Anda di halaman 1dari 17

METODOLOGI LIVING HADIS/SUNNAH

Makalah
Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
Studi Hadis Program Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Program Magister UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Muh. Alimin
Hadi Setiaji
Saoban Syahril

Dosen Pengampu:
1. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag
2. Dr. Tasmin Tangareng, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan

nikmat umur dan kesehatan serta nikmat ilmu yang bermanfaat sehingga penulis

dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Metodologi Living Hadis/Sunnah”.

Ucapan terimakasih kepada Prof. Dr. H. Arifuddin, M.Ag. selaku Dosen

Pengampu 1 dan juga kepada Dr. Tasmin Tangareng, M.Ag. yang menjadi Dosen
Pengampu 2, pada mata kuliah Studi Hadis yang telah memberikan amanah untuk

menyelesaikan tugas ini, sehingga memberikan penulis kesempatan untuk menambah

wawasan serta pengetahuan terkait dengan pemahaman hadis masyarakat serta

perkembangannya.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah berbagi

pengetahuannya kepada penulis, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Tidak ada gading yang tak retak, penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari

kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran demi

memperbaiki kesalahan yang kami perbuat.

Makassar, 23 Desember 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1


B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Definisi Metodologi Living Hadis.................................................................3
B. Pendekatan Living Hadis ..............................................................................5
C. Macam-Macam Living Hadis........................................................................6
BAB III PENUTUP..................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................11
B. Implikasi dan saran........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis adalah sumber kedua setelah Al-Qur’an yang dipegangi dan ajarannya

diamalkan oleh umat Islam. Ia menjadi standar utama umat Islam dalam usaha

meneladani dan mempraktikkan petunjuk Rasulullah Saw. Dalam banyak hal, apa

yang dilakukan oleh Rasulullah Saw ditiru secara literal tekstual, meski banyak pula

umat Islam yang berusaha melakukan kontekstualisasi atas suatu hadis. Perdebatan

kaum literalis versus kontekstualis memang perdebatan yang tidak akan menemukan

ujung hilirnya, ia akan ada di sepanjang sejarah manusia, dalam masalah apapun,

bukan hanya agama.1

Namun, apa yang terjadi di dalam persoalan seputar keilmuan hadis tidak

berhenti dalam dimensiologi tersebut. Terkait erat dengan kebutuhan dan

perkembangan masyarakat yang semakin kompleks dan diiringi adanya keinginan

untuk melaksanakan ajaran Islam yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi

Muhammad saw., maka hadis menjadi suatu yang hidup di masyarakat. Istilah yang

lazim dipakai untuk memaknai hal tersebut adalah living hadis.2

1
Saifuddin Zuhri Qudsy. “Living Hadis: Genealogi, Teori, Dan Aplikasi” Jurnal Living
Hadis, Volume 1, Nomor 1, Mei 2016.h.178.
2
Muhammad Mahfud Jurnal Fikroh. “Living Hadis: Sebuah Kajian Epistemologis” Jurnal
Pemikiran dan Pendidikan Islam. Volume 11 - Nomor 1 - (2018) h. 13

1
2

Secara sederhana “living hadis” dapat dimaksudkan sebagai gejala yang

nampak di masyarakat berupa pola-pola perilaku yang bersumber dari maupun

sebagai respons pemaknaan terhadap hadis Nabi Muhammad saw. Istilah yang sama

dapat juga diatributkan pada Al-Qur’an, yaitu “living Al-Qur’an”. Di sini terlihat

adanya pemekaran wilayah kajian, dari kajian teks kepada kajian sosial-budaya yang

menjadikan masyarakat agama sebagai objeknya.3

Pada tulisan ini penulis mencoba untuk mengkaji living Hadis dengan melihat

metodologinya, pengertian serta implikasinya yang diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka ditarik beberapa

rumusan masalah yaitu:


1. Bagaiamana Definisi Living Hadis/Sunnah?

2. Bagaimana Tujuan dari Living Hadis/Sunnah?

3. Bagaiaimana Implmentasi Living Hadis/Sunnah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui definisi Living Hadis/Sunnah.

2. Untuk mengetahui Tujuan dari Living Hadis/Sunnah.

3. Untuk mengetahui Implmentasi Living Hadis/Sunnah.

3
M.Khoiril Anwar. “Living Hadis”. Farabi Volume 12 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907- 0993
E ISSN 2442-8264.h.73 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Metodologi Living Hadis/Sunnah

Kata “metodologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos, yang berarti

cara atau jalan.4 Dalam bahasa Inggris kata ini ditulis method, dan bangsa Arab

menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata

tersebut megandung arti: cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan.

Menurut Hasan Bakti Nasution metodologi adalah dari kata metode, dan metode

berasal dari bahasa Greek (Yunani) yang terdiri dari kata “meta” yang berarti melalui,

dan kata “hodos” yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan yang di lalui. 5

Ada perbedaan di kalangan ulama hadis mengenai istilah pengertian sunnah

dan hadis, khususnya di antara ulama mutaqaddimin dan ulama muta’akhirin.

Menurut ulama mutaqaddimin, hadis adalah segala perkataan, perbuatan atau

ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw pasca kenabian,

sementara sunnah adalah segala sesutu yang diambil dari Nabi Saw tanpa

membatasi waktu. Sedangkan ulama muta’akhkhirin berpendapat bahwa hadis

4
Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam
Koentjaraningrat (ed) Metode metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1977, h. 16
5
Hasan Bakti Nasution, Metodologi Studi Pemikiran Islam, Kalam Filsafat Islam, Tasawuf,
Tareqat, Perdana Publishing, Medan, 2016, hal. 1

3
4

dan sunnah memiliki pengertian yang sama, yaitu segala ucapan,

perbuatan atau ketetapan Nabi.6

Menurut Fazlur Rahman (1995) sunnah Nabi merupakan satu konsep yang

sahih dan operatif sejak awal kedatangan Islam lagi. Beliau sendiri mengakui bahwa

di dalam al-Quran tidak istilah sunnah yang merujuk kepada penambahan tentang

Nabi. namun demikian, konsep sunnah menurutnya telah ada sejak awal kedatangan

Islam. Karna dalam Quran yang menegaskan bahawa Rasulullah SAW adalah teladan

yang baik dan layak untuk diikuti (uswah hasanah). Keadaan ini menguatkan

kembali pandangan Rahman bahwa umat Islam sejak awal telah memandang

perilaku Rasulullah SAW sebagai satu konsep.

Sunnah dalam pengertiannya adalah sebuah amalan yang hidup (living

tradition) yang ada dalam ijma’ Islam, ijtihad dari alim ulama dan pendapat dari

tokoh-tokoh politik dalam urusan mereka. Berdasarkan definisi di atas, beliau

telah mengkategorikan sunnah sebagai berikut;

 Sunnah yang ideal adalah sunnah (tradisi amalan) dan hadith (tradisi lisan)
muncul dari sumber yang sama.

 Living tradition yang awalnya merupakan sunnah yang ditafsirkan sehingga


menjadi amalan hidup masyarakat Islam.

 Sunnah itu berpegang dengan hadis dan dirumuskan melalui penafsiran.

Living hadis merupakan salah satu cabang disiplin dalam hadis. 7 Sebagai

sarana kajian hadis yang berkembang pada saat ini, living hadis tersebut

6
M.Khoiril Anwar. “Living Hadis”. Farabi Volume 12 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-
0993 E ISSN 2442-8264.h.73 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa
7
Syaifuddin Zuhri Qudsy dan Ali Imron, Model-model Penelitian Hadis Kontemporer,
(Yogyakarta: TehaPress bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,2013), 179.
5

merupakan hal yang menarik untuk dilihat sebagai fenomena yang

kemunculannya bertujuan untuk menunjukkan hadis-hadis yang ada pada

masa lalu dan menjadi suatu praktik pada masa kini. Living hadis juga

membahas tentang gejala yang nampak di masyarakat yang berupa bentuk

pola perilaku yang tidak menyimpang dari hadis Nabi Muhammad saw.

Living hadis juga berarti bagian dari respon umat Islam dalam bentuk

interaksi mereka dengan hadis-hadis Nabi saw. Kendati begitu, kajian living

hadis juga memiliki daya tarik tersendiri untuk dikaji lebih dalam oleh tokoh-

tokoh masyarakat yang juga beriringan dengan meningkatnya kesadaran

masyarakat Islam terhadap agamanya. Menurut Suryadi, living hadis

merupakan sunnah yang hidup dan berkembang secara cepat pada masa kini

dari berbagai masyarakat Islam. Pada satu sisi living hadis juga merupakan

bentuk kebutuhan yang mendasar karena dalam jangka panjang tolak ukur

ide-ide masyarakat muslim yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama

yang dianutnya akan terancam jika tidak ada rujukan yang otoritatif.8

B. Pendekatan Living Hadis

Dalam Penelitian Living Hadis, tentunya menggunakan pendekatan tersendiri.

Berikut 4 pendekatan dalam living hadis:

8
Kajian mengenai living sunnah diulas secara mendalam oleh Suryadi, “Dari Living Sunnah ke
Living Hadis”, dalam Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,
(Yogyakarta: TH Press bekerjasama dengan penerbit Teras, 2007), 89-104.
6

1. Fenomenologi

Fenomenologi adalah cara menggambarkan sesuatu yang terjadi ketika

mengalami sebuah fenomena (contohnya, bencana alam yang terjadi di pulau

jawa)9. Fenomenologi ini bertujuan untuk mengumpulkan pengalaman-

pengalaman dari beberapa orang yang mengalami peristiwa yang sama dan

menyimpulkannnya dengan deskripsi menjadi inti pokok dari permasalahan

tersebut.

2. Studi Naratif

Studi Naratif adalah teks narasi yang dituliskan rapi, menceritakan suatu

peristiwa secara tertata, urut sesuai dengan kejadian yang ada dan terhubung

secara kronologis. Devinisi dari naratif ini adalah deskripsi dari yang di ucapkan,

dituturkan, dan diceritakan. Rangkaian dari deskripsi peristiwa ini harus saling

berhubungan. Pada dasarnya riset ini memiliki banyak bentuk, menggunakan

beragam praktek analitis, dan berakar pada beragam disiplin sosial dan

humaniora.10

3. Etnografi

Pendekatan Etnografi adalah penelitian mengenai kebudayaansuatu komunitas

masyarakat. Sebuah etnografi berfokus pada sebuah kelompok yang memiliki

kebudayaan yang sama.11

9
Cresswell, Penelitian Kualitatif, memilih diantara 5 pendekatan (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar 2014)
10
John W. Creswell, Penelitian Kualitatif dan Desain riset: Memilih di antara Lima
Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015) hal. 96
11
John W. Creswell, hal. 125
7

4. Sosial Pengetahuan

Jika living Quran dan living hadis adalah proses terwujudnya pedoman Al-

Quran dan hadis dalam kehidupan nyata, maka kontruksi sosial dapat dijadikan

proses antara individu dan peraturan kehidupun dalam Al-Quran dan hadis secara

nyata.12

C. Macam-Macam Living Hadis

Living hadis mempunyai tiga model yaitu tradisi tulisan, tradisi

lisan dan tradisi praktik. Uraian yang digagas ini mengisyaratkan adanya

berbagai bentuk yang lazim dilakukan di satu ranah dengan ranah lainya

terkadang saling terkait erat. Hal tersebut dikarenakan budaya praktik

umat Islam lebih menggejala dibanding dengan dua tradisi lainya, tradisi

lisan dan praktik. Berikut penjelasannya:13

1. Tradisi Tulis

Tradisi tulis-menulis sangat penting dalam perkembangan living-hadis.

Tulis-menulis tidak hanya sebatas sebagai bentuk ungkapan yang sering

terpampang dalam tempat-tempat yang strategis seperti bus, masjid, sekolahan,

pesantren, dan fasilitas umum lainnya. Ada juga tradisi yang kuat dalam khazanah

khas Indonesia yang bersumber dari hadis Nabi Muhammad saw. sebagaimana

terpampang dalam berbagai tempat tersebut.

Salah satu contoh tradisi tulis adalah potongan hadis di bawah ini:

ُ‫َخْيُر ُك ْم َم ْن َت َعلَّ َم الْ ُق ْرآ َن َو َعلَّ َمه‬


Artinya:
12
Jurnal living hadis, volume 1, nomor 1, Mei 2016
13
Masrukhin Muhsin. ‘Memahami Hadis Nabi dalam Konteks Kekinian: Studi Living-Hadis”
jurnal Holistic al-Hadis, Vol. 01, No. 1, h.6-16(Januari-Juni) 2015 ISSN: 2460-8939
8

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan


mengajarkannya.”
Hadis tersebut di atas biasa terpampang di dinding-dinding masjid, tulisan
kaligrafi yang terpampang di rumah, pesantren ataupun madrasah. Tradisi tulis
semacam ini disebut dengan living hadis.

Tidak semua yang terpampang dalam tempat-tempat yang strategis seperti

masjid, sekolahan, pesantren, dan fasilitas umum berasal dari hadis Nabi Muhammad

saw. atau di antaranya ada yang bukan hadis namun di masyarakat dianggap sebagai

hadis. Seperti kebersihan itu sebagian dari iman yang bertujuan untuk menciptakan

suasana kenyamanan dan kebersihan lingkungan.

2. Tradisi Lisan

Tradisi lisan dalam living-hadis sebenamya muncul seiring dengan praktek

yang dijalankan oleh umat Islam. Seperti bacaan dalam melaksanakan shalat

shubuh pada hari jum'at.Di kalangan pesantren yang kyainya hâfiẓ al-Qur’ân,

shalat shubuh hari Jum'at relatif panjang karena di dalam shalat tersebut dibaca

dua ayat yang panjang, yaitu surat al-Sajadah dan surat al-Insân. Sebagaimana

sabda Nabi Muhammad saw

Artinya:
“Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. ketika shalat shubuh pada hari Jum'at
membaca ayat alif lâm mîm tanzîl. (Q.S. al-Sajadah) dan “Hal atâ ʻalâ al-insân
Ḥînum min aldahr” (Q.S. al-Dahr). Adapun untuk shalat Jum'at Nabi Muhammad
saw. membaca Q.S. al-Jumuʻah dan al-Munâfiqûn.”

Berdasarkan hadis di atas, untuk shalat Jum'at kadang-kadang sang

imam membaca surat al-jumu'ah dan al-munafiqun. Namun untuk kedua surat

tersebut kadang-kadang hanya dibaca tiga ayat terakhir dalam masing-masing


9

surat. Di samping itu, untuk shalat Jum'at kadangkala dibaca surat surat al-

Aʻlâ dan al-ghâsyiah dengan berdasarkan pada hadis yang lain.

Demikian juga terhadap pola lisan yang dilakukan oleh masyarakat

terutama dalam melakukan zikir dan do'a seusai shalat bentuknya

macammacam. Ada yang melaksanakan dengan panjang dan sedang. Dalam

kesehariannya, umat Islam sering melaksanakan zikir dan do'a. Keduanya

merupakan rutinitas yang senantiasa dilakukan mengiringi shalat dan paling

tidak dilakukan minimal lima kali dalam sehari semalam.

Rangkaian zikir dan do’a tidak lai merupakan sejumlah rangkaian

yang dianjurkan oleh Allah dalam al-Qurandan Rasulullah saw. dalam hadis-

hadis usai mengerjakan shalat lima waktu (maktûbah). Atau lebih dari hal itu,

kebiasaan zikir dan do’a juga dapat dilakukan usai melaksanakan shalat

sunnah tertentu dan dalam keadaan apa saja.

Sebagaimana menjadi kesepakatan bahwa dasar pelaksanaan dan tata

cara beribadah harus datang dari pembuat undang-undang, yakni Allah dan

rasul-Nya. Kaidah tersebut juga berlaku dalam masalah zikir dan do'a. Dua

bentuk kegiatan tersebut pelaksanaannya diatur dan ditentukan di dalam al-

Quran dan hadis. Walaupun di dalam al-Qurandan hadis tidak ada dalil

satupun yang menunjukkan kewajiban melaksanakan kedua hal tersebut,

namun dua hal tersebut merupakan tradisi yang harus dilaksanakan umat

Islam sebagai hamba Allah swt. Umat manusia yang baik adalah senantiasa

mengingat Tuhannya dan meminta pertolongan dan perlindungan terhadap-

Nya.Orang yang tidak berbuat demikian termasuk orang yang sombong

karena yakin dengan kekuatannya sendiri dan tidak perlu bantuan lagi.
10

3. Tradisi Praktek

Tradisi praktek dalam living-hadis cenderung banyak dilakukan oleh umat

Islam.Hal ini berdasarkan sosok Nabi Saw.yang senantiasa menyampaikan ajaran

Islam. Sebagai contoh dalam kasus ini adalah tradisi ru’yah dan hisâb yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya masyarakat Banten.

Tradisi ini berdasarkan hadis Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhârî

dan Muslim dari Ibn Umar:

Artinya:
“Kami umat ummi, tidak pandai menulis dan tidak pandai berhitung. Bulan itu
begini dan begini (yakni adakalanya berusia dua puluh sembilan dan
adakalanya berusia tiga puluh hari).”
Secara tekstual, hadis ini menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad

Saw., yakni umat Islam, dalam keadaan buta huruf, mereka selain tidak pandai

membaca dan menulis juga tidak pandai melakukan hisab awal bulan

qamariyah (perhitungan tahun berdasarkan peredaran bulan). Pernyataan

tersebut relevan untuk keadaan umat Islam pada zaman Nabi Muhammad

Saw.

Untuk zaman sesudah Nabi wafat, termasuk zaman sekarang ini, umat

Islam telah banyak yang cakap membaca dan menulis, serta melakukan hisab

awal bulan. Bahkan dari kalangan umat Islam zaman sekarang telah banyak

yang pandai memanfaatkan teknologi yang sangat canggih untuk mengetahui

saat berlangsungnya awal bulan qamariyah. Dengan demikian, hadis di atas

lebih tepat bila dipahami secara kontekstual sebab apa yang dikatakan oleh

Nabi Saw. dalam hadis itu bersifat temporal.


11

Meskipun umat Islam Indonesia, termasuk di dalamnya umat Islam

Banten, ada perbedaan pendapat, ada yang menganut hisâb murni, yaitu

organisasi massa Muhammadiyah dan ada juga yang berpendapat hisâb itu

sebagai alat bantu saja, tetapi pada akhirnya yang digunakan adalah ru’yah,

yaitu organisasi massa Nahdlatul Ulama yang kebetulan dianut oleh

pemerintah Indonesia. Baik yang menganut pendapat pertama maupun yang

menganut pendapat kedua, keduanya telah menhidupkan sunnah Nabi atau

living-sunnah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan materi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa:

 Menurut ulama mutaqaddimin, hadis adalah segala perkataan, perbuatan


atau ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw pasca kenabian,

sementara sunnah adalah segala sesutu yang diambil dari Nabi Saw

tanpa membatasi waktu.

 Sedangkan ulama muta’akhkhirin berpendapat bahwa hadis dan sunnah


memiliki pengertian yang sama, yaitu segala ucapan, perbuatan atau

ketetapan Nabi.

 Pendekatan Living Hadis ada 4 yaitu:


1. Pendekatan Fenomenologi

2. Studi Naratif

3. Etnografi

4. Sosial Pengetahuan
 Macam-macam Living Hadis ada 3 yaitu:
1. Tradisi Lisan

2. Tradisi Tulisan

3. Tradisi Praktek

12
13

B. Saran dan Implikasi

Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran

utamanya mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan tafsir. Sebagai bahan acuan,

diaharapkan pada penulisan selanjutnya dapat lebih baik lagi dalam

memaparkan berbagai sumber. kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari
kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan

saran dan kritiknya yang bersifat membangun, untuk kebaikan semuanya.


DAFTAR PUSTAKA

Cresswell, Penelitian Kualitatif, memilih diantara 5 pendekatan (Yogyakarta:


Pustaka Pelajar 2014)
Bakti, Hasan Nasution, Metodologi Studi Pemikiran Islam, Kalam Filsafat Islam,
Tasawuf, Tareqat, Perdana Publishing, Medan, 2016.
Hasan, Fuad dan Koentjaraningrat, Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam
Koentjaraningrat (ed) Metode metode Penelitian Masyarakat, Jakarta,
Gramedia, 1977.
John W. Creswell, Penelitian Kualitatif dan Desain riset: Memilih di antara Lima
Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015).
Jurnal living hadis, volume 1, nomor 1, Mei 2016.
Khoiril, M. Anwar. “Living Hadis”. Farabi Volume 12 Nomor 1 Juni 2015 ISSN
1907- 0993 E ISSN 2442-8264.http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa.
Mahfud, Muhammad Jurnal Fikroh. “Living Hadis: Sebuah Kajian Epistemologis”
Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam. Volume 11 - Nomor 1 - (2018).
Muhsin, Masrukhin. Memahami Hadis Nabi dalam Konteks Kekinian: Studi Living-
Hadis jurnal Holistic al-Hadis, Vol. 01, No. 1, h.6-16(Januari-Juni) 2015
ISSN: 2460-8939.
Suryadi. “Dari Living Sunnah ke Living Hadis”, dalam Sahiron Syamsuddin (Ed.),
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH Press
bekerjasama dengan penerbit Teras, 2007).
Zuhri, Saifuddin Qudsy. “Living Hadis: Genealogi, Teori, Dan Aplikasi” Jurnal
Living Hadis, Volume 1, Nomor 1, Mei 2016.
Zuhri, Saifuddin Qudsy, Ali Imron, Model-model Penelitian Hadis Kontemporer,
(Yogyakarta: TehaPress bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,2013).

Anda mungkin juga menyukai