahabat diselesaikan secara al-
( وﺗﻔﺴﯿﺮ ﺑﯿﺎن أيPenjelasan dan penafsiran jam’u/kompromikan) Berdasarkan
Rasul terhadap suatu ayat diutamakan kaidah ini dapat dipahami bahwa tafsîr
daripada penjelasan apapun) Dari bi al-ma’tsur –antara perkataan sahabat
Kaidah ini dapat dipahami bahwa dan tabi’în- selama memiliki jalur
apabila telah ada keterangan Nabi sanad yang shahîh, tidak akan
terhadap makna suatu ayat, maka bertentangan, dan yang ada hanyalah
keterangan lain tidak dapat tanawwu’/fariasi penafsiran. Maka
diperpegangi jika menyalahi ketika ada perbedaan diselesaikan
keterangan Nabi ini., d) ﻓﻲ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻗﻮلdengan cara mengkompromikan
( ﺑﻌﺪ ﻣﻦ ﻗﻮل ﻋﻠﻰ ﻣﻘﺪم اﻟﺘﻔﺴﯿﺮPendapat keduanya, dan jika tidak bisa dilakukan
sahabat mengenai tafsîr lebih dengan tarjîh., h) اﻻ اﻹﺳﺮاﺋﯿﻠﯿﺎت اﻋﺘﻤﺎد ﻋﺪم
didahulukan dari pada pendapat orang- ( ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺷﺎھﺪه ﺻﺢ ﻣﺎisrâ’iliyât18 tidak
orang [belakangan] setelahnya.), e) ﻗﻮلdapat diperpegangi kecuali memiliki
ﺑﻌﺪ ﻣﻦ ﻗﻮل ﻋﻠﻰ ﻣﻘﺪم اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ ﻓﻲ اﻟﺘﺎﺑﻌﻲsyahid yang shahîh) Kaidah ini
(Pendapat tabi’in mengenai tafsîr lebih menunjukkan kehati-hatian para
didahulukan dari pada pendapat orang- mufassir terhadap cerita isrâiliyât. Dan
orang [belakangan] setelahnya). Kaidah ini merupakan wujud dari perwujudan
1, 2, 4 dan 5 di atas menjelaskan bahwa
al-kitâb: ahli terkait Nabi hadîts ﻻ
sumber tafsîr yang paling utama adalah
al-Qur’ân, kemudian al-Sunnah, وﻗﻮﻟﻮا،ﺗﺼﺪﻗﻮا أﻫﻞ اﻟﻜﺘﺎب وﻻ ﺗﻜﺬﺑﻮاﻫﻢ
kemudian qaul al-shahabah dan
kemudian qaul al-tabi’in. Maka
أﻣﻨﺎ ﺑﺎ اﷲ وﻣﺎ أﻧﺰل ﻋﻠﻴﻨﺎ
penafsiran sunnah pada dasarnya tidak
boleh menyalahi al-Qur’ân, qaul al- b. Tafsîr bi al-Ra’yi/ al-Ma’qul
shahabah tidak boleh menyalahi Secara bahasa kata اﻟﺮأي
sunnah, dan qaul al-tabi’in tidak boleh merupakan mashdar dari kata رأىDﯾﺮى،
menyalahi qaul al-shahabah serta yang di dalam pemakaiannya
pendapat mufassir berikutnya tidak digunakan untuk penglihatan mata.
boleh menyalahi qaul al-tabi’in dan Selain untuk istilah penglihatan mata,
sumber tafsîr di atasnya., f) ﯾﺆﺧﺬ ﻻ
( ﺗﺨﺮﯾﺠﮫ و ﺛﺒﻮﺗﮫ ﺑﻌﺪ ﺑﺎﻟﻤﺄﺛﻮراﻻ اﻟﺘﻔﺴﯿﺮTafsîr yang menyebabkan dha’îf-nya tafsir bi al-
bi al-ma’tsur pada dasarnya tidak akan ma’tsûr yaitu: a. Tercampurnya antara riwayat
digunakan kecuali setelah dipastikan yang shahih dengan yang tidak, b. adanya
[ke-shahîh-annya] dan pen-takhrîj- riwayat isrâ’iliyat, c. adanya usaha kelompok
mazhab yang menisbahkan perkataan/pendapat
annya). Sesuai dengan kaidah ini, tafsîr mereka kepada para sahabat nabi, dan d.
bi al-ma’tsûr haruslah dinilai kualitas Adanya usaha dari kaum zindiq untuk merusak
sanadnya, sebagai mana hadîts Nabi agama dengan menisbahkan perkataan dusta
yang lain. Menurut penulis, Kaidah ini kepada nabi dan para sahabat ataupun tabi’in.
‘Aliy al-Shabûniy, Al-Tibyân fi ‘Ulum al-
menjadi jawaban terhadap banyaknya Qur’an…, h. 70-71
kemungkinan yang menyebabkan 17 18
Isrâiliyât adalah istilah yang diberikan
lemahnya tafsîr bi al-ma’tsur., g) ulama untuk riwayat atau kisah masa lalu yang
tidak berasal dari Islam, tetapi justru
didapatkan dari berita ahl al-kitab (Yahudi dan
17
Menurut al-Shabûniy, ada 4 sebab Nasrani).
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir
36
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al- 38
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2…, h. 112-113
37
Qur’an 2,….. hlm. 116
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al- 39
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2,….. hlm. 111-112. Qur’an 2,…. hlm. 116
52 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018
mengakhirkan dhamir
ghaibإﯾﺎﻛﻢ dan
mendahulukan dhamir
ھﻢpada ﻧﺮزﻗﮭﻢ. Kata إﻣﻼق
ﺧﺸﯿﺔmenunjukkan bahwa
kelaparan telah terjadi,
sedangkan maksud
pendahuluan dhamir ھﻢdari
pada dhamir ﻛﻢbertujuan
untuk meyakinkan
mukhatab (lawan bicara)
tentang jaminan Allah
terhadap rezki anak
disamping juga orang
tuanya.41
2) Membandingkan ayat Alquran
dengan al-Hadist yang
terkesan bertentangan
padahal tidak. Misalnya;
40
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2…, hlm. 117.
41
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2…, hlm. 117-118.
54 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018
َﻳﺎ َأﻳَﱡـ ﻬﺎ اﱠﻟﺮ ُﺳﻮُل َﺑـﱢﻠ ْﻎ َﻣﺎ ُأﻧَﺰل ِإَْﻟﻴ َﻚ demikian setelah perang uhud
ِﻣ ْﻦ َرﱢﺑ َﻚ َوِإ ْن َْﱂ peristiwa yang sama tidak akan
َﺗْـ ﻔ َﻌ ْﻞ َﻓ ِر َﺳﺎَﻟَﺘُﻪ َواﻟﻠﱠُﻪ ﻳَـ ْﻌ ِﺼ ُﻤ terjadi lagi terhadap diri Nabi SAW,
َﻚ ِﻣ َﻦ اﻟﱠﻨﺎ ِس َﻤﺎ ﺑَـﱠﻠ ْﻐ َﺖ
ِإ ﱠن اﻟﻠﱠَﻪ ﻻ ﻳـَ ْﻬ ِﺪي kedua, penafsiran terhadap ayat di
yang apa َﻦ اَْﻟ ْﻘ َﻮم اْﻟ َﻜﺎِﻓ ﺮﻳ atas perlu dilakukan dengan cara
sampaikanlah rasul, Hai dari mentakdirkan kata ‘ishmat yang
diterjemahkan dengan keselamatan
kepadamu diturunkan
jiwa Nabi SAW dari kemungkinan
Tuhanmu. dan jika tidak kamu
pembunuhan yang akan dilakukan
kerjakan (apa yang diperintahkan
oleh musuh Islam, dalam kenyataan
itu, berarti) kamu tidak
Nabi Saw memang tidak wafat
menyampaikan amanat-Nya. Allah
ketika perang uhud tersebut,
memelihara kamu dari (gangguan)
meskipun cidera dengan patah
manusia. Sesungguhnya Allah tidak
gigi.43
memberi petunjuk kepada orang-
3) Membandingkan penafsiran ulama
orang yang kafir.[Qs. Al-
dengan ulama lainnya atau
Maidah/5:67]
membandingkan aliran tafsir dengan
Zahir ayat mengisyaratkan
aliran tafsir lainnya, atau antara
bahwa Allah SWT akan selalu
sunni dan syi’ah.
melindungi dan memelihara
Setiap metode tentang
keselamatan dan jiwa Nabi SAW,
penafsiran ada mempunyai
baik dari kemungkinan pelukaan
keistimewaan dan mempunyai
maupun pembunuhan yang akan
kelemahan. Adapun keistimewaan
dilakukan oleh musuh-musuh Islam.
metode muqâran ini adalah lebih
Namun demikian al-Zarkasi
bersifat objektif, kritis dan
mengatakan ada riwayat shahih
berwawasan luas. Sedangkan yang
yang menginformasikan bahwa
menjadi kelemahan dalam metode
ketika terjadi perang uhud (3 H/625
ini terletak pada kenyataan bahwa
M), Nabi SAW sempat terluka oleh
metode muqâran tidak bisa
musuh yang memeranginya
digunakan untuk menafsirkan semua
sehingga patah giginya. Jika
ayat Alquran sebagaimana halnya
demikian halnya bagaimana dengan
dengan metode tahlîlî dan ijmâlî.44
ayat di atas yang menyatakan bahwa
Allah akan menjamin keselamatan Adapun kitab tafsir secara
Nabi SAW.42 spesifik menggunakan metode muqâran
Untuk menyelesaikan
relatif jarang atau langka, diantaranya
kontradiktif antara ayat dan hadis
adalah:
yang dimaksud oleh al-Zarkasi, al-
1) Durrat al-Tanzil wa Qurrat al-
Zarkasi memberikan dua bentuk
Ta’wil, karya al-Khatib al-Iskafi
alternatif: pertama, peristiwa perang
(w. 420 H/1029 M)
uhud terjadi sebelum ayat 67 surat al-
Maidah turun, peristiwa ini terjadi
pada tahun ke 3 H, sedangkan surat
al-Maidah ayat 67 ini termasuk ke 43
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
dalam surat al-Madaniyah, dengan Qur’an 2…, hlm. 122.
44
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
42 Qur’an 2…, hlm. 127.
Qur’an 2…, hlm. 122.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir
45
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al- 48
Farmawi al, Abd al-Hayy, Mu jam al-
Qur’an 2…, hlm. 127. Alfaz wa al-a’lam al-Our’aniyah, Dar al-
46
Luis Ma’luf, Al Mun jid fr al-Lughah `ulum, Kairo, 1968, hlm. 52.
wa al-A‘lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1987, 49
Sadr, Muhammad Baqir, “Pendekaian
hlm. 905. Temalik Terhadap Tafsir AI-Qur’an “, dalam
47
Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Ulumul Quan, Vol I, No. 4, 1990, hlm. 34.
Maudlin’i Pada Masa Kini, Kalam Mulia, 50
Sadr, Muhammad Baqir,
Jakarta, 1990, hlm. 83-84. “Pendekaian Temalik …, h. 34
56 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018
hal itu sulit dilakukan, dipandang sesuai dengan asbabun nuzul kalau
memadai dengan menyeleksi ayat- perlu.
ayat yang mewakili Sama halnya dengan metode-
(representative).51 Adapun prosedur metode tafsir yang lain, metode
tafsri maudhû’î adalah menentukan maudhû’î juga memiliki
bahasan Alquran yang akan diteliti keistimewaan dan kelemahan.
secara tematik, melacak dan Adapun yang menjadi
mengoleksi ayat-ayat sesuai topik keistimewaan dari metode ini
yang diangkat, menata ayat tersebut adalah penafsirannya bersifat luas,
secara kronologis, mendahulukan mendalam, tuntas dan sekaligus
ayat-ayat makiyah dari ayat-ayat dinamis. Sedangkan yang menjadi
maadaniyah, mengetahui korelasi kelemahannya adalah tidak dapat
(munasabâh) ayat-ayat tersebut, menafsirkan ayat-ayat Alquran
melengkapi bahasan dengan hadis- secara keseluruhan, seperti yang
hadis terkait, dan mempelajari ayat- telah di lakukan oleh metode ijmâlî
ayat secara tematik dan dan tahlîlî.53
konperhensif dengan cara Adapun diantara kitab tafsir
mengkoleksi ayat-ayat yang yang menggunakan metode
menurut makna yang sama, maudhû’î ini adalah;
mengkompromikan pengertian 1) Al-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an,
yang umum dan yang khusus, karya Ibn Qayyim al-Jauzi (691-
mutlaq dan muqayyad, 751 H/ 1021- 1350 M)
mengsinkronkan ayat-ayat yang 2) Al-Mar’ah fi al-Qur’an, karya
tampak kontradiktif, menjelaskan Muhammad al-Aqqad
nasikh dan mansukh, sehingga 3) Makanah al-Mar’ah fi
semuanya memadu kedalam suatu Alquranal-Karim wa al-Sunnah
muara, tanpa perbedaan atau al-Shahihah, karya Muhammad
pemaksaan dalam penafsiran.52 Biltaji
Dari beberapa gambaran di 4) Ayat al-Ijtihadi fi Alquranal-
atas dapat dirumuskan bahwa tafsir Karim Dirasah Maudhû’îyah wa
maudhû’î ialah upaya menafsirkan Tarikhiyyah wa Bayaniyyah,
ayat-ayat Alquran mengenai suatu karya Kamil Salamah al-Daqs
terma tertentu, dengan 5) M. Quraiah Shihab, “Penafsiran
mengumpulkam semua ayat atau Khalifah dengan Metode
sejumlah ayat yang dapat mewakili Tematik”, dalam Membumikan
dan menjelaskannya sebagai suatu AI-Qur’ an.
kesatuan untuk memperoleh 6) Nahw Tafsir Maudhû’î li Suwar
jawaban atau pandangan al-Quran Alquranal-Karim, karya
secara utuh tentang terma tertentu, Muhammad al-Ghazali.54
dengan memperhatikan tertib a. Tartib as-Suar
turunnya masing-masing ayat dan Berbeda dengan mudhu’I dan
muqarran, tartib as-Suar55,
51
Farmawi al, Abd al-Hayy, AI-
Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Matba’ah al- 53
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Hadarah al`Arabiyah, Kairo, 1977, hlm. 62.
52 Qur’an 2…., h. 131.
Farmawi al, Abd al-Hayy, AI- 54
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i….,hlm. 61-
Qur’an 2…., hlm. 131.
62.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir
65
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, 67
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Semarang: Toha Putra, t.th, juz I, hal. 290
66
Qur’an…, hal. 137.
Al-Farmawi, Metode Tafsir 68
Ali Iyyazi, al-Mufassirun Hayatuhum
Maudhui… ,hal. 34. wa Manahijuhum,… hal. 60.
60 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018
69
Ignez Gold Zhiher, Mazahib al-Tafsir
al-Islamiy, Bairut: Dar Iqra’, 1983, cet ke-3, 73
Muhammad Quraish Shihab,
hal. 238
70
Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan,
Ali Iyyazi, al-Mufassirun,… hal. 833.
1993, cet ke-3, hal. 179.
71
Sipiana dan M. Karrman, Ulumul 74
Muhammad Quraish Shihab,
Qur’an … hal. 308.
72
Membumikan Al-Qur’an,… hal. 179.
Amin Suma, Studi ilmu-ilmu al- 75
Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-
Qur’an,… hal. 139 Qur’an…, hal. 139-140.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir