Anda di halaman 1dari 27

METODOLOGI TAFSIR

Aldomi Putra
Dosen Ulum Alquran dan Tafsir STAI YASTIS Padang

Abstrak
Tulisan ini tentang metode penulisan, yang menitik beratkan pada
metodologi/metode-metode tafsir, dan metode penelitian tafsir. Dalam
kajian tafsir (interpretation) terhadap teks Alquran, dibutuhkan seperangkat
pengetahuan tentang penafsiran Alquran sehingga tidak bisa dilakuan oleh
banyak orang. Mannā’ Khālil Qathān misalnya memberikan persyaratan
yang begitu ketat (baca; Qathān). Di samping memiliki kriteria bagi
mufassir terhadap teks, yang paling penting lagi adalah ketepatan dalam
mengunakan metode dalam penafsiran Alquran. Metode-metode penafsiran
terhadap teks Alquran meliputi; sumber, intensitas, langkah dan
perspektif/corak (laun). Metode tafsir dari segi sumber terbagi dua yaitu bi
al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi. Metode tafsir dari segi intensitasnya terbagi
kepada ijmali dan tahlili. Metode tafsir dari segi langkah terbagi pada
muqarran, maudhu’I,dan tartib suar. Dan metode tafsir dari segi perspektif
terbagi kepada fiqh, falsafi, sufi, ‘ilmi dan lain sebagainya. Penelitian
terhadap tafsir juga membutuhkan metode. Metode penelitian tafsir lebih
cenderung menggunakan metede kualitatif, ketimbang metode kuantitatif.

Kata Kunci: Metode, Ijmâlî, Tahlîlî, Muqâran, Maudhû’î, dan


Kualitatif

Pendahuluan Thalāl al-Hasan, ia mengatakan metode


Istilah metode-metode dalam (manhaj) dilihat dari sisi bahasa adalah
tulisan ini, juga dipahami dengan cara yang jelas.2 Sementara, kata “logi”
methodology. Jika diperhatikan kata terambil dari istilah Yunani, “logos”,
methodology berasal dari dua kata yaitu yang berarti ilmu. Dengan demikian,
“metode” dan “logi”. Kata ‘metode’ pengertian sederhana tentang
berasal dari bahasa Yunani, yaitu metodologi adalah ilmu tentang cara
“methodos”, yang juga tersusun terdiri untuk mengerjakan atau melakukan
dari dua terma, yaitu “meta” bermakna sesuatu. Dalam bahasa Inggris,
menuju, melalui, mengikuti, dan term metodologi ditulis dengan
“hodos” bermakna jalan, perjalanan, “methodology”. Sementara, dalam
dan cara atau arah.1 Abu Hilāl al- bahasa Arab, metodologi dapat
‘Askarȋ sebagaimana dikutip oleh diterjemahkan dengan kata “thariqah”
1
Supiana dan M.Karman, Ulumul dan “manhaj”. Dalam bahasa
Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Indonesia, metodologi berarti cara yang
(Bandung: Pustaka Islamika, 2002), cet.I, hal.
302, lihat juga Fuad Hasan dan 2
Thalāl al-Hasan, Manāhij Tafsȋr al-
Koentjaraningrat, Beberapa asa Metodologi
Qur’ān min abhās al-marja’ al-dȋnȋ Al-Sayyid
Ilmiah, Jakarta: Gramedia, 1977, hal. 16
Kamāl al-Haidarȋ, t.t., t.th., hal. 24.

41
42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

teratur dan terpikir baik-baik untuk Dari penejelasan di atas, tulisan


mencapai maksud (dalam ilmu ini mengunakan istilah metode dan
pengetahuan dan sebagainya); cara metode-metode, karena tulisan ini akan
kerja yang bersistem untuk menjelaskan beberapa metode dalam
memudahkan pelaksanaan suatu penafsiran, yang meliputi metode
kegiatan guna mencapai sesuatu yang ijmâlî (secara global), metode tahlîlî
ditentukan.3 Jika “metode” (analitis), metode muqâran (metode
diterjemahkan dengan suatu cara komparasi), dan metode maudhû’î
terpenting untuk mencapai tujuan yang (metode tematik), serta metode
telah ditetapkan, maka metodologi hermeneutika. Setelah menjelaskan
dapat diartikan dengan ilmu yang metode-metode dalam penafsiran
mempelajari suatu cara terpenting dalam tulisan ini juga akan dijelaskan
untuk mencapai tujuan yang telah metode penelitian terhadap tafsir itu
ditetapkan. sendiri.
Ahmad Syukri Shaleh
mendefinisikan metodologi sebagai Metode-Metode Tafsir
wacana tentang cara melakukan sesuatu Kalimat metodologi tafsir adalah
yang disebut dalam bahasa Arab kalimat majemuk yang terambil dari
disebut dengan manhaj/ minhaj, seperti dua kata, yaitu “metodologi” dan
diungkap dalam QS. Al-Maidah (5): “tafsir”. Karena itu, untuk memahami
ayat 48 (yaitu: ‫ و ﺷﺮﻋﺔ ﻣﻨﻜﻢ ﺟﻌﻠﻨﺎ ﻟﻜﻞ‬D‫ﻣﻨﮭﺎﺟﺎ‬ istilah “metodologi tafsir” mesti
), yang berarti “jalan yang terang”.4 berangkat dari penguraian kedua terma
Supiana dan M. Karman menjelaskan, tersebut. Terma metodologi secara
metodologi tafsir adalah cara yang bahasa berasal dari dua kata, yaitu
sistematis untuk mencapai pemahaman “metode” dan “logi”. Kata metode
yang benar tentang maksud Allah berasal dari bahasa Yunani, yaitu
SWT. dalam Alquran, baik yang “methodos”, yang juga tersusun terdiri
didasarkan pada pemakaian sumber- dari dua terma, yaitu “meta” yang
sumber penafsirannya, sistem bermakna menuju, melalui, mengikuti,
penjelasan tafsir-tafsirnya, keluasan dan term “hodos” yang bermakna
penjelasan tafsirnya, maupun yang jalan, perjalanan, dan cara atau arah.6
didasarkan pada sarana dan sistematika Maka, metodologi dapat diartikan
ayat yang ditafsirkannya.5 dengan “cara untuk melakukan
3
Nasaruddin Baidan, Metodologi sesuatu”. Sementara, kata “logi”
Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka terambil dari istilah Yunani, “logos”,
Pelajar, 2002), cet ke-I, hal. 54. Lihat juga Tim yang berarti ilmu. Dengan demikian,
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengertian sederhana tentang
Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
metodologi adalah ilmu tentang cara
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, untuk mengerjakan atau melakukan
1994), cet ke-2, hal. 652 sesuatu. Dalam bahasa Inggris,
4
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi metodologi ditulis dengan
Tafsir al-Qur’an Kontemporer Dalam “methodology”. Sementara, dalam
Pandangan Fazlur Rahman, (Jambi: Sultan
Thaha Press, 2007) cet ke-2, hal. 39. 6
Supiana dan M.Karman, Ulumul
5
Supiana dan M.Karman, Ulumul
Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir,
Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir,…
(Bandung: Pustaka Islamika, 2002), cet.I, hal.
hal. 302
302
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

bahasa Arab, metodologi dapat seseorang pada yang lainnya). Jika


diterjemahkan dengan kata “thariqah” dikatakan ‫ اﻟﺤﺪﯾﺚ أﺛﺮ‬maka maksudnya
dan “manhaj”. Dalam bahasa adalah ‫و‬ ‫رواه‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻏﯿﺮه‬ ‫ﻧﻘﻠﮫ‬
Indonesia, metodologi berarti cara yang (menyampaikan atau meriwayatkannya
teratur dan terpikir baik-baik untuk dari orang lain).8
mencapai maksud (dalam ilmu Sedangkan ‫ اﻷﺛﺮ‬adalah ‫اﻟﺨﺒﺮ اﻟﻤﺮو‬
‫ي‬
pengetahuan dan sebagainya); cara ‫( اﻟﺒﺎﻗﯿﺔ اﻟﺴﻨﺔ و‬khabar yang diriwayatkan
kerja yang bersistem untuk atau sunnah berupa peninggalan)9. Di
memudahkan pelaksanaan suatu dalam Mu’jam al-Washît ‫ ﻣﺄﺛﻮر‬itu
kegiatan guna mencapai sesuatu yang sendiri diartikan dengan ‫ اﻟﺤﺪﯾﺚ‬،‫اﻟﻤﺮوي‬
ditentukan.7 ‫( اﻟﺴﻼف ﻋﻦ اﻟﺨﻼف ورث وﻣﺎ‬hadîts yang
Membincangkan metodologi diriwayatkan, atau sesuatu yang
tafsir/metode-metode tafsir, tidak luput diterima orang belakangan/khalâf dari
dari segi sumber, intensitas, langkah, orang-orang terdahulu/salâf). Ini juga
dan praktik/corak dalam menafsirkan sejalan dengan yang ditulis Ibn
Alquran. Berikut ini dijelaskan metode Manzhûr yaitu: ‫ ﺑﻌﻀﮭﻢ ﺑﮫ اﻟﻨﺎس ﯾﺨﺒﺮ‬،‫ﺑﻌﻀﺎ‬
yang mencakup ke empat segi tersebut. ‫( أي ﯾﻨﻘﻠﮫ ﺧﻼف ﻋﻦ ﺳﻼف‬hadîts yang
disampaikan antara sesama manusia
1. Metode Tafsir dari Segi Sumber atau sesuatu yang diterima orang
Berdasarkan sumbernya, tafsîr belakangan/khalâf dari orang-orang
dapat dibagi menjadi dua yaitu tafsîr bi terdahulu/salâf).10 Maka ‫ ﻣﺄﺛﻮر‬dapat
al-ma’tsûr dan tafsîr bi al-Ra’yi. didefenisikan sebagai
a. Tafsîr bi al-Ma’tsûr/ Manqûl istilah/penyebutan untuk sesuatu yang
1) Pengertian Tafsîr bi al-Ma’tsûr diterima khalâf dari salâf baik berupa
Terkait dengan poin ini ada tiga ilmu, hadîts, riwayat, dan lain
istilah yang memiliki makna sama yang sebagainya. Jadi dinamai dengan nama
sering dipakai, yaitu: bi al-ma’tsûr, bi ma’tsûr (dari kata atsâr yang berarti
al-manqûl dan bi al-Riwâyah. Kata bi sunnah, hadîts, jejak, peninggalan)
al-ma’tsûr dipakai sebagai antonim bi karena dalam melakukan penafsiran
al-Ra’yi, Kata bi al-manqûl/’naqli seorang mufassir menelusuri jejak atau
dipakai sebagai antonim bi ma’qûl/ peninggalan masa lalu dari generasi
‘aqli dan bi al-Riwâyah berlawanan sebelumnya terus sampai kepada Nabi
dengan bi al-Dirâyah. Tafsîr bi al- Saw. Adapun manqûl merupakan
ma’tsûr secara bahasa terdiri dari dua berasal dari kata ‫ ﻣﺎ‬D‫ ﻋﻠﻢ‬,)‫ﻧﻘﻞ‬- D‫ﯾﻨﻘﻞ‬-‫ (ﻧﻘﻼ‬D‫ﻧﻘﻼ‬
kata yaitu tafsîr dan ma’tsûr. Kata ‫ اﻟﺴﻤﺎع أو اﻟﺮواﯾﺔ طﺮﯾﻖ ﻣﻦ‬yang berarti
ma’tsûr merupakan isim maf’ûl dari
kata ً‫( أﺛﺮا‬atsran) dengan makna manqûl 8
Sebagaimana yang dikutip oleh Shâlah
(sesuatu yang disampaikan dari abd al-Fattâh al-Khâlidiy dari Mu’jam al-
Washît. Lebih lanjut lihat Shâlah abd al-Fattâh
al-Khâlidiy (selanjutnya disebut dengan al-
7
Nasaruddin Baidan, Metodologi Khâlidiy), Ta’rif al-Dârisîn bi Manâhij al-
Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Mufassirîn, (Damaskus: Dar al-Qalam, 2002),
Pelajar, 2002), cet ke-I, hal. 54. Lihat juga Tim hal. 199.
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan 9
di dalam lisan al-‘Arab ‫ اﻟﺨﺒﺮ‬diartikan
Pengembangan Bahasa Departemen dengan (sesuatu yang disampaikan), lihat. Ibn
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar manzhur, Lisan al-Arab, Qahirah: Dar al-
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Ma’arif, t.th, hal. 25.
1994), cet ke-2, hal. 652. 10
Ibn manzhur, Lisan al-Arab…hal. 25.
44 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

(sesuatu yang diketahui lewat cara Sesuatu yang berasal dari al-Qur’ân,
periwayatan atau proses mendengar) atau Sunnah maupun perkataan
Sedangkan secara terminologi sahabat yang menjelaskan maksud
tafsîr bi al-ma’tsûr adalah sebagaimana Allâh Swt (di dalam al-Qur’ân,
yang didefenisikan para ahli berikut penulis)
ini: Muhammad Husain al-Dzahabiy Menurut Hasan Yunus ‘Ubaidu
mendefinisiakan; definisinya adalah;
‫ﻣﻦ اﻟﺒﻴﺎن وﺗﻔﺼﻴﻞ‬ ‫ﻣﺎ ﺟﺎء ﰲ اﻟﻘﺮأن‬ ‫اﻟﺘﻔﺴﲑ ﺑﺎﳌﻌﺜﻮر ﻫﻮ ﺑﻴﺎن ﻣﻌﺎﱐ اﻵﻳﺎت اﻟﻘﺮآﻧﻴﺔ‬
‫ﻟﺒﻌﺾ‬ ‫ﻧﻔﺴﻪ‬ ‫و‬
‫ وﻣﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﻟﺮﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ‬،‫اﻳﺎﺗﻪ‬ ‫ﺷﺮﺣﻬﺎ ﲟﺎ ورد ﰲ اﻟﻘﺮآن اﻟﻜﺮﱘ أو اﻟﺴﻨﺔ اﻟﺼﺤﻴﺤﺔ أو‬
‫ وﻣﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ رﺿﻮان اﷲ‬،‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ ‫اﷲ‬ ‫رﺿﻮان‬ ‫اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ‬ ‫أﻗﻮال‬
‫ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻣﺎ‬،‫ وﻣﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﻟﺘﺎﺑﻌﲔ‬،‫ﻋﻠﻴﻬﻢ‬ adalah al-ma’tsûr bi Tafsîr Al- ٣١‫ﻋﻠﻴﻬﻢ‬
‫ﻫﻮ ﺑﻴﺎن وﺗﻮﺿﻴﺢ ﳌﺮاد اﷲ ﺗﻌﺎﱃ‬ ayat-ayat makna menjelaskan
Qur’an dan syarahnya dengan Al-
‫ﻛﺘﺎب‬ ‫ﻧﺼﻮص‬ ‫ﻣﻦ‬ Qur’an Al-Karîm atau dengan sunnah
١١
‫اﻟﻜﺮﱘ‬ yang shahih atau dengan perkataan
Sesuatu yang berasal dari al-Qur’ân sahabat r.a.
berupa penjelasan atau uraian bagi Menurut Mana’ al-Qatthân
sebahagian ayatnya, atau sesuatu yang ‫ﻋﻠﻰ‬ ‫ﻳﻌﺘﻤﺪ‬ ‫اﻟﺬي‬ ‫ﺑﺎﳌﺄﺛﻮرﻫﻮ‬ ‫اﻟﺘﻔﺴﲑ‬
berasal dari Rasul (hadîts, penulis),
atau yang berasal dari para sahabat ،‫ ﻣﻦ ﺗﻔﺴﲑ اﻟﻘﺮأن ﺑﺎ اﻟﻘﺮأن‬،...‫ﺻﺤﻴﺢ اﳌﻨﻘﻮل‬
ra dan dari tabi’in, selama (semua itu) ‫ أو‬،‫أو ﺑﺎ ﻟﺴﻨﺔ ﻷ ﺎ ﺟﺎءت ﻣﺒﻴﻨﺔ ﻟﻜﺘﺎب اﷲ‬
berupa penjelasan atau uraian
mengenai maksud Allâh Swt dari nash ‫ﲟﺎ روي ﻋﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻷ ﻢ أﻋﻠﻢ اﻟﻨﺎس‬
kitab al-Qur’ân. ‫ أو ﲟﺎ ﻗﺎﻟﻪ‬،‫ﺑﻜﺘﺎب اﷲ‬
Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm al-
Zarqâniy dan Muhammad ‘Âliy al- ‫ ﻋﻦ ﻏﺎﻟﺒﺎ ذاﻟﻚ ﺗﻠﻘﻮا ﻢ ﻷ‬٤١‫اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ‬
Shabûniy meberikan pengertian; ‫ اﻟﺘﺎﺑﻌﲔ ﻛﺒﺎر‬Tafsîr bi al-ma’sûr adalah
،‫ أو ﻛﻼم اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ‬،‫ أو اﻟﺴﻨﺔ‬،‫ﻣﺎ ﺟﺎء ﰲ اﻟﻘﺮأن‬ tafsîr yang berdasarkan pada
‫ﺑﻴﺎﻧﺎ‬ kutipan-
kutipan/riwayat yang shahîh …, berupa
٢١‫ﳌﺮاد اﷲ ﺗﻌﺎﱃ‬ tafsîr al-Qur’ân dengan al-Qur’ân,
atau dengan Sunnah (karena Sunnah
11
berfungsi sebagai penjelasan bagi
Muhammad Husain al-Dzahabiy, al-
kitab Allâh), atau dengan riwayat yang
Tafsîr wal-Mufassirûn, Qahirah: Maktabah al-
Wahbah, 1995, Jilid II, hal. 163, Defenisi ini berasal dari para sahabat (karena
juga dirujuk oleh Muhammad Shafa Ibrâhîm mereka termasuk orang yang paling
Haqqiy, sehingga ia mendefenisikannya mengerti dengan kitab Allâh), atau
sebagai berikut: dengan perkataan para tabi’in besar,
، ‫اﻟﻤﻘﺼﻮد ﻣﻦ اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ ﺑﺎاﻷﺛﺮ ﺗﻔﺴﯿﺮ اﻟﻘﺮأن ﺑﺎﻟﻘﺮأن‬
‫ﺗﻔﺴﯿﺮ اﻟﻘﺮأن ﺑﻤﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﻟﺮﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ اي‬
‫ وﺑﺎﻗﻮال اﻟﺘﺎﺑﻌﯿﻦ‬،‫ واﻗﻮال اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ وﻣﺎ ﺛﺒﺖ ﻋﻨﮭﻢ‬،‫ ﺳﻨﺔ‬Qur’an, Jakarta: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,
Haqqiy, Ibrâhîm Shafa Muhammad 2003, hal. 67.
‘Ulûm al-Qur’ân min Khilâl Muqaddimah al- 13
Hasan Yunus ‘Ubaidu , Dirâsât wa
Tafsîr, Beirut: Maktabah al-Risâlah, 2004, juz. Mabâhis fî Târîkh wa Manâhij al-Mufasirîn
III, hal. 227. Mesir : Markazd al-Kitâb linnasyar, t.th, hal.
12
Lihat Muhammad abd al-‘Azhim al- 20.
Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al- 14
Mana’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits
Qur’an, Beirut: Dar al-Kitâb al-‘Arabiy, 1995, fi ‘Ulûm al-Qur’ân, Al-Qahirah: Maktabah
Juz. II, hal. 12, atau lihat juga Muhammad
Wahbah, 2007, hal. 338.
‘Aliy al-Shabûniy, Al-Tibyân fi ‘Ulum al-
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

karena mereka senantiasa


penafsiran tabi’in16. Al-Khâlidiy
mendapatinya dari para sahabat.
menjadikan sumber tafsîr bi al-ma’tsûr
Jika dicermati definisi-definisi di
menjadi 5 macam dengan tidak
atas, maka terdapat beberapa
memasukkan al-Qur’ân- yaitu: Hadîts
persamaan, dan perbedaan. Tetapi
Shahîh yang marfû’ kepada Nabi,
meski demikian penulis dapat
Perkataan shahîh sahabat yang terkait
dirumuskan bahwa; Tafsîr bi al-
dengan penafsiran ayat al-Qur’ân,
ma’tsûr adalah tafsîr yang berdasarkan
Perkataan tabi’in yang shahîh, al-
riwayat yang shahîh. Terutama dengan
qirâ’ât al-syâdz dan al-qirâ’ât al-
Mana’ Khalîl al-Qaththan, ia telah
tafsîriah.
mewanti-wanti pendapat banyak
3) Posisi dan Hukum Tafsîr bi al-
kalangan yang meragukan tafsîr bi al-
Ma’tsûr
ma’tsûr karena banyak dipengaruhi
Tafsîr bi al-Ma’tsûr wajib diikuti
oleh riwayat isrâiliyât dan riwayat
dan diambil jika terbukti shahîh .
yang dha’îf. Maka baginya sesuatu
Karena terjaga dari penyelewengan
yang dikatakan dengan tafsîr bi al-
makna kitab Allâh. Ibnu Jarîr berkata,
ma’tsûr mestilah bersumber dari
“Ahli tafsîr yang paling tepat mencapai
riwayat yang shahîh .15 Penafsiran
kebenaran adalah yang paling jelas
Tafsîr bi al-ma’tsûr dapat berupa al-
hujjah-nya terhadap sesuatu yang dia
Qur’ân, Sunnah dan perkataan sahabat.
tafsir-kan dengan dikembalikan tafsir-
Khusus dengan perkataan tabi’in
nya kepada Rasûl Allâh dengan khabar-
terdapat perbedaan di kalangan ulama.
khabar yang tsâbit dari beliau dan tidak
Singkatnya tafsîr bi al-ma’tsûr
keluar dari perkataan salâf.”
adalah tafsîr yang berdasarkan pada
4)Qaidah Tafsîr Terkait Tafsi bi al-
riwayat yang shahîh , berupa tafsîr al-
ma’tsur
Qur’ân dengan al-Qur’ân, dengan
al- bi tafsîr dengan Terkait yang
Sunnah, atau dengan riwayat yang
‫ ﺗﻔﺴﯿﺮ‬kaidah beberapa terdapat ma’tsur
berasal dari para sahabat, serta
‫ اﻟﻘﺮأن‬a) yaitu: al-Khâlidiy oleh ditulis
menghindari pembicaraan yang tidak
‫ﺑﺎﻟﻘﺮأن ھﻮ اﻷﺳﺎس ﻟﻤﺎ ﺑﻌﺪه ﻣﻦ اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ‬
terkait lansung dengan penafsiran, ‫( ﺑﺎﻟﻤﺄﺛﻮر‬tafsîr al-Qur’ân dengan al-
selama tidak ada riwayat yang shahîh Qur’ân adalah dasar bagi tafsîr bi al-
tentang itu. ma’tsur selainnya), b) ‫ﺑﺎﻟﺴﻨﺔ اﻟﻘﺮأن ﺗﻔﺴﯿﺮ‬
‫واﻷھﻤﯿﺔ اﻟﻤﻨﺰﻟﺔ ﻓﻲ ﺑﺎاﻟﻘﺮأن اﻟﻘﺮأن ﺗﻔﺴﯿﺮ ﯾﻠﻲ‬
2) Sumber-sumber tafsîr bi al- (dari sisi kedudukan dan arti
Ma’tsûr pentingnya, tafsîr al-Qur’ân dengan
Di dalam menentukan sumber Sunnah berada setelah tafsîr al-Qur’ân
tafsîr bi al-ma’tsûr para ulama berbeda dengan al-Qur’ân). Dari dua kaidah ini
pendapat, di antaranya al-Rûmiy dapat dipahami bahwa tafsîr yang
menjadikan sumber tafsîr bi al-ma’tsûr paling utama adalah tafsîr al-Qur’ân
itu menjadi 4 macam yaitu: al-Qur’ân, dengan al-Qur’ân (ini bisa dalam
Sunnah Nabi, Perkataan sahabat dan bentuk bayân al-mujmâl, taqyîd al-
muthlaq, takhshîh al-‘âm, bayân al-
mantuq dengan al-mafhûm, dan
15
Hal ini pulalah nantinya yang sangat
ditekankan oleh al-Khalidi ketika membahas 16
Fahd ‘Abd al-Rahmân Sulaimân al-
mengenai sumber-sumber tafsir bi al-ma’tsur. Rûmiy, Buhust fi Ushul al-Tasfsir, t.tp,
Ini akan penulis jabarkan pada poin berikutnya. Maktabah Al-Taubah, t.th, hal. 73-78
46 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

berbagai bentuk lainnya), kemudian al- ‫اﻟﺘﺎﺑﻌﯿﻦ و اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻋﻦ اﻟﻤﺨﺘﻠﻔﺔ اﻷﻗﻮال ﺑﯿﻦ اﻟﺠﻤﻊ‬
Qur’ân dengan Sunnah., c) ‫ ﺑﯿﺎن‬D‫ اﻟﺮﺳﻮل‬D‫( ﷲ‬Perbedaan pendapat antara tabi’in dan
‫ ﺻﻠﻰ‬D‫ ﷲ‬D‫ ﻋﻠﯿﮫ‬D‫ و‬D‫ ﺳﻠﻢ‬D‫ ﻷﯾﺔ‬D‫ و‬D‫ ﺗﻔﺴﯿﺮه‬D‫ ﻟﮭﺎ‬D‫ ﻣﻘﺪم‬D‫ ﻋﻠﻰ‬sahabat diselesaikan secara al-
‫( وﺗﻔﺴﯿﺮ ﺑﯿﺎن أي‬Penjelasan dan penafsiran jam’u/kompromikan) Berdasarkan
Rasul terhadap suatu ayat diutamakan kaidah ini dapat dipahami bahwa tafsîr
daripada penjelasan apapun) Dari bi al-ma’tsur –antara perkataan sahabat
Kaidah ini dapat dipahami bahwa dan tabi’în- selama memiliki jalur
apabila telah ada keterangan Nabi sanad yang shahîh, tidak akan
terhadap makna suatu ayat, maka bertentangan, dan yang ada hanyalah
keterangan lain tidak dapat tanawwu’/fariasi penafsiran. Maka
diperpegangi jika menyalahi ketika ada perbedaan diselesaikan
keterangan Nabi ini., d) ‫ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻗﻮل‬dengan cara mengkompromikan
‫( ﺑﻌﺪ ﻣﻦ ﻗﻮل ﻋﻠﻰ ﻣﻘﺪم اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ‬Pendapat keduanya, dan jika tidak bisa dilakukan
sahabat mengenai tafsîr lebih dengan tarjîh., h) ‫اﻻ اﻹﺳﺮاﺋﯿﻠﯿﺎت اﻋﺘﻤﺎد ﻋﺪم‬
didahulukan dari pada pendapat orang- ‫( ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺷﺎھﺪه ﺻﺢ ﻣﺎ‬isrâ’iliyât18 tidak
orang [belakangan] setelahnya.), e) ‫ ﻗﻮل‬dapat diperpegangi kecuali memiliki
‫ ﺑﻌﺪ ﻣﻦ ﻗﻮل ﻋﻠﻰ ﻣﻘﺪم اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ ﻓﻲ اﻟﺘﺎﺑﻌﻲ‬syahid yang shahîh) Kaidah ini
(Pendapat tabi’in mengenai tafsîr lebih menunjukkan kehati-hatian para
didahulukan dari pada pendapat orang- mufassir terhadap cerita isrâiliyât. Dan
orang [belakangan] setelahnya). Kaidah ini merupakan wujud dari perwujudan
1, 2, 4 dan 5 di atas menjelaskan bahwa
al-kitâb: ahli terkait Nabi hadîts ‫ﻻ‬
sumber tafsîr yang paling utama adalah
al-Qur’ân, kemudian al-Sunnah, ‫ وﻗﻮﻟﻮا‬،‫ﺗﺼﺪﻗﻮا أﻫﻞ اﻟﻜﺘﺎب وﻻ ﺗﻜﺬﺑﻮاﻫﻢ‬
kemudian qaul al-shahabah dan
kemudian qaul al-tabi’in. Maka
‫أﻣﻨﺎ ﺑﺎ اﷲ وﻣﺎ أﻧﺰل ﻋﻠﻴﻨﺎ‬
penafsiran sunnah pada dasarnya tidak
boleh menyalahi al-Qur’ân, qaul al- b. Tafsîr bi al-Ra’yi/ al-Ma’qul
shahabah tidak boleh menyalahi Secara bahasa kata ‫اﻟﺮأي‬
sunnah, dan qaul al-tabi’in tidak boleh merupakan mashdar dari kata ‫ رأى‬D‫ﯾﺮى‬،
menyalahi qaul al-shahabah serta yang di dalam pemakaiannya
pendapat mufassir berikutnya tidak digunakan untuk penglihatan mata.
boleh menyalahi qaul al-tabi’in dan Selain untuk istilah penglihatan mata,
sumber tafsîr di atasnya., f) ‫ﯾﺆﺧﺬ ﻻ‬
‫( ﺗﺨﺮﯾﺠﮫ و ﺛﺒﻮﺗﮫ ﺑﻌﺪ ﺑﺎﻟﻤﺄﺛﻮراﻻ اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ‬Tafsîr yang menyebabkan dha’îf-nya tafsir bi al-
bi al-ma’tsur pada dasarnya tidak akan ma’tsûr yaitu: a. Tercampurnya antara riwayat
digunakan kecuali setelah dipastikan yang shahih dengan yang tidak, b. adanya
[ke-shahîh-annya] dan pen-takhrîj- riwayat isrâ’iliyat, c. adanya usaha kelompok
mazhab yang menisbahkan perkataan/pendapat
annya). Sesuai dengan kaidah ini, tafsîr mereka kepada para sahabat nabi, dan d.
bi al-ma’tsûr haruslah dinilai kualitas Adanya usaha dari kaum zindiq untuk merusak
sanadnya, sebagai mana hadîts Nabi agama dengan menisbahkan perkataan dusta
yang lain. Menurut penulis, Kaidah ini kepada nabi dan para sahabat ataupun tabi’in.
‘Aliy al-Shabûniy, Al-Tibyân fi ‘Ulum al-
menjadi jawaban terhadap banyaknya Qur’an…, h. 70-71
kemungkinan yang menyebabkan 17 18
Isrâiliyât adalah istilah yang diberikan
lemahnya tafsîr bi al-ma’tsur., g) ulama untuk riwayat atau kisah masa lalu yang
tidak berasal dari Islam, tetapi justru
didapatkan dari berita ahl al-kitab (Yahudi dan
17
Menurut al-Shabûniy, ada 4 sebab Nasrani).
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

ia juga dapat digunakan terkait dengan


‫(إﻋﺘﻘﺎد‬keyakinan), ‫(ﺗﺪﺑﯿﺮ‬pandangan) dan ‫ ﺑﻌﺪ‬،‫)ﻫﻮ( ﻋﺒﺎرة ﻋﻦ ﺗﻔﺴﲑ اﻟﻘﺮأن ﺑﺎﻹﺟﺘﻬﺎد‬
‫( ﺗﻔﻜﯿﺮ‬pemikiran). Menurut Husain al- ‫ﻣﻌﺮﻓﺔ اﳌﻔ ّﺴﺮ ﻟﻜﻼم اﻟﻌﺮب و ﻣﻨﺎﺣﻴﻬﻢ ﰲ‬
Dzahabiy juga dapat dipakai untuk
makna ‫( إﺟﺘﮭﺎد‬ijtihâd) dan ‫( ﻗﯿﺎس‬qiyas).19 ،‫ وﻣﻌﺮﻓﺘﻪ ﻟﻸﻟﻔﺎظ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ووﺟﻮﻩ دﻻﻟﺘﻬﺎ‬،‫اﻟﻘﻮل‬
Selain dengan istilah ra’yi, tafsîr ini ‫ ووﻗﻮﻓﻪ‬،‫واﺳﺘﻌﺎﻧﺘﻪ ﰲ ذاﻟﻚ ﺑﺎﻟﺸﻌﺮ اﳉﺎﻫﻠﻲ‬
juga dikenal dengan istilah ‘aqli atau
nazhri. Disebut dengan tafsîr ‘aqli ‫و‬ ‫وﻣﻌﺮﻓﺘﻪ ﺑﺎﻟﻨﺎﺳﺦ‬ ،‫اﻟﻨﺰول‬ ‫أﺳﺒﺎب‬ ‫ﻋﻠﻰ‬
karena memang di dalam ‫ وﻏﲑ ذاﻟﻚ ﻣﻦ‬،‫اﳌﻨﺴﻮخ ﻣﻦ اﻳﺎت اﻟﻘﺮأن‬
penafsirannya, seorang mufassîr sangat
memberdayakan akal dan fikirannya. ‫اﻟﱵ‬ ‫اﳌﻔﺴﺮ اﻟﻴﻪ ﳛﺘﺎج‬
Sedangkan dinamakan dengan nazhri ‫ اﻷدوات‬Yaitu istilah untuk penafsiran
karena memang tafsîr ini merupakan Alquran dengan menggunakan ijtihâd,
hasil dari penelitian yang mendalam.20 setelah
Sedangkan menurut Istilah terdapat seorang mufassîr tersebut menguasai
beberapa defenisi yang diberikan ulama kalam Arab dan pemakaiannya di
yaitu: Menurut Mana’ Khalîl al- dalam perkataan, mengetahui bahasa
Qaththan; Arab, dan wujuh dilalahnya, serta
‫ﻫﻮ ﻣﺎ ﻳﻌﺘﻤﺪ ﻓﻴﻪ اﳌﻔﺴﺮ ﰲ ﺑﻴﺎن اﳌﻌﲎ ﻋﻠﻰ‬ usahanya untuk merujuk kepada sya’ir
‫ﻓﻬ ﻤ ﻪ ا‬ Arab jahiliyah, asbâb al-nuzûl,
mengetahui nâsikh dan mansûkh, dan
‫ ا ﻟﺮأي ﺑﺎ اﺳﺘﻨﺒﺎﻃﻪ و‬١٢‫ﺮد‬ ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan oleh
‫ ﳋﺎص‬Yaitu tafsîr yang mufassîrnya di para mufassîr
dalam menjelaskan makna hanya Jika kita mencermati defenisi
mengandalkan pemahaman dan meng- demi defenisi, antara satu defenisi
istinbath-kannya dengan menggunakan dengan lainnya tidak ada yang sama.
logika semata. Menurut penulis defenisi pertama tidak
Kemudian Mana’ Khalîl al- bisa dikatakan sebagai defenisi tafsîr bi
Qaththan menambahkan keterangan al-ra’yi, dan tepatnya itu merupakan
terkait defenisi ini. Menurutnya yang defenisi tafsîr bi al-ra’yi al-madzmûm
dimaksud logika semata adalah logika (yang tercela), sedangkan defenisi yang
yang pemahamannya tidak sejalan ke tiga dan yang ke empat, itupun tidak
dengan nilai syari’at, dan biasanya bisa dikatakan sebagai defenisi tafsîr bi
dilakukan oleh ahli bid’ah. Menurut al- al-ra’yi, dan itu hanya dapat dikatakan
Rûmiy mendefinisikan sebagai defenisi tafsîr bi al-ra’yi al-
‫اﻟﻘﺮأن‬ ‫ﺗﻔﺴﲑ‬ ‫ﻋﻦ‬
( ‫)ﻫﻮ‬‫ﻋﺒﺎ ر ة‬ mahmûd (terpuji). Maka defenisi tafsîr
Alquran penafsiran untuk ٢٢‫ﺑﺎﻹﺟﺘﻬﺎد‬ bi al-ra’yi yang tepat –menurut penulis
adalah defenisi yang diberikan oleh al-
istilah Yaitu ijtihâd.
menggunakan
Rûmiy. Singkatnya, tafsîr bi al-ra’yi
dengan dapat diartikan dengan penafsiran al-
Menurut al-Dzahabiy Qur’ân dengan menggunakan ijtihâd,
19
baik berangkat dengan menggunakan
Al-Khâlidî, Ta’rif al-Dârisîn bi
ilmu yang terkait dengannya, maupun
Manâhij al-Mufassirîn…, hal. 413
20
Al-Khâlidî, Ta’rif al-Dârisîn bi hanya dengan logika semata.
Manâhij al-Mufassirîn…,, hal. 413.
21
Mana’ Khalîl al-Qaththân,…, hal. 2. Metode tafsir dari segi intensitas
351. Membincangkan metode-metode
22
Fahd ‘Abd al-Rahmân Sulaimân al- tafsir, dari segi intensitasnya terbagi
Rûmiy, Buhust fi Ushul al-Tasfsir …, hal. 78 .
48 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

dua yaitu metode ijmâlî (secara global), didasarkan kepada kenyataannya


metode tahlîlî (analitis). bahwa pada masa Nabi SAW dan para
sahabatnya dalam menjelaskan
a. Ijmâlî Alquran, bahasa tidaklah menjadi
Secara harfiah, kata Ijmâlî berarti problem dan bukanlah menjadi
ringkasan, ikhtishar, global dan penghalang dalam memahami Alquran.
penjumlahan. Secara istilah metode Ini bukan karena mayoritas sahabat
ijmâlî adalah cara mengemukakan isi merupakan orang-orang Arab dan ahli
kandungan Alquran melalui dalam bahasa Arab, tetapi para sahabat
pembahasan yang bersifat umum mengetahui dengan cermat latar
(global), tanpa uraian apalagi belakang turunnya ayat-ayat Alquran
pembahasan yang panjang dan luas, (asbâb al-Nuzûl), bahkan para sahabat
dan tidak dilakukan secara rinci. 23 Al- terlibat langsung dalam situasi dan
Farmawiy mendefinisikan tafsir ijmâlî kondisi umat ketika ayat
adalah sebagai berikut; Alquranturun.25
‫و ﻫﻮ ﺑﻴﺎن اﻵﻳﺎت اﻟﻘﺮآﻧﻴﺔ ﺑﺎﻟﺘﻌﺮض ﳌﻌﺎﻧﻴﻬﺎ‬ Adapun ciri-ciri metode tafsir
‫إﲨﺎﻻ و ذﻟﻚ ﺑﺄن ﻳﻌﻤﺪ اﻟﺒﺎﺣﺚ إﱃ اﻵﻳﺎت‬ ijmālȋ adalah sebagai berikut: Mufassir
langsung menafsirkan Alquran secara
‫اﻟﻘﺮآﻧﻴﺔ ﻋﻠﻰ‬ garis besar mulai dari awal surat al-
‫ ﻧﻈﻢ و اﻟﺘﻼوة‬٤٢‫اﳌﺼﺤﻒ‬ fātihah sampai akhir surat al-Nās tanpa
perbandingan dan penentuan judul,
‫ ﺗﺮﺗﻴﺐ‬Tafsir ijmâlî adalah menjelaskan penafsirannya ringkas dan umum, tidak
ayat- ayat Alquran dengan ada ruang untuk mengemukakan
mengemukakan pendapat yang serupa, dan sistematika
makna-maknanya secara global, hal itu penulisan dan penyajiannya mengikuti
dengan cara dimana seorang mufassir urutan dan tertib surat-surat dalam
membahas ayat-ayat Alquransesuai Alquran sehingga maknanya saling
dengan tertib bacaan dan susunan berkaitan. 26
yang ada dalam mushaf. Metode ijmālȋ sebagai sebuah
Berdasarkan definisi yang telah metode memiliki keistimewaan dalam
dikemukakan di atas, maka cara kerja menafsirkan Alquran. Adapun
metode ijmâlî adalah menjelaskan keistimewaannya adalah menafsirkan
makna Alquran, ayat demi ayat secara Alquran kelihatan sederhana, mudah
berurutan yang sesuai dengan praktis dan cepat. Termasuk juga
ketentuan mushaf dan dilanjutkan keistiewaannya adalah pesan-pesan
dengan menjelaskan makna ayat secara Alquran mudah ditangkap atau
global, yang mudah dipahami oleh para dipahami.27 Jika diperhatikan
pembaca. keterangan tersebut, patut juga
Metode tafsir ijmâlî ini, jika dikatakan bahwa metode ijmālȋ
diperhatikan secara historis merupakan merupakan kesederhanaan dalam
metode yang paling pertama hadir
dalam sejarah perkembangan
metodologi tafsir. Pernyataan ini
23
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu- 25
Syukri Shaleh, Metodologi Tafsir al-
ilmu al-Qur’an 2, (Jakarta: Pustaka Firdaus, Qur’an Kontemporer,…. hlm. 45-46
2001), hal. 113. 26
Nasaruddin Baidan, Metode
24
Abd al-Hayy al-Farmawiy, al- Penafsiran al-Qur’an…. hlm. 13-14
Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, (Kairo: 27
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Hadrat al-Gharbiyah, 1977), hal. 43. Qur’an 2,…… hlm. 115
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

menafsirkan Alquran, penafsiran Dari penjelasan di atas penulis


dengan menggunakan metode ijmālȋ memahami bahwa metode tafsir ijmâlî
terhindar dari israiliyat28 dan metode adalah metode yang paling mudah
ini juga efektif untuk membentengi untuk memahami ayat-ayat Alquran.
pemikiran-pemikiran yang spekulatif. Disamping itu metode ini memberikan
Disamping keistimewaan metode ijmālȋ kemudahan kepada siapa saja yang
juga memiliki kelemahan. Adapun membaca kitab tafsir yang
yang menjadi kelemahan dari metode menggunakan metode ijmâlî secara
ijmâlî ini terletak pada simplistisnya, langsung bisa memahami maksud dari
yang mengakibatkan penafsiran ayat-ayat Alquran.
terhadap Alquran menjadi dangkal, Setelah dijelaskan pengertian
yang menjadikan pentujuk Alquran metode ijmâlî, kelebihan dan
bersifat parsial (tidak komprehensif), kekurangannya, berikut ini disajikan
dan tidak ada peluang untuk kitab-kitab tafsir yang menggunakan
mengemukakan analisis yang metode ini, ada beberapa kitab tafsir
memadai.29 yang menggunakan metode ijmâlî ini
diantaranya:
28
Usman (Dosen pada Fakultas Syariah
IAIN Mataram) Memahami Isrâ’îliyyât Dalam
1) Al-Tafsir al-Farid li Alquranal-
Penafsiran Al-Qur’an dalam Jurnal Ulumuna, Majid, kitab ini sebanyak 8 jilid
Volume XV Nomor 2 Desember 2011), ia dengan jumlah lebih-kurang 3377
menjelaskan Isrâ’îliyyât merupakan istilah halaman karya Muhammad ‘Abd al-
yang dinisbahkan pada kata “Isrâ’îl”. Kata Mun’im
Isrâ’îl berasal dari bahasa Ibrani yang secara
etimologi berarti “hamba Tuhan”. Lihat Khalaf 2) Marah labib tafsir al-Nawawi/
Muhammad al-Husaynî, Al-Yahûdiyyah bayn tafsir al-unir li Ma’alim al-Tanzil,
al-Masîhiyyah wa alIslâm , Mesir: Al- sebanyak dua Jilid, karangan al-
Mu’assasah al-Misriyyah al-‘Âmmah, 1974, ‘Allamah al-Syaekh Muhammad an-
hlm. 14. Kata Isrâ’îl merujuk pada keturunan
Nawawi al-Jawi al-Bantani (1230-
Nabi Ya’qub as, kemudian juga dikenal dengan
nama Yahudi. Lebih lanjut informasi ini bisa 1314 H/ 1813-1879 M)
dilihat Jalâl al-Dîn al-Mahallî dan Jalâl al-Dîn 3) Al-Tafsir al-Wahid karya
al-Sayûthî, Tafsîr al-Qur’ân al- ’Azhîm Muhammad Mahmud Hijazi,
(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), hlm. 7. Lihat juga, A. sebanyak 3 jilid dengan jumlah
J. Weinsinck, “Israil”, dalam Houtsma, et.al.,
Brill’s First Encyclopedia of Islam 1913-1936, halaman 3000 halaman.
jilid 3 (Leiden: E. J. Brill, 1987), hlm. 555. 4) Tafsir Alquranal-Karim karya
Isrâ’îliyyât secara terminology adalah Mahmud Muhammad Hadan
informasi yang berasal dari ahl al-kitâb baik ‘Ulwan dan Muhammad Ahmad
Yahudi maupun Nasrani yang digunakan untuk
Barmiq sejumlah 6 jilid dengan
menjelaskan nash Alquran. Lihat, Musâ‘id
Muslim ‘Abd al-Lâh Alî Ja’far, Asrâr al- jumlah halaman 3744 halaman.
Tathawwur al-Fikr fî alTafsîr, Beirut: 5) Fath al-Bayan fi Maqashid al-
Mu’assasah al-Risâlah, 1984, hlm. 120. Qur’an, karya Imam al-Mujtahid,
Ahmad al-Syirbâshî mendefinisikan isrâ’îliyyât Shiddiq Hasan Khan sekitar 1248
adalah berita yang diselundupkan oleh orang
Yahudi, Nasrani, atau pun yang lainnya ke
halaman.
dalam Islam. Lihat Ahmad al-Syirbâshî,
Qishshah al-Tafsîr (Beirut: Dâr al-Qalam,
1972), hlm.98.,
29
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2, h. 115
50 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

6) Al-Tafsir al-Wasith yang di Cara kerja metode ini adalah


terbitkan oleh Majma al-Buhu al- bermula dari kosakata yang terdapat
Islamiyah, dan lain sebagainya.30 pada setiap ayat yang akan ditafsirkan
sebagaimana urutan dalam Al-qur’an,
b. Tahlîlî ( Deskriptif Analisis) mulai dari Surah Al Fatikhah hingga
Kata tahlîlî berasal dari kata hala Surah An-Nass, menjelaskan asbabun
yang berarti membuka sesuatu.31 nuzul ayat ini dengan menggunakan
Tahlîlî tersebut termasuk bentuk keterangan yang diberikan oleh hadist
infinitive (mashdar) dari kata hallala (bir riwayah), menjelaskan munasabah,
yang berarti mengurai, menganalisis atau hubungan ayat yang ditafsirkan
serta menjelaskan bagian-bagiannya dengan ayat sebelum atau sesudahnya,
serta fungsinya masing-masing.32 menjelaskan makna yang terkandung
Dengan demikian metode tahlili dapat pada setiap potongan ayat dengan
didefinisikan sebagai metode yang menggunakan keterangan yang ada
berusaha untuk menerangkan makna pada ayat lain,atau dengan
ayat-ayat Alquran dari berbagai menggunakan hadist Rasulullah SAW
aspeknya, baik berdasarkan urutan- ataudengan menggunakan penalaran
urutan ayat atau surah dalam mushaf, rasional atau berbagai disiplin ilmu
dengan memperihatkan kandungan sebagai sebuah pendekatan, dan
lafadz-lafadznya, munasabah ayat- menarik kesimpulan dari ayat tersebut
ayatnya, hadis-hadis yang berhubungan yang berkenaan dengan hukum
dengannya, pendapat-pendapat para mengenai suatu masalah, atau lainnya
mufassir terdahulu dan mufassir itu sesuai dengan kandungan ayat
sendiri yang diwarnai oleh latar tersebut.34
belakang pendidikan dan keahliannya Metode ini juga memiliki
pada diri mufassir itu sendiri. keistimewaan (plus) dan kelemahan
Metode tafsir tahlîlî juga disebut (minus)nya. Adapun keistimewaan
dengan metode tajzi’i tampak metode tahlîlî ini antara lain adalah
merupakan metode tafsir yang paling terletak pada keluesan dan keutuhannya
tua usianya. Muhammad Quraish dalam memahami al-Qur’an,
Shihab menegaskan bahwa metode ini maksudnya dengan metode tahlîlî
lahir jauh sebelum metode maudhu’i. seseorang diajak untuk memahami
Metode ini dikenal semenjak Tafsir l- Alquranmulai dari awal mushaf (al-
Farra’ (w. 206 H/821M), atau Ibn Fatihāh) sampai akhir (surat al-Nās).
Majah (w. 237 H/ 851 M) atau paling Juga termasuk keistimewaannya adalah
lambat al-Thabari (w. 310 H/ 922 M). membahas Alquran dengan rung
33
lingkup yang luas, yang meliputi aspek
bahasa, sejarah, hukum, dan
30
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2, hlm. 114 sebagainya.35 Kendatipun demikian
31
Ahmad bin Faris bin Zakariya, bukan berarti metode ini tidak
Mu’jam Maqais al-Lughah, (Mesir: ‘Isa al- mempunyai kekurangan atau
Babi al-Habi, 1990), juz II, hlm.20 kelemahan, diantra kelemahan metode
32
Ibrahim Musthafa, al-Mu’jam al-
Wasith, (Taheran: al-Maktabah al- Islamiyah, 34
Abudin Nata, Studi Islam
t.t), juz II, hlm. 695
Komperhesif, Jakarta: Kencana, 2011,
33
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
hlm.169
Qur’an 2…, hlm. 110. 35
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2…, hlm. 112.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

tahlîlî adalah kajiannya tidak muqarran, maudhu’I, dan tartib suar.


mendalam, tidak detail dan tidak tuntas Berikut ini adalah penjelasannya.
dalam menyelesaikan topik-topik yang a. Muqâran (Komparatif)
dibicarakan, termasuk juga kelemahan Metode tafsir muqâran adalah
metode tahlîlî terletak pada jalannya tafsir yang dilakukan dengan cara
yang terseok-seok (tidak tersistematis) membanding-bandingkan ayat-ayat
inilah yang dikritik oleh Muhammad Alquran yang memiliki redaksi
Rasyid Ridha.36 berbeda padahal isi kandungannya
sama, atau membandingkan antara
Kitab-kitab tafsir yang telah ayat-ayat yang beredaksi mirip
menggunakan metode tahlîlî ini sangat padahal isi kandungannya
banyak diantaranya adalah sebgai berlainan.38 Termasuk juga ke
berikut. dalam metode muqâran
1) Jami’ al-Bayân Ta’wil Ayi al- menafsirkan ayat-ayat Alquran
Qur’an, 15 jilid dengan jumlah yang kelihatan berlawanan dengan
halaman sekitar 7125, karangan Ibn hadis, padahal pada hakikatnya
Jarir al-Thabari (w. 310 H/922 M) sama sekali tidak ada pertentangan.
2) Tafsir Alquranal-‘Azhim, 4 jilid Definisi yang ditawarkan di
dengan jumlah halaman 2414 atas cukup representatif kiranya
halaman, karangan al-Hafizh Imam untuk memberikan pemahaman
al-Dinal-Qurai Abi al-Fida’ bin bahwa tafsir muqâran antar ayat
Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi (w. merupakan pola penafsiran Alquran
774 H/ 1343 M) untuk ayat-ayat yang memiliki
3) Al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi kesamaan redaksi maupun kasus
al-Ma’tsur karya Jalal al-Din al- atau berbeda redaksinya, namun
Suyuthi ( 849-911 H/ 1445-1505 kasusnya sama begitu juga
M) berjumlah 18 jilid dengan 5600- sebaliknya. Metode tafsir muqâran
6400 halaman. ini juga dapat dilakukan dengan
4) Adhwa’ al-Bayan fi Idhah cara membandingkan antara aliran-
Alquranbi al-Qur’an, karya aliran tafsir dan antara mufassir
Muhammad al-Amin bin dengan mufassir yang lain,
Muhammad al-Mukhtar al-Jakani al- kendatipun perbandingan itu pada
Syanqithi dalam 10 jilid dengan perbedaan metode yang digunakan
6771 halaman oleh mufassir bersangkutan.
5) Al-Kasyf wa al-Bayan ‘an Tafsir al- Dengan demikian, maka bentuk-
Qur’an, karya Abi Ishaq., dan lain bentuk metode penafsiran yang
sebagainya.37 dilakukan dengan muqâran
memiliki objek yang luas dan
3. Metode tafsir dilihat dari segi
banyak.39 Bentuk-bentuk penafsiran
langkahnya
tersebut adalah:
Metode tafsir dilihat dari segi 1) Membandingkan ayat-ayat
langkahnya terbagi pada tiga yaitu, Alquranyang memiliki redaksi

36
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al- 38
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2…, h. 112-113
37
Qur’an 2,….. hlm. 116
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al- 39
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2,….. hlm. 111-112. Qur’an 2,…. hlm. 116
52 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

berbeda tetapi maksudnya sama, namun maksudnya sama, yaitu sama-


atau ayat yang memiliki redaksi sama melarang
mirip tetapi maksudnya berbeda. (mengharamkan) membunuh anak.
Contohnya adalah sebagai berikut Hanya saja sasaran dari ayat itu
ini. berbeda. Ayat yang pertama
ُ‫ُﻗ ْﻞ َﺗـ َﻌﺎﻟَْﻮا َﺣﱠَﺮم َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ ﱠَأﻻ ﺗ‬ sasarannya adalah orang-orang
miskin atau fuqara’, sedangkan ayat
‫ﺸ ُﺮﻛﻮا ِﺑِﻪ‬ ِْ ‫َأْﺗُﻞ َﻣﺎ َرﱡﺑ ُﻜ‬
‫ْﻢ‬
‫َﺷ َوِﺑﺎَْﻟ ﻮاَِﻟ ﺪْﻳ ِﻦ ِإ ْﺣ َﺴﺎًﻧﺎ ََوﻻ َﺗْـ ﻘُﺘـُﻠﻮا‬ yang kedua sasarannya adalah
‫َْأَوﻻ َ ُد ﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ‬ ‫ﻴًﺌﺎ‬
‫ِْإ َﻣ ﻼ ٍق َْﳓ ُﻦ ﻧَْـ ُﺮزُﻗ ُﻜ ْﻢ َِ وإﱠﻳﺎ ُﻫ ْﻢ ََوﻻ َﺗْـ َﻘﺮُﺑﻮا‬ dosa yang besar.[Qs. Al- Isra’/17:31]
‫اَْﻟ َﻔ ﻮا ِﺣ َﺶ َﻣﺎ‬ Kedua ayat di atas menggunakan
redaksi yang berbeda
‫ﻇََﻬﺮ ِﻣْﻨـ َﻬﺎ ََوﻣﺎ َﺑَﻄ َﻦ ََوﻻ َﺗْـُ ﻘﺘـﻠُﻮا اﻟﱠﻨْـ ﻔ‬
‫َﺲ اِﱠﻟﱵ َﺣﱠَﺮم اﻟﱠﻠُﻪ ﱠِإﻻ ِﺑﺎ َْﳊ ﱢﻖ َذِﻟ ُﻜ ْﻢ‬
‫َو ﱠﺻﺎ ُﻛ ْﻢ ِﺑ ﻪ َﻟ ﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺗـ ْ ِﻌ ﻘﻠُﻮ َن‬
:kubacakan "Marilah Katakanlah
apa yang diharamkan atas kamu
oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-
anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezki kepadamu
dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-
perbuatan yang keji, baik yang
nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang
benar". demikian itu yang
diperintahkan kepadamu supaya
kamu memahami(nya).[Qs. Al-
An’am/6:151]
‫ََوﻻ َﺗْـ ﻘُﺘـُﻠﻮا َْأَوﻻ َ ُد ﻛ ْﻢ َﺧ َْﺸﻴَﺔ ِْإ َﻣ ﻼ ٍق َْﳓ ُﻦ‬
‫ﻧَْـُﺮزﻗُـ ُﻬ ْﻢ َوِإﱠﻳﺎ ُﻛ ْﻢ‬
‫ِإ ﱠن َﻗـْﺘـَﻠ ُﻬ ْﻢ َﻛﺎ‬
membunuh kamu ‫ًﲑا‬ ‫َﻛِﺒ‬ ‫َن ِﺧْﻄًﺌﺎ‬
janganlah dan takut karena
anak-anakmu
kemiskinan. kamilah yang akan
memberi rezki kepada mereka dan
juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir
orang-orang kaya
(aghniya’)40 Redaksi
yang berbeda dalam
kedua ayat ini tetapi
maknanya sama adalah ‫إﻣﻼق‬
‫ ( ﻣﻦ‬takut kelapan) pada
surat al-‘An’am ayat 151,
yang demikian belum tentu
terjadi, sedangkan pada
redaksi kedua pada surat al-
Isra’ ayat 31 "‫و ﻧﺮزق ﻧﺤﻦ‬
‫"إﯾﺎﻣﮭﻢ‬yang berarti kelaparan
telah terjadi. Perbedaan
kedua ayat ini terdapat pada
redaksi ‫ﻧﺮزﻗﮭﻢ‬ dengan
mendahulukan dhamir ghaib
yaitu ‫وإﯾﺎھﻢ‬dan mengakhirkan
dhamir ‫إﯾﺎﻛﻢ و‬
, sedangkan pada surat al-
Isra’ redaksi yang digunakan
adalah ‫ﺧﺸﯿﺔ إﻣﻼق‬disamping

mengakhirkan dhamir
ghaib‫إﯾﺎﻛﻢ‬ dan
mendahulukan dhamir
‫ھﻢ‬pada‫ ﻧﺮزﻗﮭﻢ‬. Kata ‫إﻣﻼق‬
‫ﺧﺸﯿﺔ‬menunjukkan bahwa
kelaparan telah terjadi,
sedangkan maksud
pendahuluan dhamir ‫ ھﻢ‬dari
pada dhamir ‫ ﻛﻢ‬bertujuan
untuk meyakinkan
mukhatab (lawan bicara)
tentang jaminan Allah
terhadap rezki anak
disamping juga orang
tuanya.41
2) Membandingkan ayat Alquran
dengan al-Hadist yang
terkesan bertentangan
padahal tidak. Misalnya;

40
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2…, hlm. 117.
41
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2…, hlm. 117-118.
54 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

‫َﻳﺎ َأﻳَﱡـ ﻬﺎ اﱠﻟﺮ ُﺳﻮُل َﺑـﱢﻠ ْﻎ َﻣﺎ ُأﻧَﺰل ِإَْﻟﻴ َﻚ‬ demikian setelah perang uhud
‫ِﻣ ْﻦ َرﱢﺑ َﻚ َوِإ ْن َْﱂ‬ peristiwa yang sama tidak akan
‫َﺗْـ ﻔ َﻌ ْﻞ َﻓ ِر َﺳﺎَﻟَﺘُﻪ َواﻟﻠﱠُﻪ ﻳَـ ْﻌ ِﺼ ُﻤ‬ terjadi lagi terhadap diri Nabi SAW,
‫َﻚ ِﻣ َﻦ اﻟﱠﻨﺎ ِس‬ ‫َﻤﺎ ﺑَـﱠﻠ ْﻐ َﺖ‬
‫ِإ ﱠن اﻟﻠﱠَﻪ ﻻ ﻳـَ ْﻬ ِﺪي‬ kedua, penafsiran terhadap ayat di
yang apa ‫َﻦ‬ ‫اَْﻟ ْﻘ َﻮم اْﻟ َﻜﺎِﻓ ﺮﻳ‬ atas perlu dilakukan dengan cara
sampaikanlah rasul, Hai dari mentakdirkan kata ‘ishmat yang
diterjemahkan dengan keselamatan
kepadamu diturunkan
jiwa Nabi SAW dari kemungkinan
Tuhanmu. dan jika tidak kamu
pembunuhan yang akan dilakukan
kerjakan (apa yang diperintahkan
oleh musuh Islam, dalam kenyataan
itu, berarti) kamu tidak
Nabi Saw memang tidak wafat
menyampaikan amanat-Nya. Allah
ketika perang uhud tersebut,
memelihara kamu dari (gangguan)
meskipun cidera dengan patah
manusia. Sesungguhnya Allah tidak
gigi.43
memberi petunjuk kepada orang-
3) Membandingkan penafsiran ulama
orang yang kafir.[Qs. Al-
dengan ulama lainnya atau
Maidah/5:67]
membandingkan aliran tafsir dengan
Zahir ayat mengisyaratkan
aliran tafsir lainnya, atau antara
bahwa Allah SWT akan selalu
sunni dan syi’ah.
melindungi dan memelihara
Setiap metode tentang
keselamatan dan jiwa Nabi SAW,
penafsiran ada mempunyai
baik dari kemungkinan pelukaan
keistimewaan dan mempunyai
maupun pembunuhan yang akan
kelemahan. Adapun keistimewaan
dilakukan oleh musuh-musuh Islam.
metode muqâran ini adalah lebih
Namun demikian al-Zarkasi
bersifat objektif, kritis dan
mengatakan ada riwayat shahih
berwawasan luas. Sedangkan yang
yang menginformasikan bahwa
menjadi kelemahan dalam metode
ketika terjadi perang uhud (3 H/625
ini terletak pada kenyataan bahwa
M), Nabi SAW sempat terluka oleh
metode muqâran tidak bisa
musuh yang memeranginya
digunakan untuk menafsirkan semua
sehingga patah giginya. Jika
ayat Alquran sebagaimana halnya
demikian halnya bagaimana dengan
dengan metode tahlîlî dan ijmâlî.44
ayat di atas yang menyatakan bahwa
Allah akan menjamin keselamatan Adapun kitab tafsir secara
Nabi SAW.42 spesifik menggunakan metode muqâran
Untuk menyelesaikan
relatif jarang atau langka, diantaranya
kontradiktif antara ayat dan hadis
adalah:
yang dimaksud oleh al-Zarkasi, al-
1) Durrat al-Tanzil wa Qurrat al-
Zarkasi memberikan dua bentuk
Ta’wil, karya al-Khatib al-Iskafi
alternatif: pertama, peristiwa perang
(w. 420 H/1029 M)
uhud terjadi sebelum ayat 67 surat al-
Maidah turun, peristiwa ini terjadi
pada tahun ke 3 H, sedangkan surat
al-Maidah ayat 67 ini termasuk ke 43
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
dalam surat al-Madaniyah, dengan Qur’an 2…, hlm. 122.
44
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
42 Qur’an 2…, hlm. 127.
Qur’an 2…, hlm. 122.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

2) Al-Burhan fi Taujih Mutasyabih al- ayat-ayat lain, kemudian


Qur’an, karya Taj al-Qarra’ al- mengistimbatkan hukum-hukum.48
Kirmani (w. 505 H/ 1111M)45 Menurut al-Sadr bahwa istilah
b. Maudhû’î (tematik) tematik digunakan untuk
Kata maudhû’î berasal dari menerangkan ciri pertama bentuk
bahasa Arab yaitu maudhu’ yang tafsir ini, yaitu mulai dari sebuah
merupakan isim maf’ul dari fi’il terma yang berasal dari kenyataan
madhi wadha’a yang berarti eksternal dan kembali ke Alquran.
meletakkan, menjadikan, la juga disebut sintesis karena
mendustakan dan membuat-buat.46 merupakan upaya menyatukan
Arti maudhu’i yang dimaksud di pengalaman manusia dengan
sini adalah judul atau topik atau Alquran.49
sektor yang dibicarakan, sehingga Namun bukan berarti metode
tafsir maudhû’î berarti penjelasan ini berusaha untuk memaksakan
tentang ayat-ayat Alquran yang pengalaman ini kepada Alquran dan
berkaitan dengan satu menundukkan Alquran kepadanya.
judul/topik/sektor pembicaraan Melainkan menyatukan keduanya
tertentu. Maudhû’î yang dimaksud di dalam konteks suatu pencarian
bukan maudhû’î yang berarti yang tunggal yang ditunjukkan untuk
didustakan atau dibuat-buat, seperti sebuah pandangan Islam mengenai
arti kata hadis maudhu’ yang suatu pengalaman manusia tertentu
berarti hadis yang atau suatu gagasan khusus yang
didustakan/dipalsukan/dibuat- dibawa oleh si mufassir ke dalam
buat.47 Secara istilah pengertian konteks pencariannya. Bentuk tafsir
tafsir maudhû’î (tematik) ialah ini disebut tematik atas dasar
mengumpulkan ayat-ayat Alquran keduanya, yaitu karena ia memilih
yang mempunyai tujuan yang satu sekelompok ayat yang berhubungan
yang bersama-sama membahas dengan sebuah tema tunggal. Ia
judul/topik/sektor tertentu dan disebut sintetis, atas dasar ciri
menertibkannya sedapat mungkin kedua ini karena ia melakukan
sesuai dengan masa turunnya sintesa terhadap ayat-ayat berikut
selaras dengan sebab-sebab artinya ke dalam sebuah pandangan
turunnya, kemudian yang tersusun.50
memperhatikan ayat-ayat tersebut Menurut al Farmawi bahwa
dengan penjelasan-penjelasan, dalam membahas suatu tema,
keterangan-keterangan dan diharuskan untuk mengumpulkan
hubungan-hubungannya dengan seluruh ayat yang menyangkut
terma itu. Namun demikian, bila

45
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al- 48
Farmawi al, Abd al-Hayy, Mu jam al-
Qur’an 2…, hlm. 127. Alfaz wa al-a’lam al-Our’aniyah, Dar al-
46
Luis Ma’luf, Al Mun jid fr al-Lughah `ulum, Kairo, 1968, hlm. 52.
wa al-A‘lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1987, 49
Sadr, Muhammad Baqir, “Pendekaian
hlm. 905. Temalik Terhadap Tafsir AI-Qur’an “, dalam
47
Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Ulumul Quan, Vol I, No. 4, 1990, hlm. 34.
Maudlin’i Pada Masa Kini, Kalam Mulia, 50
Sadr, Muhammad Baqir,
Jakarta, 1990, hlm. 83-84. “Pendekaian Temalik …, h. 34
56 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

hal itu sulit dilakukan, dipandang sesuai dengan asbabun nuzul kalau
memadai dengan menyeleksi ayat- perlu.
ayat yang mewakili Sama halnya dengan metode-
(representative).51 Adapun prosedur metode tafsir yang lain, metode
tafsri maudhû’î adalah menentukan maudhû’î juga memiliki
bahasan Alquran yang akan diteliti keistimewaan dan kelemahan.
secara tematik, melacak dan Adapun yang menjadi
mengoleksi ayat-ayat sesuai topik keistimewaan dari metode ini
yang diangkat, menata ayat tersebut adalah penafsirannya bersifat luas,
secara kronologis, mendahulukan mendalam, tuntas dan sekaligus
ayat-ayat makiyah dari ayat-ayat dinamis. Sedangkan yang menjadi
maadaniyah, mengetahui korelasi kelemahannya adalah tidak dapat
(munasabâh) ayat-ayat tersebut, menafsirkan ayat-ayat Alquran
melengkapi bahasan dengan hadis- secara keseluruhan, seperti yang
hadis terkait, dan mempelajari ayat- telah di lakukan oleh metode ijmâlî
ayat secara tematik dan dan tahlîlî.53
konperhensif dengan cara Adapun diantara kitab tafsir
mengkoleksi ayat-ayat yang yang menggunakan metode
menurut makna yang sama, maudhû’î ini adalah;
mengkompromikan pengertian 1) Al-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an,
yang umum dan yang khusus, karya Ibn Qayyim al-Jauzi (691-
mutlaq dan muqayyad, 751 H/ 1021- 1350 M)
mengsinkronkan ayat-ayat yang 2) Al-Mar’ah fi al-Qur’an, karya
tampak kontradiktif, menjelaskan Muhammad al-Aqqad
nasikh dan mansukh, sehingga 3) Makanah al-Mar’ah fi
semuanya memadu kedalam suatu Alquranal-Karim wa al-Sunnah
muara, tanpa perbedaan atau al-Shahihah, karya Muhammad
pemaksaan dalam penafsiran.52 Biltaji
Dari beberapa gambaran di 4) Ayat al-Ijtihadi fi Alquranal-
atas dapat dirumuskan bahwa tafsir Karim Dirasah Maudhû’îyah wa
maudhû’î ialah upaya menafsirkan Tarikhiyyah wa Bayaniyyah,
ayat-ayat Alquran mengenai suatu karya Kamil Salamah al-Daqs
terma tertentu, dengan 5) M. Quraiah Shihab, “Penafsiran
mengumpulkam semua ayat atau Khalifah dengan Metode
sejumlah ayat yang dapat mewakili Tematik”, dalam Membumikan
dan menjelaskannya sebagai suatu AI-Qur’ an.
kesatuan untuk memperoleh 6) Nahw Tafsir Maudhû’î li Suwar
jawaban atau pandangan al-Quran Alquranal-Karim, karya
secara utuh tentang terma tertentu, Muhammad al-Ghazali.54
dengan memperhatikan tertib a. Tartib as-Suar
turunnya masing-masing ayat dan Berbeda dengan mudhu’I dan
muqarran, tartib as-Suar55,
51
Farmawi al, Abd al-Hayy, AI-
Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Matba’ah al- 53
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Hadarah al`Arabiyah, Kairo, 1977, hlm. 62.
52 Qur’an 2…., h. 131.
Farmawi al, Abd al-Hayy, AI- 54
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i….,hlm. 61-
Qur’an 2…., hlm. 131.
62.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

merupakan langkah menafsirkan dengannya, yaitu ittijâh, nâhiyat, dan


Alquran sesuai dengan urutan yang madrasat. Contohnya dikatakan al-
tercantum dalam mushaf Alquran, Ittijâh Madzhabiyyah fi al-Tafsî
dalam hal ini yang dimaksud adalah (kecendrungan-kecendrungan aliran
mushaf ustmani dengan rasm dalam tafsir al-Qur’an). Kosakata
ustmani. Penafsirannya dimulai dari ittijâh mengandung arti wijhat (arah),
awal surat al-Fatihah dan di akhiri karena kata tersebut secara etimologi
dengan akhir surat an-Nash. memang beresal dari wijhat. Dalam
4. Metode tafsir dilihat dari segi kamus lisan al-‘Arab kata wijhat
perspektif (laun) diartikan dengan “kiblat dan semakna
Membincangkan metode tafsir dengannya.” Adapun pemakaian istilah
dari segi perspektif (laun)/corak. nâhiyat seperti yang ditulis oleh al-
Berikut ini akan dipaparkan secara Dzahabi “perhatian al-Zamakhsyarî
global tentang perspektif-perspektif terhadap aspek sastra al-Qur’an”.
tersebut. Dalam kamus Indonesia-Arab Sedangkan pemakaian istilah madrasat
oleh Rasyidi dkk sebagaimana dikutib al-Tafsir dapat dijumpai dalam kitab
oleh Nasaruddin Baidan, kosakata Manahij al-Qur’an oleh al-Jawnî,
“corak”diartikan dengan lauwun seperti ditulisnya “aliran kebahasaan
(warna) dan syakl (bentuk). Menurut dalam tafsir, aliran rasional dalam
Nasaruddin Baidan sampai sekarang tafsir”57
belum ditemukan ulama tafsir yang Dari sekian banyak istilah yang
menggunakan kosakata syakl dalam digunakan oleh mufassir untuk
tafsir untuk menunjukkan makna corak, menjelaskan sosok sebuah penafsiran,
sehingga tidak ada yang berkata syakl maka istilah corak lebih netral dan
al-Tafsir; tetapi istilah lauwun familiar dengan budaya Indonesia
jamaknya al-Wân dapat dijumpai karena itu lebih cenderung digunakan
dalam kitab al-Dzahabî “al-Tafsir term corak ketimbang term yang lain.
almufassirûn”, seperti yang tulisnya al- Dengan demikian Corak penafsiran
Wân al-Tafsir fi Kulli khuthwah (corak- adalah suatu warna, arah, atau
corak penafsiran al-Qur’an pada kecenderungan pemikiran atau ide
setiap pasenya), kemudian Nasaruddin tertentu yang mendominasi sebuah
Baidan mengomentari, pemakaian term karya tafsir58
“corak” bagi suatu penafsiran belum Dari definisi corak tafsir di atas,
begitu populer apabila dibandingkan untuk menentukan corak sebuah
dengan term motode, sama halnya penafsiran terletak pada kata kunci
dengan bentuk tafsir.56 Selain corak dominan atau tidaknya sebuah
dalam ilmu tafsir juga ditemukan term pemikiran atau ide tersebut. Seorang
yang bersinonim teolog misalnya, penafsirannya sangat
mungkin didominasi oleh pemikiran
55
Ulama berbeda pendapat tentang dan konsep-konsep teologis, begitu
tartib suar/urutan surat dalam Alquran. Ada jugah faqîh penafsirannya didominasi
tiga pendapat, yaitu taufiqi, ijtihadi, dan oleh konsep-konsep fikih.
sebahagian ijtidahi serta sebahagian lagi
taufiqi. Lebih lanjut lihat, Manna’ al-Qatthan, 57
Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru
Mabahist fi Ulum al-Qur’an…hal. 135-137.
56 Ilmu Tafsir…, h. 387-388
Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru 58
Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru
Ilmu Tafsir…, hal. 387.
Ilmu Tafsir…, h. 388
58 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Adapun diantara corak tafsir al-Qur’an al-Karim karya


penafsiran tersebut adalah sebagai Shadr al-Mutaalihin al-Siyraziy.62
berikut : b. Tafsir ‘Ilmî
a. Tafsir Falsafî Tafsir ‘ilmî adalah
Tafsir Falsafî adalah menafsirkan ayat Alquran
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan ilmiah atau
berdasarkan pendekatan logika atau menggali kandungan Alquran
pemikiran filsafat yang bersifat berdasarkan teori-teori ilmu
liberal dan radikal.59 al-Zahabiy pengetahuan. Adapun ayat-ayat
mendefinisikan tafsir falsafi adalah yang ditafsirkan menggunakan
upaya pen-takwil-an ayat-ayat al- corak ‘ilmî adalah ayat-ayat
Qur’an sejalan dengan pemikiran kauniyah, dalam menafsirkan ayat
filsafat atau penafsiran ayat al- yang berkenaan dengan ayat
Qur’an dengan menggunakan teori- kauniyah para mufassir melengkapi
teori filsafat.60 Kemunculan tafsir penafsirannya dengan
yang memiliki corak falsafî menggunakan teori-teori ilmiah.63
bersamaan dengan perkembangan Fahd ‘Abd al-Rahman mengatakan
ilmu dan science di lingkup disebut dengan tafsir ilmî karena ini
pemerintahan Islam. Perkembangan merupakan sebuah ijtihad mufassir
corak falsafî di dunia tafsir dimulai untuk melengkapi hubungan-
pada periode penerjemahan karya- hubungan ayat-ayat kauniyah di
karya Yunani ke dalam bahasa dalam Alquran dengan penemuan-
Arab, yaitu pada masa khalifah penemuan ilmiah dengan tujuan
Abbasiyah yang merupakan untuk memperlihatkan
kemajuan dalam bidang ilmu kemu’jizatan Alquran itu sendiri.64
pengetahuan termasuk di dalamnya Mengenai tafsir ‘Ilmi ada dua
ilmu filsafat.61 kelompok, yaitu kelompok yang
Penafsiran terhadap Alquran pro dan yang kontra. Ulama yang
secara falsafî relatif banyak ditemui pro terhadap tafsir ‘Ilmi seperti al-
dalam sejumlah kitab tafsir yang Ghazali, al-Ghazali berpendapat
membahas ayat-ayat tertentu yang bahwa segala bentuk ilmu baik
memerlukan pendekatan secara yang terdahulu maupun yang
falsafî, namun demikian secara datang kemudian, yang diketahui
spesifik tafsir yang menggunakan maupun yang belum diketahui
pendekatan falsafî secara semuanya bersumber dari Alquran.
keseluruahan terhadap semua ayat Ini dikarenakan segala ilmu
al-Qur’an relatif tidak begitu termasuk dalam af’al Allah dan
banyak. Diantara kitab tafsir yang sifat-sifat-Nya. Sedangkan Alquran
menggunakan corak ini adalah menjelaskan prinsip-prinsip
pokoknya. Dengan demikian corak
59
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Qur’an 2…, h. 134 62
Ali Iyyazi, al-Mufassirun Hayatuhum
60
Muhammad Husain al-Zahabi, Tafsir
wa Manahijuhum…, hal. 64
al-Mufassirun, (Bairut: Dar al-Fikr, t.th), Jilid 63
Supiana dan M. Karman…, hal. 314.
II, h. 418 64
61 Fahd ‘Abd al-Rahman, Ittijah al-
Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-
Tafsir fi al-Qur’an al-Rabi al-‘Asyr, Mamlakah
Qur’an 2…, h. 134
al-‘Arabiyah al-Su’udiyah, 1986, hal. 549.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

tafsir ilmiah tidak bertentangan Ayat Kawniyah, karya Abdullah


dengan Alquran.65 Syahatah67
Diantara ulama yang kontra c. Tafsir Tasawuf
mereka berpendapat bahwa Tafsir Tasawuf adalah corak
menafsirkan Alquran dengan teori- penafsiran Alquran yang beraliran
teori ilmiah merupakan tindakan Tasawuf. Ali Iyazi berpendapat
yang keliru. Allah menurunkan tafsir tasawuf atau di sebut juga
Alquran bukan untuk menjelaskan dengan tafsir sufi adalah corak
teori-teori ilmiah dan macam- yang berpegang kepada kearifan
macam ilmu pengetahuan. seorang sufi dengan rasa yang di
Mengaitkan Alquran dengan ilmu perolehnya, yang diperolehnya dari
pengetahuan akan mendorong kondisi pelatihan ruhiyah (riyadhah
pendukungnya kepada al-Ruhiyyah), yaitu dengan
mentakwilkan Alquran agar sesuai perkiraan jiwa, al-Kasy al-Bathin
dengan teori ilmiah.66 dan pandangan hati dengan tanpa
Berdasarkan penjelasan di ada hubungan antara zhahir aya.68
atas, dengan dua kelompok ulama Dengan demikian ada
yang berbeda dalam menyikapi kekhususan pada tafsir yang
tafsir ilmî. Terlepas dari adanya pro bercorak Tasawuf atau sufi ini yaitu
dan kontra dalam menyikapi tafsir mereka mentakwilkan Alquran
ilmî, penulis lebih cenderung dengan isyarah dan mereka tidak
kepada bolehnya menafsirkan mengambil penafsiran terhadap
Alquran dengan menggunakan Alquran seperti yang ditafsirkan
corak tafsir ilmî ini dengan alasan oleh kebanyakan orang yang telah
Alquran yang diturunkan oleh menafsirkan Alquran.
Allah kepada Nabi Muhammad Ignez Goldzhiher misalnya
SAW sebagai pedoman oleh umat berpendapat bahwa penafsiran
manusia adalah sebagai sumber dari dengan menggunakan corak
segala ilmu pengetahuan. Karena Tasawuf telah dilakukan semenjak
itu menafsirkan Alquran dengan zaman dahulu dangan artian sama
cara ilmiah adalah mencari tuanya dengan Tasawuf itu sendiri.
relevansi Alquran dengan teori- Sebelum tafsir dengan corak
teori ilmiah yang ditemukan oleh Tasawuf dihimpun yang disusun
para ahli. Diantara contoh tafsir dengan cara berurutan secara
yang menggunakan corak tafsir ilmî metode, dibeberapa kalangan tentu
adalah, Al-Jawahir fi Tafsir al- telah terdapat berbagai bentuk
Qur’an, karya Thanthawi Jawhari ( aliran kebatatinan yang berpegang
1287-1358H), Al-Tafsir al-Ilmi li al- kepada keyakinan bahwa Alquran
Ayat al-Kawniyah fi al-Qur’an, mencakup ajaran-ajaran yang jauh
karya Hanafi Ahmad, dan Tafsir lebih kaya dari pada apa yang

65
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, 67
Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-
Semarang: Toha Putra, t.th, juz I, hal. 290
66
Qur’an…, hal. 137.
Al-Farmawi, Metode Tafsir 68
Ali Iyyazi, al-Mufassirun Hayatuhum
Maudhui… ,hal. 34. wa Manahijuhum,… hal. 60.
60 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

diajarkan menurut lahirnya.69


terhadap ayat-ayat hukum saja
Diantra kitab tafsir yang
dengan meninggalkan pembahasan
mempunyai corak tasawuf adalah
ayat yang lain. 73
lathaîf al-Isyarâ, karya ‘Abd al-
Kehadiran corak tafsir fiqh ini
Karim bin Hawâzân al-Qusyairî (w.
karena ada asumsi bahwa Alquran
434 H), Rahmah min al-Rahmân fi
dilihat dari sisi hukum adalah
Tafsir wa Isyarât al-Qur’an, karya
sebauah kitab sumber hukum.
Mahyuddin ‘Arabî (w. 638H)70
Corak ini terlahir bersamaan
Dengan penjelasan di atas
dengan tafsir bi al-Ma’tsur.74
maka karakteristik corak tafsir
Dengan demikian secara praktis
Tasawuf adalah menafsirkan
dapat dikatakan bahwa corak tafsir
Alquran dengan memahami mana
fiqh ini sudah ada semenjak masa
batin ayat tanpa mengabaikan
Rasulullah SAW yang sejalan
makna zhahir ayat. Ini dikarenakan
dengan perkembangan fiqh, dan
menurut mereka (sufi) makna yang
kebutuhan sahabat terhadap hukum
terkandung dalam batin ayat jauh
juga memicu untuk mencarinya
lebih kaya dari makna zhahir ayat.
dalma Alquran, jika mereka
d. Tafsir Fiqh (fiqih)
kesulitan dalam memahami teks
Tafsir Fiqh adalah corak tafsir
Alquran mereka langsung bertanya
yang mempunyai orientasi pada
kepada Rasulullah SAW
fiqih dan hukum Islam.71 Amin
Sesui dengan
Suma mengatakan tafsir fiqh ialah
perkembangannya maka lahirlah
tafsir yang lebih berorientasi
kitab-kitab tafsir yang
kepada ayat-ayat hukum dalam al-
menggunakan corak fiqh, diantra
Qur’an (ayat ahkâm).72 Menurut
kitab yang menggunakan corak ini
penulis penafsiran Alquran yang
adalah; Ahkam al-Qur’an yang
menggunakan corak fiqh biasanya
disusun oleh al-Imam Hujjaj al-
dilakukan oleh ulama-ulama yang
Islam Abi Bakr Ahmad bin Ali al-
ahli dalam bidang fiqh. Dalam
Razi al-Jashshash (305-370 H / 917-
praktiknya ada mufassir yang
980 M), Ahkam al-Qur’an ibn
menafsirkan Alquran secara
Arabi, yang ditulis oleh Abi Bakr
keseluruhan dengan mengikuti
Muhammad bin Abdillah yang
sistematika penulisan Alquran,
populer disebut dengan ibn Arabi
namun demikian mereka lebih
(468-543 H / 1075- 1148 M),
fokus kepada pembahasan ayat-ayat
Ahkam al-Qur’an al-Kiya al-Harai,
yang bernuangsa hukum.
karya al-Kiya al-Harasi (w. 450 h /
Disamping itu ada juga ulama yang
1058 M).75 dan lain-lain.
hanya memfokuskan pembahasan e. Tafsir al-Adab al-Ijtima’î

69
Ignez Gold Zhiher, Mazahib al-Tafsir
al-Islamiy, Bairut: Dar Iqra’, 1983, cet ke-3, 73
Muhammad Quraish Shihab,
hal. 238
70
Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan,
Ali Iyyazi, al-Mufassirun,… hal. 833.
1993, cet ke-3, hal. 179.
71
Sipiana dan M. Karrman, Ulumul 74
Muhammad Quraish Shihab,
Qur’an … hal. 308.
72
Membumikan Al-Qur’an,… hal. 179.
Amin Suma, Studi ilmu-ilmu al- 75
Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-
Qur’an,… hal. 139 Qur’an…, hal. 139-140.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

Tafsir al-Adab al-Ijtima’î jika Penyusunan Tafsir Yang


dilihat dari segi bahasa terdiri dari Berorientasi Pada Sastra Budaya
kata tafsir, al-Adab, dan al-ijtima’I. Dan Kemasyarakatan, bahwa corak
kata al-Adab merupakan mashdar tafsir ini berusaha menjelaskan
dari kata adaba yang mempunyai persoalan-persoalan masyarakat
arti sopan santun, tata karma dan sebagaimana yang terkandung
sastra.76 Secara etimologi tafsir al- dalam tujuan Alquran itu
Adab al-Ijtima’I adalah tafsir yang diturunkan.79
berorientasi pada sastra dan budaya Corak tafsir ini muncul karena
dan kemasyarakatan. Mu’in Salim berkembangnya masyarakat dan
memahami tafir ini dengan dengan perubahan zaman tentunya
pendekatan sosio kultural.77 Al- seorang mufassir menafsirkan
Farmawi menjelaskan tafsir al- Alquran sesuai dengan situasi
Adab al-Ijtima’î adalah corak tafsir ketika ia menafsirkan Alquran, dan
yang menitik beratkan penjelasan dengan kecendrungan spesialisasi
ayat-ayat Alquran pada aspek keilmuan yang dimiliki oleh
ketelitian redaksinya, lalu seorang mufassir itu. Diantara kitab
menyusun kandungan Alquran tafsir yang menggunakan corak ini
dalam redaksi yang indah dengan adalah; Al-Kasyâf ‘an Haqâiq
menonjolkan aspek-aspek petunjuk ghawâmid al-Tanzîl wa ‘uyûn al-
Alquran dalam kehidupan, serta Aqâwîl fi Wujûh al- Takwîl, karya
menghubungkan pengertian ayat Jarullah Mahmud al-Zarkhasy (w.
tersebut dengan hukum alam yang 538 H), Al-Mahr al-Wajiz, karya
berlaku dalam masyarakat dan Muhammad bin Abdilhaq bin
pembangunan dunia.78 ‘Athiyah ( w. s 542 H), dan Majmu’
Berdasarkan pengertian di atas al-Bayân fi Tafsir al-Qur’an, karya
maka tafsir al-Adab al-Ijtima’î al-Fadhil bin al-Hasan al-Thabrasy
dapat dikatakan sebuah tafsir yang ( w. 543 H)80
menjelaskan isi kandungan Alquran Dari bentuk-bentuk corak
dengan mengungkap keindahan isi penafsiran di atas dapat dikelompokkan
kandungan Alquran itu sendiri, dan menjadi tiga bentuk; pertama, apabila
mengungkap persoalan-persoalan sebuah kitab tafsir mengandung banyak
yang terjadi dalam masyarakat corak (minimal tiga corak) dan
dengan memberikan solusi dalam keseluruhannya tidak ada yang
mengatasinya. Dengan demikian dominan, karena porsinya sama, maka
sesuailah dengan ungkapan Abduh bentuk seperti ini disembut dengan
yang dikutip M. Quraish Shihab corak umum. Kedua, apabila ada satu
dalam bukunya Metode corak yang dominan, maka itu disebut
dengan corak khusus. Ketiga, apabila
76
Louis Ma’luf, al-Munjud fi al-Lughah ada yang dominan itu dua buah corak
wa al-Adab wa al-Ulum, Bairut: Dar al-
Masyriq, 1986, hal. 5. 79
M. Quraish Shihab, Metode
77
Abd al-Mu’in Salim, Kosepsi Penyusunan Tafsir Yang Berorientasi Pada
Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an, Jakarta; Sastra Budaya Dan Kemasyarakatan, Ujung
Raja Grapindo Persada, 1994, hal. 2.
78
Pandang: IAIN Alaudin, 1984, hal. 1.
Al-Farmawi, Metode Tafsir 80
Ali Iyyazi, al-Mufassirun Hayatuhum
Maudhui… , hal. 41-42.
wa Manahijuhum,… hal. 840.
62 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

bersamaan yakni kedua-duanya dari kata “fassara”, yang setimbangan


mendapat porsi yang sama, maka dengan kata “taf’il”. Tafsir berarti
bentuk seperti ini disebut dengan corak menjelaskan (al-Idhah) dan
kombinasi. Namun untuk menentukan menerangkan (al-tabyin). Terkait hal
pemakaian bentuk, metode, corak ini, Allah berfirman dalam surat al-
tafsir, seorang mufassir mempunyai Furqan : ayat 33, yakni:
kebebasan penuh. Artinya adalah
sekalipun dia seorang ahli hadis ‫ََوﻻ ﻳَ ْﺄُﺗﻮَﻧ َﻚ ِﺑ َﻤَﺜ ٍﻞ ﱠِإﻻ ِ ْﺟ ﺌـَﻨﺎ َك ِﺑﺎْﻟ َﺤ ﱢﻖ‬
misalnya, namun tafsirnya boleh saja ‫َوَأ ْﺣ َﺴ َﻦ‬
memakai bentuk al-Ra’yi, seperti tafsir
al-Jalalain juz I menggunakan bentuk ‫َﺗ ْـ ﻔ ِﺴ ًﻴ ﺮا‬
bi al-Ra’yi dengan metode ijmâlî dan “Tidaklah orang-orang kafir itu datang
corak umum padahal pengarangnya kepadamu (membawa) sesuatu yang
adalah al-Suyûthî yang merupakan alhi ganjil, melainkan Kami datangkan
hadis ternama.81 kepadamu suatu yang benar dan yang
paling baik penjelasannya” [Qs. Al-
Metode Penelitian Tafsir Furqan: 33]
Metode penelitian tafsir, terdiri Sedangkan tafsir menurut istilah
dari tiga kata yaitu metode, penelitian, adalah keterangan atau penjelasan
dan tafsir. Pengertian metode sudah tentang ayat-ayat Alquran atau kitab
dibahas pada bagian sebelumnya. lain sehingga jelas maksudnya.84
Penelitian adalah suatu investigasi yang Nasaruddin Baidan mengatakan tafsir
terorganisir untuk menyajikan suatu Alquran adalah penjelasan atau
informasi dalam upaya memecahkan keterangan terhadap maksud yang
masalah.82 Langkah-langkah penlitan sukar memahaminya dari ayat-ayat
menurut Sudaryono, yaitu Alqurann.85 Setelah menjelaskan
mengidentivikasi masalah, pengertian dari masing-masing kata
merumuskan dan membatasi masalah, metode penelitan tafsir. Berikut ini
melakukan studi kepustakaan, akan disajikan metode apa yang
merumuskan hipotesis atau pertanyaan digunakan oleh peneliti tafsir dalam
penelitian, menentukan desain dan meneliti tafsir?
metode penelitian, menyusun Metode penelitian, secara umum
instrument dan mengumpulkan data, terbagi dua yaitu, metode kualitatif dan
menganalisa data dan menyajikan hasil, metode kuantitatif. Dalam tulisan ini
dan menginterpretasikan temuan, penulis hanya menjelaskan metode
membuat kesimpulan dan saran.83 kualitatif, karena metode ini yang
Sedangkan kata tafsir secara bahasa cocok dalam penelitian tafsir. Metode
adalah masdhar (kata benda transitif) kualitatif adalah jenis penelitian yang
81
menghasilkan penemuan-penemuan
Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru
Ilmu Tafsir,… hal. 388-389.
yang tidak dapat dicapai (diperoleh)
82
Pengertian ini dikemukakan oleh dengan prosedur-prosedur statistika
Hermawan sebgaimana dikutip oleh atau cara-cara lain dari kuantifikasi
Sudaryono. Lebihh lanjut Lihat. Sudaryono,
Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Pers, 84
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa
2017, hal. 53. Indonesia, cet. Ke.I, Jakarta: Balai Pustaka,
83
Sudaryono, Metodologi hal. 992.
85
Penelitian,…, hal. 57-59. Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru
Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005,
Cet.ke II, hal. 67.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

(pengukuran).86 Penelitian kualitatif


prosedur penelitian yang menghasilkan
menurut Judith dalam Cresswel, J.
data deskriptif prilaku ucapan atau
sebagaimana dikutip oleh Pupu Saiful
tulisan (teks) terhadap objek penelitian.
Rahmad dalam tulisan jurnalnya yang
Dasar teoritis pendekatan
berjudul penelitian kualitatif berikut.
penelitian kualitatif, yaitu pendekatan
Qualitative research is a loosely
fenomenologis (berusaha memahami
defined category of research designs or
arti peristiwa dan kaitannya dengan
models, all of which elicit verbal,
orang-orang tertentu), pendekatan
visual, tactile, olfactory, and gustatory
ineraksi simbolik (objek orang, situasi
data in the form of descriptive
dan peristiwa tidak memiliki pengertian
narratives like field notes, recordings,
sendiri), pendekatan kebudayaan
or other transcriptions from audio and
(untuk mengembangkan kebudayaan
videotapes and other written records
menurut perspektif peneliti), dan
and pictures or films.87 (Penelitian
pendekatan etnometodologi
kualitatif adalah kategori desain atau
(bagaimana masyarakat memandang,
model penelitian yang didefinisikan
menjelaskan, dan menggambarkan tata
secara longgar, yang semuanya
hidup mereka sendiri).88Ciri-ciri
menghasilkan data verbal, visual,
kualitatif adalah data yang
tactile, penciuman, dan gustatory dalam
dikumpulkan dalam kondisi asli atau
bentuk narasi deskriptif seperti catatan
alamiah, peneliti sebagai alat peneliti,
lapangan, rekaman, atau transkrip
pengumpulan data secara deskriptif,
lainnya dari rekaman audio dan video
lebih mementingkan proses dari pada
dan tulisan lainnya. catatan dan gambar
hasil penelitian, mencari latar belakang
atau film.)
Dari pengertian di atas, dapat tingkah laku, menggunakan metode
dipahami bahwa metode penelitian trigulasi, mementingkan rincian
kualitatif digunakan untuk meneliti kontekstual, subjek yang diteliti
tentang kehidupan masyarakat, sejarah, berkedudukan sama dengan peneliti,
tingkah laku, organisasi, aktivitas mengutamakan perspektif emik
sosial, dan teks, termasuk juga meneliti (mementingkan pandangan responden),
teks-teks tafsir. Metode kualitatif verifikasi melalui kasus yang
digunakan untuk dapat mengetahui, bertentangan, pengambilan sampel
menemukan dan menemukan apa yang secara purposive, menggunakan audit
tersembunyi dalam teks yang diteliti, trail, mengadakan analisis sejak awal
baik teks berhubungan dengan sejarah, penelitian, dan teori bersifat dari
dasar.89
tingkah laku, social, maupun teks kitab
Dalam penelitian tafsir yang
suci. Penelitian kualitatif salah satu
menjadi objek penelitiannya adalah
86
Definisi ini dekemukakan oleh Straus ayat-ayat Alquran. Data yang
dan Corbin dalam Cresswell, J, sebagaimana digunakan dalam penelitian tafsir
dikutip oleh Pupu Saiful Rahmad dalam adalah data kualitatif. Berdasarkan ini,
tulisannya yang berjudul Penelitian Kualitatif,
Pupu Saiful Rahmad Penelitian Kualitatif,
88
Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-Juni 2009: Pupu Saiful Rahmad Penelitian
1-8 Kualitatif, Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-
87
Pupu Saiful Rahmad Penelitian Juni 2009: 1-8
Kualitatif, Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-
89
Pupu Saiful Rahmad Penelitian
Juni 2009: 1-8 Kualitatif, Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-
Juni 2009: 1-8
64 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

maka metode peneitian tafsir termasuk dikelompokkan; taufîq, dilakukan


kedalam metode kualitatif. Data yang terhadap konsep yang tidak
dimaksud dalam penelitian tafsir, mengandung pertentangan, tarjîh untuk
mengunakan metode kualitatif adalah; menguatkan salah satu konsep, dan
Ayat-ayat Alquran, hadis-hadis dan tawaquf meninggalkan masing-masing
sunnah Nabi SAW, atsar shabah, konsep yang bertentangan karena
pendapat-pendapat para ulama, riwayat derajatnya seimbang. Keempat, tansîq
yang merupakan, sejarah pada masa yaitu menyusun konsep-konsep
turunnya Alquran (asbab al-nuzul). menjadi sebuah terori atau menyusun
pengertian-pengertian bahasa dan lafaz teori-tori menjadi sebuah pemikiran
Alquran, kaedah-kaedah bahasa, yang diperlukan dalam pemecahan
kaedah-kaedah istinbat, dan teori-teori masalah dalam penelitian. Kelima,
ilmu pengetahuan90 Setelah penulisan laporan penelitian.91
mengumpulkan data, langkah
selanjutnya adalah menganalisis data. Kesimpulan
Langkah-langkah untuk menganalisis Pertama, metode-metode dalam
data dalam penelitian tafsir adalah penulisan terhadap teks Alquran
sebagai berikut. meliputi; sumber, intensitas, langkah
Pertama, untuk menganalisa ayat dan perspektif/corak (laun). Metode
meliputi; kosa kata Qurani, frase tafsir dari segi sumber terbagi dua yaitu
qurani, klausa qurani, ayat-ayat bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi. Metode
Alquran, dan hubungan antara bagian- tafsir dari segi intensitasnya terbagi
bagian tersebut. Kedua, kepada ijmali dan tahlili. Metode tafsir
menginterpretasi data dengan teknik- dari segi langkah terbagi pada
teknik yang relevan, dengan muqarran, maudhu’I,dan tartib suar.
mengunakan salah satu teknik Dan metode tafsir dari segi perspektif
(menjelaskan ayat dengan ayat, terbagi kepada fiqh, falsafi, sufi, ‘ilmi
menjelaskan ayat dengan hadis, dan lain sebagainya. Kedua, metode
menjelaskan ayat dengan atsar sahabat, dalam penelitian tafsir adalah metode
menjelaskan ayat dengan makna kualitatif, karena metode ini yang
lughawi, menjelaskan ayat dengan sesuai untuk meneliti tafsir. Objeknya
mengunakan kaidah bahasa Arab, jelas ayat-ayat Alquran, data yang
menerangkan kandungan ayat dengan diperlukan juga jelas ayat-ayat Alquran,
memperhatikan munasabah (korelasi) hadis/sunnah, atshar sahabat, pendapat
ayat, menjelaskan kandungan ayat para ulama, dan sebaginya.
dengan kenyataan sejarah, menjelaskan
ayat dengan kaidah ushul fiqh, Daftar Kepustakaan
menjelaskan kandungan ayat dengan
kaidah ulum al-Qura’n, menjelaskan A. J. Weinsinck, “Israil”, dalam
makna ayat dengan kaidah logika, Houtsma, et.al., 1987. Brill’s
menjelaskan Alquran dengan ilmu First Encyclopedia of Islam
pengetahuan. Ketiga proses 1913-1936, Leiden: E. J. Brill.
membandingkan objek yang dapat
90
Abd Mun’im Salim, Metode 91
M. Alfatih Suryadilaga, dkk,
Penelitian Tafsir, Ujung Pandang: IAIN Metodologi ilmu tafsir, Yogyakarta: Teras,
Aluddin, 1994, hlm. 8-9. cetakan ke III 2010, hlm. 153-156.
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

Abu Zayd,Nasr Hamid. 2000. Mafhȗm Ihde, Don, 1971. Hermeneutic


al-Nāsh; dirāsant fi ‘Ulȗm al- Phenomenology: The
Qur’ān, Bairut: al-Markaz al- Philosopy od Paul Ricoeur,
Saqāfi al-‘Arābi. Evaston, Noerthwestern
Baidan, Nasaruddin. 2002. Metodologi University Press.
Penafsiran al-Qur’an, Ja’far, Musâ‘id Muslim ‘Abd al-Lâh
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Alî. 1984. Asrâr al-
cet ke-I. Tathawwur al-Fikr fî alTafsîr,
Djalal, Abdul. 1990. Urgensi Tafsir Beirut: Mu’assasah al-Risâlah.
Maudlin’i Pada Masa Kini, M. Alfatih Suryadilaga, dkk, 2010.
Kalam Mulia, Jakarta. Metodologi Ilmu Tafsir,
Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, Yogyakarta: Teras, cetakan ke
1977. Beberapa asa III.
Metodologi Ilmiah, Jakarta: Ma’luf, Luis. 1987. Al Mun jid fr al-
Gramedia. Lughah wa al-A‘lam, Dar al-
al-Farmawiy, Abd al-Hayy 1968 Mu Masyriq, Beirut.
jam al-Alfaz wa al-a’lam al- Musbikin, Imam. 2006. Istanthiq al-
Our’aniyah, Dar al-`ulum, Qur’an; Pengenalan Studi al-
Kairo. Qur’’an Pendekatan
………….., 1977. al-Bidayah fi al- Interdispliner, Madiun: Jaya
Tafsir al-Maudhu’i, Kairo: Star Nine.
Hadrat al-Gharbiyah. Musthafa, Ibrahim. T.th. al-Mu’jam al-
Hanafi, Hasan. 1991. Religious Wasith, Taheran: al-Maktabah
Dialogue and Revolition, al- Islamiyah.
(Dialog Agama dan Revolusi) Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel,
terj. Tim Pustaka Firdaus, 2007. Buku Penunjang
Jakarta: Pustaka Firdaus, Berkenaan dengan
Hans-Gorg Gadamer, 2006. Classical Fenomenologi dan
and Philosopical Hermenuitik, Surabaya.
Hermeneutics, dalam Teory, Pupu Saiful Rahmad Penelitian
Culture and Socity, London: Kualitatif, equilibrium, Vol. 5,
SAGE, Vol 23 (1), No. 9, Januari-Juni 2009
al-Hadi, 2002. Ta’wil sebagai Asas al-Qaththân, Mana’ Khalîl. 2007.
Teori Sastra dan Bentuk Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur’ân,
Hermeneutika Islam, Jurnal Al-Qahirah: Maktabah
Universitas Paramadina Vol. Wahbah,
1 No 2 Januari.
al-Rûmiy, Fahd ‘Abd al-Rahmân
al-Husaynî, Khalaf Muhammad. 1974. Sulaimân. t.th. Buhust fi
Al-Yahûdiyyah bayn al- Ushul al-Tasfsir, t.tp,
Masîhiyyah wa alIslâm , Maktabah Al-Taubah
Mesir: Al-Mu’assasah al-
Misriyyah al-‘Âmmah, 1974, al-Sayûthî, Jalâl al-Dîn al-Mahallî dan
Jalâl al-Dîn. t.th. Tafsîr al-
66 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Qur’ân al- ’Azhîm, Beirut: Syamsuddin, Sahiron. 2017.


Dâr al-Fikr. Hermeneutika dan
al-Syirbâshî, Ahmad. 1972. Qishshah al- Pengembangan Ulumul
Tafsîr, Beirut: Dâr al- Qalam. Qur’an, Yogyakarta:
Pesantren Nawesea Press.
Sadr, Muhammad Baqir, 1990.
“Pendekaian Temalik Syamsudin, Sahiron. 2011.
Terhadap Tafsir AI-Qur’an “, Hermenetika Hans-georg
dalam Ulumul Quan, Vol I, Gadamer dan Pengembangan
No. 4. Ulumul Qur’an dan
Pembacaan Alquran Pada
Saleh, Ahmad Syukri, 2007.
Masa Kontemporer, dalam
Metodologi Tafsir al-Qur’an
Upaya Intergrasi
Kontemporer Dalam
Hermeneutika dalam Kajian
Pandangan Fazlur Rahman,
Qur’an dan Hadis Teori dan
Jambi: Sultan Thaha Press, cet
Aplikasi, Yogyakarta:
ke-2
Lembaga Penelitian UIN
Salim, Abd Mun’im. 1994. Metode Sunan Kali Jaga, cet II,
Penelitian Tafsir, Ujung
Tim Penyusun Kamus Pusat
Pandang: IAIN Aluddin.
Pembinaan dan
Sudaryono, 2017. Metodologi Pengembangan Bahasa
Penelitian, Jakarta: Rajawali Departemen Pendidikan dan
Pers. Kebudayaan, Kamus Besar
Suma, Muhammad Amin, 2001 Studi Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, Balai Pustaka, 1994), cet ke-2
Jakarta: Pustaka Firdaus, Usman (Dosen pada Fakultas Syariah
2001. IAIN Mataram) Memahami
Supiana dan M. Karman, 2002. Ulumul Isrâ’îliyyât Dalam Penafsiran
Qur’an dan Pengenalan Al-Qur’an dalam Jurnal
Metodologi Tafsir, Bandung: Ulumuna, Volume XV Nomor
Pustaka Islamika, cet.I. 2 Desember 2011)
Zakariya, Ahmad bin Faris bin. 1990.
Mu’jam Maqais al-Lughah,
(Mesir: ‘Isa al-Babi al-Habi.
66 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir

Anda mungkin juga menyukai