Anda di halaman 1dari 14

KONSEP MODERASI BERAGAMA

RAHMATAN LIL ALAMIN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu : Muta Ali Arauf M.A.

Disusun Oleh :
Achyani Aniyk Masriaqh : (224110103046)
Siti Novarianti : (224110103079)
Wijayanto : (224110103082)

Kelas : 2 Managemen Dakwah B

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan beribu-ribu nikmat serta hid
ayah Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”
Analisis dan Penggunaan Sumber Dana” ini tepat pada waktunya. Kemudian sholawat serta s
alam kita haturkan kepada junjungan kita suri tauladan kita Nabi agung Muhammad SAW ya
ng telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga ke zaman yang terang benderang.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam
Islam Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang pendekatan studi
islam dan pengetahuan umum secara terperinci bagi para pembaca dan juga bagi para penulis.
saya juga mengucapkan terima kasih kepada Muta Ali Arauf M.A. selaku dosen pengampu m
ata kuliah Metodologi Studi Islam

Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis memaklumi dan menyadari bahwa ma
kalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan pe
nulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan
dan sempurnanya makalah ini.

Purwokerto, 30 Mei 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

1.4 Pengertian dan Pendekatan Psikologi dan Studi Islam................................................3

1.5 Dana dalam Aliran KasPrinsip-prinsip Filosofis Sebagai Pendekatan Studi Agama..4

1.6 Implementasi Paradigma Interdisipliner Integratif - Interkonektif dalam Studi Islam6

1.7 Konsep dan Praktik dalam moderasi beragama (Menjalankan Praktik Islam yang
ramah, Moderat dan Rahmatan Lil Alamin)...........................................................................7

BAB III....................................................................................................................................11

PENUTUP...............................................................................................................................11

1.8 Kesimpulan................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Seiring berkembangnya zaman, semua tentu akan mengalami perubahan. Begitu juga
dengan pemahaman manusia terhadap agama secara benar. Pemahaman manusia yang
berbeda-beda ini kemudianmenimbulkan berbagai macam tafsir terhadap agama. Beberapa
kalangan
menafsirkan agama dengan sangat kaku, sehingga sulit menerima perubahan ataupun
masukan dari luar kalangan mereka. Pemahaman inilah yang kemudian melahirkan sikap
ekstrimisme (radikal) dalam beragama. Lahirnya radikalisme sendiri juga ditandai –antara
lain– dengan lahirnya organisasi-organisasi keagamaan yang sering menggunakan cara-cara
kekerasan dalam menjalankan misinya. Organisasi Islam radikal memiliki tipologi, varian
dan orientasi yang berbeda-beda. Namun demikian, ada kesamaan di antara organisasi-
organisasi Islam radikal, yaitu penggunaan jalan kekerasan. Kemunculan secara masif
gerakan Islam radikal mendapatkan respons yang beragam dari berbagai pihak. Ada yang
memberikan respons positif dengan mendukung, ada yang memberi respons reaktif-
emosional, ada yang memberikan respons kreatif, dan ada juga yang merespon secara
anarkis.

Bertolak belakang dengan kalangan yang menafsirkan agama secara radikal, ada
beberapa kalangan yang menafsirkan nash-nash agama dengan terlalu lembek. Hal ini
kemudian melahirkan sikap yang liberal dalam beragama. Kalangan ini terlalu condong
terhadap kebebasan beragama namun tanpa melihat batas-batas kebebasan tersebut. Agama
Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah sebenarnya hadir sebagai jalan tengah
(tawassuth) dengan berbagai konsep yang meneduhkan. Hal ini karena sebagai agama yang
diridhai, maka islam memiliki cakupan universal dalam ajaranya. Misi agama Islam adalah
sebagai rahmat bagi semesta alam, sebagaimana dalam Al Qur’an surat Al Anbiya’:107.
Dalam rangka untuk memenuhi misi tersebut, maka diperlukan sikap beragama yang
moderat. Hal inidimaksudkan agar ajaran Islam benar-benar bisa terintegrasi dengan budaya
dan keadaan masyarakat yang multikultur di Indonesia integrasi ajaran agama dan keadaan
masyarakat multikultural di Indonesia.Ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin sebenarnya sudah
diimpelentasikan oleh para walisanga ketika mereka menyebarkan Islam di Indonesia. Salah

1
satunya dengan melakukan akulturasi budaya. Namun pasca reformasi yang ditandai dengan
terbukanya ‘kran’ demokratisasi sehingga menjadi lahan subur paham radikal Islam di
Indonesia. Gejala radikalisme belakangan ini masuk kesemua lini kehidupan, salah satunya
dunia pendidikan 1

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Jika Konteks ini dilihat dari sisi pendekatan psikologi?
2. Bagaimana Jika Konteks ini dilihat dari sisi pendekatan Folisosfis?
3. Bagaimana Jika Konteks ini dilihat dari sisi pendekatan Interdisipliner?
3. Bagaimana Konsep dan Praktik dalam moderasi beragama (Menjalankan Praktik
Islam yang ramah, Moderat dan Rahmatan Lil Alamin)

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Jika Konteks ini dilihat dari sisi pendekatan
psikologi?
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Jika Konteks ini dilihat dari sisi pendekatan
Folisosfis?
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Jika Konteks ini dilihat dari sisi pendekatan
Interdisipliner?
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep dan Praktik dalam moderasi beragama
(Menjalankan Praktik Islam yang ramah, Moderat dan Rahmatan Lil Alamin)

1
Muhammad Hasim Asngari, ‘Internalisasi Islam Rahmatan lil ‘Alamin Perspektif KH. Hasyim Muzadi sebagai
Dasar Moderasi Beragama (Studi Kasus di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Kota Blitar)’, 4 (2021).

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.4 Pengertian dan Pendekatan Psikologi dan Studi Islam


Psikologi adalah sebuah istilah yang dipergunakan untuk merujuk bentukan halus
dalam diri manusia yang tidak terlihat dan hanya dapat dirasakan. Sesuatu yang tidak tampak
itu menimbulkan kesulitan tersendiri dalam memberikan definisi yang tepat. Secara bahasa,
psikologi berasal dari bahasa Inggris Psychology yang berasal dari bahasa Yunani Psyche
yang artinya jiwa, dan logos yang berarti ilmu pengetahuan (Abdul Rahman Shaleh & Muhib
Abdul Wahab, 2005: 1). Jadi, psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik
mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, dengan singkat
disebut ilmu jiwa (Ahmad Fauzi, 1999: 10). Namun psikologi dalam bahasa arab sampai
sekarang masih disebut ilmu nafs yang berarti ilmu jiwa (Diana Mutiah, 2010: 1)

Sedangkan studi islam atau studi keislaman (islamic studies) merupakan suatu disiplin
ilmu yang membahas Islam, baik sebagai ajaran, kelembagaan, sejarah maupun kehidupan
umatnya Dimaklumi bahwa Islam sebagai agama dan sistem ajaran telah menjalani proses
akulturasi, transmisi dari generasi kegenerasi dalam rentang waktu yang panjang dan dalam
ruang budaya yang beragam. Pola kajian yang dikembangkan dalam studi ini adalah upaya
kritis terhadap teks, sejarah, dokrin, pemikiran dan istitusi keislaman dengan menggunakan
pendekatan-pendektan tertentu, seperti Kalam, Fiqh, fisafat,tasawuf, historis, antropologis,
sosiologis, psikologis, yang secara populer di kalangan akademik dianggap ilmiah.

Dengan pendekatan ini kajian tidak disengajakan untuk menemukan atau


mempertahankan keimanan atas kebenaran suatu konsep atau ajaran tertentu, melainkan
mengkajinya secara ilmiah, yang terbuka ruang di dalamnya untuk ditolak, diterima, maupun
dipercaya kebenarannya. Kajian dengan pendekatan semacam ini banyak dilakukan oleh para
orientalis atau islamis yang memposisikan din sebagai outsider (pengkaji islam dari luar) dan
insider (pengkaji dari kalangan muslim) dalam studi keislaman kontemporer.2

Psikologi dan Studi Islam

2
Asep Rosidi, (2019), Pendekatan Psikologi dalam Studi islam, Jurnal Inspirasi, Volume.5, No.1

3
Obyek formal telaah psikologi adalah manusia dan obyek materialnya adalah tingkah
laku manusia (Baharuddin, 2004: 287). Keberadaan manusia telah banyak dibahas dalam al-
Qur'an diantaranya adalah tentang sifat-sifat dan potensinya. Manusia merupakan makhluk
ciptaan Tuhan dalam bentuk yang paling sempurna dibanding makhluk lainnya.
Kesempurnaan manusia ini dibuktikan dengan pemberian akal yang dapat digunakan untuk
membedakan yang baik dan yang buruk, benar dan salah Manusia dianjurkan mencari
kebenaran untuk menjalani hidup di dunia dan di akhirat kelak karena secara alamiah
manusia mempunyai potensi diri. Proses aktualisasi potensi itu merupakan pencapaian tujuan
akhir pendidikan Islam. Islam dapat dilihat mempunyai dua komponen, yaitu ibadah (aktifitas
penyembahan) dan mu'amalah (interaksi dengan sesama manusia). Keduanya terjalin secara
erat dan saling berkaitan dalam banyak hal. Interaksi dengan sesama dan keterkaitan atas
keduanya yang dipengaruhi oleh perasaan, pikiran dan kemauan yang dimiliki oleh manusia
akan menghasilkan pengakuan yaitu pengakuan atas keberadaan dan tanggung jawabnya
sebagai abdullah dan khalifah.

.Pendekatan Psikologi dalam Studi Islam


Manusia adalah makhluk Tuhan yang dalam perkembangan jasmaniah dan
ruhaniahnya selalu memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses pendidikan.
Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa dan pertumbuhan jasmani dalam
pengertian bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari psikologis (M. Arifin, 2006: 103).

Psikologi Islami memandang bahwa manusia selalu dalam proses berhubungan dengan alam,
manusia, dan Tuhan. Hubungan manusia dengan alam sangat diperlukan untuk menghargai
dan menghormati terhadap ciptaannya sehingga manusia mampu menjaga lingkungan yang
baik. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya yaitu menjaga dan Imelindungi harga
dan martabat sebagai manusia, karena mamusia diciptakan sama, maka sikap dan tindakan
jangan sampai mengakibatkan perpecahan dan permusuhan. Sementara manusia dengan
Tuhan tiada lain untuk menciptakan hubungan penghambaan yang baik, karena manusia
diciptakan oleh Allah Swt dengan penuh kasih sayang.3

1.5 Dana dalam Aliran KasPrinsip-prinsip Filosofis Sebagai Pendekatan Studi Agama

3
Asep Rosidi, (2019), Pendekatan Psikologi dalam Studi islam, Jurnal Inspirasi, Volume.5, No.1

4
John Hick menyatakan bahwa pemikiran filosofis mengenai agama bukan merupakan
cabang teologi atau studi-studi keagamaan, melainkan sebagai cabang filsafat. Dengan
demikian, filsafat agama merupakan suatu aktifitas keteraturan kedua (second order activity)
yang menggunakan perangkat-perangkat filsafat bagi agama dan pemikiran keagamaan. Pada
umumnya kita dapat menyatakan pendekatan filosofis memiliki empat cabang:
Pertama, Logika. Berasal dari bahasa Yunani logos, secara literal logika berarti 'pemikiran
atau akal, logika adalah seni argumen rasional dan koheren. Logika merasuk ke seluruh
proses berargumentasi dengan seseorang menjadikannya lebih cermat dan meningkat proses
tersebut. Suatu argumen bertolak dari titik pangkal, argumen-argumen itu memerlukan
pernyataan pembuka untuk memulai. Pernyataan pembuka ini dalam logika disebut premis.
Premis adalah apa yang mengawali argumen.

Kedua, Metafisika. Istilah ini pertama kali digunakan tahun 60 SM oleh filsuf Yunani
Andronicus. Metafisika terkait dengan hal yang paling dasar, pertanyaan-pertanyaan
fundamental tentang kehidupan, eksistensi, dan watak ada (being) itu sendiri, secara literal
metafisika berarti kehidupan, alam, dan segala hal. Metafsiska mengemukakan pertanyaan
tentang apakah sesungguhnya aku, sebagai seorang pribadi, apakah aku tubuh materiil, otak
yang akan berhenti dari keberadaannya ketika mati? Atau apakah aku itu suatu jiwa, suatu
entitas tanpa bentuk terpisah? Apakah Tuhan ada Dalam pengertian bagaimana Tuhan ada?
Aspek aktivitas filosofis ini menunjukkanconcem pada komprehensif. Tidak ada sesuatu pun
yang berada di luar wilayah perhatian filsafat, bagi filsuf segala sesuatu adalah penting. Ini
melindungi dari digunakannya pandangan "menutup mata" atau berat sebelah dalam hal-hal
tertentu, filsuf harus menyadari segala sesuatu yang memang atau mungkin penting bagi
persoalan yang sedang dihadapi. (watak dan status manusia dan komunitas manusia,
termasuk watak subjektivitas).

Ketiga, Epistemologi. Ini menitikberatkan pada apa yang dapat kita ketahui, dan bagaimana
kita mengetahui. Epistemologi memberi perhatian pada pengetahuan dan bagaimana kita
memperolehnya. Plato misalnya berpendapat tidak mungkin memperoleh pengetahuan, dan
dia menggunakan apa yang dia sebut dengan paradok.

Tugas epistemologi adalah menemukan bagaimana pengetahuan berbeda dari


keyakinan dan pendapat? Apakah pengetahuan dan keyakinan berbeda secara esensial? Jika
saya berkata "saya meyakini dia berbohong padaku", itu merupakan pernyataan yang lebih

5
lemah dibanding jika saya mengatakan "saya tahu dia berbohong padaku". Sekarang lihatlah
pernyataan ini dalam konteks berbeda.Keempat, Etika. Secara harfiah etika berarti studi
tentang "perilaku" atau studi dan penyelidikan tentang nilai-nilai yang dengannya kita hidup,
yang mengatur cara kita hidup dengan lainnya, dalam satu komunitas lokal, komunitas
nasional, maupun komunitas global internasional. Etika menitikberatkan perhatian pada
pertanyaan-pertanyaan tentang kewajiban, keadilan, cinta, dan kebaikan. tunduk pada satu
kode moral dan karenanya Tuhan bukan sumber moralitas4

1.6 Implementasi Paradigma Interdisipliner Integratif - Interkonektif dalam Studi


Islam
Paradigma Interdisipliner Integrasi-Interkoneksi sebagai paradigma baru hasil
revolusi keilmuan yang merupakan landasan kerja keilmuan Perguruan Tinggi Islam yang
mendasarkan kajian mencakup seluruh bidang keilmuan yang dikemangkan melalui konsep
hadarah al-nash (ilmu-ilmu yang berkatan dengan teks keagamaan), hadarah al-ilm (ilmu-
ilmu kealaman dan kemasyarakatan), dan hadarah al-falsafah (ilmu-ilmu etika kefilsafatan).
Fungsi paradigma adalah memberikan kerangka, mengarahkan, dan menguji konsistensi dari
proses keilmuan. Paradigma merupakan kerangka logis dari teori sehingga satu paradigma
bisa melingkupi beberapa teori meskipun paradigma lahir dari akumulasi teori-teori yang
saling mendukung dan saling menyempurnakan serta enjadi satu kebutuhan dan sebuah
konsisten yang utuh, sebaliknya dari suatu paradigma ilmu dapat dilahirkan teori-teori baru
berdasarkan temuan-temuan para ilmuwan. Suatu paradigma digunakan atau dpilih tidak
berdasarkan salah atau benarnya sebagai suatu sudut padang terhadap sesuatu tetapi apakah
sudut pandang itu lebih bermanfaat atau kurang bermanfaat.

Sebagai paradigma alternatif dalam studi ke-Islaman, paradigma Integrasi-


Interkoneksi memberikan beberapa landasan kerja yang khas dalam melakukan pembaharuan,
disamping prinsip umum integrasi-interkoneksi. Sebagai contoh, jika secara umum
pengembangan kurikulum didasarkan atas landasan filosofis, sosiologis, organisatoris,
psikologis, dan landasan sosial budaya. Maka paradigma integrasi-interkoneksi ilmu ke-
Islaman, disamping menggunakanlandasan-landasan tersebut, menekankan adanya landasan
teologis sebagai landasan pokok.

4
Muchamad Mufid, ‘PENGUATAN MODERASI BERAGAMA DALAM PROYEK PROFIL PELAJAR
RAHMATAN LIL ‘ALAMIN KURIKULUM MERDEKA MADRASAH’, 2.2 (2023).

6
Implementasi paradigma Integrasi-Interkoneksi dikembangkan dengan prinsip yang
fleksibel, hal tersebut disebabkan keragaman jenis keilmuan. Prinsip fleksibilitas tersebut
diwujudkan dalam beberapa level yang pernah disosialisasikanndi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta baik untuk dosen dan mahasiswa meliputi:

1) Level filosofis

2) Level materi

3) Level metodologi

4) Level strategi

Sedangkan dalam kajian keilmuan, Integrasi-Interkoneksi bisa dilakukan dengan beberapa


model yaitu:

1) Model informatif

2) Model konfirmatif-klarifikatif

3) Model korektif

4) Model similarisasi

5) Model paralelisasi

6) Model komplementasi

7) Model komparasi

8) Model induktifikasi, dan

9) Model verifikasi 5

1.7 Konsep dan Praktik dalam moderasi beragama (Menjalankan Praktik Islam yang
ramah, Moderat dan Rahmatan Lil Alamin)
Ajaran Islam Rahmatan Lil’alamin sebenarnya bukan hal baru, basisnya sudah kuat di
dalam al-Qur’an dan al-Hadits, bahkan telah banyak diimplementasikan dalam sejarah Islam,
5
Ahmad Murtaza Mz and others, ‘Repeated Interpretation: A Comparative Study of Tafsir Al-Misbah and
Kajian Tafsir Al-Misbah on Metro TV’, DINIKA : Academic Journal of Islamic Studies, 7.1 (2022), 137–60
<https://doi.org/10.22515/dinika.v7i1.5093>.

7
baik pada abad klasik maupun pada abad pertengahan. Secara etimologis, Islam berarti
“damai”, sedangkan rahmatan lil ‘alamin berarti “kasih sayang bagi semesta alam”. Maka
yang dimaksud dengan Islam Rahmatan lil’alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah
kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia
maupun alam. Rahmatan lil’alamin adalah istilah qur’ani dan istilah itu sudah terdapat dalam
Al-Qur’an , yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Anbiya’ ayat 107: ”Dan tiadalah
kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan
liralamin)”. Ayat tersebut menegaskan bahwa kalau Islam dilakukan secara benar dengan
sendirinya akan mendatangkan rahmat, baik itu untuk orang Islam maupun untuk seluruh
alam. Rahmat adalah karunia yang dalam ajaran agama terbagi menjadi dua ; rahmat dalam
konteks rahman dan rahmat dalam konteks rahim.. Apabila Islam dilakukan secara benar,
maka rahman dan rahim Allah akan turun semuanya. Dengan demikian berlaku hukum
sunnatullah, baik muslim maupun non-muslim kalau mereka melakukan hal-hal yang diperlu-
kan oleh kerahmanan, maka mereka akan mendapatkanya. Kendatipun mereka orang Islam,
tetapi tidak melakukan ikhtiar kerahmanan, maka mereka tidak akan mendapatkan hasilnya.
Dengan kata lain, kurnia rahman ini berlaku hukum kompetitif. Misalnya, orang Islam yang
tidak melakukan kegiatan ekonomi, maka mereka tidak bisa dan tak akan menjadi makmur.
Sementara orang yang melakukan ikhtiar kerahmanan adalah non-muslim, maka mereka akan
mendapatkan kemakmuran secara ekonomi. Karena dalam hal ini mereka mendapat sifat
kerahmanan Allah yang berlaku universal (amma kulla syak).

Sedangkan hak atas syurga ada pada sifat rahimnya Allah Swt, maka yang mendapat
kerahiman ini adalah orang mukminin. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa
rahmatan lil’alamin adalah bersatunya karunia Allah yang terlingkup di dalam kerahiman dan
kerahmanan Allah. Dalam konteks Islam rahmatan lil’alamin, Islam telah mengatur tata
hubungan menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas. Dalam segi teologis,
Islam memberi rumusan tegas yang harus diyakini oleh setiap pemeluknya, tetapi hal ini tidak
dapat dijadikan alasan untuk memaksa non-muslim memeluk agama Islam (Laa Ikrooha
Fiddiin). Begitu halnya dalam tataran ritual yang memang sudah ditentukan operasionalnya
dalam Al-Qur’an dan As-Sunah. Namun dalam konteks kehidupan sosial, Islam
sesungguhnya hanya berbicara mengenai ketentuan-ketentuan dasar atau pilar-pilarnya saja,
yang penerjemahan operasionalnya secara detail dan komprehensif tergantung pada
kesepakatan dan pemahaman masing-masing komunitas, yang tentu memiliki keunikan
berdasarkan keberagaman lokalitas nilai dan sejarah yang dimilikinya.

8
Entitas Islam sebagai rahmat lil’alamin mengakui eksistensi pluralitas, karena Islam
memandang pluralitas sebagai sunnatullah, yaitu fungsi pengujian Allah pada manusia, fakta
sosial, dan rekayasa sosial (social engineering) kemajuan umat manusia. Pluralitas, sebagai
sunnatullah telah banyak diabadikan dalam al-Qur’an, di antaranya firman Allah dalam surat
Ar-Rum ayat 22 yang maknanya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh pada
yang demikan itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”. 
Juga firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13 yang maknanya: “Hai manusia, sungguh
kami menciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa
- bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sungguh orang yang paling mulia
di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Ayat-ayat tersebut menempatkan kemajemukan sosial
sebagai syarat diterminan (conditio sine qua non) dalam penciptaan makhluk. Dalam al-
Qur’an banyak ayat yang menyerukan perdamaian dan kasih-sayang, antara lain surat Al-
Hujurat ayat 10 yang memerintahkan kita untuk saling menjaga dan mempererat tali
persaudaraan. Allah SWT berfirman, maknanya:“Sungguh orang-orang beriman itu
bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. Benang merah yang bisa kita tarik
dari perintah ini adalah untuk mewujudkan perdamaian, semua orang harus merasa
bersaudara. Dalam konteks ini, Alm KH. Hasyim Muzadi mengajukan tiga macam
persaudaraan (ukhuwwah).

Pertama, Ukhuwwah Islamiyah artinya persaudaraan yang tumbuh dan berkembang


atas dasar keagamaan (Islam), baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional. Kedua,
Ukhuwwah wathaniyah artinya persaudaraan yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kebangsaan. Ketiga, Ukhuwwah basyariyah, artinya persaudaraan yang tumbuh dan
berkembang atas dasar kemanusiaan. Ketiga macam ukhuwwah ini harus diwujudkan secara
berimbang menurut porsinya masing-masing. Satu dengan lainnya tidak boleh
dipertentangkan, sebab hanya melalui tiga dimensi ukhuwah inilah rahmatan Lil ‘alamin akan
terealisasi.6

6
Sudarno Shobron, Moh Abdul Kholiq Hasan, and Hasan Kaprawi, ‘METODE PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TAFSIR AL-MISHBAH PERSPEKTIF MUHAMMAD QURAISH SHIHAB’, 18.2.

9
BAB III

PENUTUP

1.8 Kesimpulan
Konsep moderasi beragama menjadi sebuah gagasan baru sejak diluncurkan
Kementerian Agama pada tahun 2019 sebagai prinsip hidup dalam keanekaragaman. Melalui
lembaga pendidikan dan sosial Namun dalam kebijakan tersebut, penguatan moderasi
beragama masih bersifat hidden dan menjadi tanggung jawab pendidik dalam
mengimplementasikannya. Ukhuwwah Islamiyah dan ukhuwwah wathaniyah merupakan
landasan bagi terwujudnya ukhuwwah insaniyah. Baik sebagai umat Islam maupun bangsa
Indonesia, kita harus memperhatikan secara serius, seksama, dan penuh kejernihan terhadap
ukhuwwah Islamiyah dan ukhuwwah wathaniyyah. Kita tidak boleh mempertentangkan
kedua macam ukhuwwah ini. Dalam hidup bertetangga dengan orang lain, bukan famili,
bahkan non-muslim atau non-Indonesia, kita diwajibkan berukhuwwah dan memuliakan
mereka dalam arti hubungan sosial yang baik. Rasulullah SAW memberikan contoh hidup
damai dan penuh toleransi dalam lingkungan yang plural. Ketika di Madinah, beliau
mendeklarasikan Piagam Madinah yang berisi jaminan hidup bersama secara damai dengan
umat agama lain. Begitu juga ketika menaklukkan Makkah, beliau menjamin kepada setiap
orang, termasuk musuh yang ditaklukkannya, agar tetap merasa nyaman dan aman. Gereja-
gereja dan sinagog-sinagog boleh menyelenggarakan peribadatan tanpa harus ketakutan

10
DAFTAR PUSTAKA

Asngari, Muhammad Hasim, ‘Internalisasi Islam Rahmatan lil ‘Alamin Perspektif KH.
Hasyim Muzadi sebagai Dasar Moderasi Beragama (Studi Kasus di Pondok Pesantren
Bustanul Muta’allimin Kota Blitar)’, 4 (2021)

Asep Rosidi, (2019), Pendekatan Psikologi dalam Studi islam, Jurnal Inspirasi, Volume.5,
No.1

Mufid, Muchamad, ‘PENGUATAN MODERASI BERAGAMA DALAM PROYEK


PROFIL PELAJAR RAHMATAN LIL ‘ALAMIN KURIKULUM MERDEKA
MADRASAH’, 2.2 (2023)

Mz, Ahmad Murtaza, M. Riyan Hidayat, Muhammad Alwi Hs, and Idris Ahmad Rifai,
‘Repeated Interpretation: A Comparative Study of Tafsir Al-Misbah and Kajian Tafsir
Al-Misbah on Metro TV’, DINIKA : Academic Journal of Islamic Studies, 7.1 (2022),
137–60 <https://doi.org/10.22515/dinika.v7i1.5093>

Shobron, Sudarno, Moh Abdul Kholiq Hasan, and Hasan Kaprawi, ‘METODE
PENDIDIKAN ISLAM DALAM TAFSIR AL-MISHBAH PERSPEKTIF
MUHAMMAD QURAISH SHIHAB’, 18.2

John Supriyanto, (2013), Munasabah Alquran dtudi korelatif antara surat bacaan shalat shalat
nabi, Jurnal intizar, Volume.19, No.1

11

Anda mungkin juga menyukai