Makalah:
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Al-Qur’an dan Sosial Budaya
Oleh:
MUHAMMAD FIKRI AL-RASYID (07020322060)
MUHAMMAD SYAHDAN AL-GHONY (07040322117)
Dosen Pengampu:
DR. HJ. KHOIRUL UMAMI, M.AG
SURABAYA
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada seluruh hambanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kajian Ontologi Living Qur’an” dengan lancar tanpa
halangan.
Makalah ini disusun sebagai sebagian dari upaya penulis guna memenuhi
persyaratan tugas mata kuliah Al-Qur’an dan Sosial Budaya yang diampu oleh Ibu
Dr. Hj. Khoirul Umami, M.Ag. Tujuan utama dari makalah ini adalah untuk
mengurai konsep Living Qur’an yang merupakan terminologi yang relevan dalam
kajian keislaman, terutama dalam konteks korelasi al-Qur’an dengan
perkembangan sosial budaya.
Selama penulisan makalah ini, penulis berupaya menyuguhkan informasi
dengan sebaik-baiknya dan menghindari kesalahan. Namun, penulis menyadari
bahwa keterbatasan ilmu dan pemahaman masih ada. Oleh karenanya, saran dan
kritik serta masukan dari pembaca sangat diharapkan untuk meningkatkan kualitas
penulisan di masa mendatang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif bagi
semua pembaca khususnya bagi pengkajinya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
A. Latar Belakang........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
KAJIAN ONTOLOGI FENOMENA LIVING QUR’AN.............................................5
A. Pengertian Ontologi.............................................................................................5
B. Pengertian Living Qur’an....................................................................................6
C. Kajian Ontologi Living Qur’an...........................................................................7
BAB III.............................................................................................................................9
KESIMPULAN................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode Living Qur’an adalah salah satu metode penelitian kontemporer
alternatif dalam kajian ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Di Indonesia metode ini sudah
mulai didiseminasikan pada tahun 2000-an baik secara impllisit ataupun eksplisit.
Kajian bermula dari diskusi sederhana di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang kemudian diangkat dalam seminar nasional Forum
Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis Indonesia pada tahun 2005, lebih lanjut
workshop metodologi Living Qur’an kemudian diselenggarakan pada tahun 2006
juga di UIN Yogyakarta. Salah satu faktor yang melatarbelakangi adanya metode
tersebut adalah proses integrasi keilmuan yang tengah merambah dunia intelektual
kampus.1 Dengan model integrasi tersebut, maka kajian al-Qur’an menjadi sangat
terbuka untuk disandingkan dengan metode-metode lainnya.
Sebagai sebuah metode, Living Qur’an perlu terus disempurnakan agar
kehadirannya membawa perubahan besar pada kajian al-Qur’an yang sebelumnya
bermuara pada text oriented kemudian berbalik kepada context oriented. Kajian
yang berpusat pada teks cenderung stagnan dan repetitif sehingga sedikit sekali
pengembangan dan inovasi yang dapat dilakukan. 2 Sementara kajian yang
berpusat pada konteks akan terus mengalami perubahan dan perkembangan.
Metode Living Qur’an memiliki dinamika yang sangat tinggi Hal ini
dikarenakan objek penelitiannya berupa fenomena atau gejala sosial yang dapat
berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat. 3 Bahkan dalam waktu
yang sama sekalipun, keberagaman pengalaman al-Qur’an dapat hadir dalam
tataran praktis dan teknis. Sejak awal metode Living Qur’an sudah meniscayakan
adanya keragaman pada tataran implementasi terhadap pesanpesan yang ada
dalam al-Qur’an. Menurut Ahmad Farhan, dalam konteks interaksi dan resepsi
1
Putra, A., & Yasir, M. (2018). Kajian Al-Qur’an di Indonesia. Tajdid, 21(17), 17.
2
Akmaludin, M. (2017). Diskursus Penelitian Al-Qur’an dan Hadis dengan Ilmu Pengetahuan
Modern. Prosiding Seminar Nasional dan Internasional . Universiti Malaysia Sabah.
3
Hasbillah, A. U. (2021). Ilmu Living Qur’an-Hadis. Darus Sunnah, 29.
3
terhadap al-Qur’an saja, setidaknya ada 16 bentuk fenomena yang menjadi realitas
sosial di tengah masyarakat. Dimulai dari resepsi al-Qur’an sebagai bahan bacaan,
tulisan kaligrafi, hngga ayat al-Qur’an sebagai pelindung diri atau jimat.4
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas, ada beberapa masalah yang teridentifikasi:
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana kerangka filsafat
ilmu, spesifiknya kajian ontologi memahami tentang fenomena living Qur’an.
4
Farhan, A. (2017). Living Al-Qur’an Sebagai Metode Alternatif dalam Studi AlQur’an. El-Afkar,
6(2), 91.
4
BAB II
KAJIAN ONTOLOGI FENOMENA LIVING QUR’AN
A. Pengertian Ontologi
Ontologi adalah ilmu yang membahas lingkup penelaahan keilmuan
hanya pada lingkup daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman
manusia secara emperis dalam proses penemuan/ penyusunan pernyataan
yang bersifat benar secara ilmiah. 5 Dengan nilai kebenaran universal
antologis ilmu dan tehnologi diberdayakan dalam bentuk sikap dan prilaku
spiritual untuk menjaga kelestarian ekosistem dalam keseimbangan. Hakikat
kajian ontology adalah apa yang ada (what is being), dimana yang ada dan
apa kebenaran itu. Karena persoalan tersebut sangat mendasar sehingga
manusia dihadapkan pada beberapa alternative jawaban.
Jika ditelusuri lebih jauh persoalan pertama “what is being” maka
akan menemukan beberapa jawaban yang berbeda-beda keyakinan seperti
monisme, dualisme, pluralisme dan agnotisme. Persoalan kedua adalah
“where is being”. Jawaban dari pertanyaan ini adalah (1) yang bersemayam
di dunia ide yang bersifat abstrak, tetap dan abadi, (2) yang ada mukim di
duinia ide, yang bersifat kongkrit dan individual sehingga kebenaran yang
diperoleh terbatas dan berubah-ubah. Persoalan ketiga yaitu apakah
kebenaran itu? Jika yang dimaksud kebenaran abadi adalah Tuhan, akan
tetapi jika yang dimaksud adalah kebenaran yang berubah-ubah, maka
persoalannya adalah bagaimana perubahan itu dan apa yang menentukan
perubahan.6
Berangkat dari dasar ontologis tersebut, jika pendidikan Islam ingin
dikembangkan sebagai sebuah disiplin, maka harus mempunyai wilayah
kajian khusus yang membedakan dari ilmu-ilmu yang lain. Memang tidak
5
Jujun S. Suria Sumantri, Illmu dalam Perspektif Moral Sosial dan Politik, (Jakarta: Gramedia,
1986) hal. 3.
6
Mahfud Djunaidi, Ilmu Pendidikan Islam, Filsafat dan Pengembangan (Semarang: RaSail Media
Group, 2010), hal. 7.
5
mudah untuk menentukan batas-batas wilayah kajian pendidikan Islam,
karena wilayah pendidian Islam sangat luas, seluas ajaran Islam itu sendiri.
Menurut Hasan Langgulung tema pendidikan Islam bisa mencakup hampir
seluruh segala macam pengetahuan manusia dan segala aktifitas manusia
yang bersangkutan dengan budaya dan peradabannya, akan tetapi bisa
sempit karena mencakup satu disiplin ilmu yaitu ilmu pendidikan sebagai
cabang pengetahuan yang termasuk bidang kemanusiaan.7 Akan tetapi
bukan berarti tidak mungkin untuk menentukan batasan-batasan wilayah
kerjanya.
Dalam beberapa literatur kajian pendidikan Islam sebagai ilmu
meliputi manusia, fungsi pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum
pendidikan, peserta didik, pendidik, metode dan pendekatan pembelajaran,
dan evaluasi.8
7
Hasan Langgulung, Azas-Azas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), hal. vii.
8
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana, 2006), hal. v-vii.
9
Mubasyaroh. (2014). Da’wah Model of Prophet Muhammad in Madina. QIJIS, 2(1), 48-49.
6
diaplikasikan dalam konteks kehidupan sehari-hari, bahkan dalam situasi-
situasi yang berkembang.
Pendekatan akademis terhadap "Living Qur'an" sering kali
melibatkan studi tafsir, ilmu hadis, sejarah Islam, dan ilmu-ilmu lainnya
untuk memahami bagaimana Al-Qur'an dipahami, diterapkan, dan
diterjemahkan oleh umat Muslim dari masa ke masa. Hal ini juga dapat
melibatkan pemahaman teologis tentang konsep wahyu dan inspirasi ilahi
dalam Islam, serta pembahasan tentang otoritas dan metodologi penafsiran
Al-Qur'an. Dengan demikian, konsep "Living Qur'an" menyoroti elastisitas
dan relevansi yang terus-menerus dari pesan Al-Qur'an dalam menghadapi
tantangan dan dinamika zaman yang berubah, sambil mempertahankan
esensi dan keutuhan nilai-nilai etika, spiritual, dan moral yang terkandung di
dalamnya.10
C. Kajian Ontologi Living Qur’an
Studi ontologi tentang "Living Qur'an" akan mengeksplorasi sifat
dan hakikat keberadaan Al-Qur'an sebagai teks suci dalam agama Islam
yang dianggap memiliki dimensi kehidupan dan relevansi yang terus-
menerus. Dalam kajian ontologi ini, beberapa pertimbangan mendasar dapat
dimasukkan:
1. Kehidupan Spiritual: Kajian ontologi tentang "Living Qur'an" akan
mempertimbangkan dimensi spiritual Al-Qur'an sebagai wahyu ilahi yang
hidup. Ini melibatkan pemahaman tentang bagaimana Al-Qur'an dipandang
sebagai manifestasi dari Tuhan yang hidup dan memberikan arah rohani
bagi umat Muslim. Kehidupan spiritual Al-Qur'an tidak terbatas pada satu
titik waktu dalam sejarah, tetapi terus berlangsung sebagai sumber
kebijaksanaan dan kekuatan spiritual bagi individu dan komunitas Muslim.
2. Dimensi Waktu: Ontologi "Living Qur'an" akan mengeksplorasi
bagaimana Al-Qur'an eksis dalam dimensi waktu. Meskipun diturunkan
pada zaman Nabi Muhammad, pesan-pesan Al-Qur'an dianggap relevan
dan berkelanjutan dalam setiap era. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an
10
Mustaqim, A. (2015). Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta: Idea Press.
7
memiliki keberadaan yang dinamis, mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman tanpa kehilangan esensi atau nilai-nilainya.
3. Interpretasi Dinamis: Kajian ontologi akan mempertimbangkan sifat
dinamis dari interpretasi Al-Qur'an. Meskipun teksnya tetap tidak berubah,
ontologi "Living Qur'an" menyoroti bagaimana pemahaman dan aplikasi
Al-Qur'an berkembang seiring waktu. Ini mencerminkan upaya untuk
menafsirkan Al-Qur'an secara kontekstual dalam menghadapi perubahan
sosial, budaya, dan intelektual.
4. Kehidupan dalam Budaya: Ontologi "Living Qur'an" akan menggali
bagaimana Al-Qur'an hidup dalam berbagai konteks budaya. Al-Qur'an
diinterpretasikan dan diterapkan dalam praktik keagamaan dan budaya
yang beragam di seluruh dunia. Studi ini mencakup bagaimana pesan-
pesan Al-Qur'an diadaptasi dalam berbagai tradisi dan budaya, serta
bagaimana budaya mempengaruhi pemahaman dan aplikasi Al-Qur'an.
5. Relevansi Moral dan Etis: Kajian ontologi tentang "Living Qur'an" akan
mengeksplorasi relevansi moral dan etis Al-Qur'an dalam konteks
kontemporer. Ini melibatkan pemahaman tentang bagaimana Al-Qur'an
memberikan kerangka etis dan moral yang relevan dalam menjawab isu-
isu sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang kompleks. Konsep "Living
Qur'an" menyoroti bahwa pesan-pesan moral dan etis Al-Qur'an dapat
memberikan pedoman yang berharga bagi individu dan masyarakat dalam
menghadapi tantangan zaman sekarang.
Dengan demikian, kajian ontologi tentang "Living Qur'an" akan
memperdalam pemahaman tentang sifat keberadaan Al-Qur'an sebagai
sumber kebijaksanaan dan inspirasi yang hidup, yang relevan dan
berkelanjutan dalam kehidupan umat Muslim dan masyarakat luas. Ini
melampaui sekadar memandang Al-Qur'an sebagai teks kuno, tetapi juga
sebagai panduan yang relevan dan berkelanjutan dalam menghadapi
dinamika dan perubahan zaman.
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kencana, 2006), hal. v-vii.
Jujun S. Suria Sumantri, Illmu dalam Perspektif Moral Sosial dan Politik,
(Jakarta: Gramedia, 1986) hal. 3.
Mahfud Djunaidi, Ilmu Pendidikan Islam, Filsafat dan Pengembangan (Semarang:
RaSail Media Group, 2010), hal. 7.
10