Anda di halaman 1dari 38

PEMAHAMAN TERHADAP LAFADZ ‫مكر‬, ‫ك يد‬, DAN ‫خداع‬, DALAM AL-

QUR'AN (ANALISIS TERHADAP PENAFSIRAN SYEIKH


ABDURRAHMAN BIN NASHIR AS SA‘DI DALAM TAFSIR AS SA‘DI)

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S. Ag) Pada Program Ilmu Alquran dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam

Oleh:

ULUL AZMI

NIM. 0403181041

PROGRAM SARJANA (S-1)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UIN SUMATERA UTARA

MEDAN

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

BAB PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 8

D. Batasan Istilah .......................................................................................... 8

E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 9

F. Kajian Terdahulu ....................................................................................... 9

G. Metodologi Penelitian .............................................................................. 11

1. Jenis Penelitian ................................................................................... 12

2. Sumber Data Penelitian....................................................................... 12

3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 13

4. Analisis Data ...................................................................................... 13

H. Sistematika Penulisan .............................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zaman ini adalah zaman dimana merebaknya tipu muslihat banyak bentuk

penipuan yang muncul dizaman sekarang bahkan lebih dahsyat yang menghantam

nilai-nilai keislaman, yang mana tipu daya dizaman ini tidak hanya datang dari

orang orang kafir tapi juga dari orang orang islam itu sendiri, dan betapa banyak

kita dapati fenomena tipu daya yang diakukan segelintir orang yang notabennya

seorang muslim bahkan tidak sedikit dari pelakunya adalah tokoh masyarakat

yang dihormati sebagai pemuka agama. Mereka melakukan tipu daya terhadap

ummat untuk kepentingan pribadi mereka, dikarenakan fitnah harta, jabatan, dan

popularitas disisi manusia.

Seiring berkembangnya teknologi maka pola pikir ummat islam sudah dirusak,

hingga perhatian mereka tehadap agama, keyakinan atau Aqidah pun sudah

berkurang, karena media social yang ada sekarang menjadi sarana tercepat bagi

tersebarnya tipu daya atau ftnah.

Rasul Shallallahu‟alahi Wasallam Bersabda:

ُ ‫ق فِيَٓب ْانكَبرِةُ َٔيُكَزَّةُ فِيَٓب انصَّب ِد‬


ٍُ ِ‫ق َٔي ُْإر َ ًَ ٍُ ِفيَٓب ْان َخبئ‬ ُ َّ‫صذ‬ ٌ َٕ َُ‫ع‬
ُ ‫اد َخذَّاع‬
َ ُ‫َبد ي‬ َ ‫بط‬ َ ‫عيَأْرِي‬
ِ َُّ‫عهَى ان‬ َ

‫ك فِيَٓب انشُّ َٔ ْيجِضَخُ لِي َم َٔ َيب انشُّ َٔ ْيجِضَخُ َلب َل انشَّ ُج ُم انزَّبفُِّ فِي أَي ِْش ْانعَب َّي ِخ‬ ُ ‫َٔيُ َخَّٕ ٌُ فِيَٓب ْاْل َ ِي‬
ُ ‫يٍ َٔيَ ُْ ِط‬

“Akan datang kepada Manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika

itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan

Pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai

penghianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.”

1
Didalam Alquran sendiri ada lafadz-lafadz yang berbeda akan tetapi

memiliki makna yang sama atau dikenal dengan istilah Taraduf Fil Quran,

Persamaan Makna kata didalam Alquran. Sebagaimana Lafadz Tsawabun, Ajrun,

Jaza'un, tiga lafadz yang berbeda secara penyabutan akan tetapi memiliki makna

yang Sama yaitu balasan atau pahala. lafadz yang lain yang juga berbeda akan

tetapi memiliki makna yang sama adalah Makr, Kayd, dan Khida', ketiganya

bermakna tipu daya.

Dan diantara kajian Alquran yang cocok untuk dibahas secara mendalam

menurut peneliti ialah permahaman terhadap lafadz makr, kayd dan khida‟,

karena dalam Al-Qur‟an sendiri banyak ditemukan lafadz-lafadz yang sekilas

sama maknanya, seperti tatkala kita membaca Alqur‟an kita akan menemukan

lafadz yang memiliki arti yang sama, seperti al-khouf dan al-khosyah (Takut)

kedua lafadz ini berbeda namun memiliki arti yang sama, jika kita memperhatikan

konteks pnyebutannya pada ayat-ayat Alquran kita akan dapati bahwa lafadz al-

khosyah lebih tinggi tingkatannya dari pada al-khouf.

Kata tipuan, atau tipu daya dalam bahasa Arab, bisa diterjemahkan dengan

istilah khida‟, makr, makidah, gharr, gharrar, dan kayd.1 Adapun di dalam

alqur‟an, istilah penipuan tidak bisa diketahui secara eksplisit pada susunan

ayatnya. Alquran menggunakan kata tipu yang terdapat pada 25 ayat dalam 15

surat. Dalam ayat-ayat tersebut kata tipu adakalanya menggunakan redaksi lafadz

yukhadi‟una khada‟a, kayd, atau makr.6 Dalam Mu‟jam Mufahrash li Alfadz al-

Qur‟an, kata makr diulang sejumlah 43 kali yang terdapat pada 14 surat dalam 23

1
www.almaany.com, diakses 11 Oktober 2019.

2
ayat. Kata kayd terdapat pada 16 surat dalam 29 ayat. Kata ghurur dan kata

turunannya disebutkan pada 14 surat dalam 21 ayat.2

lafadz Makr juga diartikan tipu kelicikan, dan kecerdikan Allah Ta‟ala

berfirman dalam Q.S. ali-Imran ayat 54:

‫اّللُ َخ ْي ُرال َْماكِ ِريْ َن‬


ّ‫اّللُ َو ه‬
ّ‫َوَم َك ُرْوا َوَم َك َر ه‬
"Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun
membalas tipu daya mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”

Ayat diatas menyebutkan bahwa usaha mereka itu diistilahkan dengan

makar tipu daya atau daya upaya seperti dalam terjemahnya.

Ayat yang berkenaan dengan lafadz khida‟ dalam Q.S. an-Nisa ayat 142:
ْۤ ‫ه‬ ِ‫اص هلوة‬ ِ‫ واِذَاقَام ْۤو ا‬,‫ادعهم‬
ِ ِ
‫س َوََل‬
َ ‫َّا‬
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬
َ ‫و‬‫ء‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫اَل‬
ُْ َُ َ ْ ُ ‫س‬‫ك‬ُ ‫ا‬‫و‬ ‫ام‬َ‫ق‬ َّ ‫َل‬
َ ّ‫ْي ُ هُي ِد عُ ْو َن ه‬
ْ ُ َ ْ ُ ُ ‫اّللَ َو ُه َو َخ‬
ِِ
َ ْ ‫ا َّن ال ُْمنهفق‬

‫يَ ْذ ُك ُرْو َن للاَ اَِّلقَلِ ْي اًل‬


"Sesungguhnya orang-orang munafik itu ingin menipu Allah, tetapi Allah-
lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat mereka lakukan
dengan malas. Mereka bermaksud riya (ingin dipuji) dihadapan manusia. Dan
mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit."

Pada Ayat ini Allah menyebutkan tipu daya dengan lafadz yang berbeda,

yang mana lafadz pada ayat tersebut ditujukan kepada orang-orang yang ingin

menipu Allah, Rasul, dan kaum muslimin.

Lafadz Al-kayd didapati pada firman Allah Q.S. at-Thariq ayat 15-16:

}51{‫} َّواَكِْي ُد َك ْي ادا‬51{ ‫اِنَّ ُه ْم يَ ِك ُد ْو َن َك ْي ادا‬


"Sesungguhnya, mereka (orang kafir) merencanakan tipu daya yang jahat.
Dan Aku pun membuat rencana (tipu daya) yang jitu."

2
Muhammad Fuad Abd al- Baqi, al- Mu‟jam al- Mufahras li Alfadz al-Qur‟an al- Karim
(Kairo: Dar al-kutub al-miṣriyah, 1364), hal. 497-671

3
Al-Imam al-Jurjani dalam At-Ta‟rifat menafsirkan kata “sebenar-

benarnya” atau “al-kayd” pada ayat tersebut, yakni kepada orang kafir kata itu

berarti keinginan mereka agar madharat terjadi pada orang lain secara rahasia,

dalam hal ini tipu daya yang jahat.3

Berbicara Mengenai Makr, Kayd, dan Khida', ketiga ini adalah perbuatan

yang lebih identik kepada keburukan, karena ketiganya diartikan sebagai tipu

muslihat atau tipu daya. Ibarat seseorang menipu Saudaranya untuk mendapatkan

sesuatu yang dia inginkan, tipuan yang condong kepada kedzoliman. dan bentuk

kedzoliman ini sendiri telah di praktekkan oleh para pendusta Agama dari

kalangan orang-orang Kafir dan Musyrik, yang banyak dintara mereka berpura-

pura dalam keislaman mereka, untuk menipu Allah, menipu Rasul, dan kaum

muslimin. Dan fenomena itu juga terjadi dimasa masa mendatang

Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa Lafadz Makr, Kayd, dan

Khida' memang secara Asal identik kepada perbuatan jelek namun hal itu tidaklah

mutlak bermakna negatif melainkan ada perincian terkait hal itu, Tipudaya itu

sendiri disatu sisi ia bermakna negatif dan disisi lain juga bisa bermakna positif

sebagaimana seseorang yang mencoba untuk menyelamatkan dirinya dari tipu

muslihat orang lain, dengan membalas mereka.

Rasul Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda:


ِ ِ
ِ ‫اّلل ر‬ ِ ِ
‫ال‬
َ َ‫اّللُ َع ْن ُه َما ق‬
ّ ‫ض َي‬ َ َّ ‫ض ِل أَ ْخبَ َرََن أبْ ُن عُيَ ْي نَةَ َع ْن َع ْم ِرو ََس َع َجا ب َربْ َن َع ْبد‬ َ ‫َح َّدثَنَا‬
ْ ‫ص َدقَةُبْ ُن الْ َف‬
ِ َّ ‫َِّب صلَّى‬
ُ ‫اّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم اْل ْْر‬
‫ب َخ ْد َعة‬ َ ُّ ِ‫ال الن‬
َ َ‫ق‬
“Telah menceritakan kepada kami Shodaqqoh bin Al-Fadlol telah
mengabarkan kepada kami Ibnu ‟Uyainah dari ‟Amru dia mendengar Jabir bin

3
Diunduh dari https://galajabar.pikiran-rakyat.com/ragam/pr-1081420888/makar-kaum-
kafir-dan-munafik-pasti-gagal-allah-maha-pembuat-rencana-terbaik.

4
‟Abdullah radiallahu ‟anhuma berkata; Nabi Shallallahu‟alaihiwasallam
bersabda: Perang adalah tipuan.” 4

Kata “tipuan” dalam hadits ini sama sifatnya dengan kata “tipu daya” pada

ayat di atas. Seorang muslim yang menipu saudaranya sesama muslim jelas

hukumnya adalah haram, tetapi seorang muslim yang menipu orang kafir yang

merupakan musuh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu „alaihi wa sallam (di dalam

peperangan), maka hal seperti itu tidaklah haram, bahkan hukumnya wajib.5

Kemudian yang kedua bahwa tipu daya itu sudah ada dizaman-zaman

sebeumnya bahkan sebelum masa Nabi Shallallahu‟alaihi wasallam telah ada,

sebagaimana Allah firmankan diayat ayat sebelumnya dengan mengunakan lafadz

yang berbeda tapi menunjukkan makna yang sama yaitu “Tipu daya”. Yang

apabila ditinjau secara mendalam tentu ada alasan kenapa Allah menggunakan

penyebutan dengan maksud yang sama tapi dengan lafadz yang berbeda,

sebagaimana juga layakkah Allah disifati dengan Makr, kayd, dan khida', yang

mana sebagian orang ada yang takut untuk menafsir sifat Makr, kayd, dan khida'

terhadap Allah, dikarenakan seluruh sifat-sifat Allah adalah Al'Ulya (Maha

Tinggi), yakni sifat-sifat kesempurnaan dan pujian, tidak mengandung

kekurangan sedikit pun dari sisi mana pun. Allah Ta'ala berfirman :

َِِّ‫السوِء و‬
‫ّلل ال َْمثَ ُل ْاْلَ ْعلَ هى َو ُه َو ال َْع ِز ُيز ا ْْلَ ِك ْي ُم‬ ِ ِ ْ ‫لِلَّ ِذين ََلي ْؤِمنُو َن‬
َ ْ َّ ‫ابل َءا خ َرة َمثَ ُل‬ ُ َْ
“Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai
sifat yang buruk dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi, dan Dialah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”.6
4
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Bukhari, Shahih Bukhari No. 3030
5
Diunduh dari. (https://almanhaj.or.id/356-orang-orang-kafir-itu-membuat-tipu-daya-dan-
allah-membalas-tipu-daya-mereka.html), 12 maret 2022.
6
Muhammad bin Shalih AlUtsaimin :Syarh Lum‟atul I‟tiqad, diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia oleh Izzudin kamiri, dengan judul “Penjelasan Tuntas Pokok-pokok Akidah
Ahlussunnah wal Jam‟ah‟‟, (Jakarta: Darul Haq, 2018), hal. 28

5
Berdasarkan penjelasan singkat dan dalil-dalil diatas, layakkah Allah

disifati dengan Makr, Kayd, dan Khida'. yang mana ketiganya sifat yang tampak

buruk, bahkan banyak didapati dalam Alquran Allah mensifati orang-orang kafir,

Musyrik, dan Munafiq dengan perbuatan tersebut. Ada beberapa alasan yang

melatar belakangi peniliti mengambil tema Pemahaman terhadap lafadz makr,

kayd, khida‟ Analisis terhadap pemikiran Abdurrahman bin Nashir Assa‟di dalam

tafsir sa‟di. Karena peneliti ingin mengkaji lebih luas dan mengkaitkannya kepada

penafsiran, perbdaan hakikat dari makna pada lafadz-lafadz yang serupa,

kemudian konteks penyebutannya dalam Alquran. Mengenai lafadz-lafadz

tersebut membutuhkan pemahaman yang mendalam sehingga membutuhkan

adanya Analisis terhadap penafsiran, dan juga kitab kitab pendukung lainnya

sebagai pengembangan landasan teori. Berkaitan dengan penafsian ayat-ayat yang

terkait akan merujuk pada Tafsir Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-sa‟di.

Alasan Pertama karena tafsir assa‟di adalah tafsir yang mudah dipahami dengan

susunan bahasa yang sederhana dan tidak bertele-tele, tidak menyebutkan adanya

khilaf kecuali yang penting untuk disebutkan, dan tafsir ini juga sejalan dengan

manhaj salafush shalih dalam asma‟ wa sifat yang merupakan perkara penting

dalam Aqidah, yang mana peneliti juga akan mengkaitkan pembahasan ini dengan

sifat Allah, kemudian tafsir ini juga memperhatikan ketelitian dalam istinbath (sisi

pengambilan dalil). Abdurrahman bin Nashir Assa‟di dalam tafsirnya beliau

menafsirkan secara langsung, menjelaskan hubungan antar ayat, menjelaskan

asbab nuzul, hikmah-hikmah ayat, qowa‟id dan hukum fiqihnya, adapun corak

tafsir beliau yaitu adabi walijtima‟i dan lebih kepada tafsir birro‟yi.

6
Kedua peneliti memilih membahas tentang pemahaman terhadap lafadz

makar, kayd, dan khida‟ (tipu daya) didasari karena peneliti melihat didalam

Alquran banyak penyebutan kata tipu daya tapi dengan lafadz yang berbeda

sehingga menurut peneliti kajian ini perlu dibahas lebih dalam lagi.

Atas dasar tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul

“PEMAHAMAN TERHADAP LAFADZ MAKR, KAID, DAN KHIDȂ‘

DALAM AL-QUR'AN (ANALISIS TERHADAP PENAFSIRAN SYEIKH

ABDURRAHMAN BIN NASHIR AS SA‘DI DALAM TAFSIR AS SA‘DI)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian dari Lafadz Makr Kayd dan Khida‟ ?

2. Bagaimana Penafsiran Abdurrahman Bin Nashir Assa'di dalam Tafsir

Assa'di, mengenai lafadz Makr, Kayd, dan Khida‟ didalam Alquran surah

Ali Imran ayat 54, An-Nisa ayat 142, dan Ath-Thoriq ayat 16 serta

fenomenanya dizaman sekarang?

3. Bagaimana mengimplementasikan lafadz Makr, Kayd, Khida‟ jika

ditujukan kepada Allah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

yaitu:

1. Menjelaskan makna dari Lafadz Makr Kayd dan Khida‟.

7
2. Menjelaskan bagaimana Penafsiran Abdurrahman Bin Nashir Assa'di

dalam Tafsir Assa'di mengenai lafadz Makr, Kayd, dan Khida‟ didalam

Alquran surah Ali Imran ayat 54, An-Nisa ayat 142, dan Ath Thoriq ayat

16.

3. Menjelaskan implementasi dari lafadz Makr, Kayd, Khida‟ jika ditujukan

kepada Allah.

D. Batasan Istilah

Untuk menghindari adanya Kesalahpahaman dan perbedaan pengertian,

maka dari itu penulis merasa perlu membuat adanya batasan istilah yaitu:

Kata Makr, Dalam kamus al-munawwir berarti ‚menipu,

memperdaya,menimbun dan siasat.‛ sama halnya kayd, dan khida‟: secara bahasa

diartikan tipu muslihat, Secara istilah,

1. Makr: adalah merencanakan secara rahasia upaya-upaya untuk tujuan

mengalahkan.

2. Kayd: adalah salah satu bentuk tipu daya yang terkadang digunakan

sebagai arti jahat dan terkadang baik. Namun, lebih dominan digunakan

arti jahat.7

3. Khida‟: adalah tipuan yang dilakukan dengan menampakkan sesuatu yang

berbeda dengan yang disembunyikan.8

7
Raghib al-Asfahani, Mufradat Alfaz al-Qur‟an, tahqiq Safwan „Adnan Dawudi (Cet.
I;Damaskus: Dar al-Qalam, 1992), hal. 570
8
Tim Redaksi Maj‟ma‟ al-Lugah al-„Arabiyyah, al - Mu„jam al-Wasit., hal. 228.

8
Pemahaman terhadap Lafadz Makr, Kayd, Khida', disini penulis tidak

mengkaji keranah politik hanya sebatas kajian Alquran dan Tafsir lebih kepada

penafasiran dan pemahaman lafadz secara mendalam.

E. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Sebagai karya ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan di UIN

Sumatera Utara Medan mengenai Lafadz Makr, Kayd, dan Khida‟

dalam Alquran sebagai inti dari penelitian yang juga terkait dengan

taraduf atau persamaan makna kata.

b. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penuilis dan pembaca

terkait tentang Maksud dari Makr, Kayd, dan Khida‟ sebagai bentuk

kajian taraduf makna kata dalam Alquran.

2. Secara Praktis

Secara praktis diharapkan menjadi bagian dari sumbangan intelektual

dalam kekayaan khazanah ilmu pengetahuan keislaman.

F. Kajian Terdahulu

Setelah menelusuri berbagai penelitian, peneliti menemukan beberapa

penelitian yang relevan dengan skripsi yang diteliti. Hasil dari penelusuran ini

akan menjadi acuan bagi peneliti untuk mengangkat objek pembahasan yang sama

sehingga diharapkan penelitian yang dilakukan penulis ini tidak terkesan plagiat

dari beberapa penelitian sebelumnya yang mempunyai objek pembahasan yang

sama.

9
1. Abdul Rahim (2016) skripsi prodi Ilmu Alquran dan Tafsir, fakultas

Ushuluddin UIN Alauddin Makassar, dalam penelitiannya yang

berjudul “Makar dalam perspektif Al-Quran (kajian tahlili terhadap

Qs. Ibrahim: 46”. Skripsi ini terfokus membahas kajian prilaku

makar. Karena prilaku makar merupakan sikap dari penentang

kebenaran. Oleh karena itu pokok permasalahan skripsi ini adalah

mengkaji tentang hakikat makar, bentuk makar, dari prilaku makar

dengan menggunakan metode tahlili.9

2. Siti Nurul Inayah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul:

“Penafsiran Hamka Tentang Ayat-Ayat Yang Mengandung Lafadz

Makar (Studi Atas Tafsir Al-Azhar)”. Skripsi ini meneliti bagaimana

penafsiran hamka tentang ayat-ayat makar dalam Alquran beliau

menafsirkan lafad makar adalah segala tipu daya untuk memalingkan

seseorang dari tujuan yang di maksud, kepada tujuan yang lain. Baik

dalam ucapan maupun perbuatan.10

3. Rabiyatul Adawiyah (2019) dalam penelitiannya yang berjudul

“Makna Makar Menurut Perspektif Alquran”. penelitian ini berisi

tentang pandangan para Mufassir dalam menfsirkan kata makar,

selain itu bahasan skripsi ini juga mencakup bentu-bentuk makar dan

pelaku makar. makar atau dikenal dengan al-bahgyu, termasuk

tindak pidana atau jarimah pada bagian jinayah. Secara umum, islam

9
Abdul Rahim.”penafsiran hamka tentang ayat-ayat yang mengnndung lafadz makar
(kajian tafsir tahlili terhadap qur‟an Ibrahim: 46) hal. 6
10
Nurul inayah.“penafsiran hamka tentang ayat-ayat yang mengandung lafadz makar
studitafsir atas tafsir al-azhar).” Skripsi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah hal. 45

10
mengartikan makar adalah tindakan sekelompok orang yang

memiliki kekutan untuk menentang pemerintah, dikarenakan

terdapat perbedaan paham mengenai masalah kenegaraan.11

4. Hidayat Banjar (2012), dalam jurnal penelitiannya yang berjudul

“Makar Dalam Prespektif Islam”. Fokus bahasanya adalah makar

dalam kitab undang-undang hukum pidana sebagai kejahatan

terhadap keamanaan negara, terdapat di pasal 104. Skripsi ini lebih

kepada kajian pendapat para Mufassir tentang kata makar dalam

aspek kenegaran saja tidak kepada pendalaman mengenai Lafadz

lain yang sama seperti Kayd, dan Khida'.12

G. Metodologi Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adala penelitian kepustakaan (library

research). Penelitian kepustakaan sendiri merupakan kegiatan meneliti yang

dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data informasi seperti dari buku-buku

tafsir, majalah, naskah-naskah, catatan kisah sejarah dan lain sebagainya.13

Pendekatan penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

dengan kepustakaan yakni dengan cara menulis, menyajikan data, mengedit serta

menganalisis data yang telah diambil dari berbagai sumber data yang tertulis.

11
Rabiatul Adawiyah.”Makna Makar dalam perspektif Al-Qur‟an (kajian tafsir tematik),
hal.3
12
Hidayat banjar, makar dalam prespektif islam, no:2 jurnal tsaqafah,( 2012), hal. 65
13
Krtini Kartono, Pengantar Metodologi Sosial, Cet. VI (Bandung: Mandar Maju. 1990),
hal. 33

11
Adapun sumber data yang dimaksudkan adalah buku-buku, jurnal, majalah dan

lain sebagainya.14

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Dalam metodologi penelitian dikenal dengan pendekatan kuantitatif dan

kualitatif serta gabungan dari keduanya. Adapun kajian yang peneliti

lakukan dalam penyusunan skripsi ini termasuk peneliti lebih ke pendekatan

kualitatif, pendekatan kualitatif adalah pendekatan penelitian yang

menghasilkan prosedur analisis yang bukan analisis statistik atau kuantifikasi.

penelitian penelitian ini lebih menggunakan wawancara, observasi,

dokumentasi untuk menelaah atau memahami pandangan. Pendekatan

penelitian ini digunakan agar lebih memahami objek yang diteliti. Dalam

penelitian ini, menggunakan metode Tahlili yaitu metode yang digunakan

dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan. Metode tafsir Tahlili adalah

metode menafsirkan Alquran secara rinci dengan menjelaskan kosakata,

konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, muhasabah ayat, dan

menjelaskan arti yang dikehendaki.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian adalah semua hal atau materi yang

berhubungan dengan pembahasan peneliti. Objek utama dalam penelitian ini

akan dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang menjadi rujukan

utama yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun sumber data yang

14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya. 2004) hal. 4

12
akan digunakan adalah Kitab Suci Alquran, Tafsir As Sa'di Syeikh

Abdurrahman Bin Nashir Assa'di, Tafsir Al-Quranil Karim Syeikh

Utsaimin serta buku-buku yang berkenaan dengan judul penelitian.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh

dari pihak lain, bukan langsung dari subyek penelitian. Sumber data

sekunder yang dijadikan penelitian ini yaitu artikel-artikel, kitab-kitab

para ulama, maupun jurnal yang terkait pembahasan penelitian.

3. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan studi dokumen. Dokumen adalah catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya momental dari seseorang.15 Oleh karena penelitian ini bersifat

kepustakaan, maka peneliti mengumpulkan data-data informasi terkait

penelitian dari buku-buku, kitab-kitab Tafsir, jurnal, maupun artikel-artikel

guna mendapatkan pemahaman yang benar.

4. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan itu dapat diperoleh dari kesimpulan

maka dalam mengolah suatu data tersebut menggunakan metode sebagai

berikut:

a. Analisis Deskriptif

15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2017), hal. 240.

13
Analisis deskriptif adalah cara penulisan yang mengutamakan

pengamatan terhadap gejala, peristiwa dan kondisi aktual dimasa

sekarang. Penelitian ini merupakan kajian terhadap sebuah konsep

penafsiran beberapa tokoh, maka dengan metode ini dapat digunakan

untuk menggambarkan atau menguraikan secara menyeluruh penafsiran

Abdurrahman Bin Nashir Assa'di dalam Tafsir Assa„di, dan konteks

penyebutan lafadz Makar, Kayd, dan Khida„ di dalam Alquran surah ali-

Imran ayat 54, an-Nisa ayat 142, dan at-Thoriq ayat 16.

b. Analisis Komparatif

Analisis komparatif yaitu menafsirkan teks-teks ayat-ayat

Alquran atau surah tertentu dengan cara membandingkan ayat dengan

ayat, ayat dengan hadis atau ayat dengan pendapat para ulama tafsir

dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dengan obyek yang

telah dibandingkan itu. Analisis komparatif memiliki kemiripan atau

persamaan redaksi yang beragam dalam suatu kasus yang sama-sama

dalam penelitian ini peneliti menekankan pada perbandingan serta

kesamaan dari pendapat para mufassir.16

H. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan dalam penyusunan skripsi ini lebih terarah, maka

peneliti membuat sistematika penelitian sebagai berikut:

16
Nasruddin Badah, Metodologi Penafsiran Alquran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998), hal. 65-66.

14
Bab I : Pendahuluan meliputi latarbelakang masalah, rumusan masalah,

batasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian terdahulu, dan sistematika

penulisan.

Bab II : Landasan Teori, dalam bab ini peneliti akan menguraikan

pembahasan mengenai tinjauan teoritis tentang tema atau judul yang diangkat

yaitu pengertian makar, kaid, dan khida‟, pandangan ulama tentang makar, kaid,

khida‟, sebab sebabnya, pelakunya dalam Al-Qur‟an, cara menghadapinya

Bab III : Dalam Bab ini membahas tentang biografi Mufassir Syekh

Abdurrahman Bin Nashir Assa‟dy, pemikiran, Manhaj beliau, kondisi social dan

corak tafsir.

Bab IV : Dalam Bab ini membahas lafadz Makr, Kayd, Khida‟, Esensi

dari lafadz Makar, Kayd, dan Khida‟ serta penafsiran ayat yang berkaitan dengan

Lafadz Makar, Kayd, dan Khida„ ( Tipu daya ) menurut Tafsir As Sa'di.

Bab V : Penutup yang berisi tentang Analisis kesimpulan dan saran-

saran. Di dalam bab ini, peneliti berharap dapat memberikan sumbangsih berupa

kesimpulan terhadap penelitian serta saran-saran yang memberikan semangat dan

motivasi bagi para penuntut ilmu dan para peneliti selanjutnya.

15
BAB II

LANDASAN TEORI
PENGERTIAN MAKR, KAID, DAN KHIDA’
A. Makr, ‫مكر‬
Kata makr ditinjau dari lughawi berasal dari bahasa arab‚ ‫ مكرا‬-‫ٌمكر‬-‫مكر‬
yang berarti, menipu, memperdaya, menimbun dan siasat.17 Dalam kitab mu„jam
maqayis al-lugah, makr memiliki dua makna pokok, yakni: (memperdaya dan tipu
muslihat) dan " (betis berotot).18 Selain makna tersebut, di dalam kitab-kitab
kamus dan mu„jam diperoleh juga beberapa makna lain yang dapat dikembalikan
pada makna pokok tersebut.19 Seperti dalam kitab lisan al-„arabi, (tipu daya yang
menutupi), mu„jam al-wasit, (yang bersifat tipuan) dan dalam kamus al-muhit
(penipuan).20
Dalam istilah Islam, makar ialah suatu tipudaya yang dilakukan oleh
orang-orang kafir atau kelompok tertentu untuk menghancurkan kebenaran. Tipu
daya ini bisa dilakukan dengan cara menyebarkan isu-isu, fitnah, dan dengan
melakukan kekacauan. Ada juga yang mengartikan dengan memalingkan orang
lain dari apa yang dikehendakinya dengan tipuan akal busuk.
Adapun kata makr ditinjau dari segi istilah memiliki beberapa pengertian,
seperti yang dikemukakan oleh para ulama:
1. Al Ashfahani: ‫المكر صرف الغٍر عما ٌقصذه بحٍلت‬
“Memalingkan orang lain dari tujuannya (keinginan) dengan tipudaya.21"
2. Al-Raazi: ‫السعً بالفساد فً خفٍت ومذاجاة‬

17
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), h. 1352

18
bual-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakaria, Mu’jam Maqayis al-Lugah, Juz V (Bairut: Da>r al-Fikr,
1979), h. 345

19
Lihat Abu al-Fadl Jamal al-Din Muhammad ibn Mukrim ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, Juz 5(Cet. III;
Bairut: Dar Sadir, 1414H.), h. 183-184.

20
Majid al-Din al-Tahir Muhammad bin Ya’qub,Kamus al-Muhit, Jilid I (Bairut: Muassasahal-
Risalah, 2005), h. 477

21
Al-Ragib al-Asfahani, Mufradat Alfaz{ al-Qur’an, tahqiq Safwan ‘Adnan Dawudi (Cet. I;Damaskus:
Dar al-Qalam, 1992), h. 772.

16
“Usaha untuk berbuat kerusakan dengan cara bersembunyi dan menutup-
22
nutupi. "
3. Wahbah al-Zuhaili: ‫تذبٍر خفً ٌفضً بالممكىر به الى مالم ٌكه ٌحتسب‬
“Perencanaan tersembunyi yang membawa orang lain tidak
memperkirakannya.”23
4. Abdul Muin Salim: “Makr adalah aktivitas menyesatkan manusia
dengan jalan menghalangi jalannya hukum-hukum tuhan.”
5. Fazlur Rahman: “Makr adalah segala perkataan dan perbuatan yang
dijadikan sebagai sebuah siasat di dalam proses perjuangan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.”
6. As Shinqity: ‫اظهار الطٍب وابطال الخبٍث‬
“Makr adalah menampakkan yang baik dan menghilangkan yang jahat.”

Selain itu, Al-Damagani juga dalam kitabnya menyebutkan makna


Makr dalam al-Qur‟an ada lima,13 yaitu:
1. (pembohongan terhadap para Nabi)
2. (perbuatan syirik)
3. (perkataan)
4. (keinginan untuk membunuh)
5. (tipu daya)
Adapun dari segi hukum, makr memiliki makna yang berbeda, karena kata ini
sering dikaitkan dengan al-Bagyu. Makr menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
bisa didefinisikan sebagai perbuatan tipu muslihat, atau akal busuk yang
dilakukan manusia untuk menjatuhkan atau menyerang seseorang. Atau bisa juga
diartikan sebagai tipu muslihat untuk menjatuhkan pemimpin atau pemerintahan
yang sah, sehingga dalam bahasa internasional disetarakan juga dengan istilah
konspirasi.

22
Fakhr al-Din al-Razi,al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Gaib), Jilid IV, Juz VIII (Cet.I; Bairut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1990), h. 235

23
Wahbah al-Zuhailiy, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari‘ah wa al-Manhaj, Juz III
(Damaskus: Dar al-Fikr, 1991), h. 238

17
B. Kaid ‫كٍذ‬
Al-Kaid berasal dari akar kata ‫ا‬-‫ي ك يد‬-‫ ه يدا‬. Kata ini disebutkan dalam
al-Qur‟an sebanyak 35 kali dengan berbagai derivasinya dan semuanya
diterjemahkan dengan tipu daya.24 Oleh sebab itu, kata ini sangat mirip dengan
kata makr. Seperti dalam mu„jam Mukhtar al-Sihhah disebutkan bahwa
al-Kaid adalah al-Makr. Ibnu Faris menyebutkan bahwa kata yang terdiri dari
huruf kaf, ya dan dal (‫د‬-‫ي‬-‫ )ك‬menunjukkan arti ‚mengatasi sesuatu dengan keras‛.

Kaid juga bisa bermakna perang; seperti dikatakan: ‚mereka keluar tetapi tidak
menemukan perang‛. Adapun dalam kamus Lisan al-„Arabi disebutkan bahwa
al-Kaid dapat dipergunakan ketika perang dalam arti untuk mendapatkan
kemenangan. ‚ ‫( ان امكٍذ‬bahwa al-Kaid dalam berbagai perang halal, dan makr
dalam halal adalah haram).

C. Khida‟ ‫خذاع‬
Al-Khida„ dalam al-Qur‟an memiliki makna yang tidak berbeda jauh
dengan makna makr. Hanya saja, al-Khida„ merupakan aktifitas yang lebih
tersembunyi dibanding dengan kata makr, karena pelakunya berusaha menutupi
perbuatannya dengan menampakkan kebalikan dari yang disembunyikan,
sehingga pelaku al-Khida„ susah dipastikan; apakah dia teman atau musuh. Kata
ini berasal dari huruf kha, da dan „a (‫ع‬-‫ا‬-‫د‬-‫ )خ‬yang berarti‚ menyembunyikan
sesuatu‟.25
Dalam Al-Mu„jam al-Wasit disebutkan bahwa‚ menampakkan sesuatu yang
berbeda dengan yang disembunyikan.26 Oleh sebab itu, kata ini dalam al-Qur‟an
selalu digandengkan dengan orang-orang muanfik. Karena orang-orang munafik
meyakini dengan sesungguhnya bahwa perbuatan yang mereka lakukan tidak

24
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an, h. 420.

25
Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakaria, Mu’jam Maqayis al-Lugah, Juz 2, h. 161.

26
Tim Redaksi Maj’ma’ al-Lugah al-‘Arabiyyah, al-Mu‘jam al-Wasit, Juz 1, h. 228.

18
diketahui oleh siapapun selain mereka sendiri, termasuk Allah Subhanahu
Wata‟ala.27

D. Pelaku Makr, kaid, dan Khida, (Tipu daya)


Setelah diuraikan diatas tentang pengertian dan sebab makar, maka akan dapat
diketahui tentang pelaku makar yang dikemukakan Al-Qur‟ān. Diantaranya
adalah :
1. Orang Kāfir
Diantara sifat orang kāfir di dunia adalah membuat makar atau tipu daya.Yang
sebagaimana makar ini adalah perbuatan yang membahayakan seseorang dalam
bentuk yang tersembunyi, atau berbuat bahaya dengan bentuk perbuatan
bermanfaat. Diantaranya:
َ‫ٱَّللُ َخٍ ُْر ْٱل َٰ َم ِك ِرٌه‬
‫ٱَّللُ ۖ َو ه‬ ۟ ‫َو َمك َُر‬
‫وا َو َمك ََر ه‬
Referensi : https://tafsirweb.com/1186-surat-ali-imran-ayat-54.html
“Dan mereka (orang-orang kāfir)membuat tipu daya, maka Allah pun membalas
tipu daya.Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”(Qs. Ali Imrān [3] : 54).

“Dan ingatlah ketika orang-orang kāfir (Quraisy) memikirkan tipu daya


terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau
membunuhmu, atau mengusirmu.Mereka membuat tipu daya, dan Allah
menggagalkan tipu daya itu.Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.”(Qs.
Al-Anfāl [8] : 30)

“Dan sungguh orang sebelum mereka (kāfir Mekkah), telah mengadakan tipu
daya, tetapi semua tipu daya itu dalam kekuasaan Allah. Dia mengetahui apa yang
diusahakan oleh setiap orang, dan orang yang ingkar kepada tuhan akan
mengetahui untuk siapa tempat kesudahan (yang baik).” (Qs. Ar-Ra‟du [13] : 42).

Salah satu bentuk makar orang kāfir di dalam alqur‟ān adalah memikirkan
rencana untuk menawan Nabi Muhammad sehingga beliau tidak dapat bertemu

27
Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Khawatiri Haula al-Qur’an al-Karim, Juz 3 (Kairo: Dar Mayu
al-Wataniyyah Linnasyir, 1991), h. 148.

19
dengan kaumnya dan tidak dapat lagi menyebarkan agama Islam, atau membunuh
dan mengusir Nabi ke tempat yang terpencil. Sebagaiman disebutkan dalam suatu
riwayat, ketika segolongan kaum Quraiys dan pembesar dan pembesar suku-suku
lainnya akan memasuki Dāran-Nadwah (balai pertemuan), iblis yang menyamar
sebagai orang tua dan dihormati, menghadang mereka. Ketika melihatnya, mereka
bertanya: “siapakah anda Tuan?” iblis menjawab: “saya seorang Syeikh dari Nejd
yang ingin mendengar apa yang akan dimusyawarahkan oleh kalian (tentang
Muhammad) dan ingin menyaksikan permusyawarahan itu. Mudah-mudahan aku
dapat menyumbangkan pikiran dan nasihat.” Mereka pun menyetujuinya, lalu
iblis pun masuk bersama mereka.
Syeikh Nejd (iblis) berkata: “bagaimana pandangan kalian tentang (hukuman
yang pantas bagi) Muhammad?, salah satu dari mereka berkata:”masukkan saja ke
dalam penjara dan kaki serta tangannya diikat sampai mati, sebagaimana matinya
dua orang penyair yaitu Zuhair dan an-Nabighah, karena perbuatannya pun sama
seperti salah seorang diantar mereka.” Lalu iblis pun berkata:”Demi Allah
pendapat seperti itu tidak baik, karena nanti akan ada yang simpati padanya, lalu
memberitahukan tempat tahanannya kepada sahabat sahabatnya. Mereka akan
segera menyerbu, mengambilnya dari tangan kalian, dan menjaganya. Dengan
demikian kalian tidak akan aman dengan gangguan mereka yang akan mengusir
kalian dari negeri ini. Cobalah keluarkan pendapat yang lain.” Salah seorang
lainnya berkata: “usir saja dari negeri kita, agar kita terbebas dari gangguan dan
ucapannya”,lalu berkatalah iblis: “ Demi Allah, pendapat ini pun tidak baik,
apakah tuan-tuan tidak mengenal omongannya yang begitu menarik, lisannya
yang begitu lincah, dan perkataannya ynag begitu manis. Demi Allah jika kalian
berbuat demikian, orang Arab dari segala suku akan mengikutinya dan menurut
kepadanya. Akhirnya, mereka akan bersatu untuk mengusir kalian dari tanah
tumpah darah kalian dan akan membunuh kalian.”Mereka berkata:” benar, demi
Allah, cobalah kemukakan pendapat yang lainnya.” Abu Jahal pun berkata:”Demi
Allah, aku akan member pendapat yang tidak ada taranya. Mereka berkata:
“Bagaimanakah pendapatmu itu?” Abu Jahal menjawab: “kami ambil dari setiap
kabilah seorang pemuda yang gagah berani, dan masing-masing dibekali pedang
yang tajam dan ditugaskan untuk mencincang Muhammad bersama-sama,

20
sehingga pertanggung jawabannya terbagi ke segala kabilah. Aku yakin, Bani
Hasyim tak akan mampu melawansuku Quraisy. Pendapat ini diterima oleh
mereka karena menurut mereka masuk akal, maka berkatalah Syeikh Nejd (iblis):
“Demi Allah itu merupakan buah pikiran yang sangat baik, aku tidak
mendapatkan yang lainnya.”Mereka pun bubar dari pertemuan itu untuk
melaksanakan keputusannya. Maka datanglah Jibril kepada Nabi Muhammad
SAW, dan memerintahkan beliau untuk tidak tidur di tempat yang biasa, serta
menyampaikan keputusan mereka, maka Rasulullah SAW tidak bermalam di
rumahnya. Allah memberi izin untuk meninggalkan kota Mekkah. Ayat ini turun
setelah Rasulullah sampai ke Madinah, yang menerangkan nikmat yang diberikan
Allah agar disyukuri (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari
Ibnu „Abbas).

2. Musyrik
Musyrik adalah orang-orang yang melakukan syirik.Syirik secara etimologi
adalah persekutuan, sedangkan secara terminologi adalah menyekutukan Allah
dengan selain-Nya baik dalam segi keyakinan, ucapan ataupun
perbuatan.Perbuatan syirik merupakan dosa yang sangat besar dari semua dosa.
Allah menerangkan bahwa keadaan orang-orang musyrik dari kaum Nabi
Muhammad SAW, persis seperti keadaan orang musyrik sebelum mereka
Sebagaimana dalam Qs.Ibrāhīm [14] : 46
‫ٱَّللِ َي ْك ُش ُْ ْى َٔ ِئٌ كَبٌَ َي ْك ُش ُْ ْى ِنز َ ُضٔ َل ِي ُُّْ ْٱن ِججَب ُل‬ ۟ ‫َٔلَ ْذ َيك َُش‬
َّ َ‫ٔا َي ْك َش ُْ ْى َٔ ِعُذ‬
“Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar (tipu daya) yang besar padahal
disisi Allah lah (balasan) makar mereka itu .dan sesungguhnya makar mereka itu
amat besar sehingga gunung-gunung dapat lenya karenanya”.(QS. Ibrāhīm:46).

Pelaku makar yang disebut dalam ayat ini adalah orang musyrik, sebagaimana
telah terlihat jelas pada ayat sebelumnya.Adapun bentuk maka orang musyrik
salah satunya adalah menghalang-halangi Nabi dan para shāhābat dalam
melaksanakan da‟wah, serta berbuat zhalim/penganiayaan dan pemboikotan.
Telah disebutkan dalam sejarah bahwa orang musyrik Mekkah selalu
menghalang-halangi dan menentang Nabi Muhammad SAW dan para shāhābat

21
dalam melaksanakan da‟wah, semakin hari halangan dan rintangan itu semakin
bertambah, bahkan sampai pada penganiayaan dan pemboikotan.Dan mereka
tidak mau mengadakan hubungan jual beli, persaudaraan dan tolong menolong
terhadap kaum muslimīn, sehingga para shāhābat hampir putus asa. Sedangkan
orang musyrik semakin hari semakin merajalela.

3. Munafiq
Munafiq berasal dari kata nafaqa, yang berarti melahirkan sesuatu yang
berlawanan dengan hati nuraninya.Orang yang berpura-pura menampakkan
keislamannya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, mengerjakan shalat,
dan sebagainya.Pengertian munafiq dari segi aqidah adalah menyembunyikan
kekāfiran dalam hatinya dan menampakkan keimanan dari lidahnya. Seperti
dalam firman-Nya:
َ ُ‫ٕا َٔ َيب يَ ْخذَعٌَُٕ ئِ َّ َّٓل أََف‬
ْ َ‫غ ُٓ ْى َٔ َيب ي‬
ٌَٔ‫شع ُُش‬ َّ ٌَُٕ‫يُ َٰ َخ ِذع‬
۟ ُُ‫ٱَّللَ َٔٱ َّن ِزيٍَ َءا َي‬
“ Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan
hari kemudian pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman”.

َّ ٌَٔ‫بط َٔ ََّل يَ ْز ُك ُش‬


َ‫ٱَّلل‬ َ َُّ ‫غبنَ َٰى ي َُشآ ُءٌَٔ ٱن‬ ۟ ‫صهَ َٰٕ ِح لَبي‬
َ ‫ُٕا ُك‬ َّ ‫ع ُٓ ْى َٔئِرَا لَبي ُٕٓ ۟ا ئِنَى ٱن‬ َّ ٌَُٕ‫ئِ ٌَّ ْٱن ًُ ََُٰ ِف ِميٍَ يُ َٰ َخ ِذع‬
ُ ‫ٱَّللَ َٔ ُْ َٕ َٰ َخ ِذ‬
‫يل‬ ً ‫ئِ ََّّل لَ ِه‬
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka.dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri
dengan malas.mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”.

Di dalam hadīts Rasulullah Shallalahu‟alahi wasallam menyebutkan ciri-ciri orang


munafiq, sebagaimana dalam hadītsnya:
َ َ‫عذَ أ َ ْخه‬
ٌَ‫ف َٔ ِئرَا ا ُ ْؤر ُ ًٍَِ َخب‬ َ َٔ ‫ة َٔ ِئرَا‬
َ َ‫س َكز‬ ٌ ‫آيَخ ْان ًَُُبفِك ص َ َل‬
َ َّ‫س ِئرَا َحذ‬
“Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: apabila berkata ia berdusta, apabila
berjanji ia mengingkari, apabila ia dipercaya ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

22
. Seperti yang dilakukan oleh kaum tsamud kepada Nabi Shālih As dalam surah
An-Naml [27] : 48-51 yang mengakibatkan mereka dibinasakan karena
penghianatan mereka dengan membunuh unta Nabi Shālih As dan pura-pura tidak
tahu menahu akan peristiwa tersebut serta merencanakan makar untuk membunuh
Nabi Shālih pada malam harinya. Salah satu contoh makar orang munafiq adalah
membangun Masjid Dhirar dengan tujuan untuk menghancurkan Islam, dapat
dilihat di surah At-Taubah [9] : 107, yang berbunyi :
ًۢ ۟ ُ‫َٔٱنَّ ِزيٍَ ٱر َّ َخز‬
ۚ ‫ٱَّللَ َٔ َسعُٕنَ ۥُّ ِيٍ َل ْج ُم‬
َّ ‫ة‬ َ ‫اسا َٔ ُك ْف ًشا َٔر َ ْف ِشيمًب ثَيٍَْ ْٱنً ُْإ ِيُِيٍَ َٔئِسْ صَبدًا ِنّ ًَ ٍْ ح‬
َ ‫َبس‬ ً ‫ٔا َيغ ِْجذًا ِض َش‬
ٌَُٕ‫ش َٓذُ ئََِّ ُٓ ْى َن َٰ َك ِزث‬ ْ ‫َٔنَيَحْ ِهفُ ٍَّ ئِ ٌْ أ َ َس ْد ََب ٓ ئِ ََّّل ْٱن ُح‬
َّ َٔ ۖ ‫غَُ َٰى‬
ْ َ‫ٱَّللُ ي‬
“Dan (diantara orang-orang munafiq itu)ada orang-orang yang mendirikan
Masjid untuk menimbulkan kemudhratan (pada orang-orang mu‟min),untuk
kekāfiran dan memecah belah diantara orang-orang yang beriman, serta untuk
menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan rasul-Nya
sejak dahulu. Mereka36 dengan pasti bersumpah “kami hanya menghendaki
kebaikan.”Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam
sumpahnya).”(Qs. At-Taubah [9]: 107).
Sebab turunnya (asbāb an-Nuzūl) ayat ini adalah pemberitahuan kepada
Rasulullah SAW bahwa orang munafiq membangun Masjid dengan niat
menghancurkan Islam dan mengelabui kaum Muslimīn. Sebagaimana dalam
sejarah bahwa Mu„attab ibn Qusyair mengeluhkan keadaannya kepada kaum
munafiq yang menemuinya, yang nyatanya mereka memiliki pandangan dan
perasaan yang sama terhadap Islam. Selama ini mereka membenci dan dengki
melihat kemajuan Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya.Mereka kesal
karena segala upaya dan muslihat mereka gagal menghancurkan kaum muslimīn.
Dan mereka pun merencanakan untuk membangun sebuah Masjid, dan
mengundang Nabi Muhammad SAW untuk shalat di Masjid itu, dan bersumpah
akan menaatinya dan memakmurkan Masjid tersebut. Akan tetapi, keesokan
harinya Masjid itu telah dirobohkan dan bangunannya telah dihancurkan. Karena
Allah telah menyingkap dan mengabarkan rahasia mereka dengan menurunkan
Qs. At-Taubah [9] : 107-110.16

23
B. Sebab-sebab Makar
Allah SWT sudah menjelaskan di dalam Al-Qur‟an bahwa setiap bangsa atau
umat terdapat para pemimpin yang melakukan tipu daya te rhadap Rasul-Nya,
penentang pembaruan dan menentang seruan mereka. Selagi hal itu mereka
lakukan, maka Allah menerangkan bahwa sunnah ini berlaku terhadap para
penjahat penduduk Mekkah yang bersikap keras kepala terhadap ayat-ayat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Diantara sebab-sebab berbuat makar
yang disebutkan dalam Al-Quran antara lain:
1. Karena kufur terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, dalam Qs.Al-
An„ām [6] :124
َ ۗ ُّ‫عبنَز َ ۥ‬
ُ‫عي ُِصيت‬ ُ ‫ٱَّللُ أ َ ْعهَ ُى َحي‬
َ ‫ْش َيجْ َع ُم ِس‬ َّ ۘ ِ‫ٱَّلل‬
َّ ‫ع ُم‬ ۟ ُ‫َٔ ِئرَا َجب ٓ َءرْ ُٓ ْى َءايَخٌ لَبن‬
ُ ‫ٕا َنٍ َُّ ْإ ِيٍَ َحز َّ َٰى َُ ْإرَ َٰى ِيضْ َم َيب ٓ أُٔرِ َى ُس‬
۟ َُ‫شذِي ًۢذٌ ِث ًَب كَب‬
ٌَٔ‫ٕا َي ًْ ُك ُش‬ َ ٌ‫عزَاة‬ َّ َ‫صغَبسٌ ِعُذ‬
َ َٔ ِ‫ٱَّلل‬ َ ‫ُٕا‬ ۟ ‫ٱنَّ ِزيٍَ أَجْ َشي‬
“Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: "Kami tidak akan
beriman sehingga diberikan kepada Kami yang serupa dengan apa yang telah
diberikan kepada utusan-utusan Allah".28 Allah lebih mengetahui di mana Dia
menempatkan tugas kerasulan. orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa
kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat
tipu daya”.(QS. Al-An‟am:124). Inilah salah satu sebab orang kafir/musyrik
berbuat makar. Yaitu, apabila datang kepada mereka satu ayat yang nyata darial-
Qur‟ān, yang memuat kebenaran Rasul Allah, tentang apa yang diadakan dari
Tuhannya, berupa Tauhīd dan petunjuk, maka mereka mengatakan”kami takkan
beriman kecuali bila datang dari padanya ayat-ayat kauniyah (mukjizat-mukjizat)
yang dengan itu Allah meneguhkannya, seperti yang telah di datangkan kepada
rasul-rasul Allah lainnya. Misalnya, terbelahnya laut bagi Nabi Musa dan
disembuhkannya orang buta serta dihidup kannya kembali orang-orang yang mati
bagi Nabi Isa. Sehingga datanglah para malaikat kepada mereka dari Allah dan
membawa risalah, sebagaimana malaikat-malaikat itu datang kepada rasul-rasul.
Pengertian ini semakna dengan firman Allah yang artinya :
“Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami:
Mengapakah tidak diturunkan kepada kita Malaikat atau (mengapa) kita (tidak)

28
Departemen Agama Republik Indonesia Al-Qur‟an dan terjemahan.,( Jakarta 6 november 2012)
h.143

24
melihat Tuhan kita?" Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri
mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas(dalam melakukan)
kezaliman".
Ternyata memang pada dasarnya, mereka tidak mau beriman dan mengakui Nabi
Muhammad, kecuali bila Nabi diberikan hal yang serupa sebagaimana diberikan
kepada rasul-rasul sebelumnya. Allah membantah tuntutan mereka dan
menyatakan bahwa Allah yang mutlak mengetahui kepada siapa Dia
menempatkan tugas kerasulan. Tuntutan mereka yang seperti itu dijelaskan dalam
firman-Nya:29
ٍ ‫ع َه َٰى َس ُج ٍم ِ ّيٍَ ْٱن َمشْ يَزَي ٍِْ ع َِظ‬
‫يى‬ ُ ‫ٕا نَْٕ ََّل َُ ِ ّض َل َٰ َْزَا ْٱنمُشْ َء‬
َ ٌ‫ا‬ ۟ ُ‫َٔلَبن‬
“Dan mereka berkata: "Mengapa Al Quran ini tidak diturunkan kepada seorang
besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) “(Qs. Az- Zukhruf [43]:31)30

Tuntutan seperti ini mereka kemukakan kepada Nabi karena terdorong oleh
kedengkian dan kesombongan mereka dan dimaksudkan untuk membantah posisi
Nabi sebagai Rasulullah. Kufur kepada Allah adalah mengingkari adanya Allah
serta tidak percaya dengan apa yang dibawa oleh Rasul-Nya baik secara
keseluruhan atau sebagian saja, yang mana pelakunya disebut kāfir. Mengenai hal
ini, orang-orang kāfir banyak disebut dalam al-Qur‟ān yang berakibat buruk bagi
mereka di akhirat kelak, dengan mendapatkan siksaan yang pedih, sebagai balasan
atas perbuatan mereka sendiri sewaktu hidup di dunia. Karena kesombongan di
muka bumi dalam Qur‟an surah Al- fathir[35]:43
َ‫عَُّذَ ْٱْلََّٔ ِنيٍَ ۚ فَهٍَ رَ ِجذ‬ ُ ‫ئ ِئ ََّّل ِثأ َ ْْ ِه ِۦّ ۚ فَ َٓ ْم َي‬
ُ ‫ُظ ُشٌَٔ ِئ ََّّل‬ َّ ‫ك ْٱن ًَ ْك ُش ٱن‬
ُ ّ‫غ ِي‬ ِ ْ‫بسا ِفى ْٱْلَس‬
َّ ‫ض َٔ َي ْك َش ٱن‬
ُ ‫غ ِيّ ِئ ۚ َٔ ََّل َي ِحي‬ ً ‫ع ِز ْك َج‬
ْ
ً ِٕ ْ‫ٱَّللِ ر َح‬
‫يل‬ َّ ‫ذ‬ ِ َُّ‫غ‬ ً ‫ٱَّللِ ر َ ْجذ‬
ُ ‫ِيل ۖ َٔنٍَ ر َ ِجذَ ِن‬ َّ ‫ذ‬ ِ َُّ‫غ‬
ُ ‫ِن‬
“Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka)
yang jahat.rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang
merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti- nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang

29
Abdullah bin Muhammad, Tafsīr Ibnu Katsīr (terj. Lubāb at-Tafsīr min Ibni Katsīr), jilid. III,
diterjemahkan oleh Abdul Ghoffar dan Abu Ihsan Al-Atsari, (Bogor : Pustaka Imam AsySyafi‟i, 2004), h. 289

30
Departemen Agama Republik Indonesia Al-Qur‟an dan terjemahan.,( Jakarta 6 november
2012).492

25
terdahulu . Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah
Allah”.(QS.Al-Fathir:43). Ayat ini berkaitan dengan ayat yang sebelumnya, yang
sebagaimana mereka bersumpah bahkan berjanji, akan lebih mendapatkan
petunjuk jika datang kepada mereka pemberi peringatan, yaitu seorang Rasul.
Akan tetapi setelah datang kepada mereka seorang Rasul mereka mengingkari
sumpah mereka. Sebab utamanya dinyatakan pada ayat diatas, yaitu karena
kesombongan dan juga makar (rencana jahat) mereka.31

C. Kriteria makar
1. Kriteria makar yang pertama adalah melakukan tipu daya setiap yang dihalal
kan, yaitu dalam hal perang berjaga-jaga dalam menghadapi serangan musuh
islaam. Sehingga ini di hukumi tipu daya dan siasat yang halal dan boleh
dilakukan. Sedangkan tipu daya dalam setiap yang halal adalah haram,
maksudnya adalah tipu daya sebagai siasat dalam menghelah-helah setiap
perkataan dan perbuatan yang sudah tentu kehalalannya, lalu dirubah supaya
menjadi haram. Seperti setan yan memperdayakan ummat islam agar ia terkecoh
dan tertipu oeh pikiran-pikiran yang sesat, sehingga dapat menghalalkn setiap apa
yang diharamkan oleh Allah SWT., dan mengharamkan setiap apa yang
dihalalkan-Nya, serta menjauhi apa yang telah di perintahkan-Nya. Sejalan
dengan Hadits Nabi Saw, tentang bolehnya melakukan tipu daya ata siasat dalam
perang “dan telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman bin
sahm, telah memberitakan kepada kami Abdullah bin Mubarak, kemudian
memberitakan lagi kepada kami Ma‟mar dari hamam bin Munabbih dari Abi
Hurairah berkata bahwa Rasullah Shallallahu‟alaihi wasallam telah bersada:
perang itu adalah tipu daya(tipu muslihat).”32
Hadits diatas menjelaskan tentng perang sebagai tipu daya, maksudnya adalah
bahwa perang itu tidak lepas dengan tipu musliha dengan tujuan agar memperoleh
kemenangan d an kemulian.

31
Hamka, Tafsīr Al-Azhar, jilid VIII, (Singapura : Pustaka Nasional, 1990) , h. 5952

32
Muhammad Nashiruddin Al-Albani,Ringkasan shahih muslim, (jakarta: pustaka As
sunnah,2008)777

26
Sementara islam tidak menghendaki peperangan, melainkan menghendaki
ketentraman dan ketertiban hidup. Akan tetapi perang diperbolehkan atau
diizinkan bagi orang yang di perangi dan dianiaya. Allah
SWT, berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 39
ٌ‫عهَ َٰى ََص ِْش ِْ ْى نَمَذِيش‬ ۟ ً‫أ ُ ِرٌَ ِنهَّ ِزيٍَ يُ َٰمَزَهٌَُٕ ِثأَََّ ُٓ ْى ُظ ِه‬
َّ ٌَّ ‫ُٕا ۚ َٔ ِئ‬
َ َ‫ٱَّلل‬
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu”.(QS.Al- Hajj: 39)

Setiap umat islam berkewajiban memilahara, menjaga dan membela agamanya,


apabila akan dirusak oleh orang lain. Demikian juga jika islam diperanginya,
maka pemeluknya pun berhak menahan serangan itu atau memerangi musuh-
musuh yang lebih dahulu melancarkan serangannya.
Firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 16
َ ْ‫ٱَّللِ َٔ َيأ ْ َٔ َٰىُّ َج ََُّٓ ُى ۖ َٔ ِثئ‬
‫ظ‬ َّ ٍَ‫ت ِ ّي‬ َ َ‫َٔ َيٍ ي َُٕ ِنّ ِٓ ْى يَْٕ َيئِ ٍز دُث َُش ُِٓۥ ئِ ََّّل ُيزَح ِ َّش ًفب ِنّ ِمزَب ٍل أَْٔ ُيز َ َح ِيّ ًضا ئِنَ َٰى فِئَ ٍخ فَ َم ْذ ثَبٓ َء ِثغ‬
ٍ ‫ض‬
ُ ‫ْٱن ًَ ِص‬
‫يش‬
“Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali
berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan
yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan
dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam.dan Amat buruklah tempat
kembalinya”.( QS. Al-Anfal:16)
Bahwa yang lari meninggalkan barisan yang turut dalam peperangan itu, misalnya
pura-pura lari, shingga musuh terkecoh, lalu musuh itu menyerbu pada suatu
tempat yang sampai disana mereka dikepung. Dalam hal yang seperti ini tidaklah
terlarang, tetapi barang siapa yang lari karena pengecut atau melepaskan diri dari
komando lalu dia kembali pulang dari medan perang dengan kehinaan sebagai
seorang pengecut yang di murkai Allah dan dalam ayat ini pun di beri penjelasan
bahwa lari dalam siasat, atau lari pura-pura hingga musuh terjebak, bukanlah lari,
tetapi termasuk dalam rangkaian peperangan juga atau lari kepada induk pasukan
karena sudah sangat terdesak, yang kalau di teruskan juga berarti hancur , tidak
pula terlarang.

27
2. Kriteria makar yang kedua yang diharamkan Allah, seperti perbuatan orang-
orang kafir dan para setannya. Yaitu menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah berbuat fitnah denga segala cara yang mereka gunakan, seperti dalam firmn
Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 217:
‫ٱَّللِ َٔ ُك ْف ًۢشٌ ِث ِۦّ َٔ ْٱن ًَغ ِْج ِذ ْٱن َح َش ِاو‬
َّ ‫ع ِجي ِم‬ َ ٍَ‫صذٌّ ع‬ َ َٔ ۖ ٌ‫شٓ ِْش ْٱنح ََش ِاو لِزَب ٍل فِي ِّ ۖ لُ ْم لِزَب ٌل ِفي ِّ َك ِجيش‬ َّ ‫يَغْـَٔهََُٕكَ ع ٍَِ ٱن‬
ٌِ ‫ٱَّللِ ۚ َٔ ْٱن ِفزَُْخُ أ َ ْك َج ُش ِيٍَ ْٱنمَزْ ِم ۗ َٔ ََّل َي َضانٌَُٕ يُ َٰمَ ِزهََُٕ ُك ْى َحزَّ َٰى َي ُشدُّٔ ُك ْى عٍَ دِي ُِ ُك ْى ِئ‬
َّ َ‫ط أ َ ْْ ِه ِۦّ ِي ُُّْ أ َ ْك َج ُش ِعُذ‬
ُ ‫َٔ ِئ ْخ َشا‬
َ‫اخ َش ِح ۖ َٔأ ُ ۟ٔ َٰ ٓنَئِك‬ ٓ
ِ ‫ُذ َٔ ُْ َٕ كَبفِشٌ فَأ ُ ۟ٔ َٰنَئِكَ َح ِج َط ْذ أَ ْع َٰ ًَهُ ُٓ ْى فِى ٱنذُّ َْ َيب َٔٱ ْل َء‬
ْ ًَ‫ُٕا ۚ َٔ َيٍ يَشْ ر َ ِذ ْد ِيُ ُك ْى عٍَ دِيُِ ِۦّ فَي‬ ۟ ‫عز َ َٰ َطع‬ْ ‫ٱ‬
ٌَُٔ‫ص َٰ َحتُ ٱنَُّ ِبس ۖ ُْ ْى فِيَٓب َٰ َخ ِهذ‬ ْ َ‫أ‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:
"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia)
dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan
mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan
berbuat fitnah28lebih besar (dosanya) daripada membunuh. mereka tidak henti-
hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari
agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka
mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.(QS. Al- Baqarah:21)

Cara pecegahan
Adapun cara untuk menghadapi makar atau tipudaya dari musuh musuh
islam adalah dengan takwa dan tawakkal serta antusias didalam menyampaikan
kebenaran ditengah tengah ummat, agar tidak terpengaruh tipu muslihat dari
musuh-musuh islam sebagaimana Allah Subhanahu Wata‟ala berfirman:
ً َ‫ئِ ٌَّ ِن ْه ًُز َّ ِميٍَ َيف‬
‫بصا‬
“ Sesungguhnya bagi Orang-orang yang bertakwa mremperoleh
kemenangan” ( An Naba: 31).

28
BAB III
BIOGRAFI SYEIKH ABDURRAHMAN NASHIR ASSA’DY

A. KELAHIRAN
Abdurrahman bin Nasir bin Abdullah bin Nasir bin Hamad keluarga Sa‟di
dari kabilah Tamim yang dikenal di Najed, pengikut mazhab Imam Ahmad bin
Hambal. Assa‟dy atau Assi‟dy (1889-1956 M) Adalah seorang pemikir, ahli
bahasa arab, ahli fiqih, ahli tafsir, dan ahli pendidikan yang terkenal dengan
kitabnya yang ringan dan mudah untuk pemula, yaitu kitab Taysir Karimirrahman
Fi Tafsir Kalamil Mannan Yang lebih dikenal dengan nama Tafsir As Sa‟dy ini
menjadi sumber utama tuisan ini. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin
Abdullah bin Nashir As-Sa‟dy. Dilahirkan pada 12 Muharram 1307 H/ 1886 M,
dikota Unaizah, Qosim Saudi Arabia. Beliau wafat pada 24 jumadits tsani 1376
H/1956 M.
B. KELUARGA
Ayahnya bernama al-Syeikh Nasir bin Abdullah al-Sa‟dy, lahir
1243H.,seorang ahli ibadah, hafal al-Qur‟an, mencintai ilmu dan orang yang
berilmu, meninggal 1314 H. Ibunya bernama Fathimah bin Abdullah bin
Abdurrahman al-„Uthaimin, meninggal 1311 H. Saudaranya delapan; tiga laki-laki
dan lima wanita. Seorang saudara seayah bernama Hamad bin Nasir al-Sa‟dy,
lahir 1292 H., meninggal 1390 H. Umurnya panjang mendekati seratus. Seorang
lagi saudara seibu Hamad bin ali bin Abdullah al-Qodhi, lahir 1301 meninggal
1393 H. Dan selebihnya enam orang seayah dan seibu, yang laki-laki bernama
Sulaiman lahir 1308, meninggal 1373H. yang lima wanita bernama; Nauroh,
Hișșah, Munȋroh, Mudhiy dan Mudhawy. Istrinya tunggal bernama: Hișșah binti
Abdulaziz al-Sa‟dy tahun 1330, meninggal tahun 1391 H. Anaknya tiga laki-laki,
Abdullah, Muhammad dan Ahmad, dan dua wanita yaitu Luluwah dan Nauroh.
C. PENDIDIKAN
Di masa kecilnya terlihat Abdurrahman seorang yang cerdas, senang ilmu,
sungguh-sungguh dan rajin beribadah, umur 11 tahun telah hafal alQur‟an secara
keseluruhan dan senantiasa menghadiri shalat berjama‟ah dimasjid. Kesungguhan
dan keseriusan Beliau dengan ilmu sejak kecil sudah terlihat. Dia

29
mengkonsentrasikan seluruh waktunya untuk menuntut ilmu; membaca,
menghafal, memahami, muraja‟ah dan mengingat sehingga membuatnya berbeda
dengan lainya, dia mendapati dan memperoleh ilmu yang tidak didapat oleh yang
lain dalam waktu yang lama. Hal itu didukung oleh lingkungan pendidikan.
Ayahnya rajin belajar, saudaranya Hamad yang mengasuhnya sepeninggal
ayahnya seorang yang shalih dan penghafal al-Qur‟an. Serta adanya para ulama
yang ada di negerinya dan yang datang di sana. Al-Sa‟di tidak hanya mengusai
kitab-kitab fiqih Hambali sebagaimana penduduk negerinya bahkan menguasai
kitab-kitab tafsir, hadith, tauhid dan kitab-kitab Ibnu Taimiyah serta muridnya
Ibnu Qoyyim. Hal itu membuatnya luas ilmu dan pengetahuannya, sehingga setiap
kali menyampaikan satu permasalahan dari banyak masalah, yang
mendengarkannya mengira sepesialisnya di bidang itu.
D. GURU-GURU DAN MURID-MURID
Setelah beliau bisa menghafal Alquran dengan melihat Mushaf maupun
diluar kepala maka beliau pun menyibukkan diri dengan menuntut ilmu syar‟i ,
beliau membaca pelajaran hadist kepada Ibrahim bin Hamd bin Jasir, membaca
pelajaran Fiqih dan Nahwu kepada Muhammad bin Abdul Karim Asy Syibl,
membaca pelajaran tauhid, tafsir, fiqih, dan Ushul Fiqih, dan juga Nahwu kepada
Syeikh Shaih bin Utsman Al Qadhi di Unaizah beliaulah guru yang paling banyak
ditimba ilmunya oleh Syeikh. Dan beliau juga membaca pelajaran kepada syeikh
„Abdullah bin „Aidh dan syekh sha‟ab bin Abdullah Tuwaijiri, syeikh Ali
Assinani,Syeikh Ali ibn Nashir Abu wadi, beliau membaca kitab hadits dan kitab-
kitab induk hadits yang enam kepadanya, maka ia pun memberikan ijazah kepada
beiau untuk meriwayatkan hadits. Beliau juga mebaca peajaran kepada Syeikh
Muhammad Asy-Syinqithi ketika masih tinggal di Hijaz dulu, kemudian pindah
ke kota Az-Zubair,beliau membaca Tafsir , hadits dan Mustholah Hadits
kepadanya sewaktu menetap di „Unaizah.
Beliau mulai memberikan pelajaran ketika umurbeiau sudah mencapai 23
tahun, beliau sudah mulai mebuka peajaran, beliau senantiasa belajar dan
mengajar, dan memanfaatkan waktunya untuk itu. Beliau juga menggeluti
penelitian karya karya tulis Syeikhul Islam IbnuTaimiyah dan karya muridnya

30
Ibnul Qoyyim dengan penuh perhatian dan pemahaman, sehingga beliau sangat
banyak mengambil faedah dari karya-karya ini.
Diantara muridurid beliau adalah :
1. Syeikh Sulaiman bin Ibrahim al Bassam yang mengajar di
Ma‟had „Ilmi dan pernah ditunjuk sebagai Qodhi tapi beliau menolaknya.
2. Syeikh Muhammad bin Abdul Aziz Ibn Mathu‟ yang
menjabat sebagai Qadhi di Majama‟ah kemudian di „Unaizah.
3. Syeikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam salah seorang
anggota lembaga peneliti di provinsi bagian barat dan juga anggota Lembaga
Ulama Besar.
4. Syeikh Muhammad Al Manshur Az Zamil yang mengajar
dima‟had Unaizah Al Ilmi.
5. Syeikh Ali Muhammad Az Zamil seorang pengajar di
Ma‟had Unaizah ia merupakan penduduk Najed yang paling mengerti ilmu nahwu
dimasanya.
Kondisi Sosial Keagamaan Dimasa Abdurrahman Nashir Assa‟dy

BIOGRAFI TAFSIR ASSA‟DY (TAYSIR KARIMIRRAHMAN FI


TAFSIR KALAMIL MANNAN)
Tafsir Assa‟dy adalah tafsir kontemporer yang mudah bagi pemula tidak
menyebutkan adanya khilaf kecuali berkaitan dengan yang penting-penting saja.

31
BAB IV
PENAFSIRAN AYAT AYAT YANG BERKAITAN

A. PENAFSIRAN AYAT AYAT TENTANG MAKR


1) Quran Surah Ali Imran 54
2) Quran Surah Al A‟raf 99
3) Quran Surah Al Anfal 30

B. PENAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG KHIDA‟


1) Quran Surah Al-Baqarah 9
2) Quran Surah An Nisa 112

C. PENAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG KAID


1) Quran Surah An Nisa 76
2) Quran Surah At Thoriq 15
3) Quran Surah

32
33
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah.Rabiatul. ”Makna Makar dalam perspektif Al-Qur‟an (kajian tafsir

tematik)

Al-Asfahani, Raghib. 1992. Mufradat Alfaz al-Qur‟an, tahqiq Safwan „Adnan Dawudi.(

Cet. I; Damaskus: Dar al-Qalam,).

Al- Baqi, Muhammad Fuad Abd. 1364. al- Mu‟jam al- Mufahras li Alfadz al-

Qur‟an al- Karim (Kairo: Dar al-kutub al-miṣriyah,).

Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim. Shahih Bukhari

No. 3030

Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2018. Syarh Lum‟atul I‟tiqad Ibnu

Qudamah Al-Maqdisi, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh

34
Izzudin kamiri, dengan judul “Penjelasan Tuntas Pokok-pokok Akidah

Ahlussunnah wal Jam‟ah‟‟, (Jakarta: Darul Haq)

Badah, Nasruddin. 1998. Metodologi Penafsiran Alquran, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar).

Banjar, Hidayat. 2012. makar dalam prespektif islam, no:2 jurnal tsaqafah.

Diunduh dari (https://almanhaj.or.id/356-orang-orang-kafir-itu-membuat-tipu-

daya-dan-allah-membalas-tipu-daya-mereka.html), 12 maret 2022.

Diunduh dari (https://galajabar.pikiran-rakyat.com/ragam/pr-1081420888/makar-

kaum-kafir-dan-munafik-pasti-gagal-allah-maha-pembuat-rencana-

terbaik.)

Inayah,Nurul. 2011. “penafsiran hamka tentang ayat-ayat yang mengandung

lafadz makar studitafsir atas tafsir al-azhar).” Skripsi Universitas Islam

Negri Syarif Hidayatullah.

Kartono, Kartini. 1990. Pengantar Metodologi Sosial, Cet. VI (Bandung: Mandar

Maju.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya.

Rahim, Abdul.”penafsiran hamka tentang ayat-ayat yang mengnndung lafadz

makar (kajian tafsir tahlili terhadap qur‟an Ibrahim: 46)

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung:

Alfabeta.

35
www.almaany.com, diakses 11 Oktober 2019.

Yasir, Muhammad dan Ade Jamaruddin. 2016. Studi Alquran. Riau : CV.Asa
Riau.

36

Anda mungkin juga menyukai