Anda di halaman 1dari 23

ORANG-ORANG FASIK

(Kajian Tah}li>li> pada QS Al-Baqarah/2: 26-27 dan QS Al-Ra’d/13: 25)

Makalah

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Tafsir Tah}li>li> Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Program Magister UIN Alauddin Makassar

Oleh:

RAHAYU ALAM
NIM: 80600222010

Dosen Pengampu:

Dr.Hj. Aisyah Arsyad, M.A.


Dr. Abd. Ghany, M. Th.I.

PASCASARJANA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................3


A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................5
A. Makna Fasik dalam al-Qur’an ........................................................................................5
B. Tafsiran al-Qur’an Mengenai Orang-Orang Fasik Dalam QS Al-Baqarah/2: 26-27 dan
QS Al-Ra’d/13: 25 ...............................................................................................................6
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................22
A. Kesimpulan ...................................................................................................................22
B. Implikasi\........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Alquran merupakan suatu kitab suci yang universal dan salah satu ajarannya

adalah bahwa seluruh umat Islam diwajibkan mematuhi perintah dan aturan hukum

Allah Swt. Namun sekian banyaknya umat Islam yang bersaksi bahwa tiada tuhan

selain Allah Swt dan mengimani bahwa Muhammad adalah utusan Allah Swt, tapi
tidak sedikit pula di antara mereka yang melakukan keingkaran, membangkang dan

melakukan perbuatan maksiat, atau menjadi orang fasik.

Kata fasiq dalam Alquran dengan berbagai bentuk kata jadiannya disebut 54

kali di dalam 54 ayat dan 23 surah. (Fuad Abd Al-Baqi, 1981: 158). Dengan bentuk

isim masdar (verbal noun), fisq disebut 3 kali, masingmasing dalam QS. Al-Maidah

[5]:3, QS. Al-An‟am [6]:121, dan 145. Alquran juga menyebut bentuk lain berupa

fusuq empat kali, yaitu dalam QS. AlBaqarah [2]:197, 282 serta QS. Al-Hujurat

[49]:7 dan 11. Sementara itu, kata fisq dalam bentuk fi‟il madhi dalam Alquran

disebut empat kali, masingmasing dalam QS. Al-Isra‟ [17]:16, QS. Al-Kahfi [18]:50,

QS. As-Sajadah [32]:20, dan QS. Yunus [10]:33. Di samping itu, juga dalam bentuk
fi‟il mudhari‟ dalam Alquran disebut enam kali, yaitu dalam QS. Al-Baqarah [2]:59,

QS. Al-An‟am [6]:49, QS. Al-A‟raf [7]:163 dan 165, QS. Al-Ankabut [29]:34, serta

QS. Al-Ahqaf [46]:20. Kemudian dalam bentuk isim fa‟il, kata fasiq dalam Alquran

disebut 37 kali. (Sahabuddin, 2007: 219) Berbagai sikap dan perilaku jelek yang

menjadi ciri-ciri orang fasik seperti ditunjukkan Alquran, misalnya melanggar

perjanjian Allah Swt,


mencakup ikrar primordial yang diikrarkan anak cucu Adam sebelum lahir ke dunia

dan perjanjian aqli, berupa bukti-bukti keesaan dan kekuasaan Allah Swt di atas

bumi ini.

Pada makalah ini akan dibahas tentang orang fasik yang terdapat dalam QS

al-Baqarah/2: 26-27 dan QS al-Ra’d/13: 25, dimana pada ayat tersebut menyebutkan

karakter orang fasik dan balasan atas perbuatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tinjauan Umum tentang orang Fasik?

2. Bagaimana Kajian Tahli>li> QS al-Baqarah/2: 26-27 dan QS al-Ra’d/13: 25?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Tinjauan Umum tentang orang Fasik.

2. Untuk Mengetahui bagaimana Kajian Tahli>li> QS al-Baqarah/2: 26-27 dan

QS al-Ra’d/13: 25.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Fasik dalam al-Qur’an


Kata fasik pada dasarnya berasal dari akar kata fasaqa-yafsuqu-fisqan

fusuq>an yang mempunyai arti keluar dari jalan yang hak, kesalehan, serta
syariat.1Senada dengan hal tersebut, Ibn Fa>ris menyebutkan bahwa kata yang terdiri

dari huruf fa, sin, qaf bermakna keluar dari ketaatan. Kata ini apabila ditinjau dari

segi perubahan bentuk atau harakatnya, maka akan menunjukkan beberapa arti,

tetapi pada intinya sama yang menunjukkan pada yang berarti mendustakan; tafsi>q

yang berarti tidak lurus atau tidak sesuai; dan fisq atau fusuq> yang berarti maksiat.2

Jadi, kata fasik diidentikan dengan sesuatu yang buruk dan mencakup segala sesuatu

yang dianggap merusak.

Sementara itu, secara terminologis, menurut al-Jurjani, orang fasik adalah

orang yang menyaksikan, tetapi tidak meyakini dan melaksanakan. Sedangkan Al-

Manzur lebih lanjut menjelaskan bahwa fasik bermakna maksiat, meninggalkan

perintah Allah Swt, dan menyimpang dari jalan yang benar. Fasik juga berarti

menyimpang dari agama dan cendrung pada kemaksiatan.3

Fasik dalam terminologi Islam mencakup pengertian keluar dari

ketentuanketentuan syariat, keluar dari ketaatan kepada Allah, keluar dari jalan yang

1
Ahmad Warson Munawwir, Al - Munawwi r: Kamus Arab - Indonesia (Cet. XIV; Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), h. 1055
2
Jumhu>riyyah Mis}r al-‘Arabiyyah Mujma al-Lugah al-‘Arabiyyah, al - M u ’ j a m a l - Wasi>t}
(Cet.V; Kairo: Maktabah al-Syuru>q al-Dauliyyah, 2011), h. 712
3
Hanafi, M.M, Ensiklopedia Pengetahuan Alquran dan Hadits, (Kamil Pustaka: Jakarta,
2013), h. 254.
benar, keluar atau meninggalkan perintah Allah, dan keluar dari hidayah Allah.

Pengertian ini menunjukkan bahwa fasik secara literal adalah pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Oleh karena itu, orang fasik

adalah sebutan bagi orang yang telah mengakui sekaligus menaati hukum-hukum

agama kemudian melanggarnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Dalam

kaitan ini juga orang-orang kafir terkadang disebut juga fasik. Sebab pada

hakikatnya mereka telah meruntuhkan ketentuan-ketentuan syariat yang secara akal


dan fitrah manusia, mereka telah mengakuinya. Akibat pelanggaran pada ketentuan,

di dalam syariat fasik termasuk dalam kategori dosa, baik dosa besar maupun kecil.4

B. Tafsiran al-Qur’an Mengenai Orang-Orang Fasik Dalam QS Al-Baqarah/2: 26-27


dan QS Al-Ra’d/13: 25
1. Ayat dan Terjemahnya

ِ َّ‫ض ِرب مث اًل ما ب عوضةا فَما فَوقَها فَأ ََّما ال‬ َّ ‫إِ َّن‬
‫ين َآمنُوا فَيَ ْعلَ ُمو َن‬َ ‫ذ‬ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ‫اَّللَ ََل يَ ْستَ ْحيِي أَ ْن ي‬
‫ض ُّل بِِه َكثِ اريا‬
ِ ‫اَّلل ِّب َذا مثَ اًل ي‬ ِ َّ‫اْل ُّق ِمن رّّبِِم وأ ََّما ال‬
ُ َ َ َُّ ‫ين َك َفُروا فَيَ ُقولُو َن َماذَا أ ََر َاد‬ َ ‫ذ‬ َ ْ َ ْ َْ ُ‫أَنَّه‬
‫اَّللِ ِم ْن بَ ْع ِد‬
َّ ‫ضو َن َع ْه َد‬ ُ ‫ين يَْن ُق‬
َ
ِ َّ‫) ال‬22( ‫اس ِقني‬
‫ذ‬ َ
ِ ‫ض ُّل بِِه إََِّل الْ َف‬ ِ ‫وي ه ِدي بِِه َكثِريا وما ي‬
ُ ََ ‫ا‬ ََْ
ِ
‫اْلَاسُرون‬ ْ ‫ك ُه ُم‬ ِ ِ
ِ ‫وصل َويُ ْفس ُدو َن ِِف ْاْل َْر‬ ِ ِ‫اَّلل ب‬ ِ ِ ِ
َ ‫ض أُولَئ‬ َ َ ُ‫ي‬ ‫ن‬
ْ َ
‫أ‬ ‫ه‬ ُ َّ ‫ر‬
َ ‫َم‬
َ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫م‬
َ ‫ن‬
َ ‫و‬‫ع‬
ُ ‫ط‬
َ ‫ق‬
ْ ‫ي‬
َ‫و‬َ ‫ه‬ ‫اق‬َ‫يث‬ ‫م‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau
yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman mengetahui
bahwa itu kebenaran dari Tuhannya. Akan tetapi, orang-orang kafir berkata,
‚apa maksud Allah dengan perumpamaan ini? Dengan (perumpamaan) itu
banyak orang yang disesatkan-NYa. Dengan itu pula banyak orang yang
diberi-Nya petunjuk. Namun, tidak ada yang Dia sesatkan dengan
(perumpamaan) itu, selain orang-orang fasik.(26), yaitu orang-orang yang
melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, memutuskan
apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan (silaturahmi), dan berbuat

4
Muh}}ammad al-Tauniji>>, al - Mu‘jam al - Mufas}s}al fi> Tafsi>r Gari>b al - Qur’a>n al - Kari>m (Cet.
II; Beiru>t: Dar> al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2011), h. 328.
kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS al-Baqarah/2:
26-27)5

‫وص َل‬ ِِ َّ ‫اَّللِ ِمن ب ع ِد ِميثَاقِ ِه وي ْقطَعو َن ما أَمر‬ ِ َّ


َ ُ‫اَّللُ به أَ ْن ي‬ ََ َ ُ َ َ ْ َ ْ َّ ‫ضو َن َع ْه َد‬ ُ ‫ين يَْن ُق‬
َ ‫َوالذ‬
)25( ‫سوء الدَّا ِر‬
ُ ُ َ ِ‫ض أُولَئ‬
‫ك ََلُُم اللَّ ْعنَةُ َوََلُْم‬ ِ ‫َويُ ْف ِس ُدو َن ِِف ْاْل َْر‬
Terjemahnya:

Orang-orang yang melanggar perjanjian (dengan) Allah setelah diteguhkan,


memutus kan apa yang diperintah kan Allah untuk disambungkan (seperti
silaturahmi), dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itulah orang-orang yang
mendapat laknat dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).
(QS al-Ra’d/13: 25)6

2. Analisis Kosakata QS Al-Baqarah/2: 26-27 dan QS Al-Ra’d/13: 25

a. ‫يَ ْستَ ْحيِي‬


Kata ‫حيِي‬ ْ َ‫يَ ْست‬ berasal dari akar kata h}ayiya-yah}yayu-h}aya>tan-h}aya>an.7 kata

yang terdiri dari huruf h}a, ya, ya memiliki dua arti dasar yaitu ‘hidup dan malu’.8

Kata ini terulang sebanyak 190 kali dalam al-Qur’an dengan berbagai perubahannya.

Kedua arti tersebut sebebarnya tidak ada perbedaan karena malu dan hidup tidak

dapat dipisahkan. Setiap yang merasa malu sudah pasti hidup.9

Pengertian malu adalah perasaan yang meliputi jiwa yang disebabkan oleh

kekhawatiran dinilai negatif, dicela, dikecam oleh pihak lain dan akibatnya

meninggalkan dan menjauhi perbuatan yang menyebabkan perasaan tersebut.

5
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf
al-Qur’an, 2019), h. 25-26.
6
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 349.
7
Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap (Cet. XIV;
Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 315.
8
Ragib al-As}fah}a>ni, Mu’jam Mufradat li alfa>z al-Qur’an (Libanon: Dakr al-Fikr, tt) h. 41
9
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariya> alquzawaini> al-Razi, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz 2,
(Bairut: Dar al-Fikr, 1399/1979 M), h. 122
Seakan-akan malu merupakan kelamahan yang ada pada jiwa seseorang.

Perasaan ini mempunyai pengaruh khusus yang sangat kuat pada diri seseorang. 10

Jadi, Allah tidak ‘malu’ ialah tidak meninggalkan memberi perumpamaan walau

perumpamaan-perumpamaan itu sesuatu yang boleh jadi dianggap remeh atau tidak

penting bagi manusia.

b. ‫يضرب‬
Kata ini berasal dari kata ‫يضرب‬-‫ضرب‬ berarti menjatuhkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Misalnya menjatuhkan dengan tongkat, pedang dengan

yang lainnya. Kata ini dalam bentuk kata kerja dan kata benda disebut sebanyak 58

kali, terdapat di dalam 28 surah dan 51 ayat.11 Menurut Muhammad Ismail Ibrahim,

kata ‫ ضرب‬memiliki arti menyakiti, baik dengan alat maupun tidak. Pengertian kata

ini berkembang dan digunakan di dalam pengertian yang bermacam-macamnya di

dalam al-Qur’an, diantaranya: memukul, memenggal, membunuh, memotong,

memutuskan, membuat, menjelaskan, memberi perumpamaan. Dari beberapa

pengertian di atas kata ini lebih banyak digunakan dengan pengertian memberi

contoh atau perumpamaan yakni sebanyak 28 kali. 12

c. ‫وضةا‬
َ ‫بَ ُع‬

10
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13
(Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 1434 H/2012 M), h. 5.
11
Ragib al-As}fah}a>ni, Mu’jam Mufradat li alfa>z al-Qur’an (Libanon: Dakr al-Fikr, tt) h. 418-
419.
12
M. Quraish Shihab, dkk., Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata, Jilid I (Cet. I; Jakarta:
Lentera Hati, 1428 H/ 2007 M), h. 386.
Kata ini berasal dari kata bu’ida yang artinya ‘digigit nyamuk’.13 Kata ini

seasal dengan kata ba’d{u yang terdiri dari huruf ba, a’, d}a artinya sebagian atau

sepotong dari sesuatu. Terulang sebanyak 131 kali dalam al-Qur’an. terdapat pula
14
mengartikan kata ini dengan kutu. Jadi pada intinya kata ini menunjukkan hal

yang kecil, ibarat potongan atau bagian-bagian dari sesuatu.

d. ‫فَ ْوقَ َها‬


Kata yang terdiri dari huruf fa, wau qaf mempunyai dua arti dasar, yaitu

tinggi dan kembali. Terulang sebanyak 42 kali di dalam al-Qur’an.15 Menurut ragib

al-Asfahani, kata fauq digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lebih, baik

tempat, waktu, jenis dan kedudukan. 16

e. ‫ضو َن‬
ُ ‫يَْن ُق‬
Kata ‫ضو َن‬
ُ ‫ يَْن ُق‬berasal dari kata naqada-yanqudu-naqdan kata yan terdiri dari
huruf nun, qaf, dad menunjukkan makna melanggar, merusak membatalkan

merobohkan atau menguraikan sesuatu. Kata ini terulang sebanyak 10 kali dalam al-
Qur’an dengan berbagai derivasinya.

Menurut ragib al-Asfahani, kata naqdu memberikan pengertian mencerai

berai sesuatu yang sudah dikuatkan.

13
Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia, h. 95.
14
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariya> alquzawaini> al-Razi, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz 2, h.
269
15
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariya> alquzawaini> al-Razi, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz 2, h.
461.
16
Ragib al-As}fah}a>ni, Mu’jam Mufradat li alfa>z al-Qur’an h. 431.
f. ‫َع ْه َد‬
Kata ini berasal dari kata kerja ahida-ya’hadu-ahdan yang berarti

mengetahui, menjaga, memenuhi, menjumpai atau mengesakan.17 Kata yang terdiri

dari huruf ain, ha, dal bermakna pokok memelihara sesuatu atau mebuat perjanjian.

Dari makna ini terbentuk makan pengetahuan, perjanjian, sumpah dan waktu.

Menurut ragib al-Asfani, kata ahdan mengandung makna memelihara sesuatu

dan memperhatikannya dari waktu ke waktu yang lain. Perjanjian disebut ahdan

karena wajib dipelihara. Adapun perjanjian Allah swt. Dapat berupa perjanjian

berdasakan akal, perintah al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Dan dapat berupa

pembenahan atas diri.18

Penggunaan kata ini di dalam al-Qur’an lebih banyak menunjuk pada

perjanjian Allah, sehingga pemakaiannya secara digandengkan dengan lafaz Allah.

Tetapi juga ada kata ahdan yang merujuk pada perjanjian sesame manusia.19

g. ‫ِميثَاقِ ِه‬
Kata berasal dari kata kerja wasa-yusiqu- wasqan yang artinya percaya atau

kokoh. Kata ini menunjukkan makna perjanjian dan menguatkan. Oleh karena itu,

17
Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia, h. 95.
18
Ragib al-As}fah}a>ni, Mu’jam Mufradat li alfa>z al-Qur’an h. 392.
19
M. Quraish Shihab, dkk., Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata, Jilid I (Cet. I; Jakarta:
Lentera Hati, 1428 H/ 2007 M), h. 11-13.
kata ini meruapakan janji yang dikuatkan, sehingga lebih kuat dari sekedar janji

biasa.20

h. ‫َويَ ْقطَ ُعو َن‬


Kata berasal dari kata qata’a, yaqta’u, qutuan yang mempunyai arti

memotong. Kata yang terdiri dari huruf qaf, ta, ain menunjukkan makna
memutuskan sesuatu sehingga menjadi terpisah.21 Kata ini terulang sebanyak 36

kali dalam al-Qur’an dengan berbagai derivasinya.

i. ‫َويُ ْف ِس ُدو َن‬


Kata ini berasala dari kata fasada-yafsudu-fasa>dan artinya rusak, busuk batal

pengambilan hak secara zalim, berselisih atau bermusuhan. 22 Terulang sebanyak 50

kali dalam al-Qur’an dengan berbagai derivasinya.

Menurut Ragib al-Asfahani, kata fasad menunjukkan keluarnya sesuatu dari

keseimbangan atau jalan yang lurus, baik sedikit maupun banyak.23 Lawan dari kata
salah yang berarti istiqamah, jadi fasad selalu berkonotasi pada hal-hal yang

negative untuk menghanncurkan atau menjadikan baik menjadi tidak baik.

3. Asba>b al-Nuzu>l

Ada lima riwayat terkait asba>b al-Nuzu>l QS. al-Baqarah/2: 26-27 dari

20
Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia, h. 1532.
21
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariya> alquzawaini> al-Razi, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz 2, h.
101.
22
Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia, h. 1055.
23
Ragib al-As}fah}a>ni, Mu’jam Mufradat li alfa>z al-Qur’an h. 425.
berbagai jalur isnad, tetapi riwayat yang paling sahih jalur isnadnya yaitu:

Diriwayatkan oleh Ibn Jari>r dengan berbagai sanad, ketika Allah swt. membuat

dua perumpamaan kepada orang munafik sebagaimana yang tertera dalam ayat 17

dan 19, mereka berkata: ‚Mungkinkah Allah yang maha tinggi dan luhur membuat

suatu contoh perumpamaan seperti itu?‛. Sehubungan dengan perkataan orang-

orang munafik itu, Allah swt. menurunkan ayat 26- 27 untuk memberi ketegasan

kepada mereka bahwa dengan perumpamaan- perumpamaan yang telah


dikemukakan itu, orang-orang yang beriman akan bertambah tebal keimanannya.

Adapun orang munafik dan fasik akan mendapatkan kesesatan dan dijauhkan dari

petunjuk Allah. Mereka itulah orang-orang yang mendapat kerugian besar

sepanjang masa.24

4. Munasabah

Menurut T{ahir Ibn ‘Asyu>r sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraish

Shihab, bahwa secara lahiriah QS. al-Baqarah/2: 26 tidak memiliki hubungan yang

serasi dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang keistimewaan al-Qur’an,

serta sanksi atas pembangkangan dan ganjaran untuk yang taat. Kemudian pada ayat
ini muncul pernyataan bahwa Allah swt. tidak malu membuat perumpamaan. Bila

diteliti akan ditemukan keserasian hubungan dengan ayat sebelumnya. Ayat-ayat

yang lalu mengandung tantangan kepada sastrawan untuk menyusun sesuatu yang

semisal dengan al-Qur’an, walaupun hanya satu surah. Tetapi ketika mereka tidak

mampu memenuhi tantangan tersebut, mereka menempuh cara lain berupa kritik

terhadap kandungan al-Qur’an dengan menyatakan bahwa ada kandungan yang tidak

24
Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n Ibn Abi> Bakr al-Suyuti>, Lubab al - Nuqu>l fi> Asba>b al - Nuzu>l
(Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th), h. 8-9.
sesuai dengan kebesaran dan kesucian Allah swt. Hal ini mereka tempuh untuk

menanamkan benih keraguan ke hati orang beriman atau ke hati orang yang

memiliki kecenderungan untuk beriman. Upaya ini semakin gencar dilakukan setelah

turun ayat 17-20 yang berbicara tentang perumpaan orang munafik dengan dua

perumpamaan yang buruk. Sebagian besar orang munafik yang dimaksud adalah

orang Yahudi yang tidak mahir dalam sastra Arab. Mereka ingin mengkritik al-

Qur’an dengan cara menampilkan kelemahan kandungannya dari segi perumpamaan-


perumpamaan yang ada.25

Menurut Sayyid Qut}ub, ayat 26 datang untuk menambah keanekaan dan

menghiasi ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang orang munafik yang boleh

jadi orang Yahudi atau orang musyrik. Mereka menemukan celah untuk

menghembuskan keraguan tentang kebenaran wahyu. Alasan mereka bahwa

pembuatan perumpaan-perumpamaan ini tidak mungkin berasal dari Allah dan tidak

mungkin makhluk kecil seperti lalat dan nyamuk masuk dalam firman-Nya. Oleh

karena itu, datanglah ayat ini untuk menolak upaya menghembuskan keraguan yang

coba mereka lakukan dan menjelaskan hikmah perumpamaan-perumpamaan yang


Allah swt berikan.26

Sementara ayat 27 datang untuk merinci atau menjelaskan sebagian sifat

sifat orang fasik yang dinyatakan pada ayat sebelumnya.

Jadi, berdasarkan uraian di atas hubungan ayat 26-27 dengan ayat-ayat

sebelumnya diperoleh pemahaman sebagai berikut:

25
M. Quraish Shihab, Tafsir Al - Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al - Qur’an, vol. 1, h.
159
26
Sayyid Qut}ub, Fi> Z{ila>l al - Qur’a>n, juz 1 (Cet. XVII; Kairo: Da>r al-Syuru>q li al-T{aba’ah wa
al-Nasyr, 1992), h. 50.
1. Pola hubungan kontinuitas dan bantahan. Allah tidak enggan (malu) memberikan

perumpamaan-perumpaan yang boleh jadi bagi manusia hal tersebut adalah sesuatu

yang remeh-temeh, atau dapat lebih rendah dari hal tersebut. Hal ini sebagai

bantahan kepada orang-orang yang mengkritik al-Qur’an setelah diberi tantangan

untuk membuat yang semisal dengannya, tetapi tidak mampu memenuhinya.

2. Pola hubungan rincian konsep. Terdapat orang-orang yang disesatkan dari

perumpamaan-perumpamaan yang Allah berikan, yaitu orang fasik. Fasik memiliki


beberapa sifat, yaitu melanggar perjanjian dengan Allah, memutus silaturahmi, dan

membuat kerusakan di muka bumi. Hal tersebut dapat menjadi kerugian bagi

mereka, orang-orang disekitar mereka, dan lingkungannya.27

5. Penafsiran pada QS al-Baqarah/2: 26-27 dan QS al-Ra’d/13: 25

a. Penafsiran QS al-Baqarah/2: 26-27

Ayat ini sengaja diturunkan untuk menyucikan al-Qur’an dari berbagai

tuduhan dan prasangka buruk orang-orang yang menentangnya. Begitu pula

menunjukkan bahwa al-Qur’an tidak mempunyai kelemahan, bahkan merupakan

suatu bukti bahwa al-Qur’an sungguh berasal dari Allah swt. Hal ini merupakan
kebiasaan ahli bala>gah yang mengungkapkan sesuatu dengan gaya bahasa yang

sepadan. Jadi, jika permasalahan yang diungkapkan merupakan suatu keagungan,

maka dalam membuat perumpamaan pun harus diikuti dengan ungkapan yang agung

juga.28\

‫وضةا فَ َما فَ ْوقَ َها‬ َ ‫ض ِر‬


َ ُ‫ب َمثَ اًل َما بَع‬ َّ ‫إِ َّن‬
ْ َ‫اَّللَ ََل يَ ْستَ ْحيِي أَ ْن ي‬
27
H. 71
28
Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Tafsi>r al - Mara>gi>, juz 1 (Beiru>t: Dar> al-Fikr, 2006), h. 44
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah swt. tidak malu, yaitu tidak merasa takut

dan khawatir dalam menyampaikan kebenaran, baik sedikit maupun banyak. Allah

memandang bahwa mendatangkan perumpamaan dengan sesuatu yang sebesar

nyamuk atau lebih kecil lagi, bukan merupakan kekurangan. Sebab Allah-lah yang

meciptakan semuanya, baik yang kecil maupun besar.29

Kata ‫وضةا‬
َ ‫بَ ُع‬ menurut Qatadah ialah ciptaan Allah yang paling lemah.30
Lebih lanjut S{a>dik Ibn Muh}}ammad menjelaskan bahwa perumpamaan nyamuk yang

diungkap karena nyamuk merupakan ciptaannya yang paling kecil.31 Orang-orang

Arab dahulu sering menggunakan semut atau nyamuk sebagai suatu ungkapan dalam

memberikan perumpamaan terhadap sesuatu yang kecil.

Kemudian ulama dalam menafsirkan frasa ‫ فَ ْوقَ َها‬terbagi dalam dua pendapat.
Pertama, menunjukkan lebih rendah atau kecil, Kedua, menunjukkan sesuatu yang

lebih besar, Dari kedua pendapat di atas, mayoritas ulama berpegang pada arti yang

menunjukkan sesuatu yang lebih kecil. Hal ini diperkuat juga dengan penggunaan

kata ‫َما‬ yang berkedudukan sebagai nakirah yang disifati kata ba‘ud}ah untuk
menunjukkan sesuatu yang rendah atau hina.32

‫اْلَ ُّق ِم ْن َرّّبِِم‬


ْ ُ‫ين َآمنُوا فَيَ ْعلَ ُمو َن أَنَّه‬ ِ َّ
َ ‫فَأ ََّما الذ‬

29
Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Tafsi>r al - Mara>gi>, juz 1, h. 44
30
Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Tafsi>r al - Mara>gi>, juz 1, h. 43
31
135Abu> ja’far Muh}ammad Ibn al-H{asan al-Tu>si>, al - Tibya>n fi> Tafsi>r al - Qur’a>n, juz 1
(Beiru>t: Da>r Ih}ya>’ al-Turas \ al-‘Arabi>, t.th), h. 111
32
Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l Ibn ‘Umar Ibn Kas\i>r al-Dimasyqi>, Tafsi>r al - Q ur’a>n al -‘Az}i>m, juz 1,
h. 67.
Mujahid menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan orang-orang beriman

mengetahui bahwa perumpamaan-perumpamaan tersebut adalah sesuatu yang benar

yang berasal dari sisi Allah swt. 33 Mereka meyakini dengan sepenuh hati bahwa

tidak sekali-kali Allah swt. mendatangkan suatu perumpamaan melainkan ada

hikmah dan maslahat di dalamnya. Dalam hal ini Allah bermaksud mengungkapkan

perumpamaan tersebut agar sesuatu yang maknawi dapat diindra karena tabiat jiwa

seseorang cenderung kepada hal tersebut.34 Iman telah memberikan cahaya di dalam
hati seseorang, sensivitas di dalam ruh, keterbukaan pada pengetahuan, dan

kesinambungan pada semua hikmah ilahiah dalam semua urusan dan semua

perkataan yang datang dari sisi Allah swt.35

‫اَّللُ ِّبَ َذا َمثَ اًل‬


َّ ‫ين َك َفُروا فَيَ ُقولُو َن َما َذا أ ََر َاد‬ ِ َّ
َ ‫َوأ ََّما الذ‬
Al-Qurt}ubi> menjelaskan bahwa pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang

kafir terhadap perumpamaan dalam ayat ini, bukan pertanyaan karena mereka tidak

tahu atau dalam rangka ingin mencari jawaban. Tetapi mereka bertanya karena

berusaha berbuat ingkar atau mendebat (al -inka>r bi lafz}i al - istifha>m).36

‫ض ُّل بِِه َكثِ اريا َويَ ْه ِدي بِِه َكثِ اريا‬


ِ‫ي‬
ُ
Dari perumpamaan yang Allah tampilkan dalam al-Qur’an seperti nyamuk,

lalat, laba-laba, dan lain sebagainya, ada yang menganggap hal tersebut merupakan

33
Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n Ibn Abi> Bakr al-Suyuti>, al - Du>r al - Mans\u>r fi al - Tafsi>r al
Ma’s\u>r, juz 1, h. 88.
34
141Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Tafsi>r al - Mara>gi>, juz 1, h. 44
35
Sayyid Qut}ub, Fi> Z{ila> l al - Qur’a>n, juz 1, h. 50
36
Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad Ibn Ah}mad al-Ans}a>ri> al-Qurt}ubi>, al - Ja>mi’ li Ah}ka>m al -
Qur’a>n, juz 1, h. 285.
sesuatu remeh dan tidak mungkin berasal dari Allah swt Dengan Demikian, terhadap

perumpamaan-perumpaan tersebut, ada yang disesatkan dan ada yang diberi

petunjuk.

Ibn Kas|i>r dari al-Sa‘di meriwayatkan dari beberapa sahabat Rasulullah saw.

bahwa yang dimaksud banyak disesatkan ialah orang-orang munafik. Ketika

Perumpamaan itu benar, maka yang demikian merupakan penyesatan bagi mereka,

serta akan terus bertambah. Sedangkan yang dimaksud banyak diberi petunjuk ialah
orang-orang beriman.37
ِِ ِ ِ
َ ‫َوَما يُض ُّل بِه إََِّل الْ َفاسق‬
‫ني‬
Ayat ini mengandung suatu isyarat yang menunjukkan bahwa sebab

kesesatan terhadap perumpamaan-perumpamaan Allah swt. adalah kefasikan yang

ada pada diri seseorang. Kefasikan telah membuat enggan seseorang menggunakan

akal sehatnya untuk merenungkan hikmah yang terkandung di dalam perumpamaan-

perumpamaan al-Qur'an, sekalipun tampaknya remeh. Menurut al-Ra>zi>, fasik dalam

ayat ini dapat mencakup semuanya, baik kafir maupun munafik, atau musyrik, dan

Yahudi. Hal ini karena mereka semua sama dalam menentang al-Qur’an yang
diturunkan kepada Nabi saw. Begitu pula pada dasarnya baik Yahudi maupun

munafik, atau musyrik ialah golongan orang-orang kafir.38 Senada dengan

pernyataan tersebut, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Kefasikan bermacam-

macam dan bertingkat-tingkat, puncaknya adalah kekufuran.39

37
Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l Ibn ‘Umar Ibn Kas\i>r al-Dimasyqi>, Tafsi>r al - Qur’a>n al -‘Az}i>m, juz 1,
h. 68
38
Fakhr al-Di>n Muh}ammad Ibn ‘Umar Ibn H{usain Ibn H{asan Ibn ‘Ali> al-Tami>mi> al-Bakri>
alRa>zi> al-Sya>fi‘i, al - Tafsi>r al - Kabi>r, juz 2, h. 122
39
M. Quraish Shihab, Tafsir Al - Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al - Qur’an, vol. 1, h.
161.
‫اَّللِ ِم ْن بَ ْع ِد ِميثَاقِ ِه‬
َّ ‫ضو َن َع ْه َد‬
ُ ‫ين يَْن ُق‬
َ
ِ َّ‫ال‬
‫ذ‬
Ulama berbeda pendapat mengenai penafsiran al - ‘ahdu (perjanjian) yang

dirusak atau dilanggar oleh orang-orang fasik. Sebagian mereka menyebutkan bahwa

perjanjian yang dilanggar yaitu wasiat dan perintah Allah yang disampaikan kepada

makhluk-Nya agar senantiasa mentaati-Nya dan menjauhi larangan-Nya melalui

kitab-Nya dan para rasul-Nya.40 Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa

perjanjian yang dilanggar dalam ayat ini yaitu perjanjian yang diambil Allah atas
orang-orang kafir dan munafik dari kalangan Ahlul Kitab di dalam kitab Taurat.

Mereka tidak mengamalkan isi kitab Taurat, di antaranya mengingkari Nabi

Muhammad saw. sebagai utusan Allah dan menyembunyikan pengetahuan akan diri

Nabi saw.41
ِ ‫وصل َويُ ْف ِس ُدو َن ِِف ْاْل َْر‬
‫ض‬ َ ‫ي‬
ُ ‫ن‬
ْ َ
‫أ‬ ِِ‫اَّلل ب‬
‫ه‬ َُّ ‫َويَ ْقطَ ُعو َن َما أ ََمَر‬
َ
Sebagian Mufassir membatasi bahwa yang diputuskan oleh orang fasik yang

diperintahkan oleh Allah swt. untuk dihubungkan adalah silaturahim. Sebagian

Mufassir membatasi bahwa yang diputuskan oleh orang fasik yang diperintahkan

oleh Allah swt. untuk dihubungkan adalah silaturahim. Namun, sebagian lagi
memperluas makna dan cakupan ayat ini, Seperti al-Alu>si> dengan menyatakan

beberapa pendapat sebagai barikut:

a. Ayat ini ditujukan kepada orang-orang berakal yang memutuskan diri dengan

ajaran Rasulullah saw. dengan mendustakan ajaran-ajaran yang dibawa

beliau.

40
Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad Ibn Ah}mad al-Ans}a>ri> al-Qurt}ubi>, al - Ja>mi’ li Ah}ka>m al -
Qur’a>n, juz 1, h. 287.
41
Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l Ibn ‘Umar Ibn Kas\i>r al-Dimasyqi>, Tafsi>r al - Qur’a>n al - ‘Az}i>m, juz
1,h. 69.
b. Ayat ini ditujukan kepada orang munafik yang tidak menghubungkan dan

melaksanakan ketentuan Allah swt.

c. Allah swt. memerintahkan agar membenarkan ajaran para nabi yang diutus

Nya, tetapi ada orang yang memutuskannya dengan mendustakan sebagian

ajaran para nabi dan membenarkan sebagian ajaran para nabi.

d. Ayat ini ini ditujukan kepada orang-orang yang memutuskan hubungan

silaturahim dan kekerabatan. Hal ini banyak tertuju kepada kaum kafir Quraisy dan
orang-orang yang sama seperti mereka yang memutuskan hubungan dengan

keluarganya yang menerima ajaran Islam.

e. Ayat menunjukkan semua perintah Allah swt. yang diwajibkan untuk

dihubungkan, tetapi terdapat orang yang memutuskannya, seperti memutuskan

hubungan antara Allah swt. dengan hamba-Nya.42

Terkait perbedaan ini, pemaknaan secara luas lebih baik digunakan karena

mencakup berbagai hal dan tidak terbatas pada hubugan silaturahim.


ِ ‫َويُ ْف ِس ُدو َن ِِف ْاْل َْر‬
‫ض‬
Ayat ini mencakup banyak hal yang belum dicakup oleh kedua sifat buruk di
atas. Di antaranya berbuat maksiat yang meliputi Kerusakan jiwa, keadaan lahiriah,

dan kehidupan di bumi, baik manusia maupun bukan manusia.


ِ ‫اْل‬
‫اسُرو َن‬ َ ِ‫أُولَئ‬
َْ ‫ك ُه ُم‬
Kerugian dan kebinasaan adalah berkurangnya apa telah atau seharusnya

dimiliki. Orang-orang fasik memiliki naluri yang bersih, fitrah yang suci, keyakinan

42
Abu> al-Fadl Syiha>b al-Di>n al-Sayyid Mah}mu>d al-Alu>si>, Ru>h al - Ma‘a>ni> fi> tafsi>r al - Qur’a>n
al - ‘Az}}i>m wa al - Sab‘i al - Mas\a>ni>, juz 1 (Beiru>t: Dar> al-Fikr, 1994), h. 337-338.
tentang keesaan Allah yang dapat mengantar meraih surga, tetapi semua itu hilang

dan berkurang sehingga mereka akhirnya mendapat siksa neraka.43

b. Penafsiran QS al-Ra’d/13: 25

Ada beberapa perjanjian antara Allah dan manusia, di antaranya adalah

manusia wajib mengakui kemahaesaan Allah serta kodrat dan iradat-Nya, beriman

kepada para nabi-Nya dan wahyu yang diturunkan-Nya, dan sebagainya. Allah swt

telah memberikan bukti-bukti dan dalil-dalil yang nyata atas semua itu. Akan tetapi,
pada kenyataannya ada di antara manusia yang telah merusak perjanjian tersebut,

dalam arti Mereka tidak memperhatikan janji-janji tersebut, sehingga mereka tidak

dapat melaksanakan kewajiban yang merupakan akibat yang timbul dari perjanjian

itu. Misalnya, bila mereka benar-benar berpegang teguh kepada tauhid, mereka

tentunya tidak akan beribadah kepada selain Allah. Allah memberikan bukti-bukti

yang nyata tentang kemahaesaan-Nya. Akan tetapi, mereka tidak memperhatikan

sehingga mereka tetap menentang landasan tauhid tersebut. Mereka senantiasa

menganut kepercayaan syirik, mempercayai dan menyembah selain Allah.

Pada mulanya mereka memperhatikan janji-janji yang telah mereka ikrarkan dan
dalil-dalil yang telah diberikan. Mereka telah mengakui dan meyakini kebenarannya,

tetapi kemudian mereka menyangkal kebenaran itu, dan tidak lagi bersedia

mengamalkannya.

Menurut Sayyid Qut}ub, bahwa ayat ini berbicara tentang orang yangmerusak

janji Allah atas fitrah dalam bentuk undang-undang yang azali (yaitu janji iman

kepada Allah), dan sesudah itu merusak semua macam perjanjian. Apabila perjanjian

43
M. Quraish Shihab, Tafsir Al - Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al - Qur’an, vol. 1, h.
163-164
pertama sudah dirusak, maka rusak semua perjanjian yang didasarkan atasnya. Orang

yang tidak memelihara janjinya dengan Allah, maka tidak akan konsisten terhadap

perjanjian apa pun.

Mereka memutuskan apa yang diperintahkan Allah supaya disambung secara

umum dan mutlak Mereka juga membuat kerusakan di bumi, sebagai kebalikan dari

mereka yang sabar, menegakkan shalat, menginfakkan hartanya secara sembunyi dan

terang-terangan, dan menolak kejelekan dengan kebaikan. Maka, berbuat kerusakan


di bumi adalah kebalikan dari semua ini; dan meninggalkan semua ini berarti

melakukan kerusakan atau mendorong berbuat kerusakan.

'Mereka'|. Yang diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah itu mendapatkan

laknat Pengusiran ini merupakan kebalikan dari penghormatan. 'Dan bagi mereka

tempat kediaman yang buruk. Dan, mengenai tempat kembali yang buruk ini tidak

perlu diterangkan lagi, karena Anda sudah mengetahui kebalikannya Mereka itu

bergembira dengan kehidupan dunia yang cuma sementara, dan setelatr ifu mereka

tidak akan merasakan kenikmatan akhirat yang abadi. Padahal, Allahlah yang

menentukan rezeki, yang melapangkan atau menyempitkannya Makasemua urusan


di dunia dan di akhirat sama-sama kembali kepada-Nya. Seandainya mereka mencari

kebahagiaan akhirat, maka Allah tidak melarang mereka mencari kesenangan di

bumi (dunia), karena Dialah yang memberikan semua itu kepada mereka.44

44
Sayyid Qut}ub, Fi> Z{ila>l al - Qur’a>n, juz 1 (Cet. XVII; Kairo: Da>r al-Syuru>q li al-T{aba’ah wa
al-Nasyr, 1992.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Makna fasik mencakup pengertian keluar dari ketentuan-ketentuan syariat,

keluar dari ketaatan kepada Allah, keluar dari jalan yang benar, keluar atau

meninggalkan perintah Allah, dan keluar dari hidayah Allah. Pengertian ini

menunjukkan bahwa fasik secara literal adalah pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Oleh karena itu, orang

fasik adalah sebutan bagi orang yang telah mengakui sekaligus menaati

hukum-hukum agama kemudian melanggarnya, baik secara keseluruhan

maupun sebagian. Dalam kaitan ini juga orang-orang kafir terkadang disebut

juga fasik. Sebab pada hakikatnya mereka telah meruntuhkan ketentuan-

ketentuan syariat yang secara akal dan fitrah manusia, mereka telah

mengakuinya..

2. Berdasarkan penafsiran QS al-Baqarah/2: 26-27 dan QS al-Ra’d/13: 25 bahwa

didapati karakteristik atau sifat dari orang fasik yakni; merusak perjanjian

Allah, memutuskan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan

dan menimbulkan kerusakan di muka bumi ini.

B. Implikasi\
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kerkurangan,.

Oleh karena itu sangat dibutuhkan kritik atau saran yang bersifat membangun guna

perbaikan makalah ini. Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat

menambah wawasan keilmuan bagi pembaca dan dapat mengimplikasikannya di

dalam kehidupan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l Ibn ‘Umar Ibn Kas\i>r al-Dimasyqi>, Tafsi>r al - Qur’a>n al -
‘Az}i>m,juz 1.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al - Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al - Qur’an,
vol. 1.
Abu> ja’far Muh}ammad Ibn al-H{asan al-Tu>si>, al - Tibya>n fi> Tafsi>r al - Qur’a>n, juz 1
(Beiru>t: Da>r Ih}ya>’ al-Turas \ al-‘Arabi>, t.th), h. 111
141Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Tafsi>r al - Mara>gi>, juz 1, h. 44Abu> ‘Abdilla>h
Muh}ammad Ibn Ah}mad al-Ans}a>ri> al-Qurt}ubi>, al - Ja>mi’ li Ah}ka>m al - Qur’a>n,
juz 1,.
Abu> al-Fadl Syiha>b al-Di>n al-Sayyid Mah}mu>d al-Alu>si>, Ru>h al - Ma‘a>ni> fi> tafsi>r al -
Qur’a>n al - ‘Az}}i>m wa al - Sab‘i al - Mas\a>ni>, juz 1 (Beiru>t: Dar> al-Fikr, 1994
Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l Ibn ‘Umar Ibn Kas\i>r al-Dimasyqi>, Tafsi>r al - Qur’a>n al -‘Az}i>m,
juz 1, h. 68
Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Tafsi>r al - Mara>gi>, juz 1 (Beiru>t: Dar> al-Fikr, 2006), h. 44
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariya> alquzawaini> al-Razi, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz
2, (Bairut: Dar al-Fikr, 1399/1979 M.
Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap
(Cet. XIV; Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 315.
Fakhr al-Di>n Muh}ammad Ibn ‘Umar Ibn H{usain Ibn H{asan Ibn ‘Ali> al-Tami>mi> al-
Bakri> alRa>zi> al-Sya>fi‘i, al - Tafsi>r al - Kabi>r, juz 2.
Hanafi, M.M, Ensiklopedia Pengetahuan Alquran dan Hadits, (Kamil Pustaka:
Jakarta, 2013.
Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n Ibn Abi> Bakr al-Suyuti>, al - Du>r al - Mans\u>r fi al -
Tafsi>r al Ma’s\u>r, juz 1.
Jumhu>riyyah Mis}r al-‘Arabiyyah Mujma al-Lugah al-‘Arabiyyah, al - M u ’ j a m a l
- Wasi>t} (Cet.V; Kairo: Maktabah al-Syuru>q al-Dauliyyah, 2011.
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf al-Qur’an, 2019.
M. Quraish Shihab, dkk., Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata, Jilid I (Cet. I;
Jakarta: Lentera Hati, 1428 H/ 2007 M), h. 386..
Muh}}ammad al-Tauniji>>, al - Mu‘jam al - Mufas}s}al fi> Tafsi>r Gari>b al - Qur’a>n al -
Kari>m (Cet. II; Beiru>t: Dar> al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2011), h. 328.
Ragib al-As}fah}a>ni, Mu’jam Mufradat li alfa>z al-Qur’an (Libanon: Dakr al-Fikr, tt)
Sayyid Qut}ub, Fi> Z{ila>l al - Qur’a>n, juz 1 (Cet. XVII; Kairo: Da>r al-Syuru>q li al-
T{aba’ah wa al-Nasyr, 1992.

Anda mungkin juga menyukai