Anda di halaman 1dari 75

Perilaku Curang dalam dalam Praktik Jual Beli

( Suatu Kajian Hadis Tematik)

Achmad Adil, Shd., M.Ag


UIN Alauddin Makassar

Prof. Dr. Zulfahmi Alwi, P.Hd


Uin Alauddin Makassar

Prof. Dr. Mashuri Masri, S.Si., M.Kes.


UIN Alauddin Makassar

Abstrak
Perilaku curang merupakan suatu prilaku negatif yang sering dilakukan oleh
manusia. Dalam al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad saw memasukkan orang-
orang yang melakukan prilaku curang bukan termasuk golongan bagi Nabi
Muhammad. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa yang dinamakan curang
khususnya dalam transaksi jual beli. Penelitian ini lebih mengutamakan prilaku
curang dalam transaksi jual beli dengan alasan prilaku curang paling sering
dilakukan dalam hal transaksi jual beli dengan berbagai bentuknya, sehingga banyak
costumer yang sering merasa dirugikan dengan perilaku kecurangan penjual.
Penelitian ini merupakan penelitian library research, dengan langkah-
langkah:pertama, berusaha mentakhrij hadis yang berkaitan dengan prilaku curang
khususnya dalam transaksi jual beli; Kedua, peneliti mengkategorikan bentuk-
bentuk curang dalam transaksi perdagangan dengan tematik, ketiga, peneliti
berusaha menjelakan bentuk-bentuk kecurangan itu berdasarkan kitab-kitab syarah
hadis, dan fiqh hadis. Sehingga dalam penelitian ini peneliti menemukan dalam
bahasa arab ada beberapa kata yang menunjukkan makna curang dengan berbagai
bentuk derivasiya, yaitu al-ghisy, gharar, ihtikar, dan Najasy. Beberapa kata ini
mengindikasikan prilaku kecurangan penjual kepada pembeli (costumer).

Kata Kunci : Curang, jual beli, Gharar, Ihtikar, Najasy.


A. Pendahuluan

Perbuatan curang adalah perbutan yang tidak jujur dan tidak adil yang dimna

akibat dari perbuatan itu orang lain merasa dirugikan. Pada umumnya perbuatan

curang ini dilakukan untuk mencari keuntungan dengan cara melawan hukum yang

berlaku.

Perbutan curang ini sering kali kita temui pada praktek jual beli dengan

berbagai variasi kecurangan yang dilakukan oleh pedagang untuk mengelabui

pembeli demi mendapatkan keuntungan yang banyak.

Jual beli merupakan perwujudan hubungan antara sesame manusia sehari-

hari, Allah swt pun telah mensyaratkan agar jual beli dilakukan dengan baik tanpa

ada unsure kesamaran, penipuan, riba, dan sebagainya. Dan jual beli juga harus

didasarkan atas suka sama suka diantara keduanya. Sebab keikhlasan dalam islam

nilainya lebih tinggi dari pada seluruh usaha duniawi.

Sebagaimana Allah swt menegaskan dalam Q.s al-Jumu’ah ayat 10 ;


ِ ْ َ‫ض واﺑـﺘَـﻐُﻮا ِﻣﻦ ﻓ‬ ِ ِ َ‫ﺼ َﻼةُ ﻓَﺎﻧْـﺘ‬ ِ ‫ﻀﻴ‬ ِ ُ‫ﻓَِﺈ َذا ﻗ‬
َ‫ﻀ ِﻞ اﻟﻠﱠﻪ َواذْ ُﻛُﺮوا اﻟﻠﱠﻪ‬ ْ ْ َ ِ ‫َر‬
ْ ‫اﻷ‬
ْ ‫ﰲ‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ﺮ‬
ُ ‫ﺸ‬ ‫ﱠ‬
ِ
‫اﻟ‬ ‫ﺖ‬ َ ِ
‫َﻛﺜ ًﲑا ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗُـ ْﻔﻠ ُﺤﻮ َن‬
Terjemahnya:

Apabila telah tunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan

carilah karunia Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Dalam tulisan ini penulis ingin lebih dahulu mentakhrij hadis tentang

kecurangan sehingga dapat mengklasifikasi curang dalam perspektif hadis, kemudian

penulis akan lebih terfokus kepada kecurangan dalam praktik jual beli dan bentuk

bentuk kecurangan dalam jual beli.

B. Pembahasan
a. Pengertian Curang

Secara umum curang dalam kamus besar bahasa Indonesia yang diartikan

tidak jujur atau tidak lurus hati serta tidak adil, sedangkan mencurangi dapat

diartikan berbuat curang terhadap seseorang atau menipu serta mengakali.

Sedangkan kecurangan dapat diartikan perihal curang atau perbuatan atau kejujuran

serta keculasan.1

Dalam bahasa arab, curang disebut dengan al-ghisy yang berarti curang atau

menipu. Sedangkan secara istilah al-ghisy adalah segala bentuk penipuan atau

kecurangan dalam akad jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, gadai, dan

muamalah lainnya. Mencampurkan sesuatu yang baik dengan sesuatu yang jelek dan

menyembunyikan cacat barang sehingga menyerupai bentuk aslinya disebut juga

dengan al-ghisy.2

Prilaku curang secara tegas telah dilarang allah swt dalam Q.s al-

mutaffifin/83: 1-3 yaitu:

           
   
Terjemahnya:
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.

Ayat al-Quran di atas, ditafsirkan oleh hadis riwayat Nasa’I dan ibnu majah

yaitu Ibnu Abbas menceritakan sesampainya rasulullah di kota Madinah, masyarakat

1
KBBI
2
Safuan, Ismartaya, Budiandru, Fraud dalam Perspektif Islam,Owner Riset & Jurnal
Akuntansi 5, no. 1 (2021), h. 219-220.
disana dikenal sering kali melakukan kecurangan pada takaran. Sehingga turunlah

firman Allah pada surah al-Mutaffifin ayat 1-3. Setelah kejadian itu masyarakat

disana telah berlaku baik dalam menggunakan takaran.3

Selain al-Quran, terdapat beberapa hadis juga yang menggambarkan

kecurangan seperti riwayat Muslim sebagai berikut;


‫ي ح و َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ‬ ‫ﻮب َوُﻫ َﻮ اﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ اﻟْ َﻘﺎ ِر ﱡ‬ ٍِ
ُ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻗُـﺘَـْﻴﺒَﺔُ ﺑْ ُﻦ َﺳﻌﻴﺪ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳَـ ْﻌ ُﻘ‬
‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ َﻋ ْﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ َﻋ ْﻦ‬ ِ ٍ
َ ‫ص ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺣﻴﱠﺎ َن َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﺣﺎ ِزم ﻛ َﻼ ُﳘَﺎ َﻋ ْﻦ ُﺳ َﻬْﻴ ِﻞ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ‬ ِ ‫َﺣ َﻮ‬ ْ ‫ْاﻷ‬
‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َوَﻣ ْﻦ‬ َ ‫ﻴ‬
َْ‫ﻠ‬‫ـ‬َ‫ﻓ‬ ‫ح‬
َ ‫ﻼ‬ َ ‫اﻟﺴ‬
‫ﱢ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻨ‬
َ ‫ـ‬ ‫ﻴ‬
َْ‫ﻠ‬‫ﻋ‬َ ‫ﻞ‬
َ ‫ﲪ‬
َ َ ‫ﻦ‬ْ ‫ﻣ‬
َ ‫ﺎل‬
َ ‫ﻗ‬
َ ‫ﻢ‬
َ
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ‬
َ
ِ ‫ﻮل اﻟﻠﱠ‬
‫ﻪ‬ َ ‫أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ أَ ﱠن َر ُﺳ‬
‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ‬ َ ‫َﻏﺸﱠﻨَﺎ ﻓَـﻠَْﻴ‬
Artinya:

(MUSLIM - 146) : Telah menceritakan kepada kami Qutabiah bin Sa'id telah

menceritakan kepada kami Ya'qub -yaitu Ibnu Abdurrahman al-Qari-. (dalam

riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Abu al-Ahwash

Muhammad bin Hayyan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hazim keduanya

dari Suhail bin Abu Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa membawa pedang untuk

menyerang kami, maka dia bukan dari golongan kami. Dan barangsiapa menipu

kami, maka dia bukan golongan kami."

Hadis ini menceritakan bahwa ketika Nabi Muhammad berangkat bersama

rombongan sahabatnya ke pasar untuk melakukan pengecekan barang-barang

dagangan, saat beliau melewati gundukan makanan, beliau kemudian memasukkan

tangannya dan mendapati bagian dalam gundukan tersebut basah. Dalam islam hal

3
Safuan, Ismartaya, Budiandru, Fraud dalam Perspektif Islam,Owner Riset & Jurnal
Akuntansi 5, no. 1 (2021), h. 219-220.
ini termasuk kedalam kategori curang karena menyembunyikan kecacatan barang

dagangan.

Konsep kecurangan dalam islam ditetapkan dengan banyak terminology yang

berbeda. Yang paling umum adalah Taghrir, tadlis, ghabn, ghubn, dan gharar,

sementara itu ada beberapa term kecurangan yang kurang umum termasuk , khallab,

khiyanah, ihtiyal, tahayul, tadlil, iham, nasb dan khadi’a. semua ini merupakan
variasi dari penipuan dalam islam.

Untuk lebih jelasnya mengetahui hadis tentang prilaku curang peneliti akan

melakukan takhrij hadis terkait curang dengan menggunakan kata al- Ghisy, Gharar,

Ihtikar, dan Najazy sebagai term-term tentang perbuatan curang dalam Jual Beli.

b. Takhrij Hadis tentang Curang dalam Jual Beli

1. Defenisi Takhri>j al-H}adi>s\


Secara etimologi, takhri>j4 memiliki dua makna yaitu penembusan sesuatu dan

perbedaan dua warna.5 Selain itu, kata takhri>j dapat pula diartikan kumpulan dua hal

(perkara) yang saling bertentangan pada satu masalah.6

Sedangkan menurut terminologi, takhri>j memiliki beberapa defenisi, di

antarannya sebagai berikut:

Kata takhri>j merupakan ism mas}d}ar dari kata ‫ﲣﺮﳚﺎ‬-‫ﳜﺮج‬-‫ﺧﺮج‬yang terbentuk dari fi’il s\ula>s\i> al-
4

mujarrad, lihat Muhammad Ma’su>m bin ‘Ali>, Ams\ilah al-Tas\r>ifiyyah, Surabaya: Maktabah Sa>lim
Nabha>n, h.12.
5
Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariya> al-Qazwaini>, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Da>r al-Fikr, 1979
M, Juz 17 h. 2.
6
Mah}mu>d al-T}ah}h}a>n, Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d, Cet; III , Beiru>t: Da>r al-Qur’a>n
al-Kari>m, 1981 M, h. 9.
1. Takhri>j al-h}adis\ adalah mengeluarkan hadis serta menunjukkan kepada banyak

orang dengan menyebut sanad dan matannya.7

2. Takhri>j al-h}adi>s\ adalah para ra>w>i yang mengeluarkan hadis untuk dirinya

melalui pendengaranya dari berbagai gurunya di antaranya melalui kitab yang

disusun berdasar nama-nama guru-gurunya yang terdapat dalam huruf

mu’jam.8
3. Takhri>j al-h}adi>s\adalah mengembalikan hadis kepada sumber aslinya dengan

menyebut hal ihwal sanad yang samar lagi singkat.9

4. Takhri>j al-h}adi>s\adalah mengemukakan hadis kepada orang dengan menyebut

sumbernya, atau para perawi yang mengeluarkan hadis lewat metode mereka

masing-masing.10

5. Takhri>j al-h}adi>s\ adalah menunjukkan letak asal hadis pada sumbernya yang

asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis tersebut secara

lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan

penelitian maka dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan.11

Demikianlah beberapa paparan ulama tentang defenisi takhri>j al-


h}adi>s\.sehingga dengan pengertian ini, dapat memudahkan memahami takhri>j al-

7
Sa’id bin ‘Abdilla>h ’Ali> H}umaidi>, Turuq Takhri>j al-H}adi>s, Da>r ‘Ulu> al-Sunnah, h. 6.
8
‘Abdulla>h bin Yu>suf al-Ju>di>’,Tah}ri> Ulu>m al-H}adi>s\, Cet; I, Beiru>t: Muassasah al-Riya>d},
2003, Juz 2 h. 732.
9
H}amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri> dan S}ult}a>n al-Aka>ilah, Kaifa Nadrus ‘Ilm Takhri>j al-H}adi>s\,
Cet; I, Yaman: S}ult}a>n al-Aka>ilah, 1998, h. 16.
10
Mah}mu>d al-T}ah}h}a>n, Usu>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d, h. 10
11
H. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Cet. I, Jakarta: Bulan Bintang,
1992 M, h. 42
h}adi>s\lebih lanjut lagi, meskipun bahasa yang digunakan oleh mereka berbeda tetapi
sesungguhnya maksud dan tujuannya sama.

2. Tujuan serta urgensi takhri>j al-H}adi>s\


Takhrij> al-H}adi>s\ menjadi bagian penting dalam mengkaji hadis, khususnya
ditinjau dari kualitas sebuah hadis. Metode takhri>j al-H}adi>s\ bertujuan untuk

menunjukkan sumber-sumber hadis dan menerangkan kedudukan ditolak dan

diterimanya suatu hadis apabila dianggap perlu untuk dijelaskan.12

Adapun fungsi Takhri>j al-H}adi>s\menurut M. Syuhudi Ismail dengan menyebut

tiga aspek urgen sehingga perlunya kegiatan takhri>j al-h}adi>s\,13 di antaranya:

1. Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti.

Suatu hadis akan sulit diteliti status dan kulitasnya apabila terlebih

dahulu tidak diketahui asal-usulnya. Dengan tidak mengetahui asal-usulnya,

maka sanaddan matan hadis tersebut sulit diketahui susunannya berdasarkan

sumber, maka di sinilah perlunya takhri>j.

2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti.

Suatu hadis yang akan diteliti kemungkinan ada di antara sanadnya

lemah dan yang lain sebagainya. Untuk dapat melacak hal seperti ini, perlu

diadakan takhri>j.

3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya syah


> id dan muta>bi’ pada sanad yang

diteliti.

Ketika suatu hadis diteliti sanadnya, mungkin ada periwayat yang lain yang

mendukung pada sanad yang sedang diteliti. Dukungan tersebut apabila berada pada

12
Tasmin Tangareng, Metode Takhrij Dalam Penelitian Sanad Hadis, makalah disajiakan
pada forum kajian Islam Program Pascasarjana IAIN Alauddin Ujung pandang, tanggal 31 mei 1999.
13
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 45.
tingkat yang pertama, yakni tingkat sahabat, maka disebut sya>hid, sedang apabila

terdapat pada bagian bukan periwayat tingkat sahabat disebut muta>bi>’. Dalam

penelitian sebuah sanad, sya>hid yang didukung oleh sanad yang kuat dapat

memperkuat sanad yang diteliti. Begitu pula muta>bi>’ yang memiliki sanad yang

kuat, maka sanad yang diteliti mungkin dapat ditingkatkan kekuatannya oleh

muta>bi’ tersebut. Oleh karena itu,untuk mengetahui suatu sanad memiliki sya>hid
dan muta>bi>’, maka seluruh sanad hadis harus dikemukakan.

Di samping itu, Dr. Hamzah ‘Abdulla>h al-Maliba>ri> dan Sult}}an> Akailah14

menyebut faedah-faedah mengetahui ilmu takhri>j al-h}adi>s\ yaitu: a) mengetahui

nama ra>wi>, bapak, laqab serta kunniyyahnya, b) mengetahui ketersambungan sanad,

c) mengetahui bentuk-bentuk penerimaan hadis apakah berbentuk mu’an’an atau

tah}di>s\, d) mengetahui para guru serta murid perawi, d) mengetahui keluarga kerabat
perawi, dan e) mengetahui nama yang tidak jelas pada sanad dan matan.

3. Metode-metode takhri>j al-h}adi>s\


Metode yang digunakan dalam mentakhri>j al-h}adi>s\ oleh para ulama berbeda-

beda, ada yang menggunakan tiga metode di antaranya al-Syaikh Sa’ad bin

‘Abdulla>h ‘Ali> H{umaidi,15 Muh}ammad Mah}mu>d Bakka>r,16 dan sebagainya.

Sementara M. Syuhudi Ismail hanya menggunakan dua metode yaitu takhri>j bi al-

lafz}dan takhri>j al-h}adi>s\ bi al-maud}u>i>.17 Tetapi mayoritas ulama mengemukakan lima


metode yang digunakan dalam takhri>j al-h}adi>s\, di antaranya sebagai berikut.

14
H}amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri> dan S}ult}}a>n al-Aka>ilah, Kaifa Nadrus ‘Ilm Takhri>j al-H}adi>s\,
Cet; I, Yaman: S}ult}a>n al-Aka>ilah, 1998, h. 29-30.
15
Sa’ad Ibn ‘Abdulla>h ‘A<li H{umaidi, Turuq Takhri@j al-H}adi>s\, 25-62.
16
Muh}ammad Mah}mu>d Bakka>r, ‘Ilm Takhri>j Wudu>rih fi> H}ifz} al-Sunnah al-Nabawiyyah,
Madinah: Majma’ al-Ma>lik, h. 21.
17
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 46.
1. Takhri>j al-h}adi>s\ dengan metode mencari salah satu lafal matan hadis.18

Mentakhri>j sebuah hadis dapat dilakukan dengan melihat salah satu lafal matan.

Kitab yang tersedia untuk melakukan pencarian hadis adalah dengan menggunakan

kitab Mu’jam mufahras li alfa>z} al-h}adi>s\ al-naba>wiyyah.Langkah yang dilakukan

adalah menentukan kata kunci lafal matan hadis kemudian mengembalikan kepada

kata asli lafal matan tersebut.Metode ini memiliki kekurangan dan kelebihan tetapi

banyak peneliti hadis mengunggulkan metode ini.19

2. Takhri>j al-h}adi>s\ dengan metode menentukan lafal pertama matan hadis.

Hal yang perlu diperhatikan dalam mentakhri>j hadis dengan menggunakan

metode ini adalah mengetahui dengan pasti awal matan sebuah hadis.Banyak orang

yang lebih mengunggulkan metode ini karena menganggap lebih praktis dan

cepat.Takhrij> al-h}adi>s\ dengan metode ini dapat ditelusuri dengan menggunakan

kitab al-Ja>mi’ al-s}agi>r minh}adi>s\ al-basyi>r al-naz}}i>r, al-Fath al-kabi>r fi d}am al-ziya>dah

ila> al-ja>mi’ al-s}agi>r, Jam’u al-Jawa>mi’, dan al-Ja>mi’ al-azha>r min h}adi>s\ al-nabi> al-
anwar.Metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.20

18
‘Abd al-Gafu>r bin ‘Abd bin ‘Abd al-H}aq al-Balu>syi>, ‘Ilm Takhri>j Wudu>rih fi> H}ifs} al-
Sunnah al-Nabawiyyah, Madinah: Majma’ al-Ma>lik, h. 93.
19
Kelebihan metode ini yakni: a) metode ini mempercepat pencarian hadis. b) para penyusun
kitab-kitab takhri>j dengan metode ini membatasi hadis-hadis dalam beberapa kitab-kitab induk
dengan menyebut nama kitab, juz, bab dan haman. c) memungkinkan pencarian hadis melalui kata-
kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis. sementara kekurangannya yaitu: a) keharusan
memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-ilmu yang memadai. b) metode ini tidak
meyebutkan perawi dari kalangan sahabat. c) terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu
kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain. Lihat Abu Muhammad
Abdul Mahdi bin Abdul Qadir diterjemahkan S. Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar,
Metode Takhrij Hadits, Semarang: Dina Utama h. 60.
20
Dengan menggunakan metode ini kemungkinan besar penelitian akan dengan cepat
menemukan hadis-hadis yang dimaksud. Hanya saja bila terdapat kelainan lafal pertama tersebut
sedikitpun akan sulit menemukan hadis. Lihat Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir
diterjemahkan S. Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadits, h. 17.
3. Takhri>j al-h}adi>s\ melalui periwayat pertama hadis.

Setiap metode yang akan diuraikan masing-masing memiliki kelebihan dan

kekurangan.21Cara yang ditawarkan metode ini adalah dengan melacak perawi

pertama sebuah hadis.Hal itu dapat dilakukan dengan menelusuri kitab-kitabnya.

Jika telah ditemukan periwayat pertamanya, selanjutnya mencari hadis hadis yang

akan ditakhri>j yang tercantum pada nama perawi pertamanya. Penelitian dapat

dilakukan dengan menggunakan kitab Tuh}fah al-asyra>f bi ma’rifah al-at}ra>f, dankitab

Dzakha>ir al-mawa>ris fi dila>lah ‘ala> maidi’ al-hadi>s\dan lain-lainnya.


4. Takhri<j al-h}adis\ menurut tema hadis.

Pemahaman yang baik serta analisis yang kuat dibutuhkan dalam metode

ini.Takhri<j dengan metode ini mengacu pada pengenalan tema sebuah hadis. Jika

telah menentukan hadis yang akan dikaji maka selanjutnya simpulkan tema menurut

pemahaman terhadap hadis yang dimaksud. Cara ini juga ditemukan beberapa

kekurangan dan kelebihan.22Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan kitab

Kanz al-‘ummal, Mifta>h kunu>z al-sunnah, Nasb al-ra>yah dan sebagainya.


5. Takhri>j al-h}adi>s\ berdasarkan status hadis.

21
Kelebihannya: a) metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya
ulama hadis yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya. b) metode ini memberikan mamfaat yang
tidak sedikit, di antaranya memberikan kesempatan melakukan persanad. Kekurangannya: a) metode
ini tidak dapat dilakukan dengan baik tanpa mengetahui lebih dahulu perawi pertama hadis yang kita
maksud. b) terdapatnya kesulitan-kesulitan mencari hadis di antara yang dibawah setiap perawi
pertamanya. Lihat Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir diterjemahkan S. Agil Husin
Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadits, h. 78.
22
Keistimewaannya: a) metode tema hadis tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan
lain di luar hadis, seperti keabsahan lafal pertamanya. b) metode ini mendidik ketajaman pemahaman
hadis pada diri peneliti. c) metode ini juga memperkenalkan kapada peneliti maksud hadis yang
dicarinya dan hadis-hadis yang senada dengannya. Kekurangannya: a) terkadang kandungan hadis
sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya. b) terkadang pula
pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab. Lihat Abu> Muh}ammad ‘Abd al-
Mahdi bin Abd al-Qa>dir diterjemahkan S. Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode
Takhrij Hadits, h. 122.
Menentukan status hadis menjadi salah satu metode yang digunakan oleh

para ulama dalam melakukan kegiatan takhri>j. Metode ini mengetengahkan suatu hal

yang baru berkenaan upaya para ulama yang telah menyusun kumpulan hadis-hadis

berdasarkan status hadis. Kitab yang digunakan adalah al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah fi al-

h}adi>s\ al-qudsiyyah, dan al-Maq>as}id al-hasanah dan sebagainya. Metode ini pun
memiliki kelebihan dan kekurangan.23

Pada penelitian ini penulis akan melalukan takhrij hadis tentang prilaku curang

dengan menggunakan salah satu lafal hadis Adapun kitab yang digunakan pada

metode ini adalah Mu’jam al-Mufahras al-H}adi>s\ al-Nabawi> karya A. J Wensick,

sebagai berikut;
‫ﻏﺶ‬
a) Takhrij Hadis tentang Curang dalam Jual Beli dengan kata

‫ ﻏﺸ ﻨﺎ‬,‫ ﻟ ﺲ ﻣ ﺎ ﻣﻦ ﻏﺶ‬,‫ ﻏﺸﻨﺎ ﻓﻠ ﺲ ﻣ ﺎ‬, ‫ ﻣﻦ ﻏﺶ‬-


,2 ‫ ﰘ‬,10 ‫ دى ﺑﯿﻮع‬,36 ‫ ﻪ‬,72 ‫ ت ﺑﯿﻮع‬,50 ‫ د ﺑﯿﻮع‬,164 ‫)م ٔﻣﺎن‬
45 ,4 ,466 ,3 ,418 ,50,242

‫ﱠﻬﺎ‬ ِ ِ ‫أَﱡﳝَﺎ ر ٍاع‬


َ ‫اﺳﺘُـ ْﺮﻋ َﻲ َرﻋﻴﱠﺔً ﻓَـﻐَﺸ‬
ْ َ -

25 ,5 ‫ﺣﻢ‬
‫ﺖ‬
َ ‫ﻚ َﻏ َﺸ ْﺸ‬ َ ‫ ﻟَ َﻌﻠﱠ‬-
36 ‫ ﲡﺎرات‬,‫ﺟﻪ‬
‫ﺖ اﻟﻠﱠﻪَ َوَر ُﺳﻮﻟَﻪُ ﻳَـ ْﻮًﻣﺎ ﻗَ ﱡ‬ ِ
‫ﻂ‬ ُ ‫ َﻫ ْﻞ َﻋﻠ ْﻤﺘَِﲏ َﻏ َﺸ ْﺸ‬-
23
Kelebihannya memudahkan proses takhri>j. H ini dimungkinkan karena sebagian besar
hadis-hadis yang dimuat dalam sutu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga
tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit,sedang kekurangannya adalah cakupannya sangat
terbatas karena sedikitnya hadis-hadis yang dimuat tersebut. Lihat Abu Muhammad Abdul Mahdi bin
Abdul Qadir diterjemahkan S. Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij
Hadits, h. 195.
,3,‫ﺣﻢ‬ 455
ِ
ُ‫ﺼْﻴﺘُﻪُ َوَﻻ َﻏ َﺸ ْﺸﺘُﻪ‬َ ‫ ﻓَـ َﻮاﻟﻠﱠﻪ َﻣﺎ َﻋ‬-
75 ,67 ,1,‫ ﺣﻢ‬,38 ‫ ﻣﻨﺎﻗﺐ اﻷﻧﺼﺎر‬,7 , ‫خ ﻓﻀﺎﺋﻞ أﺻﺤﺎب اﻟﻨﱯ‬
‫ َوَﻻ ﺗَـ ْﻐ ُﺸ ْﺸ َﻦ‬-
422 ,379 ,6 ‫ﺣﻢ‬

, ‫ش ﻟَِﺮ ِﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ‬‫ َوُﻫ َﻮ َﻏﺎ ﱞ‬-


21 ‫ اﻣﺎرة‬228 ,227 ‫م اﻣﺎن‬
ٌ ‫ ﻓَِﺈذَا ُﻫ َﻮ َﻣ ْﻐ ُﺸ‬-
,‫ﻮش‬
466 ,3 ‫ ﺣﻢ‬,36 ‫ﺟﻪ ﲡﺎرات‬

Berikut ini peneliti menampilkan teks hadis terkait curang:


‫ص‬ِ ‫َﺣ َﻮ‬ ْ ‫ي ح و َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ْاﻷ‬ ‫ﻮب َوُﻫ َﻮ اﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ اﻟْ َﻘﺎ ِر ﱡ‬ ٍِ
ُ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻗُـﺘَـْﻴﺒَﺔُ ﺑْ ُﻦ َﺳﻌﻴﺪ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳَـ ْﻌ ُﻘ‬.1
َ‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ َﻋ ْﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮة‬ ِ ٍ
َ ‫ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺣﻴﱠﺎ َن َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﺣﺎ ِزم ﻛ َﻼ ُﳘَﺎ َﻋ ْﻦ ُﺳ َﻬْﻴ ِﻞ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ‬
‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َوَﻣ ْﻦ َﻏﺸﱠﻨَﺎ‬ َ ‫ﻴ‬
َْ‫ﻠ‬‫ـ‬َ‫ﻓ‬ ‫ح‬
َ ‫ﻼ‬َ ‫اﻟﺴ‬
‫ﱢ‬ ‫ﺎ‬َ‫ﻨ‬ ‫ـ‬ ‫ﻴ‬
َْ‫ﻠ‬‫ﻋ‬َ ‫ﻞ‬
َ ‫ﲪ‬
َ َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻣ‬
َ ‫ﺎل‬
َ ‫ﻗ‬
َ ‫ﻢ‬
َ
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ‬
َ
ِ ‫ﻮل اﻟﻠﱠ‬
‫ﻪ‬ َ ‫أَ ﱠن َر ُﺳ‬
‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ‬ َ ‫ﻓَـﻠَْﻴ‬
Artinya:
(MUSLIM - 146) : Telah menceritakan kepada kami Qutabiah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Ya'qub -yaitu Ibnu Abdurrahman al-Qari-. (dalam
riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Abu al-Ahwash
Muhammad bin Hayyan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hazim
keduanya dari Suhail bin Abu Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa membawa
pedang untuk menyerang kami, maka dia bukan dari golongan kami. Dan
barangsiapa menipu kami, maka dia bukan golongan kami."

‫َﲪَ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﳏَ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ َﺣْﻨﺒَ ٍﻞ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﻋُﻴَـْﻴـﻨَﺔَ َﻋ ْﻦ اﻟْ َﻌ َﻼ ِء َﻋ ْﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ َﻋ ْﻦ أَِﰊ‬ ْ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أ‬.2
ِ ِ ِ َ ‫ﻫﺮﻳـﺮَة أَ ﱠن رﺳ‬
ُ‫َﺧﺒَـَﺮﻩ‬ ُ ِ‫ﻒ ﺗَﺒ‬
ْ ‫ﻴﻊ ﻓَﺄ‬ ُ ِ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻣﱠﺮ ﺑَﺮ ُﺟ ٍﻞ ﻳَﺒ‬
َ ‫ﻴﻊ ﻃَ َﻌ ًﺎﻣﺎ ﻓَ َﺴﺄَﻟَﻪُ َﻛْﻴ‬ َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ َ َ َْ ُ
‫ﺻﻠﱠﻰ‬ ِ ُ ‫ﻮل ﻓَـ َﻘ َﺎل رﺳ‬
َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ َُ ٌ ُ‫ُوﺣ َﻲ إِﻟَْﻴ ِﻪ أَ ْن أ َْد ِﺧ ْﻞ ﻳَ َﺪ َك ﻓِ ِﻴﻪ ﻓَﺄ َْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓِ ِﻴﻪ ﻓَِﺈ َذا ُﻫ َﻮ َﻣْﺒـﻠ‬
ِ ‫ﻓَﺄ‬
‫ﺎح َﻋ ْﻦ َﻋﻠِ ﱟﻲ َﻋ ْﻦ َْﳛ َﲕ ﻗَ َﺎل‬
ِ ‫ﺼﺒﱠ‬
‫اﳊَ َﺴ ُﻦ ﺑْ ُﻦ اﻟ ﱠ‬ ْ ‫ﺶ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ‬‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َﻣ ْﻦ َﻏ ﱠ‬ َ ‫ﻴ‬
َْ‫ﻟ‬ ‫ﻢ‬
َ
‫اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ‬
ِ
‫ﺲ ﻣﺜْـﻠَﻨَﺎ‬ ِ ِ
Artinya:
َ ‫ﺲ ﻣﻨﱠﺎ ﻟَْﻴ‬ َ ‫َﻛﺎ َن ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن ﻳَﻜَْﺮﻩُ َﻫ َﺬا اﻟﺘﱠـ ْﻔﺴ َﲑ ﻟَْﻴ‬
(ABUDAUD - 2995) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah,
dari Al 'Ala` dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melewati seorang laki-laki yang membeli makanan, kemudian ia
bertanya kepadanya; bagaimana engkau berjualan? Kemudian orang tersebut
memberitahukan kepada beliau bagaimana ia berjualan. Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam diberi wahyu; masukkan tanganmu ke dalam
makanan tersebut! Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, dan
ternyata makanan tersebut basah. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Bukan dari golongan kami orang yang menipu."

‫اﻟﻌﻼَِء ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ‬ َ ‫ َﻋ ِﻦ‬،‫ﻴﻞ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ‬


ِ ِ
ُ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ إ ْﲰَﺎﻋ‬ ْ ‫ أ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋﻠِ ﱡﻲ ﺑْ ُﻦ ُﺣ ْﺠ ٍﺮ‬.3
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻣﱠﺮ َﻋﻠَﻰ‬ ِ َ ‫ أَ ﱠن رﺳ‬،‫ ﻋﻦ أَِﰊ ﻫﺮﻳـﺮَة‬،‫ ﻋﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ‬،‫اﻟﱠﺮ ْﲪ ِﻦ‬
َ ‫ﻮل اﷲ‬ َُ َ َْ ُ ْ َ َْ َ
ِ ‫ ﻳﺎ‬:‫ﺎل‬ ِ ِ
‫ﺐ‬َ ‫ﺻﺎﺣ‬ َ َ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،ً‫َﺻﺎﺑِﻌُﻪُ ﺑَـﻠَﻼ‬ َ ‫ﺖأ‬ ْ َ‫ ﻓَـﻨَﺎﻟ‬،‫ ﻓَﺄ َْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓ َﻴﻬﺎ‬،‫ﺻْﺒـَﺮةٍ ﻣ ْﻦ ﻃَ َﻌ ٍﺎم‬
ُ
‫ أَﻓَﻼَ َﺟ َﻌ ْﻠﺘَﻪُ ﻓَـ ْﻮ َق‬:‫ﺎل‬َ َ‫ ﻗ‬،ِ‫ﻮل اﷲ‬ َ ‫َﺻﺎﺑَـْﺘﻪُ اﻟ ﱠﺴ َﻤﺎءُ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬
َ ‫ أ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫ َﻣﺎ َﻫ َﺬا؟‬،‫اﻟﻄﱠ َﻌ ِﺎم‬
،‫ﺎب َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ‬ ِ ‫ وِﰲ اﻟﺒ‬.‫ﺶ ﻓَـﻠَْﻴﺲ ِﻣﻨﱠﺎ‬ ِ ‫ﱠ‬
َ َ َ ‫ َﻣ ْﻦ َﻏ ﱠ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﰒُﱠ ﻗ‬،‫ﱠﺎس‬ُ ‫اﻟﻄ َﻌﺎم َﺣ ﱠﱴ ﻳَـَﺮاﻩُ اﻟﻨ‬
.‫ﺎن‬ِ ‫ وﺣ َﺬﻳـ َﻔﺔَ ﺑ ِﻦ اﻟﻴﻤ‬،‫ وأَِﰊ ﺑـﺮدةَ ﺑ ِﻦ ﻧِﻴﺎ ٍر‬،َ‫ وﺑـﺮﻳ َﺪة‬،‫ﺎس‬ ٍ ‫ﺒ‬
‫ﱠ‬ ‫ﻋ‬ ِ
‫ﻦ‬ ‫اﺑ‬‫و‬ ، ِ ‫وأَِﰊ اﳊﻤﺮ‬
‫اء‬
َ َ ْ ْ ُ َ َ ْ َ ُ
ْ َ ََ ْ ُ َ ْ َ ََْ َ
‫اﻟﻌ َﻤ ُﻞ َﻋﻠَﻰ َﻫ َﺬا ِﻋْﻨ َﺪ أ َْﻫ ِﻞ اﻟﻌِْﻠ ِﻢ‬ ِ ‫ﻳﺚ ﺣﺴﻦ‬ ِ ِ
َ ‫ َو‬,‫ﻴﺢ‬ ٌ ‫ﺻﺤ‬ َ ٌ َ َ ٌ ‫ﻳﺚ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة َﺣﺪ‬ ُ ‫َﺣﺪ‬
.‫ام‬
ٌ ‫ﺶ َﺣَﺮ‬ ‫ اﻟﻐِ ﱡ‬:‫ َوﻗَﺎﻟُﻮا‬،‫ﺶ‬ ‫َﻛ ِﺮُﻫﻮا اﻟﻐِ ﱠ‬
Artinya:
(TIRMIDZI - 1236) : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr, telah
mengabarkan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Al 'Ala` bin Abdurrahman dari
ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati
setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan jari-jarinya
mengenai sesuatu yang basah, beliau pun mengatakan: "Wahai pemilik makanan, apa
ini?" ia menjawab; Terkena hujan, wahai Rasulullah. Beliau mengatakan: "Mengapa
engkau tidak menempatkannya di atas makanan ini hingga orang-orang
melihatnya?" kemudian beliau bersabda: "Barangsiapa berbuat curang, ia tidak
termasuk golongan kami." Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari
Umar, Abu Al Hamra`, Ibnu Abbas, Abu Burdah bin Niyar dan Hudzaifah bin Al
Yaman. Abu Isa berkata; Hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih dan
menjadi pedoman amal menurut para ulama, mereka memakruhkan perbuatan
curang, mereka mengatakan; Perbuatan curang adalah haram.

‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﷲِ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ‬:‫ ﻗَ َﺎل‬،‫ي‬ ‫اﻟﻌْﺒ ِﺪ ﱡ‬ ٍ


َ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﺑِ ْﺸ ٍﺮ‬:‫ ﻗَ َﺎل‬،‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﲪَْﻴﺪ‬.4
ٍ ‫ َﻋﻦ ﻃَﺎ ِرِق ﺑْ ِﻦ ِﺷﻬ‬،ِ‫ َﻋﻦ ُﳐَﺎ ِرِق ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﷲ‬،‫ﲔ ﺑْ ِﻦ ﻋُﻤﺮ‬ ِ ْ‫ﺼ‬ ِ ‫اﷲِ ﺑ ِﻦ اﻷ‬
‫ َﻋ ْﻦ‬،‫ﺎب‬ َ ْ ْ ََ َ ‫ َﻋ ْﻦ ُﺣ‬،‫َﺳ َﻮد‬ ْ ْ
‫ب َﱂْ ﻳَ ْﺪ ُﺧ ْﻞ‬َ ‫اﻟﻌَﺮ‬
َ ‫ﺶ‬ ‫ َﻣ ْﻦ َﻏ ﱠ‬:‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ ِ ُ ‫ ﻗَ َﺎل رﺳ‬:‫ ﻗَ َﺎل‬،‫ﻋﺜْﻤﺎ َن ﺑ ِﻦ ﻋﻔﱠﺎ َن‬
َ ‫ﻮل اﷲ‬ َُ َ ْ َُ
ِ ِ ِ ٌ ‫ َﻫ َﺬا َﺣ ِﺪ‬.‫ﺎﻋ ِﱵ َوَﱂْ ﺗَـﻨَـ ْﻠﻪُ َﻣ َﻮﱠدِﰐ‬
‫ﲔ ﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ‬ َ ‫ ﻻَ ﻧَـ ْﻌ ِﺮﻓُﻪُ إِﻻﱠ ﻣ ْﻦ َﺣﺪﻳﺚ ُﺣ‬،‫ﻳﺐ‬
ِ ْ‫ﺼ‬ ٌ ‫ﻳﺚ َﻏ ِﺮ‬ َ ‫ِﰲ َﺷ َﻔ‬
ِ ِ ِ ِ ‫ وﻟَﻴﺲ ﺣﺼ‬،‫َﲪ ِﺴﻲ ﻋﻦ ُﳐَﺎ ِرٍق‬
ّ ‫ﲔ ﻋْﻨ َﺪ أ َْﻫ ِﻞ اﳊَﺪﻳﺚ ﺑ َﺬ َاك اﻟ َﻘ ِﻮ‬
‫ي‬ ٌْ َ ُ َ ْ َ ْ َ ‫اﻷ ْ َ ﱢ‬
Artinya:

(TIRMIDZI - 3863) : Telah menceritakan kepada kami Abd bin Humaid telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr Al 'Abdi telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Abdullah bin Al Aswad dari Hushain bin Umar Al
Ahmasi dari Mukhariq bin Abdullah dari Thariq bin Syihab dari Utsman bin 'Affan
dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menipu
orang-orang Arab, maka ia tidak akan masuk (dari golongan yang akan)
mendapatkan syafa'atku, dan tidak pula mendapatkan kasih sayangku." Abu Isa
berkata; "Hadits ini adalah hadits gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari
hadits Hushain bin Umar Al Ahmasi dari Mukhariq dan menurut ahli hadits,
riwayatnya Hushain tidaklah kuat."

َ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ِﻫ َﺸ ُﺎم ﺑْ ُﻦ َﻋ ﱠﻤﺎ ٍر َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن َﻋ ْﻦ اﻟْ َﻌ َﻼ ِء ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ َﻋ ْﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮة‬ .5

‫ﻴﻊ ﻃَ َﻌ ًﺎﻣﺎ ﻓَﺄ َْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓِ ِﻴﻪ ﻓَﺈِ َذا ُﻫ َﻮ‬ ِ ِ


ُ ِ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺑَﺮ ُﺟ ٍﻞ ﻳَﺒ‬
ِ ُ ‫ﻗَ َﺎل ﻣﱠﺮ رﺳ‬
َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ َُ َ
‫ﺶ‬‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َﻣ ْﻦ َﻏ ﱠ‬ ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ َ ﱠ ﱠ ِ ﱠ‬
َ ‫ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ﻟَْﻴ‬ ُ ‫ﻮش ﻓَـ َﻘ َﺎل َر ُﺳ‬
ٌ ‫َﻣ ْﻐ ُﺸ‬
(IBNUMAJAH - 2215) : Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar
berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al 'Ala bin 'Abdurrahman dari
Bapaknya dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
melewati seorang laki-laki yang sedang menjual makanan, lalu beliau memasukkan
tangan ke dalamnya, dan ternyata beliau tertipu (dalam keranjang bagian bawah
kosong), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Bukan dari
golongan kami orang yang menipu."

‫ﺎب أَِﰊ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﺑِ ْﺸ ٍﺮ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ‬ ِ َ‫ت ِﰲ ﻛِﺘ‬ ُ ‫ ﻗَ َﺎل أَﺑُﻮ َﻋْﺒﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ َو َﺟ ْﺪ‬.6
‫َﲪَ ِﺴ ﱢﻲ َﻋ ْﻦ ﻃَﺎ ِرِق‬ ْ ‫ﲔ ﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َﻋ ْﻦ ُﳐَﺎ ِرِق ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ِﻦ َﺟﺎﺑِ ٍﺮ ْاﻷ‬ ِ ْ‫ﺼ‬ ِ ‫اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑ ِﻦ ْاﻷ‬
َ ‫َﺳ َﻮد َﻋ ْﻦ ُﺣ‬ ْ ْ
ِ
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻣ ْﻦ َﻏ ﱠ‬ ِ ِ
ٍ ‫ﺑْ ِﻦ ﺷﻬ‬
‫ﺶ‬ َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ ‫ﺎب َﻋ ْﻦ ﻋُﺜْ َﻤﺎ َن ﺑْ ِﻦ َﻋﻔﱠﺎ َن ﻗَ َﺎل ﻗَ َﺎل َر ُﺳ‬ َ
‫ﺎﻋ ِﱵ َوَﱂْ ﺗَـﻨَـ ْﻠﻪُ َﻣ َﻮﱠدِﰐ‬
َ ‫ب َﱂْ ﻳَ ْﺪ ُﺧ ْﻞ ِﰲ َﺷ َﻔ‬ َ ‫اﻟْ َﻌَﺮ‬
Artinya:
(AHMAD - 488) : Abu Abdurrahman berkata; aku mendapatkan di dalam kitab
bapakku tertera; Telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin Bisyr telah
menceritakan kepadaku Abdullah Bin Abdullah Bin Al Aswad dari Hushain Bin
Umar dari Mukharik Bin Abdullah Bin Jabir Al Ahmasi dari Thariq Bin Syihab dari
Utsman Bin Affan, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa menipu orang Arab, maka tidak akan masuk dalam Syafa'atku dan
tidak akan mendapatkan kecintaan dariku."

‫ﻮل‬
ُ ‫ﺎل َﻣﱠﺮ َر ُﺳ‬ ِ ِ‫ ﺣ ﱠﺪﺛَـﻨﺎ ﺧﻠَﻒ ﺑﻦ اﻟْﻮﻟ‬.7
َ َ‫ﻴﺪ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﻣ ْﻌ َﺸ ٍﺮ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ﻗ‬ َ ُْ ُ َ َ َ
‫ﺎﺣﺒُﻪُ ﻓَﺄ َْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓِ ِﻴﻪ ﻓَِﺈ َذا ﻃَ َﻌ ٌﺎم‬
ِ ‫اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﺑِﻄَﻌ ٍﺎم وﻗَ ْﺪ ﺣ ﱠﺴﻨَﻪ ﺻ‬
َ ُ َ َ َ َ ََ َْ ُ َ
ِ
‫ﺲ ﻣﻨﱠﺎ‬ ٍ ِ ٍ ِ ِ َ ‫َرِديءٌ ﻓَـ َﻘ‬
َ ‫ﺎل ﺑ ْﻊ َﻫ َﺬا َﻋﻠَﻰ ﺣ َﺪة َوَﻫ َﺬا َﻋﻠَﻰ ﺣ َﺪة ﻓَ َﻤ ْﻦ َﻏﺸﱠﻨَﺎ ﻓَـﻠَْﻴ‬
Artinya:
(AHMAD - 4867) : Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Al Walid
telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati tumpukan makanan dan
telah diperbagus oleh pemiliknya. Lalu beliau memasukkan tangannya dan ternyata
ada makanan yang telah rusak. Maka beliau pun berkata, "Juallah yang ini dengan
harga tertentu dan yang ini dengan harga tertentu pula. Barangsiapa menipu kami, ia
bukan golongan kami."

‫ﱠﻬﺎ‬ ِ ِ ‫أَﱡﳝَﺎ ر ٍاع‬


َ ‫اﺳﺘُـ ْﺮﻋ َﻲ َرﻋﻴﱠﺔً ﻓَـﻐَﺸ‬
ْ َ
‫َﺳ َﻮِد َﻋ ْﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ ِﻘ ِﻞ ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎ ٍر ﻗَ َﺎل ﻗَ َﺎل َر ُﺳ ُ‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ‫ﻴﻊ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺳ َﻮ َادةُ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ ْاﻷ ْ‬
‫ِ‬
‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َوﻛ ٌ‬
‫ﱠﻬﺎ ﻓَـ ُﻬ َﻮ ِﰲ اﻟﻨﱠﺎ ِر‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ أَﱡﳝَﺎ ر ٍاع ِ ِ‬
‫اﺳﺘُـ ْﺮﻋ َﻲ َرﻋﻴﱠﺔً ﻓَـﻐَﺸ َ‬
‫ُ َْ ََ َ َ ْ‬ ‫َ‬
‫‪Artinya:‬‬
‫‪(AHMAD - 19406) : Telah menceritakan kepada kami Waki', telah‬‬
‫‪menceritakan kepada kami Sawadah bin Abul Aswad dari Ayahnya dari Ma'qil bin‬‬
‫‪Yasar, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pemimpin‬‬
‫‪mana saja yang dipercaya memimpin rakyat, lalu ia menipu mereka, maka ia akan‬‬
‫"‪masuk Neraka.‬‬

‫ﺲ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ إِ ْﺳ َﺤ َﻖ َﻋ ْﻦ أَِﰊ َد ُاوَد َﻋ ْﻦ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ ِ‬


‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜﺮ ﺑْ ُﻦ أَﰊ َﺷْﻴﺒَﺔَ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﻧـُ َﻌْﻴﻢ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳُﻮﻧُ ُ‬
‫ﺎت َر ُﺟ ٍﻞ ِﻋْﻨ َﺪﻩُ ﻃَ َﻌﺎ ٌم ِﰲ ِو َﻋ ٍﺎء‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻣﱠﺮ ِﲜﻨَﺒ ِ‬
‫ُ َْ َ َ َ َ ََ‬ ‫َ‬ ‫ﺖ َر ُﺳ َ‬ ‫أَِﰊ ْ ِ‬
‫اﳊَ ْﻤَﺮاء ﻗَ َﺎل َرأَﻳْ ُ‬
‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ‬ ‫ِ‬
‫ﺖ َﻣ ْﻦ َﻏﺸﱠﻨَﺎ ﻓَـﻠَْﻴ َ‬ ‫ﻚ َﻏ َﺸ ْﺸ َ‬ ‫ﻓَﺄ َْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓ ِﻴﻪ ﻓَـ َﻘ َﺎل ﻟَ َﻌﻠﱠ َ‬
‫‪Artinya:‬‬
‫‪(IBNUMAJAH - 2216) : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu‬‬
‫‪Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata, telah‬‬
‫‪menceritakan kepada kami Yunus bin Abu Ishaq dari Abu Dawud dari Abul Hamra‬‬
‫‪ia berkata, "Aku melihat Rasululllah shallallahu 'alaihi wasallam melewati warung‬‬
‫‪seseorang yang mempunyai makanan dalam bejana. Beliau memasukkan tangannya‬‬
‫‪ke dalam bejana itu, lalu beliau bersabda: "Kenapa kamu menipu? barangsiapa‬‬
‫"‪menipu kami, maka dia bukan dari golongan kami.‬‬

‫َﺧﺒـﺮﻧَﺎ اﺑﻦ َﻋﻮ ٍن َﻋﻦ ﻋُﻤﺮ ﺑ ِﻦ َﻛﺜِ ِﲑ ﺑ ِﻦ أَﻓْـﻠَ ٍﺢ ﻗَ َﺎل ﻗَ َﺎل َﻛﻌﺐ ﺑﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ‬ ‫ِ ِ‬
‫ﻚ َﻣﺎ‬ ‫ْ ُ ُْ َ‬ ‫ْ‬ ‫ﻴﻞ ﻗَ َﺎل أ ْ َ َ ْ ُ ْ ْ َ َ ْ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ إ ْﲰَﺎﻋ ُ‬
‫ﻚ اﻟْﻐَﺰاةِ ﻗَ َﺎل ﻟَ ﱠﻤﺎ ﺧﺮج رﺳ ُ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ‬ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ‬ ‫ََ َ َ ُ‬ ‫ﺖ ِﰲ َﻏَﺰاة أَﻳْ َﺴَﺮ ﻟﻠﻈﱠ ْﻬ ِﺮ َواﻟﻨﱠـ َﻔ َﻘﺔ ﻣ ﱢﲏ ِﰲ ﺗ ْﻠ َ َ‬ ‫ُﻛْﻨ ُ‬
‫آﺧ ُﺬ ِﰲ‬ ‫ِ‬
‫ﺖ ُ‬ ‫ﺖ َوَﱂْ أَﻓْـ ُﺮ ْغ ﻓَـ ُﻘ ْﻠ ُ‬ ‫ت ِﰲ َﺟ َﻬﺎ ِزي ﻓَﺄ َْﻣ َﺴْﻴ ُ‬ ‫َﺧ ْﺬ ُ‬ ‫َﳊَ ُﻘﻪُ ﻓَﺄ َ‬‫ﺖ أ ََﲡَ ﱠﻬ ُﺰ َﻏ ًﺪا ﰒُﱠ أ ْ‬ ‫َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗُـ ْﻠ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ت‬ ‫َﺧ ْﺬ ُ‬‫ﺚأَ‬ ‫ﺖ َوَﱂْ أَﻓْـ ُﺮ ْغ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﻛﺎ َن اﻟْﻴَـ ْﻮُم اﻟﺜﱠﺎﻟ ُ‬ ‫َﳊَ ُﻘ ُﻬ ْﻢ ﻓَﺄ َْﻣ َﺴْﻴ ُ‬
‫ﻳﺐ ﺑَـ ْﻌ ُﺪ ﰒُﱠ أ ْ‬ ‫ﱠﺎس ﻗَ ِﺮ ٌ‬‫َﺟ َﻬﺎزي َﻏ ًﺪا َواﻟﻨ ُ‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬‫ﺖ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﻗَ ِﺪ َم َر ُﺳ ُ‬ ‫ﱠﺎس ﺛََﻼﺛًﺎ ﻓَﺄَﻗَ ْﻤ ُ‬‫ﺎت َﺳ َﺎر اﻟﻨ ُ‬ ‫ﺖ أَﻳْـ َﻬ َ‬ ‫ِﰲ َﺟ َﻬﺎ ِزي ﻓَﺄ َْﻣ َﺴْﻴ ُ‬
‫ﺖ ﻓَـﻠَ ْﻢ أَﻓْـ ُﺮ ْغ ﻓَـ ُﻘ ْﻠ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫َﱠ ﱠ ِ ﱠ‬
‫ﺖ‬ ‫ﺖ َﻣﺎ ُﻛْﻨ ُ‬ ‫ﲔ ﻳَ َﺪﻳْﻪ ﻓَـ ُﻘ ْﻠ ُ‬ ‫ﺖ ﺑَـ ْ َ‬‫ﺖ َﺣ ﱠﱴ ﻗُ ْﻤ ُ‬ ‫ﱠﺎس ﻳَـ ْﻌﺘَﺬ ُرو َن إِﻟَْﻴﻪ ﻓَﺠْﺌ ُ‬ ‫ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ َﺟ َﻌ َﻞ اﻟﻨ ُ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ ‫ِﰲ َﻏﺰاةٍ أَﻳﺴﺮ ﻟِﻠﻈﱠﻬ ِﺮ واﻟﻨﱠـ َﻔ َﻘ ِﺔ ِﻣ ﱢﲏ ِﰲ ﻫ ِﺬﻩِ اﻟْﻐَﺰاةِ ﻓَﺄ َْﻋﺮض ﻋ ﱢﲏ رﺳ ُ ِ‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ‬ ‫َ َ َ َ َُ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ ََ ْ َ‬
‫ات ﻳَـ ْﻮٍم ﻓَِﺈ َذا‬ ِ
َ ‫ت َﺣﺎﺋﻄًﺎ َذ‬
ِ ْ ‫وأَﻣﺮ اﻟﻨﱠﺎس أَ ْن َﻻ ﻳ َﻜﻠﱢﻤﻮﻧَﺎ وأ ُِﻣﺮ‬
ُ ‫ت ﻧ َﺴ ُﺎؤﻧَﺎ أَ ْن ﻳَـﺘَ َﺤ ﱠﻮﻟْ َﻦ َﻋﻨﱠﺎ ﻗَ َﺎل ﻓَـﺘَ َﺴ ﱠﻮْر‬ َ َ ُ ُ َ ََ َ
ِ ِ َ ُ‫أَﻧَﺎ ِﲜﺎﺑِ ِﺮ ﺑ ِﻦ ﻋﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﺖ أَي ﺟﺎﺑِﺮ ﻧَ َﺸ ْﺪﺗ‬
‫ﺖ اﻟﻠﱠﻪَ َوَر ُﺳﻮﻟَﻪُ ﻳَـ ْﻮًﻣﺎ‬ُ ‫ﻚ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪ َﻫ ْﻞ َﻋﻠ ْﻤﺘَِﲏ َﻏ َﺸ ْﺸ‬ ُ َ ْ ُ َْ ْ َ
‫ﺖ َر ُﺟ ًﻼ َﻋﻠَﻰ اﻟﺜﱠﻨِﻴﱠ ِﺔ‬ ِ ٍ
ُ ‫ات ﻳَـ ْﻮم إِ ْذ َﲰ ْﻌ‬ َ َ‫ﺖ َﻋ ﱢﲏ ﻓَ َﺠ َﻌ َﻞ َﻻ ﻳُ َﻜﻠﱢ ُﻤ ِﲏ ﻗَ َﺎل ﻓَـﺒَـْﻴـﻨَﺎ أَﻧَﺎ ذ‬ َ ‫ﻂ ﻗَ َﺎل ﻓَ َﺴ َﻜ‬ ‫ﻗَ ﱡ‬
‫ﻮل َﻛ ْﻌﺒًﺎ َﻛ ْﻌﺒًﺎ َﺣ ﱠﱴ َدﻧَﺎ ِﻣ ﱢﲏ ﻓَـ َﻘ َﺎل ﺑَﺸ ُﱢﺮوا َﻛ ْﻌﺒًﺎ‬
ُ ‫ﻳَـ ُﻘ‬
Artinya:
(AHMAD - 15211) : Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata; telah
mengabarkan kepada kami Ibnu 'Aun dari 'Umar bin Katsir bin Aflah berkata; Ka'ab
bin Malik berkata; saya tidak menjumpai peperangan yang lebih ringan untuk
mendapatkan kendaraan dan bekal daripada perang Khaibar. Ketika Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam hendak berangkat, saya berkata 'Saya akan
mempersiapkannya besok. Saya akan menyusul setelah mengambil bekalku. Namun
sampai masuk waktu sore, saya belum juga melakukannya. Saya berkata; saya akan
mengambil bekalku besok. Orang-orang masih dekat, saya akan menyusul mereka.
Pada waktu sore, saya belum juga selesai mempersiapkannya. Pada hari ketiga, saya
mempersiapkan bekalku, sampai sore hari dan saya belum selesai. Saya berkata lagi,
Aduh, manusia telah pergi selama tiga hari dan saya masih tetap tertinggal. Tatkala
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam datang, maka orang-orang memberikan alasan
kepada beliau, lalu saya datang sampai saya berada di depan beliau. Saya berkata;
tidak ada perang yang lebih mudah bagiku untuk mendapatkan kendaraan dan bekal
kecuali pada perang ini. Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berpaling dan
menyuruh orang-orang untuk tidak berbicara kepada kami dan menyuruh isteri kami
agar meninggalkan kami (Ka'ab bin Malik Radliyallahu'anhu) berkata; lalu saya
memanjat kebun pada suatu hari, ternyata saya temui Jabir bin Abdullah. Saya
berkata; Wahai Jabir, demi Allah apakah kau mengetahuiku, saya telah menipu Allah
dan Rasul-Nya pada hari itu? (Ka'ab bin Malik Radliyallahu'anhu) berkata; lalu dia
mendiamkanku dan tidak berbicara kepadaku sedikitpun. Pada suatu hari saya
mendengar seorang, di atas bukit Tsaniyah berkata; bergembiralah wahai Ka'ab,
bergembiralah wahai Ka'ab, sampai dia mendekatiku dan berkata; berilah kabar
gembira kepada Ka'ab.

ٍ ‫ﻴﺪ ﻗَ َﺎل ﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ أَِﰊ َﻋﻦ ﻳﻮﻧُﺲ ﻗَ َﺎل اﺑْﻦ ِﺷﻬ‬ ٍ ِ‫ﻴﺐ ﺑ ِﻦ ﺳﻌ‬
‫َﺧﺒَـَﺮِﱐ ﻋُْﺮَوةُ أَ ﱠن‬ْ ‫ﺎب أ‬ َ ُ َ ُ ْ َ َ ْ ِ ِ‫َﲪَ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺷﺒ‬ ْ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ أ‬
‫َﺳ َﻮِد ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ‬ ِ ِْ ‫ي ﺑ ِﻦ‬
ْ ‫اﳋﻴَﺎ ِر أ‬
ْ ‫َﺧﺒَـَﺮُﻫﺄَ ﱠن اﻟْﻤ ْﺴ َﻮَر ﺑْ َﻦ ﳐََْﺮَﻣﺔَ َو َﻋْﺒ َﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ َﻦ ْاﻷ‬
ِ ِ
ْ ‫ﻋُﺒَـْﻴ َﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ َﻦ َﻋﺪ ﱢ‬
‫ت ﻟِﻌُﺜْ َﻤﺎ َن‬ ِ ِ ‫ﻴﺪ ﻓَـ َﻘ ْﺪ أَ ْﻛﺜَـﺮ اﻟﻨ‬ ِ ِ‫َﺧ ِﻴﻪ اﻟْﻮﻟ‬
ِ ‫ﻚ أَ ْن ﺗُ َﻜﻠﱢﻢ ﻋﺜْﻤﺎ َن ِﻷ‬
ُ ‫ﺼ ْﺪ‬ َ ‫ﱠﺎس ﻓﻴﻪ ﻓَـ َﻘ‬ ُ َ َ َُ َ َ ُ‫ﻮث ﻗَ َﺎﻻ َﻣﺎ ﳝَْﻨَـﻌ‬
َ ُ‫ﻳَـﻐ‬
ِ ِ َ ‫ﺖ إِ ﱠن ِﱄ إِﻟَْﻴ‬
ِ ‫ﺣ ﱠﱴ ﺧﺮج إِ َﱃ اﻟ ﱠ‬
ُ‫ﻚ ﻗَ َﺎل ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟْ َﻤ ْﺮء‬
َ َ‫ﻴﺤﺔٌ ﻟ‬
َ ‫ﺎﺟﺔً َوﻫ َﻲ ﻧَﺼ‬ َ ‫ﻚ َﺣ‬ ُ ‫ﺼ َﻼة ﻗُـ ْﻠ‬ َ ََ َ
ُ‫ﻮل ﻋُﺜْ َﻤﺎ َن ﻓَﺄَﺗَـْﻴﺘُﻪ‬ ُ ‫ﺖ إِﻟَْﻴ ِﻬ ْﻢ إِ ْذ َﺟﺎءَ َر ُﺳ‬ ُ ‫ﺖ ﻓَـَﺮ َﺟ ْﻌ‬ ُ ْ‫ﺼَﺮﻓ‬َ ْ‫ﻚ ﻓَﺎﻧ‬ َ ‫ﻗَ َﺎل َﻣ ْﻌ َﻤٌﺮ أ َُراﻩُ ﻗَ َﺎل أَﻋُﻮذُ ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ ِﻣْﻨ‬
‫ﺎﳊَ ﱢﻖ َوأَﻧْـَﺰَل‬ْ ِ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺑ‬ َ ‫ﺚ ُﳏَ ﱠﻤ ًﺪا‬ َ ‫ﺖ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ُﺳْﺒ َﺤﺎﻧَﻪُ ﺑَـ َﻌ‬ ُ ‫ﻚ ﻓَـ ُﻘ ْﻠ‬
َ ُ‫ﻴﺤﺘ‬ ِ
َ ‫ﻓَـ َﻘ َﺎل َﻣﺎ ﻧَﺼ‬
‫ﲔ‬ِ ْ ‫ت ا ْﳍِ ْﺠﺮﺗَـ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺎﺟ‬ ‫ﻬ‬ ‫ـ‬
َ ‫ﻓ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ‬ ِِ‫ﻋﻠَﻴ ِﻪ اﻟْ ِﻜﺘَﺎب وُﻛْﻨﺖ ِﳑﱠﻦ اﺳﺘَﺠﺎب ﻟِﻠﱠ ِﻪ وﻟِﺮﺳﻮﻟ‬
‫ﻪ‬
َ َ ْ َ َ َ َ ََُ َ َ ْ ْ َ َ َ َْ
‫ﻴﺪ ﻗَ َﺎل‬ ِ ِ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ورأَﻳﺖ ﻫ ْﺪﻳﻪ وﻗَ ْﺪ أَ ْﻛﺜـﺮ اﻟﻨﱠﺎس ِﰲ ﺷﺄْ ِن اﻟْﻮﻟ‬ َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ ِ ‫و‬
َ َ ُ ََ َ َُ َ َ ْ ََ َ َ َ ْ َ ُ َ َ ‫ﺻﺤْﺒ‬ ََ
‫ﺺ إِ َﱃ‬ ِ ِ ِ ِ ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻗُـ ْﻠﺖ َﻻ وﻟَ ِﻜﻦ ﺧﻠَﺺ إِ َﱠ‬
ُ ُ‫ﱄ ﻣ ْﻦ ﻋ ْﻠﻤﻪ َﻣﺎ َﳜْﻠ‬ َ َ ْ َ ُ َ ََ َْ ُ َ َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬َ ‫أ َْد َرْﻛ‬
‫ﺖ ِﳑ ْﱠﻦ‬ ْ ِ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺑ‬
ُ ‫ﺎﳊَ ﱢﻖ ﻓَ ُﻜْﻨ‬ َ ‫ﺚ ُﳏَ ﱠﻤ ًﺪا‬
ِ
َ ‫اﻟْ َﻌ ْﺬ َراء ِﰲ ِﺳ ِْﱰَﻫﺎ ﻗَ َﺎل أَﱠﻣﺎ ﺑـَ ْﻌ ُﺪ ﻓَِﺈ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﺑَـ َﻌ‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ِ ‫ﲔ َﻛﻤﺎ ﻗُـ ْﻠﺖ و‬ ِ ‫اﺳﺘﺠﺎب ﻟِﻠﱠ ِﻪ وﻟِﺮﺳﻮﻟِِﻪ وآﻣْﻨﺖ ِﲟﺎ ﺑﻌِﺚ ﺑِِﻪ وﻫﺎﺟﺮ‬
َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ ُ ‫ﺻﺤْﺒ‬ َ َ َ َ ِ ْ ‫ت ا ْﳍ ْﺠَﺮﺗَـ‬ ُ َْ ََ َ ُ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َْ
‫ﺼْﻴﺘُﻪُ َوَﻻ َﻏ َﺸ ْﺸﺘُﻪُ َﺣ ﱠﱴ ﺗَـ َﻮﻓﱠﺎﻩُ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ ﰒُﱠ أَﺑُﻮ‬ ِ ِ
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َوﺑَﺎﻳـَ ْﻌﺘُﻪُ ﻓَـ َﻮاﻟﻠﱠﻪ َﻣﺎ َﻋ‬ َ
ِ ِ ْ ‫ﺑ ْﻜ ٍﺮ ِﻣﺜْـﻠُﻪ ﰒُﱠ ﻋﻤﺮ ِﻣﺜْـﻠُﻪ ﰒُﱠ اﺳﺘﺨﻠِ ْﻔﺖ أَﻓَـﻠَﻴﺲ ِﱄ ِﻣﻦ‬
‫ﺖ ﺑَـﻠَﻰ ﻗَﺎ َل ﻓَ َﻤﺎ‬ ُ ‫اﳊَ ﱢﻖ ﻣﺜْ ُﻞ اﻟﱠﺬي َﳍُ ْﻢ ﻗُـ ْﻠ‬ ْ َ ْ ُ ْ ُْ ُ َُ ُ ُ َ
ِ ْ ِ‫ﻴﺪ ﻓَﺴﻨَﺄْ ُﺧ ُﺬ ﻓِ ِﻴﻪ ﺑ‬ ِِ ِ ِ ‫ﻳﺚ اﻟﱠِﱵ ﺗَـﺒـﻠُﻐُِﲏ ﻋْﻨ ُﻜﻢ أَﱠﻣﺎ ﻣﺎ ذَ َﻛﺮ‬ ِ ‫ﻫ ِﺬﻩِ ْاﻷ‬
َ‫ﺎﳊَ ﱢﻖ إ ْن َﺷﺎء‬ َ ‫ت ﻣ ْﻦ َﺷﺄْن اﻟْ َﻮﻟ‬ َْ َ ْ َ ْ ُ ‫َﺣﺎد‬ َ َ
ِ ِ ِ
‫ﲔ‬َ ‫اﻟﻠﱠﻪُ ﰒُﱠ َد َﻋﺎ َﻋﻠﻴﺎ ﻓَﺄ ََﻣَﺮﻩُ أَ ْن َْﳚﻠ َﺪﻩُ ﻓَ َﺠﻠَ َﺪﻩُ َﲦَﺎﻧ‬
Artinya:
(BUKHARI - 3420) : Telah bercerita kepadaku Ahmad bin Syabib bin Sa'id berkata,
telah bercerita kepadaku bapakku dari Yunus, berkata Ibnu Syihab telah
mengabarkan kepadaku 'Urwah bahwa 'Ubaidullah bin 'Adiy bin Al Khiyar
mengabarkan kepadanya bahwa Al Miswar bin Makhramah dan 'Abdur Rahman bin
Al Aswad bin 'Abdu Yaghuts keduanya berkata kepadanya ('Ubaidullah); "Apa yang
menghalangimu untuk berbicara kepada 'Utsman tentang perkara saudaranya, yaitu
Al Walid. Sungguh orang-orang sudah banyak yang menuntutnya". Maka aku
sengaja menanti 'Utsman hingga dia keluar untuk shalat lalu aku katakan kepadanya;
"Aku punya keperluan dengan anda yaitu nasehat untukmu". 'Utsman berkata;
"Wahai laki-laki". Ma'mar berkata; "Aku kira dia berkata; "Aku berlindung kepada
Allah dari kamu". Maka aku beranjak darinya dan pergi menemui mereka. Sesaat
kemudian utusan 'Utsman datang, maka aku menemui 'Utsman lalu dia bertanya;
"Apa nasehat kamu tadi?". Aku katakan; "Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah
mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dengan benar dan telah
menurunkan Kitab (Al Qur'an) dan kamu termasuk orang yang menyambut seruan
Allah dan rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dan kamu sudah berhijrah dua kali
dan telah mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam serta kamu juga telah
melihat petunjuknya. Sungguh banyak orang telah membicarakan persoalan Al
Walid". 'Utsman bertanya; "Apakah kamu pernah bertemu dengan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam?". Aku jawab; "Tidak. Akan tetapi ilmu beliau telah
sampai kepadaku sebagaimana sampai kepada gadis yang dipingit dalam bilik
rumahnya". Dia berkata; "Amma ba'du, Allah telah mengutus Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam dengan benar dan aku adalah termasuk diantara orang
yang menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Aku juga beriman dengan apa yang
beliau bawa sebagai utusan dan aku juga telah berhijrah ke dua negeri hijrah
sebagaimana yang tadi kamu katakan dan aku juga telah mendampigi Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan berbai'at kepada beliau. Demi Allah, aku tidak
pernah membantah dan menipu beliau hingga Allah 'azza wajalla mewafatkan beliau.
Kemudian Abu Bakr menjadi khalifah lalu 'Umar, kemudian aku diangkat menjadi
khalifah. Apakah aku tidak puya hak sebagaimana mereka memilikinya?". Aku
kataka; "Ya, anda punya hak". Dia berkata; "Lalu apa maksud pembicaraan kalian
yang telah sampai kepadaku. Adapun persoalan Al Walid, kami akan menegakkan
urusannya dengan hak, insya Alah". Kemudian 'Utsman memanggil 'Ali lalu
memerintahkanya agar mencambuk Al Walid". Maka 'Ali mencambuknya sebanyak
delapan puluh kali".

‫اﳊَ َﻜ ِﻢ ﺑْ ِﻦ‬ْ ‫ﻮب ﺑْ ِﻦ‬ َ ‫ﻂ ﺑْ ُﻦ أَﻳﱡ‬ ُ ‫ﺎق ﻗَ َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َﺳﻠِﻴ‬ َ ‫ﻮب ﻗَ َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَِﰊ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ إِ ْﺳ َﺤ‬ ُ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﻳَـ ْﻌ ُﻘ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ ِ ِ ِ ِ ‫ﺳﻠَﻴ ٍﻢ ﻋﻦ أُﱢﻣ ِﻪ ﻋﻦ ﺳ ْﻠﻤﻰ ﺑِْﻨ‬
َ ‫ﺖ إِ ْﺣ َﺪى َﺧ َﺎﻻت َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ ْ َ‫ﺲ َوَﻛﺎﻧ‬ ٍ ‫ﺖ ﻗَـْﻴ‬ َ َ َْ َْ ْ ُ
‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ِ َ‫ي ﺑ ِﻦ اﻟﻨﱠ ﱠﺠﺎ ِر ﻗَﺎﻟ‬ ِ ِ ِ ِ ْ ‫ﺖ َﻣ َﻌﻪُ اﻟْ ِﻘْﺒـﻠَﺘَـ‬
َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ ُ ‫ﺖ ﺟْﺌ‬ ْ ْ ‫ﺖ إِ ْﺣ َﺪى ﻧ َﺴﺎء ﺑَِﲏ َﻋﺪ ﱢ‬ ْ َ‫ﲔ َوَﻛﺎﻧ‬ ْ ‫ﺻﻠﱠ‬َ ‫ﻗَ ْﺪ‬
‫ﺼﺎ ِر ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﺷَﺮ َط َﻋﻠَْﻴـﻨَﺎ أَ ْن َﻻ ﻧُ ْﺸ ِﺮَك ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ َﺷْﻴﺌًﺎ‬ ٍِ ِ ِ
َ ْ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَـﺒَﺎﻳَـ ْﻌﺘُﻪُ ِﰲ ﻧ ْﺴ َﻮة ﻣ ْﻦ ْاﻷَﻧ‬ َ
ِ ‫ﺎن ﻧَـ ْﻔ ِﱰ ِﻳﻪ ﺑـﲔ أَﻳ ِﺪﻳﻨَﺎ وأَرﺟﻠِﻨَﺎ وَﻻ ﻧَـﻌ‬ ٍ
‫ﺼﻴَﻪُ ِﰲ‬ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ‫َوَﻻ ﻧَ ْﺴ ِﺮ َق َوَﻻ ﻧَـ ْﺰِﱐَ َوَﻻ ﻧَـ ْﻘﺘُ َﻞ أ َْوَﻻ َدﻧَﺎ َوَﻻ ﻧَﺄِْﰐَ ﺑِﺒُـ ْﻬﺘ‬
‫ﺖ ِﻻ ْﻣَﺮأَةٍ ِﻣْﻨـ ُﻬ ﱠﻦ ْارِﺟﻌِﻲ‬ ُ ‫ﺼَﺮﻓْـﻨَﺎ ﻓَـ ُﻘ ْﻠ‬
َ ْ‫ﺖ ﻓَـﺒَﺎﻳَـ ْﻌﻨَﺎﻩُ ﰒُﱠ اﻧ‬
ْ َ‫اﺟ ُﻜ ﱠﻦ ﻗَﺎﻟ‬
ٍ
َ ‫َﻣ ْﻌ ُﺮوف ﻗَ َﺎل ﻗَ َﺎل َوَﻻ ﺗَـ ْﻐ ُﺸ ْﺸ َﻦ أ َْزَو‬
ِ ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻣﺎ ِﻏ ﱡ‬ َ ‫ﺎﺳﺄَِﱄ َر ُﺳ‬
ُ‫ﺖ ﻓَ َﺴﺄَﻟَْﺘﻪُ ﻓَـ َﻘ َﺎل ﺗَﺄْ ُﺧ ُﺬ َﻣﺎﻟَﻪ‬ ْ َ‫ﺶ أ َْزَواﺟﻨَﺎ ﻗَﺎﻟ‬ َ َ ََ َْ ُ َ ْ َ‫ﻓ‬
ِ
ُ‫ﻓَـﺘُ َﺤ ِﺎﰊ ﺑِﻪ َﻏْﻴـَﺮﻩ‬
Artinya:
(AHMAD - 25882) : Telah menceritakan kepada kami Ya'qub berkata, telah
menceritakan kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq dia berkata, telah menceritakan
kepadaku Salith bin Ayyub bin Al Hakam bin Sulaim dari Ibunya dari Salma binti
Qais dia adalah salah satu bibi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa dia
pernah shalat bersama beliau menghadap dua kiblat, dan termasuk salah satu wanita
Bani 'Adi bin Najjar. Dia berkata, "Aku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam untuk berbait kepada beliau bersama para wanita Anshar, ketika itu beliau
memberi kami syarat agar kami tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak mendatangi
keburukan yang kami perbuat antara kedua tangan dan kaki kami, dan tidak
bermaksiat dalam kebaikan." Salith berkata, "Rasulullah bersabda: "Janganlah kalian
berbuat curang pada suami-suami kalian." Salma binti Qais berkata, "Maka kami
berbaiat kepada beliau kemudian kami beranjak pergi, lalu aku berkata kepada
seorang wanita di antara mereka, 'Kembali dan tanyakanlah kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, apa yang dimaksud berbuat curang kepada suami-suami
kami? ' Salma bin Qais berkata, "Wanita itu lalu kembali dan menanyakannya,
kemudian beliau bersabda: "Kamu mengambil hartanya sedangkan kamu lebih
mengutamakan selainnya."

‫اﳊَ َﺴ ِﻦ ﻗَ َﺎل َﻋ َﺎد ﻋُﺒَـْﻴ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ ِزﻳَ ٍﺎد َﻣ ْﻌ ِﻘ َﻞ‬ْ ‫ﺐ َﻋ ْﻦ‬ ِ ‫وخ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ْاﻷَ ْﺷ َﻬ‬
َ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺷْﻴﺒَﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﻓَـﱡﺮ‬-
‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ِ ‫ﻚ ﺣ ِﺪﻳﺜًﺎ َِﲰ ْﻌﺘُﻪ ِﻣﻦ رﺳ‬ ِ ِ ِ ِ ‫ﺑﻦ ﻳﺴﺎ ٍر اﻟْﻤ ِﺰﱐﱠ ِﰲ ﻣﺮ ِﺿ ِﻪ اﻟﱠ ِﺬي ﻣ‬
َُ ْ ُ َ َ ُ‫ﺎت ﻓﻴﻪ ﻗَ َﺎل َﻣ ْﻌﻘ ٌﻞ إ ﱢﱐ ُﳏَ ﱢﺪﺛ‬ َ َ ََ ُ َ َ َْ
ِ َ ‫ﻚ إِ ﱢﱐ َِﲰﻌﺖ رﺳ‬ ِ ِ
ُ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ‬ َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ َُ ُ ْ َ ُ‫ﺖ أَ ﱠن ِﱄ َﺣﻴَﺎ ًة َﻣﺎ َﺣ ﱠﺪﺛْـﺘ‬ ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻟَ ْﻮ َﻋﻠ ْﻤ‬ َ
‫ش ﻟَِﺮ ِﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ إِﱠﻻ َﺣﱠﺮَم‬ ‫ﻮت َوُﻫ َﻮ َﻏﺎ ﱞ‬ ُ َُ‫ﻮت ﻳَـ ْﻮَم ﳝ‬
ِ ِِ ٍ ِ ُ ‫ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻳـ ُﻘ‬
ُ َُ‫ﻮل َﻣﺎ ﻣ ْﻦ َﻋْﺒﺪ ﻳَ ْﺴﺘَـ ْﺮﻋﻴﻪ اﻟﻠﱠﻪُ َرﻋﻴﱠﺔً ﳝ‬ َ َ ََ َْ
ْ ‫اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
َ‫اﳉَﻨﱠﺔ‬
Artinya:
(MUSLIM - 203) : Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh telah
menceritakan kepada kami Abu al-Asyhab dari al-Hasan dia berkata, "Ubaidullah
bin Ziyad mengunjungi Ma'qil bin Yasar al-Muzani yang sedang sakit dan
menyebabkan kematiannya. Ma'qil lalu berkata, 'Sungguh, aku ingin menceritakan
kepadamu sebuah hadits yang aku pernah mendengarnya dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, sekiranya aku mengetahui bahwa aku (masih) memiliki kehidupan,
niscaya aku tidak akan menceritakannya. Sesunguhnya aku mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Barangsiapa diberi beban oleh Allah untuk
memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah
mengharamkan Surga atasnya'."

‫اﳊَ َﺴ ِﻦ ﻗَ َﺎل َد َﺧ َﻞ ﻋُﺒَـْﻴ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ‬


ْ ‫ﺲ َﻋ ْﻦ‬ ُ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ﻳَِﺰ‬
َ ُ‫ﻳﺪ ﺑْ ُﻦ ُزَرﻳْ ٍﻊ َﻋ ْﻦ ﻳُﻮﻧ‬ ْ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َْﳛ َﲕ ﺑْ ُﻦ َْﳛ َﲕ أ‬-
‫ﻚ َﺣ ِﺪﻳﺜًﺎ َﱂْ أَ ُﻛ ْﻦ َﺣ ﱠﺪﺛْـﺘُ َﻜﻪُ إِ ﱠن‬ ِ
َ ُ‫ِزﻳَﺎد َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻌ َﻘ ِﻞ ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎ ٍر َوُﻫ َﻮ َوﺟ ٌﻊ ﻓَ َﺴﺄَﻟَﻪُ ﻓَـ َﻘ َﺎل إِ ﱢﱐ ُﳏَ ﱢﺪﺛ‬
ٍ
‫ش‬‫ﻮت َوُﻫ َﻮ َﻏﺎ ﱞ‬ ِ َُ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻗَ َﺎل َﻻ ﻳﺴﺘَـﺮ ِﻋﻲ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﺒ ًﺪا ر ِﻋﻴﱠﺔً ﳝ‬
ُ َُ‫ﲔ ﳝ‬ َ ‫ﻮت ﺣ‬ ُ َ َْ ُ ْ َْ َ ََ َْ ُ َ َ ‫َر ُﺳ‬
ِ ْ ‫َﳍَﺎ إِﱠﻻ َﺣﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
‫ﻚ أ َْو َﱂْ أَ ُﻛ ْﻦ‬ َ ُ‫ﺖ َﺣ ﱠﺪﺛْـﺘَِﲏ َﻫ َﺬا ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟْﻴَـ ْﻮم ﻗَ َﺎل َﻣﺎ َﺣ ﱠﺪﺛْـﺘ‬ َ ‫اﳉَﻨﱠﺔَ ﻗَ َﺎل أﱠَﻻ ُﻛْﻨ‬
‫اﳉُ ْﻌ ِﻔ ﱠﻲ َﻋ ْﻦ َزاﺋِ َﺪ َة َﻋ ْﻦ ِﻫ َﺸ ٍﺎم ﻗَ َﺎل‬ْ ‫ﲔ ﻳَـ ْﻌ ِﲏ‬ ِ
ٌْ ‫ﻚ و َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ اﻟْ َﻘﺎﺳ ُﻢ ﺑْ ُﻦ َزَﻛ ِﺮﻳﱠﺎءَ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺣ َﺴ‬ َ َ‫ُﺣ ﱢﺪﺛ‬
َ ‫َﻷ‬
‫ﻮدﻩُ ﻓَ َﺠﺎءَ ﻋُﺒَـْﻴ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ ِزﻳَ ٍﺎد ﻓَـ َﻘ َﺎل ﻟَﻪُ َﻣ ْﻌ ِﻘ ٌﻞ إِ ﱢﱐ‬ ِ ِ
ُ ُ‫اﳊَ َﺴ ُﻦ ُﻛﻨﱠﺎ ﻋْﻨ َﺪ َﻣ ْﻌﻘ ِﻞ ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎ ٍر ﻧَـﻌ‬
ْ ‫ﻗَ َﺎل‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﰒُﱠ ذَ َﻛَﺮ ِﲟَْﻌ َﲎ َﺣ ِﺪﻳﺜِ ِﻬ َﻤﺎ‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ ُ‫ﺳﺄُﺣ ﱢﺪﺛ‬
َ ‫ﻚ َﺣﺪﻳﺜًﺎ َﲰ ْﻌﺘُﻪُ ﻣ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ َ َ
Artinya:
(MUSLIM - 204) : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah
mengabarkan kepada kami Yazid bin Zurai' dari Yunus dari al-Hasan dia berkata,
"Ubaidullah bin Ziyad mengunjungi Ma'qal bin Yasar yang sedang sakit, Ubaidullah
kemudian meminta sebuah hadits, maka Ma'qil pun berkata, "Aku akan
menyampaikan sebuah hadits yang belum pernah aku sampaikan kepadamu.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah Allah
Ta'ala menyerahkan suatu urusan rakyat kepada seorang hamba lalu ketika
menjelang ajalnya dia masih saja berkhianat kepadanya melainkan Allah pasti akan
mengharamkan surga atasnya." Ubadidullah berkata, "Bukankah kemarin kamu telah
menyampaikan hadits ini kepadaku?" Ma'qil menjawab, "Aku belum pernah
menyampaikan hadits ini kepadamu." Dan telah menceritakan kepadaku Al-Qasim
bin Zakariya telah menceritakan kepada kami Husain -yakni Al-Ja'fiy- dari Zaidah
dari Hisyam dia berkata, Al-Hasan berkata, "Ketika kami sedang menjenguk Ma'qil
bin Yasar, datanglah Ubaidullah bin Ziyad. Ma'qil lalu berkata kepadanya, 'Aku akan
menyampaikan sebuah hadits yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam….kemudian dia menyebutkan sebuah hadits yang semakna dengan hadits
mereka berdua."

‫اﳊَ َﺴ ِﻦ ﻗَ َﺎل َﻋ َﺎد ﻋُﺒَـْﻴ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ ِزﻳَ ٍﺎد َﻣ ْﻌ ِﻘ َﻞ‬ْ ‫ﺐ َﻋ ْﻦ‬ ِ ‫وخ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑُﻮ ْاﻷَ ْﺷ َﻬ‬ َ ‫و َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﺷْﻴﺒَﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﻓَـﱡﺮ‬-
‫ﻚ َﺣ ِﺪﻳﺜًﺎ َِﲰ ْﻌﺘُﻪُ ِﻣ ْﻦ َر ُﺳﻮِل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ِ ِ ‫ﺑﻦ ﻳﺴﺎ ٍر اﻟْﻤﺰِﱐﱠ ِﰲ ﻣﺮ ِﺿ ِﻪ اﻟﱠ ِﺬي ﻣ‬
َ ُ‫ﺎت ﻓ ِﻴﻪ ﻓَـ َﻘ َﺎل َﻣ ْﻌﻘ ٌﻞ إِ ﱢﱐ ُﳏَ ﱢﺪﺛ‬َ َ ََ َُ َ َ َ ْ
ِ َ ‫ﻚ إِ ﱢﱐ َِﲰﻌﺖ رﺳ‬ ِ ِ
ُ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ‬ َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ َُ ُ ْ َ ُ‫ﺖ أَ ﱠن ِﱄ َﺣﻴَﺎةً َﻣﺎ َﺣ ﱠﺪﺛْـﺘ‬ ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻟَ ْﻮ َﻋﻠ ْﻤ‬ َ
‫ش ﻟَِﺮ ِﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ إِﱠﻻ َﺣﱠﺮَم‬ ‫ﻮت َوُﻫ َﻮ َﻏﺎ ﱞ‬ ُ َُ‫ﻮت ﻳَـ ْﻮَم ﳝ‬
ِ ِِ ٍ
ُ َُ‫ﻮل َﻣﺎ ﻣ ْﻦ َﻋْﺒﺪ ﻳَ ْﺴﺘَـ ْﺮﻋﻴﻪ اﻟﻠﱠﻪُ َرﻋﻴﱠﺔً ﳝ‬
ِ ُ ‫ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻳـ ُﻘ‬
َ َ ََ َْ
‫اﳊَ َﺴ ِﻦ ﻗَ َﺎل َد َﺧ َﻞ‬ ْ ‫ﺲ َﻋ ْﻦ‬ َ ُ‫ﻳﺪ ﺑْ ُﻦ ُزَرﻳْ ٍﻊ َﻋ ْﻦ ﻳُﻮﻧ‬ُ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ﻳَِﺰ‬
ْ ‫اﳉَﻨﱠﺔَ و َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎﻩ َْﳛ َﲕ ﺑْ ُﻦ َْﳛ َﲕ أ‬ ْ ‫اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
ِ ‫ﻳﺚ أَِﰊ ْاﻷَ ْﺷ َﻬ‬ ِ ‫اﺑﻦ ِزﻳ ٍﺎد ﻋﻠَﻰ ﻣﻌ ِﻘ ِﻞ ﺑ ِﻦ ﻳﺴﺎ ٍر وﻫﻮ وِﺟﻊ ﲟِِﺜْ ِﻞ ﺣ ِﺪ‬
‫ﺖ َﺣ ﱠﺪﺛْـﺘَِﲏ‬ َ ‫ﺐ َوَز َاد ﻗَ َﺎل أﱠَﻻ ُﻛْﻨ‬ َ ٌ َ ََُ َ َ ْ َْ َ َ ُ ْ
ِ ِ
‫ﻚ‬ َ ‫ﻚ أ َْو َﱂْ أَ ُﻛ ْﻦ ﻷ‬
َ َ‫ُﺣ ﱢﺪﺛ‬ َ ُ‫َﻫ َﺬا ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟْﻴَـ ْﻮم ﻗَ َﺎل َﻣﺎ َﺣ ﱠﺪﺛْـﺘ‬
Artinya:
(MUSLIM - 3409) : Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farruh telah
menceritakan kepada kami Abu Al Ayshab dari Hasan dia berkata, "Ubaidullah bin
Ziyad menjenguk Ma'qil bin Yasar Al Muzanni ketika dia sedang sakit yang
mengantarkan kepada kematiannya, maka Ma'qil lalu berkata, "Sungguh saya akan
menceritakan kepadamu suatu hadits yang pernah saya dengar langsung dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sekiranya saya masih hidup lama niscaya
tidak akan saya ceritakan hal ini kepadamu. Sesungguhnya saya pernah mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang pemimpin yang
Allah serahi untuk memimpin rakyatnya, ketika meninggal dalam keadaan menipu
rakyatnya, melainkan Allah akan mengharamkan surga untuknya." Dan telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Yazid
bin Zurai' dari Yunus dari Hasan dia berkata, "Ibnu Ziyad menemui Ma'qil bin Yasar
yang sedang sakit, seperti haditsnya Abu Al Asyhab, lalu ia menambahkan, "Ibnu
Ziyad bertanya, "Tidakkah sebelumnya kamu telah menceritakan hal ini kepadaku?"
Dia menjawab, "Saya belim pernah menceritakan hal ini kepadamu atau belum
pernah bercerita kepadamu."
‫َﻋ ْﻦ أَِﰊ‬ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ِﻫ َﺸ ُﺎم ﺑْ ُﻦ َﻋ ﱠﻤﺎ ٍر َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن َﻋ ْﻦ اﻟْ َﻌ َﻼ ِء ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ َﻋ ْﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ‬-
‫ﻳَ َﺪﻩُ ﻓِ ِﻴﻪ‬ ِ ِ
ُ ِ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺑَﺮ ُﺟ ٍﻞ ﻳَﺒ‬
‫ﻴﻊ ﻃَ َﻌ ًﺎﻣﺎ ﻓَﺄ َْد َﺧ َﻞ‬ ِ ُ ‫ﻫﺮﻳـﺮَة ﻗَ َﺎل ﻣﱠﺮ رﺳ‬
َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ َُ َ َ َْ ُ
‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َﻣ ْﻦ َﻏ ﱠ‬
‫ﺶ‬ ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ َ ﱠ ﱠ ِ ﱠ‬
َ ‫ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ﻟَْﻴ‬ ٌ ‫ﻓَِﺈذَا ُﻫ َﻮ َﻣ ْﻐ ُﺸ‬
ُ ‫ﻮش ﻓَـ َﻘ َﺎل َر ُﺳ‬
Artinya:
(IBNUMAJAH - 2215) : Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin
Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al 'Ala bin
'Abdurrahman dari Bapaknya dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam melewati seorang laki-laki yang sedang menjual makanan, lalu
beliau memasukkan tangan ke dalamnya, dan ternyata beliau tertipu (dalam
keranjang bagian bawah kosong), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun
bersabda: "Bukan dari golongan kami orang yang menipu."

‫ﻴﺴﻰ َﻋ ْﻦ ُﲨَْﻴ ِﻊ ﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤ ٍْﲑ َوَﱂْ ﻳَ ُﺸ ﱠ‬ ِ ِ‫ِ ﱠ‬ ٌ ‫ﺎج َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺷ ِﺮ‬


‫ﻚ‬ َ ‫ﻳﻚ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑْ ِﻦ ﻋ‬ ٌ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺣ ﱠﺠ‬-
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ َﱃ ﻧَِﻘﻴ ِﻊ‬ ِ ِِ
ُ ‫َﻋ ْﻦ َﺧﺎﻟﻪ أَِﰊ ﺑـُْﺮَدةَ ﺑْ ِﻦ ﻧﻴَﺎ ٍر ﻗَ َﺎل اﻧْﻄَﻠَ ْﻘ‬
‫ﺖ َﻣ َﻊ اﻟﻨِ ﱢ‬
َ ‫ﱠﱯ‬
‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ‬ ‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬ ‫ﺎل‬
َ ‫ﻘ‬
َ ‫ـ‬
َ ‫ﻓ‬ ‫ﻒ‬ ِ‫اﻟْﻤﺼﻠﱠﻰ ﻓَﺄَدﺧﻞ ﻳ َﺪﻩ ِﰲ ﻃَﻌ ٍﺎم ﰒُﱠ أَﺧﺮﺟﻬﺎ ﻓَِﺈذَا ﻫﻮ ﻣ ْﻐﺸﻮش أَو ﳐُْﺘﻠ‬
َ ْ ٌ َ ْ ٌ ُ َ َُ َ َ َْ َ ُ َََْ َ ُ
‫َﻣ ْﻦ َﻏﺸﱠﻨَﺎ‬
Artinya:
(AHMAD - 15273) : Telah menceritakan kepada kami Hajjaj telah
menceritakan kepada kami Syarik dari Abdullah bin 'Isa dari Jumai' bin 'Umair dan
tidak ragu dari pamannya, Abu Burdah bin Niyar berkata; saya berangkat bersama
Nabi Shallallahu'alaihiwasallam ke suatu pasar, lalu beliau memasukkan tangannya
ke dalam makanan dan mengeluarkannya. Ternyata makanan tersebut yang baik
hanya di bagian luar atau permukaan (tidak sesuai antara sifat makanan yang
tampak diatas dengan yang dibawah) lalu beliau berkomentar, "Bukan termasuk
dari golongan kita orang yang menipu."

Hadis-hadis yang telah dihimpun dari kitab sumber maka dibutuhkan

kegiatan I’tiba>r24 sebagai pendukung langkah penelitian hadis selanjutnya.

Melalui I’tibar akan terlihat dengan jelas seluruh sanad hadis yang diteliti, serta

mengetahui keadaan sanad hadis ditinjau dari ada atau tidak adanya pendukung

berupa periwayat yang berstatus sya>hid25 atau muta>bi>’26.

akan tetapi penulis hanya akan membatasi penelitian hadis tentang curang

dengan menggunakan satu redaksi hadis dari Sunan Turmudzi:

،‫اﻟﻌﻼَِء ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ‬


َ ‫ َﻋ ِﻦ‬،‫ﻴﻞ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ‬
ِ ِ
ُ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ إ ْﲰَﺎﻋ‬
ْ ‫ أ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋﻠِ ﱡﻲ ﺑْ ُﻦ ُﺣ ْﺠ ٍﺮ‬
‫ﺻْﺒـَﺮةٍ ِﻣ ْﻦ‬ ِ
ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻣﱠﺮ َﻋﻠَﻰ‬
ِ َ ‫ أَ ﱠن رﺳ‬،‫ ﻋﻦ أَِﰊ ﻫﺮﻳـﺮَة‬،‫ﻋﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ‬
َ ‫ﻮل اﷲ‬ َُ َ َْ ُ ْ َ َْ
،‫ َﻣﺎ َﻫ َﺬا؟‬،‫ﺐ اﻟﻄﱠ َﻌ ِﺎم‬ ِ ‫ ﻳﺎ‬:‫ﺎل‬ ِ
َ ‫ﺻﺎﺣ‬ َ َ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،ً‫َﺻﺎﺑِﻌُﻪُ ﺑَـﻠَﻼ‬ َ ‫ﺖأ‬ ْ َ‫ ﻓَـﻨَﺎﻟ‬،‫ ﻓَﺄ َْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓ َﻴﻬﺎ‬،‫ﻃَ َﻌ ٍﺎم‬
،‫ﱠﺎس‬ ‫ﻨ‬ ‫اﻟ‬ ‫اﻩ‬‫ﺮ‬ ‫ـ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﱴ‬ ‫ﺣ‬ ِ ‫ أَﻓَﻼَ ﺟﻌ ْﻠﺘَﻪُ ﻓَـﻮ َق اﻟﻄﱠﻌ‬:‫ﺎل‬
‫ﺎم‬ ‫ﻗ‬ ، ِ‫ﻮل اﷲ‬ َ ‫َﺻﺎﺑَـْﺘﻪُ اﻟ ﱠﺴ َﻤﺎءُ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬
ُ ُ َ َ ‫ﱠ‬ َ َ ْ َ َ َ َ َ ‫ أ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ﻗ‬
،‫ﺎس‬ ٍ ‫ َواﺑْ ِﻦ َﻋﺒﱠ‬،‫ َوأَِﰊ اﳊَ ْﻤَﺮ ِاء‬،‫ﺎب َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ‬
ِ ‫ وِﰲ اﻟﺒ‬.‫ﺶ ﻓَـﻠَْﻴﺲ ِﻣﻨﱠﺎ‬
َ َ َ ‫ َﻣ ْﻦ َﻏ ﱠ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ﰒُﱠ ﻗ‬

24
Kata ‫ اﻋﺘﺒﺎر‬merupakan mas}dar dari ‫اﻋﺘﺒﺎر‬-‫ﻳﻌﺘﱪ‬-‫ اﻋﺘﱪ‬yang berarti menjelaskan atau
memberitahukan. Lihat Maji>d al-Di>n Muh}ammad bin Ya’qu>b al-Fairu>z, al-Qamu>s al-Muh}i>t}, Cet. II;
Beiru>t: Muasasah al-Risa>lah, h. 434. Atau peninjauan terhadap berbagai h dengan maksud untuk
dapat diketahui sesuatu yang sejenis. Lihat M.Syuhudi Ismail, “Metodologi Penelitian Hadis Nabi”,
(cet. I; Jakarta:Bulan Ibntang, 1992), h. 51, sedangkan menurut istilah, al-I’tiba>r adalah menyetarakan
sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya
terdapat seorang periwayat saja; dan dengan menyetarakan sanad-sanad yang lain tesebut akan dapat
diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis
dimaksud. Lihat M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.51.
25
Sya>hid adalah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai sahabat
Nabi. Lihat M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.51.
26
Muta>bi>’ adalah periwayat pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi. Lihat
M.Syuhudi Ismail,Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.51.
‫ﻳﺚ َﺣ َﺴ ٌﻦ‬ ٌ ‫ﻳﺚ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة َﺣ ِﺪ‬ ِ ِ ‫ وﺣ َﺬﻳـ َﻔﺔَ ﺑ ِﻦ اﻟﻴﻤ‬،‫ وأَِﰊ ﺑـﺮد َة ﺑ ِﻦ ﻧِﻴﺎ ٍر‬،‫وﺑـﺮﻳ َﺪ َة‬
ُ ‫ َﺣﺪ‬.‫ﺎن‬ َ َ ْ ْ ُ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َُ َ
.‫ام‬ ‫ اﻟﻐِ ﱡ‬:‫ َوﻗَﺎﻟُﻮا‬،‫ﺶ‬
ٌ ‫ﺶ َﺣَﺮ‬ ‫اﻟﻌ َﻤ ُﻞ َﻋﻠَﻰ َﻫ َﺬا ِﻋْﻨ َﺪ أ َْﻫ ِﻞ اﻟﻌِْﻠ ِﻢ َﻛ ِﺮُﻫﻮا اﻟﻐِ ﱠ‬
َ ‫ َو‬,‫ﻴﺢ‬
ِ
ٌ ‫ﺻﺤ‬ َ
Artinya:
(TIRMIDZI - 1236) : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr, telah
mengabarkan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Al 'Ala` bin Abdurrahman dari
ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati
setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan jari-jarinya
mengenai sesuatu yang basah, beliau pun mengatakan: "Wahai pemilik makanan, apa
ini?" ia menjawab; Terkena hujan, wahai Rasulullah. Beliau mengatakan: "Mengapa
engkau tidak menempatkannya di atas makanan ini hingga orang-orang
melihatnya?" kemudian beliau bersabda: "Barangsiapa berbuat curang, ia tidak
termasuk golongan kami." Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari
Umar, Abu Al Hamra`, Ibnu Abbas, Abu Burdah bin Niyar dan Hudzaifah bin Al
Yaman. Abu Isa berkata; Hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih dan
menjadi pedoman amal menurut para ulama, mereka memakruhkan perbuatan
curang, mereka mengatakan; Perbuatan curang adalah haram.
Dari penelitian redaksi hadis ini terdapat Syahid dalam kalangan sahabat

yaitu Abu al-Hamra ( Hilal bin al-Harist), Ibnu Umar ( Abdullah bin Umar bin Al-

Khattab bin Nufail), dan Hani’ bin Niya>r bin ‘Amru. Dan juga terdapat Mutabi pada

kalangan setelah sahabat yaitu Nufa’I bin al-Haris}, Nafi’ Maulana ibn Umar, dan

Juma’I bin Umar bin Affaq.

c. Naqd al-Hadis
1. Kritik Sanad

Kritik sanad menjadi salah satu kegiatan urgen untuk menguji validitas

sebuah hadis.kemurnian serta keabsahan hadis tersebut dapat diketahui dengan

merujuk pada metode kritik sanad yaitu:,


1. Ittis}al> al-sanad, yaitu melacak silsilah serta biografi perawi antara guru dan

murid guna menguji ketersambungan proses periwayatan yang ditandai dengan

penggunaan s}igah al-tah}ammul.

2. S|iqah, yakni mencermati penilaian ulama akan integritas seorang perawi (al-

‘ada>lah) serta kecerdasan dan kepandaiaanya dalam memelihara hadis (al-


d}abt).
3. Terhindar dari sya>dz dan ‘Illah.

Beberapa hadis yang penulis paparkan dengan beberapa jalur sanadnya. Oleh

karena itu perlu kiranya penulis menentukan jalur sanad yang menjadi objek kajian

pada kritik sanad. Hadis pada Sunan Tirmidzi menjadi pilihan objek sanad yang

diteliti;
‫ َﻋ ِﻦ ا َﻟﻌﻼَِء ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ‬،‫ﻴﻞ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ‬ ُ
ِ ‫ أَﺧﺒـﺮﻧَﺎ إِ ْﲰ‬:‫ﺎل‬
‫ﺎﻋ‬ َ َ َ ْ َ ‫ﻗ‬
َ ، ‫ﺮ‬ٍ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋﻠِ ﱡﻲ ﺑْ ُﻦ ُﺣ ْﺠ‬
ٍ‫ﺻْﺒـﺮة‬ ‫ﻰ‬ َ‫ﻠ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﺮ‬
‫ﱠ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﱠ‬
‫ﻠ‬ ‫ﺳ‬ ‫و‬ ِ
‫ﻪ‬ ‫ﻴ‬َ‫ﻠ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﱠ‬
‫ﻠ‬ ‫اﻟ‬ ‫ﻰ‬ ‫ﱠ‬
‫ﻠ‬ ‫ﺻ‬ ِ
‫اﷲ‬ ‫ﻮل‬
َ ‫ﺳ‬ ‫ر‬ ‫ﱠ‬
‫ن‬ َ‫أ‬ ، ‫ة‬
َ‫ﺮ‬‫ـ‬ ‫ﻳ‬
‫ﺮ‬ ‫ﻫ‬ ِ
‫َﰊ‬‫أ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻋ‬ ، ِ ِ‫ ﻋﻦ أَﺑ‬،‫اﻟﱠﺮ ْﲪ ِﻦ‬
‫ﻴﻪ‬
َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ُ َ ْ
ََ ُ ْ َ َْ َ
‫ َﻣﺎ‬،‫ﺐ اﻟﻄﱠ َﻌ ِﺎم‬ ِ
‫ﺎﺣ‬ ‫ﺻ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬ : ‫ﺎل‬
َ ‫ﻘ‬
َ ‫ـ‬
َ ‫ﻓ‬ ، ‫ﻼ‬
ً ‫ﻠ‬
َ ‫ـ‬‫ﺑ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻌ‬ ِ‫َﺻﺎﺑ‬ ‫أ‬ ‫ﺖ‬ ‫ﻟ‬
َ ‫ﺎ‬ ‫ﻨ‬ ‫ـ‬
َ ‫ﻓ‬ ،‫ﺎ‬ ‫ﻴﻬ‬ ِ
‫ﻓ‬ ‫ﻩ‬ ‫ﺪ‬
َ ‫ﻳ‬ ‫ﻞ‬ ‫ﺧ‬ ‫َد‬ ‫ﺄ‬ ‫ﻓ‬
َ ، ٍ ‫ِﻣﻦ ﻃَﻌ‬
‫ﺎم‬
َ َ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ
ِ ِ
ُ‫ أَﻓَﻼَ َﺟ َﻌ ْﻠﺘَﻪُ ﻓَـ ْﻮ َق اﻟﻄﱠ َﻌﺎم َﺣ ﱠﱴ ﻳَـَﺮاﻩ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫ﻮل اﷲ‬ َ ‫َﺻﺎﺑَـْﺘﻪُ اﻟ ﱠﺴ َﻤﺎءُ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬ َ ‫ أ‬:‫ ﻗَﺎ َل‬،‫َﻫ َﺬا؟‬
‫ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ‬ َ ‫ﺶ ﻓَـﻠَْﻴ‬‫ َﻣ ْﻦ ﻏَ ﱠ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﰒُﱠ ﻗ‬،‫ﱠﺎس‬
ُ ‫اﻟﻨ‬

1. ‘Ali bin hujjar bin iyyas as su’di (‘ali bin hujjar bin iyyas bin maqotil bin

mukhodis bin musyfiroj bin khalid adalah seorang al hafizh yang memiliki

nama kunyah Abu hasan,beliau memiliki nasab As Su’di,Al Marwazi,Al

Hafizh,Az Zarzami,Al’Absyi. Abu Hasan tinggal di Baghdad dan sempat

singgah di beberapa tempat seperti Maru,Zarzam,dan Khurosan. Beliau lahir

pada tahun 154H, Ia adalah seorang Huffadz dan imam Hujjah yang terkenal di

desanya, ia wafat didesa yang ia tinggali pada tahun 241H. Komentar Ulama
Hadis Menurut Al-Sama'ani ia berkata tentang Ali bin Hajar bin Saad bin Iyas

Al-Zarzmi dulu tinggal di desa ini, dan di sana dia meninggal, dan makamnya

terkenal dan dikunjungi, dan dia adalah seorang imam hujjah.27 Sedangkan

menurut Ibnu Hajar bahwa ‘Ali ibn hujar adalah seorang yang Tsiqah Hafidz.28

2. Ismail bin Ja’far bin Abi Katsir,nasab lengkap nya adalah Abu Ishaq Ismail bin

ja’far Bin abi katsir al-anshari,beliau adalah seorang imam,al-hadid,ats-

tsiqah,yang lahir pada tahun kisaran 100H awal, Ismail bin Ja’far merupakan

seorang yang Tsiqah dan pemilik 500 hadits yang didengar orang-orang, Ia

merupakan seorang penduduk Madinah yang menetap disana hingga ia wafat

pada tahun 180 H. Ia mendengarkan hadis dari ‘Abdullah bin Dinar, Abu

Thuwalah ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman, Al-‘Ala bin Abdurrahman Al-Huraqi,

Humaid Ath-thawil, ‘Amr bin Abi’Amr, Rabi’ah Bin Abi ‘Abdirrahman,

Hisyam Bin Urwah , dan beberapa orang dari thabaqat mereka. Diantara

orang-orang yang mengambil Riwayat darinya adalah Qutaibah bin Sa’id, ‘Ali

bin Hujr, Muhammad bin Salam Al-Bikandi, Ibrahim bin ‘Abdillah Al-Harwi.

Ismail bin Ja’far menurut Abd al-Rahman memberi tahu kami, dia berkata:

Abu Zara'a ditanya tentang Ismail bin Jaafar, dan dia berkata: Dia berutang

kepercayaan padaku Kemudian Ahmad, Abu Zur`ah, dan An-Nasa'i berkata:

27
‘Alā’ al-Dīn Muglaṭāy ibn Qalīj ibn ‘Abd Allāh ibn al-Bakjariy al-Miṣriy al-Ḥakariy al-
Ḥanafiy, Ikmāl Tahżīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, Ed. Muḥammad ‘Uṡmān, Jilid IX (Beirut: Dāral-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 2011), h. 286
28
Muḥammad ibn Ḥibbān ibn Aḥmad ibn Ḥibbān ibn Mu‘āż ibn Ma‘bad al-Tamīmiy Abū
Ḥātim al-Dārimiy al-Bustiy, al-Ṡiqāt, Ed. Muḥammad ‘Abd al-Mu‘īd Khān , Jilid III(Heydarabad:
Dā’irah al-Ma‘ārif al-‘Uṡmāniyah, 1973), h. 406
Dia dapat dipercaya.29 Dan Abdullah Ahmad bin Hanbal mengatakan atas

otoritas ayahnya, Abu Zur'ah, dan Al- Nasa'i: Dia dapat dipercaya.30

3. Al-‘Alaa bin Abdul Rahman bin Yaqoub adalah seorang perawi hadis yang

memiliki nama kunyah Abu Shebl,beliau memiliki nasab Al-Harqi,dan Al-

Madani. Ibu dari Al’ala adalah seorang budak dan ayahnya adalah pria dari Al-

Harqa dari al-juhayna, Al’ala memiliki anak yang bernama Shibl bin Al’ala bin

Abdurrahman , Al’ala termasuk perawi yang banyak meriwayatkan hadis nabi

shalallahu’alaihi wasallam, Beliau Wafat pada kisaran tahun 130+-139 H.

Komentar mengenai Al’ala bin Abdurrahman bin Yaqub diantarnya adalah

pendapat Abd al-Rahman,Saya Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin

Hanbal, seperti yang dia tulis kepada saya. Dia berkata: Ayah saya berkata:

Al-Ala bin Abd al-Rahman dapat dipercaya, dan kami belum pernah

mendengar ada yang menyebut Al- Ala dengan niat jahat, dia berkata: Saya

bertanya kepada ayah saya tentang Al-Ala dan Suhail, dan dia berkata: Al- Ala

di atas Suhail. Dari Abd al-Rahman, dari Harb bin Ismail, menurut apa yang

dia tulis kepada saya, dia berkata: Ahmad bin Hanbal berkata: (Al-Ala bin Abd

al-Rahman berada di atas Suhail dan di atas Muhammad bin Amr.31 Sedangkan

Abdullah bin Ahmad berkata, atas otoritas ayahnya: Dia dapat dipercaya, dan

saya belum pernah mendengar ada orang yang menyebut dia buruk. Dia

berkata: Saya bertanya kepada ayah saya tentang Al-Ala dan Suhail, dan dia

29
Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‘Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad ibn Ḥajar al-‘Asqalāniy, Tahżīb
al-Tahżīb, jilid 1 (India: Dā’irah al-Ma‘ārif al-Niẓāmiyah, 1326 H.), h. 145.
30
Yūsuf ibn ‘Abd al-Raḥmān ibn Yūsuf Abū al-Ḥajjāj Jamāl al-Dīn ibn al-Zakiy Abī
Muḥammad al-Qaḍā‘iy al-Kalbiy al-Mazziy, Tahżīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, Ed. Basysyār ‘Awād
Ma‘rūf jilid 3 (Beirut: Mu’assasah al- Risālah, 1980), h. 56.
31
Abū Muḥammad ‘Abd al-Raḥmān ibn Idrīs ibn al-Munżir al-Tamīmiy al-Ḥanẓaliy al-
Rāziy ibn Abī Ḥātim, al-Jarh wa al-Ta‘dīl, (Beirut: Dār Iḥyā’ al-Turāṡ al-‘Arabiy, 1952), h. 345.
berkata: Al-Ala di atas Suhail. Maka Harb berkata, atas otoritas Ahmad dan

Zad: Dan di atas Muhammad bin Amr.32

4. Abdurrahman bin Yaqoub adalah seorang Tabi’in yang banyak meriwayatkan

hadis,beliau memiliki nasab Al-madani,Al-juhani,Al-Harqi. Abdurrahman bin

Ya’qub tinggal di Madinah,ia memiliki anak yang Bernama Al’ala yang juga

merupakan seorang rawi hadis, Abdurrahman Wafat pada tahun 101H.

Komentar ulama Hadis mengenai Abdurrahman bin Ya’qub diantaranya adalah

perkataan Ahmad bin Shalih,ia mengatakan bahwa Madani adalah seorang

pengikut yang dapat dipercaya. Sedangkan menurut Abu Awana Al-Isfaraini

memasukkan haditsnya dalam "Sahih" -nya, serta Ibn Hibban dan Al-Hakim.33

5. Abu Hurairah dilahirkan tahun 19 sebelum Hijriyah. Nama Beliau sebelum

memeluk Islam tidaklah diketahui dengan jelas, tetapi pendapat yang masyhur

adalah Abdusy Syam. Sedangkan nama Islam nya yaitu Abdur-Rahman. Beliau

berasal dari qabilah Al-dusi di Yaman. Beliau memeluk Islam pada tahun ke 7

Hijriyah ketika Rasulullah Berangkat menuju Khaibar,Abu Hurairah

merupakan sahabat nabi yang paling banyak meriwayatkan hadisia dipanggil

sebagai Abu Hurairah (ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan

memelihara kucing. Diriwayatkan atsar oleh Imam At-Tirmidzi dengan sanad

yang mauquf hingga Abu Hurairah. Abdullaah bin Raafi' berkata, "Aku

bertanya kepada Abu Hurairah, "Mengapa engkau bernama kuniyah Abu

Hurairah?" Ia menjawab, "Apakah yang kau khawatirkan dariku?" Aku

berkata, "Benar, demi Allah, sungguh aku khawatir terhadapmu." Abu

32
Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‘Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad ibn Ḥajar al-‘Asqalāniy, Tahżīb
al-Tahżīb, h.345.
33
‘Alā’ al-Dīn Muglaṭāy ibn Qalīj ibn ‘Abd Allāh ibn al-Bakjariy al-Miṣriy al-Ḥakariy al-
Ḥanafiy, Ikmāl Tahżīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, Jilid VIII, h. 257.
Hurairah berkata, "Aku dahulu bekerja menggembalakan kambing keluargaku

dan di sisiku ada seekor kucing kecil (Hurairah). Lalu ketika malam tiba aku

menaruhnya di sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke pohon itu dan

aku bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah

(bapaknya si kucing kecil). Abu Hurairah termasuk salah satu di antara kaum

fakir muhajirin yang tidak memiliki keluarga dan harta kekayaan, yang disebut

Ahlush Shuffah, yaitu tempat tinggal mereka di depan Masjid Nabawi. Abu

Hurairah mempunyai empat anak laki-laki yang bernama Al- Muharrir,

Muharriz, Abdurrahman dan Bilal, serta seorang anak perempuan yang

menikah dengan Said bin Musayyib yaitu salah seorang tokoh tabi'in

terkemuka. Ibnu Hibban menyebutkannya “Al-Thiqat” Ibnu Hibban

menyebutkannya dalam kitab “Al-Thiqat”.

Dari sanad ini terdapat rawi yang penilaian terhadap dirinya sebagai Sadu>q

yang dalam artian jujur tetapi tidak mengindikasikan keakuratan periwayatan yaitu

Al-‘Alaa bin Abdur Rahman bin Yaqu>b, sehingga dalam persyarat hadis sahih

periwayat ini menyebabkan hadis ini dinilai beberapa ulama sebagai hadis hasan

tetapi berdasarkan jalur yang lain yang sama menerangkan hadis serupa menaikan

derajat hadis ini menjadi hadis hasan sahih lighairih, karena memiliki syahid dan

mutabi yang menopang jalur sanad ini.

b) Takhrij Hadis tentang Curang dalam Jual Beli dengan lafal ‫اﺣﺘﻜﺮ‬
34
‫ﻻ ﳛﺘﻜﺮ اﻻ ﺧﺎﻃﺊ‬

34
A.J. Weinsinck, Al-Mu’jam al-Mufahras Li AlFa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi>y, ( Laiden: Baril,
1965 M), h. 489.
139 ,120 ‫م ﻣﺴﺎﻗﺎة‬

40 ‫ د ﺑﻴﻮع‬,48 ‫د ﺑﻴﻮع‬

,,6 ‫ﺟﻪ ﲡﺎرات‬

,,13 ‫دى ﺑﻴﻮع‬

400 ,6 ,454 , 452 , 2 ‫ﺣﻢ‬

Berdasarkan petunjuk dari kitab al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-

Nabawi>y maka dapat diketahui bahwa hadis ini ditemukan sebanyak 10 riwayat.
Dengan rincian 2 riwayat dalam Sahi>h Muslim, 1 riwayat dalam Sunan Abu> Da>wud,

1 riwayat dalam Sunan al-Tirmizi>, 1 riwayat dalam Sunan Ibnu Ma>jah, 1 riwayat

dalam Sunan ad-Da>rami>, dan 4 riwayat dalam Musnad Ahmad.

Adapun riwayat-riwayat dalam al-kutub al-tis’ah sebagai berikut:

1. Riwayat Muslim
‫ َﻋ ْﻦ ُﳏَ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ‬،‫ﻴﻞ‬ ِ ِ ِ ِ ٍ
َ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺣﺎﰎُ ﺑْ ُﻦ إ ْﲰَﺎﻋ‬،‫ﻴﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﻤﺮو ْاﻷَ ْﺷ َﻌﺜ ﱡﻲ‬ ُ ِ‫( َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺳﻌ‬1605) - 130
ِ‫ ﻋﻦ رﺳﻮِل اﷲ‬،ِ‫ ﻋﻦ ﻣﻌﻤ ِﺮ ﺑ ِﻦ ﻋﺒ ِﺪ اﷲ‬،‫ﺐ‬ ِِ ٍ ِ
َُ َْ َْ ْ َ ْ َ ْ َ ِ ‫ َﻋ ْﻦ َﺳﻌﻴﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْ ُﻤ َﺴﻴﱢ‬،‫ َﻋ ْﻦ ُﳏَ ﱠﻤﺪ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َﻋﻄَﺎء‬،‫َﻋ ْﺠ َﻼ َن‬
‫ َﻋ ْﻦ‬،‫َﺻ َﺤﺎﺑِﻨَﺎ‬ ِ َ َ‫ ﻗ‬:‫ﺎل إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ‬ ِ ‫ِ ِﱠ‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
ُ ‫وﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ ﺑـَ ْﻌ‬
ْ ‫ﺾأ‬ َ :‫ﺎل ُﻣ ْﺴﻠ ٌﻢ‬ ُ َ ْ َ َ‫ َﻻ َْﳛﺘَﻜ ُﺮ إﻻ َﺧﺎﻃ ٌﺊ ﻗ‬:‫ﺎل‬ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ َﻋ ْﻦ َﺳﻌﻴﺪ ﺑْ ِﻦ‬،‫ َﻋ ْﻦ ُﳏَ ﱠﻤﺪ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮو‬،‫ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َْﳛ َﲕ‬،‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﺧﺎﻟ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒﺪ اﷲ‬ ٍ
ْ ‫ أ‬،‫َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻮن‬
:‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬
َ ‫ﻮل اﷲ‬ ُ َ َ َ‫ ﻗ‬:‫ﺎل‬َ َ‫ ﻗ‬،‫ﺐ‬ ‫َﺣ ِﺪ ﺑَِﲏ َﻋ ِﺪ ﱢ‬
ٍ ‫ي ﺑْ ِﻦ َﻛ ْﻌ‬ َ ‫ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ِﺮ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ َﻣ ْﻌ َﻤ ٍﺮ أ‬،‫ﺐ‬ ِ ‫اﻟْﻤﺴﻴﱢ‬
َُ
35 ِ ِ
(‫ َﻋ ْﻦ َْﳛ َﲕ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬،‫ﻓَ َﺬ َﻛَﺮ ﲟﺜْ ِﻞ َﺣﺪﻳﺚ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ َن ﺑْ ِﻦ ﺑَِﻼ ٍل‬ ِِ
2. Riwayat Muslim

35
Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ry, S|ah}ih} Muslim, Juz III (Beirut:
Da>r Ih}ya‘ al-Tura>s\ al-‘arabi>, t.th.), h. 1228.
‫ﺐ‪َ ،‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ ُن ﻳـَ ْﻌ ِﲏ اﺑْ َﻦ ﺑَِﻼ ٍل‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َْﳛ َﲕ َوُﻫ َﻮ‬ ‫‪َ (1605) -129‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﷲِ ﺑْﻦ َﻣﺴﻠَﻤﺔَ ﺑْ ِﻦ ﻗَـ ْﻌﻨَ ٍ‬
‫ُ ْ َ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‪:‬‬ ‫ﺎل رﺳ ُ ِ‬ ‫ﱢث أَ ﱠن َﻣ ْﻌ َﻤًﺮا‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫ﻴﺪ ﺑْﻦ اﻟْﻤﺴﻴﱢ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اﺑﻦ ﺳﻌِ ٍ‬
‫ﻮل اﷲ َ‬ ‫ﺎل‪ :‬ﻗَ َ َ ُ‬ ‫ﺐ‪ُ ،‬ﳛَﺪ ُ‬ ‫ﺎل‪َ :‬ﻛﺎ َن َﺳﻌ ُ ُ ُ َ‬ ‫ﻴﺪ‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫ُْ َ‬
‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﱢث َﻫ َﺬا‬‫ﺎل َﺳﻌِﻴ ٌﺪ‪ :‬إِ ﱠن َﻣ ْﻌ َﻤًﺮا اﻟﱠﺬي َﻛﺎ َن ُﳛَﺪ ُ‬ ‫ﱠﻚ َْﲢﺘَ ِﻜ ُﺮ‪ ،‬ﻗَ َ‬‫ﻴﻞ ﻟ َﺴﻌِﻴﺪ‪ :‬ﻓَِﺈﻧ َ‬ ‫ِ‬
‫» َﻣ ِﻦ ْ‬
‫اﺣﺘَ َﻜَﺮ ﻓَـ ُﻬ َﻮ َﺧﺎﻃ ٌﺊ« ‪ ،‬ﻓَﻘ َ‬
‫‪36‬‬
‫ﻳﺚ‪َ ،‬ﻛﺎ َن َْﳛﺘَ ِﻜ ُﺮ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ (‬ ‫ِْ‬
‫اﳊَﺪ َ‬
‫‪3.‬‬ ‫‪Riwayat Abu> Da>ud‬‬
‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﺧﺎﻟِ ٌﺪ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َْﳛ َﲕ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ ُﳏَ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َﻋﻄَ ٍﺎء‪،‬‬ ‫ِ‬
‫ﺐ ﺑْ ُﻦ ﺑَﻘﻴﱠﺔَ‪ ،‬أ ْ‬ ‫‪َ - 3447‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َوْﻫ ُ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ‬ ‫ﺎل رﺳ ُ ِ‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ‬ ‫ﺎل‪ :‬ﻗَ َ َ ُ‬ ‫ﺐ ﻗَ َ‬ ‫َﺣ ِﺪ ﺑَِﲏ َﻋ ِﺪ ﱢ‬
‫ي ﺑْ ِﻦ َﻛ ْﻌ ٍ‬ ‫ﺐ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ِﺮ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ َﻣ ْﻌ َﻤ ٍﺮ‪ ،‬أ َ‬‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْﻤﺴﻴﱢ ِ‬
‫َُ‬
‫ﻋﻦ ﺳﻌِ ِ‬
‫َْ َ‬
‫ﺎل َوَﻣ ْﻌ َﻤٌﺮ‪َ » :‬ﻛﺎ َن َْﳛﺘَ ِﻜ ُﺮ« ‪،‬‬ ‫ﱠﻚ َْﲢﺘَ ِﻜ ُﺮ« ‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫ﺖ ﻟ َﺴﻌِﻴﺪ‪» :‬ﻓَِﺈﻧ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‪َ» :‬ﻻ َْﳛﺘَﻜ ُﺮ إِﱠﻻ َﺧﺎﻃ ٌﺊ« ﻓَـ ُﻘ ْﻠ ُ‬
‫ﺎل ْاﻷَوز ِ‬ ‫ﺶ اﻟﻨ ِ‬ ‫ِِ‬
‫اﻋ ﱡﻲ‪" :‬‬ ‫ﺎل أَﺑُﻮ َد ُاوَد‪ :‬ﻗَ َ ْ َ‬ ‫ﱠﺎس« ‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫ﺎل‪َ » :‬ﻣﺎ ﻓﻴﻪ َﻋْﻴ ُ‬ ‫اﳊُﻜَْﺮةُ‪ ،‬ﻗَ َ‬
‫َﲪَ َﺪ َﻣﺎ ْ‬ ‫ﺖأْ‬ ‫ﺎل أَﺑُﻮ َد ُاوَد‪َ :‬و َﺳﺄَﻟْ ُ‬‫ﻗَ َ‬
‫ِ‬
‫اﻟْ ُﻤ ْﺤﺘَﻜ ُﺮ‪َ :‬ﻣ ْﻦ ﻳـَ ْﻌ َِﱰ ُ‬
‫‪37‬‬
‫ﻮق " )رواﻩ اﰊ داود (‬ ‫ض اﻟ ﱡﺴ َ‬
‫‪4.‬‬ ‫>‪Riwayat Tirmizi‬‬

‫ﺎق‪َ ،‬ﻋ ْﻦ‬ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ إِ ْﺳ َﺤ َ‬


‫ﺎل‪ :‬أ ْ‬ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ ﻳَِﺰ ُ‬
‫ﻳﺪ ﺑْ ُﻦ َﻫ ُﺎرو َن ﻗَ َ‬ ‫ﺎل‪ :‬أ ْ‬ ‫ﺼﻮٍر ﻗَ َ‬ ‫‪َ - 1267‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ إِ ْﺳ َﺤ ُ‬
‫ﺎق ﺑْ ُﻦ َﻣْﻨ ُ‬
‫ﺎل‪َِ :‬ﲰﻌﺖ رﺳ َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ُﳏ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ‪ ،‬ﻋﻦ ﺳﻌِ ِ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ‬ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ‬ ‫ﻀﻠَﺔَ ﻗَ َ ْ ُ َ ُ‬ ‫ﺐ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ِﻦ ﻧَ ْ‬ ‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ اﳌﺴﻴﱢ ِ‬
‫َُ‬ ‫َ ْ َْ َ َ ْ َ‬
‫ﱠﻚ َْﲢﺘَ ِﻜ ُﺮ‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫ﺎل َوَﻣ ْﻌ َﻤٌﺮ ﻗَ ْﺪ‬ ‫ﺖ ﻟ َﺴﻌِﻴﺪ‪ :‬ﻳَﺎ أَﺑَﺎ ُﳏَ ﱠﻤﺪ إِﻧ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﻮل‪َ» :‬ﻻ َْﳛﺘَﻜ ُﺮ إِﱠﻻ َﺧﺎﻃ ٌﺊ« ﻓَـ ُﻘ ْﻠ ُ‬ ‫اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳـَ ُﻘ ُ‬
‫ﻂ وَْﳓﻮ َﻫ َﺬا‪ :‬وِﰲ اﻟﺒ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ اﳌﺴﻴﱢ ِ‬ ‫َﻛﺎ َن َﳛﺘ ِﻜﺮ‪ :‬وإِﱠﳕَﺎ رِوي ﻋﻦ ﺳﻌِ ِ‬
‫ﺎب َﻋ ْﻦ‬ ‫َ َ‬ ‫اﳋَﺒَ َ َ َ‬ ‫ﺖ َو ْ‬ ‫ﺐ أَﻧﱠﻪُ َﻛﺎ َن َْﳛﺘَﻜ ُﺮ اﻟﱠﺰﻳْ َ‬ ‫َُ‬ ‫َْ ُ َ ُ َ َ ْ َ‬
‫اﻟﻌ َﻤ ُﻞ َﻋﻠَﻰ َﻫ َﺬا ِﻋْﻨ َﺪ أ َْﻫ ِﻞ‬ ‫ﻳﺚ ﺣﺴﻦ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﻴﺢ َو َ‬‫ﺻﺤ ٌ‬ ‫ﻳﺚ َﻣ ْﻌ َﻤ ٍﺮ َﺣﺪ ٌ َ َ ٌ َ‬ ‫ﻋُ َﻤَﺮ‪َ ،‬و َﻋﻠ ﱟﻲ‪َ ،‬وأَِﰊ أ َُﻣ َﺎﻣﺔَ‪َ ،‬واﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َو َﺣﺪ ُ‬
‫س‬ ‫ِ‬
‫ﺎل اﺑْ ُﻦ اﳌُﺒَ َﺎرك‪َ :‬ﻻ ﺑَﺄْ َ‬ ‫ﻀ ُﻬ ْﻢ ِﰲ ِاﻻ ْﺣﺘِ َﻜﺎ ِر ِﰲ َﻏ ِْﲑ اﻟﻄﱠ َﻌ ِﺎم وﻗَ َ‬ ‫ﺺ ﺑـَ ْﻌ ُ‬ ‫ِ‬
‫اﺣﺘ َﻜ َﺎر اﻟﻄﱠ َﻌﺎم‪َ ،‬وَر ﱠﺧ َ‬
‫اﻟﻌِْﻠ ِﻢ َﻛ ِﺮﻫﻮا ِ‬
‫ُ ْ‬
‫‪38‬‬ ‫ِ‬ ‫ﺑِ ِﺎﻻﺣﺘِ َﻜﺎ ِر ِﰲ اﻟ ُﻘﻄْ ِﻦ‪ ،‬واﻟ ﱢﺴﺨﺘِﻴ ِ‬
‫ﻚ )رواﻩ اﻟﱰﻣﺬي (‬ ‫ﺎن َوَْﳓ ِﻮ ذَﻟ َ‬ ‫َ َْ‬ ‫ْ‬
‫‪5.‬‬ ‫‪Riwayat Ibnu Ma>jah‬‬

‫‪36‬‬
‫‪Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ry, S|ah}ih} Muslim, Juz III, h.‬‬
‫‪1227.‬‬
‫‪37‬‬
‫‪Abu> Da>wud Sulaima>n bin al-Asyas\ bin Ish}a>k bin Basyir bin Syida>d bin ‘Amru al-Azadi> al-‬‬
‫‪Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>wud, Juz III, (Beirut: al-Maktabah al-As\ariyah, t.th.), h. 271.‬‬
‫‪38‬‬
‫‪Muh}ammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin al-D{ah}a>k al-Turmuz\i>, Juz III (Mesir: Syirkah‬‬
‫‪Maktabah wa Mutabbiah Must}afa al-Ba>b al-H{alabi>, 1395 H/1975 M), h. 559.‬‬
‫ﺎق‪َ ،‬ﻋ ْﻦ ُﳏَ ﱠﻤ ِﺪ‬
‫ﻳﺪ ﺑْ ُﻦ َﻫ ُﺎرو َن‪َ ،‬ﻋ ْﻦ ُﳏَ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ إِ ْﺳ َﺤ َ‬‫ﺎل‪َ :‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳَِﺰ ُ‬
‫‪َ - 2154‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﺷْﻴﺒَﺔَ ﻗَ َ‬
‫ﺎل رﺳ ُ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ‪ ،‬ﻋﻦ ﺳﻌِ ِ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ‬ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ‬ ‫ﺎل‪ :‬ﻗَ َ َ ُ‬ ‫ﺐ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ِﻦ ﻧَ ْ‬
‫ﻀﻠَﺔَ‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْﻤﺴﻴﱢ ِ‬
‫َُ‬ ‫ْ َْ َ َ ْ َ‬
‫‪39‬‬
‫ﺎﻃ ٌﺊ«) رواﻩ اﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ (‬ ‫ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ‪َ» :‬ﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ ِ‬
‫ْ ُ َ‬ ‫َْ ََ َ‬
‫‪6.‬‬ ‫‪Riwayat ad-Darimy‬‬
‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ‬‫ﺎق‪ ،‬ﻋﻦ ُﳏ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ‪ ،‬ﻋﻦ ﺳﻌِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍِ‬
‫َﲪَ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺧﺎﻟﺪ‪َ ،‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ إ ْﺳ َﺤ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ‬ ‫‪َ - 2585‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أ ْ‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ‫ي‪ ،‬ﻗَ َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺖ َر ُﺳ َ‬
‫ﺎل‪َ :‬ﲰ ْﻌ ُ‬ ‫ﺐ‪] ،‬ص‪َ [1657:‬ﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ِﻦ ﻧَﺎﻓ ِﻊ ﺑْ ِﻦ ﻧَ ْ‬
‫ﻀﻠَﺔَ اﻟْ َﻌ َﺪ ِو ﱢ‬ ‫اﻟْﻤﺴﻴﱢ ِ‬
‫َُ‬
‫‪40‬‬
‫ﺎﻃ ٌﺊ« )رواﻩ اﻟﺪارﻣﻲ (‬ ‫ﻮل‪َ» :‬ﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ ِ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَـ ُﻘ ُ‬
‫ْ ُ َ‬ ‫َ‬
‫‪7.‬‬ ‫‪Riwayat Ah}mad‬‬
‫ﺎق ‪ ،‬ﻋﻦ ُﳏ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ اﻟﺘـﱠﻴ ِﻤﻲ ‪ ،‬ﻋﻦ ﺳﻌِ ِ‬
‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْﻤﺴﻴﱠ ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺐ‪،‬‬ ‫َُ‬ ‫ﺎل ‪َ :‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ إ ْﺳ َﺤ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ ْ ﱢ َ ْ َ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳَِﺰ ُ‬
‫ﻳﺪ ‪ ،‬ﻗَ َ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳـَ ُﻘ ُ‬
‫ﻮل ‪ :‬ﻻَ‬ ‫ﺎل ‪َِ :‬ﲰﻌﺖ رﺳ َ ِ‬ ‫ﻀﻠَﺔَ اﻟْ ُﻘَﺮِﺷ ﱢﻲ ‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫ﻋﻦ ﻣﻌﻤ ِﺮ ﺑ ِﻦ ﻋﺒ ِﺪ ِ‬
‫اﷲ ﺑْ ِﻦ ﻧَ ْ‬
‫ﻮل اﷲ َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫َ ْ َ ْ َ ْ َْ‬
‫‪41‬‬ ‫ِ ِ‬
‫ﺎﻃﺊ‪) .‬رواﻩ اﲪﺪ (‬ ‫َْﳛﺘَﻜ ُﺮ إﻻﱠ َﺧ ٌ‬
‫‪8. Riwayat Ah}mad‬‬
‫ﺎق ‪ ،‬ﻋﻦ ُﳏ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ ‪ ،‬ﻋﻦ ﺳﻌِ ِ‬
‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ‬ ‫ِ‬
‫ﺎل ‪َ :‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ إ ْﺳ َﺤ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎﻩُ َﻋْﺒ َﺪةُ ﺑْ ُﻦ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ َن ‪ ،‬ﻗَ َ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻻَ َْﳛﺘَ ِﻜ ُﺮ إِﻻﱠ‬ ‫ﺎل رﺳ ُ ِ‬
‫ﻮل اﷲ َ‬ ‫ﺎل ‪ :‬ﻗَ َ َ ُ‬ ‫ﺐ ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﷲِ اﻟْ َﻌ َﺪ ِو ﱢ‬
‫ي ‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫اﻟْﻤﺴﻴﱠ ِ‬
‫َُ‬
‫‪42‬‬
‫ﺎﻃﺊ‪) .‬رواﻩ اﲪﺪ (‬ ‫َﺧ ٌ‬
‫‪9. Riwayat Ah}mad‬‬
‫ﺎق ‪ ،‬ﻋﻦ ُﳏ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ ‪ ،‬ﻋﻦ ﺳﻌِ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ ‪َ ،‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ ُﳏَ ﱠﻤﺪ ﺑْ ِﻦ إ ْﺳ َﺤ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ‪ :‬ﻻَ َْﳛﺘَ ِﻜ ُﺮ إِﻻﱠ‬ ‫ﺎل رﺳ ُ ِ‬
‫ﻮل اﷲ َ‬ ‫ﺎل ‪ :‬ﻗَ َ َ ُ‬ ‫ﺐ ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ٍﺮ ‪َ ،‬ر ُﺟ ٍﻞ ِﻣ ْﻦ ﻗـَُﺮﻳْ ٍ‬
‫ﺶ ‪ ،‬ﻗَ َ‬ ‫اﻟْﻤﺴﻴﱠ ِ‬
‫َُ‬
‫‪43‬‬
‫ﺎﻃﺊ‪ ).‬رواﻩ اﲪﺪ (‬
‫َﺧ ٌ‬
‫‪39‬‬
‫‪Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad bin Yazi>d al-Qazwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah, Juz II‬‬
‫‪(Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.), h. 728.‬‬
‫‪40‬‬
‫‪Abdullah Ibn Muh}ammad Abu> Muh}ammad al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi,‬‬ ‫;‪Juz III(cet.I‬‬
‫>‪Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi>, 1407) h. 1656 , selanjutnya disebut al-Da>rimi‬‬
‫‪41‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin Asad al-Syaiba>ni>, Musnad‬‬
‫‪Ah}mad bin H{anbal, Juz VI (Beirut: ‘A>lim al-Kitab, 1419 H/1998 M), h. 400.‬‬
‫‪42‬‬
‫‪Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin Asad al-Syaiba>ni>, Musnad‬‬
‫‪Ah}mad bin H{anbal, Juz VI, h. 400‬‬
10. Riwayat Ah}mad
ِ ِ‫ ﻋﻦ ﺳﻌ‬، ‫ﻴﺪ‬
ِ ‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْﻤﺴﻴﱠ‬
‫ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ٍﺮ‬، ‫ﺐ‬ ٍ ِ‫ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ َﳛﲕ ﺑﻦ ﺳﻌ‬: ‫ﺎل‬ ٍ ِ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ َﳛﲕ ﺑﻦ ﺳﻌ‬
‫ﻴﺪ اﻷ َُﻣ ِﻮ ﱡ‬
َُ َ َْ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ َ‫ ﻗ‬، ‫ي‬ َ ُ ْ َْ َ َ
44 ِ ِ ِ ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬
(‫ﺎﻃﺊ )رواﻩ اﲪﺪ‬ ٌ ‫ ﻻَ َْﳛﺘَﻜ ُﺮ إﻻﱠ َﺧ‬: ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ ‫ﻮل اﷲ‬ ُ َ َ َ‫ ﻗ‬: ‫ﺎل‬ ‫اﻟْ َﻌ َﺪ ِو ﱢ‬
َ َ‫ ﻗ‬، ‫ي‬

a) Kritik Sanad

Dari kesepuluh sanad yang terdapat dalam kutub al-tis’ah maka peneliti

memilih hadis yang telah diriwayatkan oleh Ah}mad bin H{anbal sebagai obyek kritik.

Adapun jalur sanadnya sebagai berikut:

1. Ah}mad bin H{anbal

Ah}mad Ibn H{anbal bernama lengkap Ah{mad Ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn

Hila>l ibn Asad ibn Idri>s ibn ‘Abdillah al-Syaiba>ni al-Marwazi>.45

Tahun 183 H, Ah{mad Ibn H{anbal pergi dibeberapa kota dalam rangka

mencari ilmu. Dia pergi ke Kufah, kemudian ke Basrah pada tahun 186, kemudian

pergi ke Makkah pada tahun 187 H, kemudian lanjut ke Madinah pada tahun 197

H,46 syiria dan mesopotamia.47 Selama perjalanannya mencari ilmu Ah}mad Ibn

H{anbal memusatkan perhatiannya mencari hadis. Dia mendapatkan hadis dari

43
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin Asad al-Syaiba>ni>, Musnad
Ah}mad bin H{anbal, Juz III, h. 453
44
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin Asad al-Syaiba>ni>, Musnad
Ah}mad bin H{anbal, Juz III, h. 454.
45
Abu al-‘Abbas Ah}mad bin Muh}ammad bin Abi> Bakar bin Khalka>n, Wafaya>t al-A‘ya>n wa
Anba>’ Abna>’ al-Zama>n, Juz I(Beirut: Da>r Sa>dir, 1900M), h. 63.
46
Inayah Rahmaniyah, Studi Kitab Hadis, Kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal, (Cet.I;
Yogyakarta: Teras, 2003), h. 26. Lihat juga, Ali Sami al-Nasyar, ‘Aqaid al-Salaf, (Iskandariyah:
Maktab al-Itsar al-Salafiyah, 1971), h. 9.
47
Inayah Rahmaniyah, Studi Kitab Hadis, Kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal, h. 26. Lihat
juga, Muh}ammad bin Ulwy al-Maliki al-Hasany, al-Minh{aj al-Lati>f Us}ul al-H{adi>s\ al-Syari>f, (Jeddah:
Mata>bi‘u Sahr, 1982), h. 270.
Hasyim, Sufyan bin Uyainah, Ibrahim bin Sa’d, Jabir bin ‘Abd al-Hamid, Yahya al-

Qattan, dan Waqi’, Abu Daud at-Tayalisi, Abdurrahman ibn al-Mahdy dan masih

banyak lagi yang lainnya.48

Hadis-hadis Ahmad juga banyak diriwayatkan oleh tokoh-tokoh besar dalam

ilmu hadis seperti al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, ibn Mahdi, al-Syafi’i, Abu

Walid, Abu Razzaq, dan masih banyak yang lain.49

Ahmad bin Hanbal adalah seorang ilmuan yang produktif. Dia banyak

menulis kutab-kitab diantaranya adalah al-‘Ilal, al-Tafsir, an-Nashikh wa al-

Mansukh, kitab Zuhd, al-Masa’il, kitab Fadail Sahabah.50 Dan karyanya yang paling

masyhur adalah Musnad Ahmad.

Ah}mad Ibn H}anbal dijuluki sebagai penghulu para ulama Salaf. Ah}mad bin

H}anbal bukan hanya dikenal sebagai ahli hadis dan fiqih, akan tetapi ia juga dikenal

sebagai seorang sufi yang pemikirannya sangat dipengaruhi oleh seorang sufi besar

yaitu Hasan al-Bisri dan Ibrahim Ibn Adam. Kedua tokoh ini sangat besar

kontribusinya dalam memberikan jalan metode untuk mencapai hidup yang sejati

dan kewajiban-kewajiban yang benar terhadap Allah.51

Abdul Majid Khon menuliskan dalam bukunya yang berjudul Ulumul Hadis

terkait Ahmad bin Hanbal, bahwasanya Ahmad bin Hanbal memiliki sifat wara’

(berhati-hati dalam masalah haram) dan d}ab> it (memiliki memori dan daya ingat)

yang sempurna. Abu Zur’ah berkomentar tentang hafalan dan daya ingatannya yang

48
Rahmaniyah, Studi Kitab Hadis, Kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal, h. 26.
49
Rahmaniyah, Studi Kitab Hadis, Kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal, h. 26.
50
Subhi al-Salih, Ulu>m al-H{adi>s\ wa Musthalahuhu, (Beirut: Da>r Ilmi wa al-Ma‘ayin, 1988),
h. 394.
51
Ziaul Haque, Ahmad ibn Hanbal: The Saint Scholar of Baghdad, terj. Nurul Agustina,
Jurnal Studi-studi Islam al-Hikmah, (Bandung:Yayasan Muthahari, 1992), h. 98.
sangat tinggi itu, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal itu menghafal 1.000.000 buah

hadis, ia dipanggil sebagai Amir al-Mu’minin fi al-Hadis, Ibn Hibban juga

mengatakan bahwa Imam Ahmad sebagai seorang ahli fiqih, hafizh, dan teguh

pendiriannya, selalu wara’ dan beribadah sekalipun dicambuk dalam peristiwa

mihnah (uji kemakhlukan al-Quran). dia sebagai Imam yang diteladani.52

Penilaian yang diberikan oleh para kritikus hadis terhadap Ahmad bin Hanbal

adalah: Muhammad Sa’d menilai ia S|iqah Ma’mun, menurut Ibn Hibban ia adalah

Seseorang yang disebutkan dalam Al-S|iqah.

2. Abdah bin Sulaima>n

‘Abdah bin Sulaima>n dilahirkan di Mas}i>s}ah dan wafat pada tahun 239 H.

memiliki nama kuniah Abu> Muhammad. Ia merupakan ta>bi’ al-atba>’.53 Menurut

Junboll menyatakan bahwa hadis pada umumnya baru muncul pada zaman al-tabi’in

dan atba>’ al-tabi’in. ulama hadis pada masa abad ketiga dan awal abad keempat

hijriah telah menetapkan, bahwa seluruh sahabat Nabi bersifat adil dalam arti merek

terpelihara dari kesalahan dalam periwayatan hadi>s\ Nabi.54 Dari pernyataan di atas

maka ‘Abdullah bin Sulaiman adalah periwayat yang bersifat adil dan dapat diterima

hadis\ yang diriwayatkannya.

Guru-gurunya antara lain ‘Abdullah bin Muba>rak bin Wa>dih dan Hanbal.55

Adapun penilaian ulama terhadapnya adalah:

52
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Cet.I, Jakarta: Amzah, 2008), h. 265.
53
Yusuf bin Zakki Abd al-Rahman Abu al-Hajjaj al-Mizzy, Tahzib al-Kamal, Juz XXVII, h.
451.
54
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis\, h. 96.
55
Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Abu Fadl al-‘Asqala>ni>, Tahzib al-Tahzib, Juz II, h. 41.
Abu> Hatim menilainya s}adu>q. S}adu>q adalah periwayat yang jujur terhadap

apa yang diberikan dan periwayat tersebut tidak cacat dalam periwayatan.56 Al-

Da>ruqutni dan al-Z|ahabi> men-s\iqah-kannya. Al-Bukha>ri> berkata : ah}a>di>s\uh ma‘ri>fah.

Ibnu Hibban berkata: mustaqi>m al-H{adi>s\.57 Ibnu Hajar berkata s}adu>q ( periwayat

yang jujur tehadap apa yang diberikan dan perawi tersebut tidak cacat dalam

periwayatan). Al-Z|ahabi> berkata was\iqah (periwayat yang adil dan kuat

hapalannya).58

3. Muhammad bin isha>q

Muhammad bin Isha>q nama lengkapnya adalah Muhammad bin Isha>q bin

Yasa>r. lahir di Madinah dan wafat di Bagdhad pada tahun 150 H. Ia merupakan al-

sugra> min al-ta>bi‘i>n. nama kuniah yang dia miliki adalah Abu> Bakr.59
Guru-gurunya antara lain Aba>n bin Sa>lih bin Umar bin ‘Ubaid, Ibra>him bin

‘Abdillah bin Hunain. Ibra>him bin ‘Uqbah bin Abi Iya>s, dan Muhammad bin Ibra>hi>m

bin al-Hari>s bin Kha>lid. Sedangkan murid-muridnya antara lain Ibra>hi>m bin al-

Mukhta>r, Ah}mad bin Kha>lid, dan ‘Abdah bin Sulaima>n.60

Imam Ahmad dan Ibnu Numair menilainya hasan al-hadi>s\. Ali bin al-Madi>ny

berkata S}a>lih wast. S{a>lih (sifat-sifat terpuji) dijelaskan oleh M. Syuhudi Isma>il

dalam bukunya Kaidah Kesahihan Sanad Hadis\ bahwa s}a>lih adlah periwayat yang

56
Al-‘Asqala>ni>, Tahzib al-Tahzib, h. 41.
57
Abu> Ha>tim Muhammad bin Hibba>n bin Ah}mad al-Tami>mi>, Masya>hi>r ‘Ulama>’ al-Amsa>r,
Juz I (Beirut: Da>r al-kutu>b al-Ilmiyah, 1959 M.), h. 161.
58
Ensiklopedi Hadis, Kitab 9 Imam, Lidwa Pustaka; Lembaga Ilmu Dakwah dan Publikasi
Sarana Keagamaan. CD. Digital.
59
Abu> ‘Abdillah Muhammad bin Isma>il al-Bukha>ri>, al-Tari>kh al-Kabi>r, Juz. III (Beirut: Da>r
al- Fikr, t.th.), h. 7.
60
Syams al-Di>n Muhamad bin Ahmad bin ‘Usma>n al-Z|ahabi>, Siyar A‘la>m al-Nubala>’, Juz.VII
(Cet.IX; Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1413 H/1993 M), h. 211-212.
memiliki sifat-sifat terpuji dalam meriwayatkan hadis,61 sedangkan kata Wasat

diartikan dengan adil62 jadi sa>lih wasat adalah sifat-sifat terpuji dan adil yang

dimiliki oleh periwayat hadis yakni Muhammad bin Ishaq yng mendapatkan

penilaian dari ‘Ali bin al-Madiniy. Yahya bin Ma’i>n menilainya s\iqah-

s\iqah.63 Siqah adalah sebagai peringkat pertama yang meriwayatkan suatu hadis.64
Al-Ajli menilainya S|iqah, Ibnu Hibban menilainya disebutkan dalam ats-tsiqaat, dan

Ibnu hajar al-Asqalani menilainya sadu>q tadli>s.65

4. Muhammad bin Ibra>hi>m

Nama lengkap Muhammad bin Ibra>hi>m adalah Muhammad bin Ibra>hi>m bin

al-Ha>ris bin Kha>lid. Dia lahir di Madinah dan wafat juga di Madinah pada tahun 121

H. Tabaqahnya adalah du>n wust al-ta>bi‘i>n. kuniah ia adalah Abu> ‘Abdillah.66

Adapun guru-gurunya antara lain Abu> Haisam bin Namr bin Dahr, Usa>mah

bin Zaid bin Ha>risah bin Syarhabil, Sa’i>d bin Musayyab. Sedangkan murid-muridnya

antara lain Usa>mah bin Zaid, Taubah bin Abi al-Asad Kassa>n, dan Muhammad bin

Isha>aq.67

An-Nasa>’i, Yahya bin Ma’i>n, Ibnu Khara>sy, Abu Ha>tim al-Ra>zi, Muhammad

bin Sa’ad menilainya siqah.68 Siqah yakni tidak boleh diterima suatu riwayat hadis,

61
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 209.
62
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 168.
63
Al-‘Ijli>, Ma’rifat al-Siqa>t, h. 143.
64
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 209.
65
Abu Hatim Muhammad Ibn Hibban, Masya>hir ‘Ulama al-Amsyar, h. 161.
66
Ibn Sa’ad bin Mani’ Abu Abdillah al-Basri>, al-Tabaqa>t al-Kubra>, Juz VII, h. 296.
67
Ibn Sa’ad bin Mani’ Abu Abdillah al-Basri>, al-Tabaqa>t al-Kubra>, Juz VII, h. 308.
68
Abu> Muhammad ‘Abd al-Rahma>n bin Abi Ha>tim al-Ra>zi>, al-Jarh wa al-Ta’di>l, Juz III, (Cet.
I; Beirut: Da>r Ihya> al-Tura>s al-Arabi>, 1271 H/1952 M), h. 193.
kecuali yang berasal dari orang-orang yang siqah (terpercaya).69 Dan istilah siqah

pada zaman itu lebih banyak diartikan sebagai kemampuan haalan yang sempurna

sebagai gabungan dari istilah ‘adl dan dabt yang dikenal luas pada zaman

beikutnya.70 Dari berbagai kritikan diatas maka Muhammad bin Ibrahim dapat

dinilai sebagai perawi yang siqah (terpercaya).

Ya’kub bin Syaibah menilainya siqah, Ibnu Hajar al-Asqala>ni menilainya

siqah lahu Afrad, dan Adz- Zahabi juga menilai mereka mensiqahkan.71

5. Sa‘i>d bin Musayyab

Sa‘i>d bin Abdullah memiliki nama lengkap Sa‘id bin Musayyab bin Hazan

bin Abi> Wahb bin ‘Amr. Ia lahir di Madinah dan juga wafat di Madinah pada tahun

93 H. Ia memiliki nasab bernama al-Makhzu>mi> dan nama kuniahnya adalah Abu

Muhammad. Ia berada pada level kiba>r al-tabi’in.72 Tabi’in adalah orang muslim

yang bertemu dengan sahabat dan mati dalam beragama islam.73 Dalam kamus

Ulumul Hadis dijelaskan bahwasanya, tabi’in itu adalah pengikut sahabat yang

beragama islam sampai matinya. Dengan demikian, tabi’in tidak sezaman dengan

Nabi Muhammad saw.74 Sementara Hasbi as-Shiddiqi menta’rifkan tabi’in adalah

orang islam yang hanya bertemu dengan sahabat, berguru kepadanya, tidak bertemu

69
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 124.
70
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 124.
71
Abu> Muhammad ‘Abd al-Rahma>n, al-Jarh wa al-Ta’di>l, h. 193.
72
Abu> Muh}ammad Mahmud bin Ah}mad bin Mu>sa bin Ahmad bin Husain al-Gi>ta>bi> al-Hanafi>,
Maga>ni al-Akhya>r fi Syarh Asmi Rija>l Ma‘a>ni al-As\a>r, Juz III. [t.d.], h. 59.
73
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, h. 113. Lihat juga At-Tahan, Taisi>r Mustalah al-Hadis,
h. 167.
74
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, (Cet. II; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), h. 239.
dengan Nabi dan tidak pula semasa dengan Nabi.75 Sedangkan menurut Ibnu Hajar

berpendapat bahwa tabi’in itu adalah orang yang bertemu dengan sahabat dan dalam

keadaan beriman dan mati dalam beragama islam.76

Dari beberapa kritik di atas maka Sa’i>d bin Musayyab adalah seorang

periwayat yang levelnya adalah generasi sesudah sahabat yang masuk islam dan

berguru pada sahabat dan mati dalam keadaan Islam.

Adapun guru-guru ia adalah Ka‘ab bin Qais, Bilal bin Raba>h, Anas bin Malik,

Ma’mar bin Abdillah bin Na>fi‘ bin Abi> Ma‘mar Nadlah. Sedangkan murid-muridnya

antara lain Ibra>hi>m bin Ami>r bin Mas‘u>d, Ibra>hi>m bin ‘Uqbah bin Abi> ‘Iya>s, dan

Muhammad bin Ibra>hi>m bin Haris bin Khalid.

Adapun penilaian ulama terhadap Sa‘i>d bin Musayyab adalah menurut Rabi>

bin Sulaima>n dan Syafi‘i berkata bahwa per-mursalan yang dilakukan oleh Sa‘i>d bin

Musayyab dianggap hasan. dan menurut Abu> Zur‘ah ia berkata: Sa‘i>d bin Musayyab

itu madaniy Quraisy siqah imam. Menurut Abu Hatim ia berkata bahwa tidak ada

seorang pun dalam kalangan tabi’in yang lebih mulia dari Sa‘i>d bin Musayyab. Imam

Ahmad dan Abu> Zar‘ah al-Razi> menilai berliau siqah, Sulaiman bin Musa berkata

afaqah al-hadis.77 Ahmad bin Hanbal menilainya siqah. Dan menurut Adz-Zahabi
menilainya siqah hujjah (Ahli fiqih).78

6. Ma‘mar bin ‘Abdullah

75
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, h. 239.
76
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, h. 239.
77
Al-Ra>zi>, Abu> Muhammad ‘Abd al-Rahma>n bin Abi Ha>tim, al-Jarh wa al-Ta’di>l, h. 332.
78
Al-Ra>zi>, al-Jarh wa al-Ta’di>l, h. 332.
Nama lengkap ia adlah Ma’mar bin Abdillah bin Na>fi‘ bin Abi> Ma’mar

Nadlah. Dia wafat di Madinah akan tetapi belum diketahui kapan wafatnya.79

Adapun Nasabnya adalah al-‘Adawiy. Dan ia adalah merupakan salah seorang

sahabat yang meriwayatkan hadis Nabi saw. Ia meriwayatkan hadis dari Rasulullah

dan Mempunyai murid yaitu Sa‘i>d bin Musayyab, ‘Abd al-Rahman bin ‘Uqbah, dan

Bisr bin Sa’d Maula> Ibn Hadrami>.80 Dan kredibilitas menurut para ulama yaitu Ibnu

Hajar al-Asqalani> dan Adz-Zahabi menilai Sahabat.81

Dari hasil kritik diatas dilihat dari sanad dan periwayatannya, tidak terdapat

illat (cacat), karena sanadnya bersambung dari murid ke guru ke sahabat dan sampai

kepada Rasulullah saw., tidak terdapatnya Syuzu>z, semuanya bersifat adil dan dabit.

b) Kritik Matan

Setelah penelitian matan hadis dilakukan maka matan hadis memenuhi

syarat-syarat kesahihan matan hadis terkait ihtikar sebagai perbuatan salah

sehingga dilarang dengan persyaratan sebagai berikut: 1) semua sanad dan periwayat

masing-masing memiliki kualitas yang siqah, shadu>q, dan sahi>h}; 2) matannya

terhindar dari kejanggalan (Syuzu>z); 3) terhindar dari illah. Menurut kaedah minor

ialah (a) tidak bertentangan dengan al-Quran; (b) tidak bertentngan dengan hadis

lain yang sahih; (c) tidak bertentangan dengan sejarah; (d) tidak bertentangan

dengan kaidah kebahasaan; (e) tidak bertentangan dengan akal sehat.

79
Al-Bukha>ri>, Sahih Bukha>ri>, h. 221.
80
al-Hanafi>, Maga>ni al-Akhya>r fi Syarh Asmi Rija>l Ma‘a>ni al-Asa>r, h. 564.
81
Al-Ra>zi>, al-Jarh wa al-Ta’di>l, h. 332.
Dari hasil penelitian matan tersebut maka hadis tersebut dapat dikatakan

sahih dan dapat dijadikan sebagai hujjah dalam bermuamalah sebagai pedoman

melakukan perdagangan atau bisnis yang islami menurut hadis dan ekonomi.

Selanjutnya akan dibahas tentang kualitas sanad dan lafazh yang semakna:

1. Kualitas Sanad

Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi obyek

kajian dalam skripsi ini, ditemukan bahwa sanad hadis tersebut dianggap s}ahi>h}

karena dinilai siqah oleh para peneliti hadis. Untuk dua perawi terakhir dinilai sadu>q.

Kemudian sanadnya bersambung karena antara satu periwayat dengan periwayat lain

ada hubungan guru murid. Dengan demikian kritik matan dapat dilakukan.

2. Susunan lafal hadis

Penelitian matan hadis dilakukan untuk melacak apakah terjadi riwayah bi al-

ma‘na> sehingga lafal hadisnya berbeda satu sama yang lain dengan membandingkan
matan-matan hadis yang semakna. Matan-matan hadis tersebut dipisah-pisah dalam

beberapa kalimat matan. Tujuan pemisahan tersebut untuk mengetahui penambahan,

pengurangan, perubahan atau perbedaan kalimat matan hadis tersebut sehingga

memudahkan peneliti untuk melacak terjadi tidaknya riwayah bi al-ma‘na>.

Berdasarkan penelusuran terhadap hadis yang menjadi obyek kajian

ditemukan beberapa lafal yang berbeda-beda sebagai berikut:


ِ ‫َﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ‬
‫ﺎﻃ ٌﺊ‬
a. S{ahi>h Muslim dengan dua riwayat : َ ُ ْ

ِ‫ﺧ‬
‫ﺎﻃﺊ‬ ‫ﻓَـ ُﻬ َﻮ‬ ‫اﺣﺘَ َﻜَﺮ‬ ‫َﻣ ِﻦ‬
َ ْ
b. Sunan Abu> Da>ud dengan 1 riwayat : ‫ﺊ‬ ِ ‫إِﱠﻻ‬ ‫َْﳛﺘَ ِﻜ ُﺮ‬
ٌ ‫َﺧﺎﻃ‬ ‫َﻻ‬

ِ ‫َﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ‬


‫ﺎﻃ ٌﺊ‬ َ ُ ْ
ِ ‫َﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ‬
‫ﺎﻃ ٌﺊ‬
c. Sunan al-Tirmizi> dengan 1 riwayat : َ ُ ْ
ِ ‫َﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ‬
‫ﺎﻃ ٌﺊ‬
d. Sunan Ibn Ma>jah 1 riwayat : َ ُ ْ
ِ ‫َﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ‬
‫ﺎﻃ ٌﺊ‬
e. Sunan al-Da>rami> 1 riwayat : َ ُ ْ
ِ ‫َﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ‬
‫ﺎﻃ ٌﺊ‬
f. Musnad Ah}mad bin Hanbal 4 riwayat : َ ُ ْ
ِ ‫َﻻ َﳛﺘَ ِﻜﺮ إِﱠﻻ ﺧ‬
‫ﺎﻃ ٌﺊ‬ َ ُ ْ
‫َﻻ َْﳛﺘَ ِﻜ ُﺮ إﻻ اﻷ ﺧﺎط‬
‫َﻻ َْﳛﺘَ ِﻜ ُﺮ إﻻ اﻷ ﺧﺎط‬
Setelah membandingkan beberapa lafazh matan hadis diatas, maka

ditemukan bahwa hadis tersebut mengalami perbedaan antara kalimat satu dengan

kalimat yang lainnya. Adapun perbedaan tersebut terdapat pada kata ‫ اﻷﺧﺎط‬dengan
‫ﺧﺎﻃﺊ‬. Riwayat Muslim, Abu> Da>ud, al-Tirmidzi>, Ibnu Ma>jah, dan al-Da>rimi> sama

dengan dua riwayat Ahmad, sedangkan dua riwayat lain dari Ahmad berbeda.

Dari hasil penjelasan di atas terkait perbedaan lafal pada kalimat-kalimat

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa meskipun beberapa kalimatnya berubah,

akan tetapi makna dari kalimat tersebut tetap sama. Dengan demikian,dapat

dipastikan bahwa hadis di atas mengalami riwayah bi al-ma‘na>.

3. Penelitian kandungan hadis

Sementara kandungan hadis tersebut secara umum tidak mengalami syuzu>z

(kejanggalan) dan juga selamat dari ‘illah/cacat. Ulama hadis sepakat bahwa unsur-

unsur yang harus dipenuhi oleh matan yang berkualitas sahih ada dua macam yaitu
terhindar dari syuzu>z dan terhindar dari ‘illah (cacat). Hal tersebut dapat dilihat

bahwa kandungan hadis tersebut berbicara masalah menimbun barang untuk

dimonopoli dan menaikkan harga. Sebagai mana seorang mukmin yang mengaku

taat dan cinta kepada Allah, maka sepatutnya dia tidak melakukan kecurangan

sedangkan Allah membenci orang yang curang dalam berdagang. Salah satu firman

Allah swt., QS. Al-Mutaffifin/83: 1 yang berbunyi:

  

Terjemahnya:

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang berbuat curang.82

Selanjutnya hadis ini tidaklah bertentangan dengan hadis sahih lainnya. Ini

terbukti dengan adanya hadis lain yang sama-sama melarang melakukan hal tersebut

yaitu:
‫ﺎل ﺛـَ ُﻘ َﻞ َﻣ ْﻌ ِﻘ ُﻞ ﺑْ ُﻦ ﻳَ َﺴﺎ ٍر ﻓَ َﺪ َﺧ َﻞ‬ ْ ‫ﻳﺪ ﻳـَ ْﻌ ِﲏ اﺑْ َﻦ ُﻣﱠﺮَة أَﺑُﻮ اﻟْ ُﻤ َﻌﻠﱠﻰ َﻋ ِﻦ‬
َ َ‫اﳊَ َﺴ ِﻦ ﻗ‬ ُ ‫ﺼ َﻤﺪ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻳَِﺰ‬
ِ ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﻟ ﱠ‬
ُ َْ َ َ
ِ ‫ﺎل َﻫ ْﻞ ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻢ ﻳَﺎ َﻣ ْﻌ ِﻘ ُﻞ أ ﱢ‬ ٍ ِ ِ
‫َﱐ‬‫ﺎل َﻫ ْﻞ ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻢ أ ﱢ‬َ َ‫ﺖ ﻗ‬ُ ‫ﺎل َﻣﺎ َﻋﻠ ْﻤ‬ َ َ‫ْﺖ َد ًﻣﺎ ﻗ‬
ُ ‫َﱐ َﺳ َﻔﻜ‬ ُ ُ‫إِﻟَْﻴﻪ ﻋُﺒَـْﻴ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ُﻦ ِزﻳَﺎد ﻳـَﻌ‬
َ ‫ﻮدﻩُ ﻓَـ َﻘ‬
‫اﲰَ ْﻊ ﻳَﺎ ﻋُﺒَـْﻴ َﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﺣ ﱠﱴ‬ َ َ‫َﺟﻠِ ُﺴ ِﻮﱐ ﰒُﱠ ﻗ‬ ِ ِِ ِ ٍ
ْ ‫ﺎل‬ ْ ‫ﺎل أ‬
َ َ‫ﺖ ﻗ‬ ُ ‫ﺎل َﻣﺎ َﻋﻠ ْﻤ‬ َ َ‫ﲔ ﻗ‬ َ ‫َﺳ َﻌﺎ ِر اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠﻤ‬
ْ ‫ﺖ ِﰲ َﺷ ْﻲء ﻣ ْﻦ أ‬ ُ ‫َد َﺧ ْﻠ‬
ِ َ ‫ﲔ َِﲰﻌﺖ رﺳ‬ ِ ِ ِ ِ ْ ‫ﻚ َﺷﻴﺌﺎ َﱂ أ‬
ُ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ‬ َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ َ ُ ْ ِ ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻣﱠﺮًة َوَﻻ َﻣﱠﺮﺗَـ‬ َ ‫َﲰَ ْﻌﻪُ ﻣ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ ْ ًْ َ َ‫ُﺣ ﱢﺪﺛ‬ َ‫أ‬
‫ﲔ ﻟِﻴُـ ْﻐﻠِﻴَﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ ﻓَِﺈ ﱠن َﺣﻘﺎ َﻋﻠَﻰ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺗَـﺒَ َﺎرَك‬ ِِ ِ ٍ ُ ‫َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳـَ ُﻘ‬
َ ‫َﺳ َﻌﺎ ِر اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠﻤ‬ْ ‫ﻮل َﻣ ْﻦ َد َﺧ َﻞ ِﰲ َﺷ ْﻲء ﻣ ْﻦ أ‬
َ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬ ِ ِ ِ ِ ْ‫ﺎل أَأَﻧ‬ ِ ِ ِ ِ
‫ﺎل‬ َ ‫ﺖ َﲰ ْﻌﺘَﻪُ ﻣ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ َ َ َ‫ﺎﱃ أَ ْن ﻳـُ ْﻘﻌ َﺪﻩُ ﺑِﻌُﻈْ ٍﻢ ﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر ﻳـَ ْﻮَم اﻟْﻘﻴَ َﺎﻣﺔ ﻗ‬ َ ‫َوﺗَـ َﻌ‬
ِ ْ ‫ﻧـَ َﻌﻢ َﻏْﻴـﺮ َﻣﱠﺮٍة وَﻻ َﻣﱠﺮﺗَـ‬
‫ﲔ‬ َ َ ْ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abdushamad, telah menceritakan kepada
kami Yazid yaitu Ibnu Murrah Abu Al Mu'alla dari Al Hasan, dia menuturkan
bahwa Ma'qil bin Yasar sedang menderita sakit yang cukup serius. Kemudian

82
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Karya Azzahra
Mandiri, 2014), h. 587.
'Ubaidullah bin Ziyad datang menjenguknya. Katanya, "Wahai Ma'qil, tahukah
engkau bahwa aku telah menumpahkan darah?" Dia berkata; "Aku tidak tahu."
Katanya lagi, "Apakah kau tahu bahwa aku turut campur dalam (penentuan)
harga barang kaum muslimin?" Dia berkata; "Aku tidak tahu." Lalu Ma'qil
berkata; "Dudukkanlah aku!." Lalu dia melanjutkan; "Dengarlahlah wahai
'Ubaidullah, kuberitahu kau sesuatu yang tidak hanya sekali dua kali aku
mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa sedikit saja
mencampuri harga kaum muslimin untuk menjadikannya mahal untuk mereka,
maka sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala akan benar-benar
mendudukkannya di atas tulang dari api pada hari Kiamat kelak." Dia berkata;
"Apakah kau mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Dia
menjawab, "Benar, bukan hanya sekali atau dua kali."
Kedua hadis ini tidak bertentangan karena hadis di atas melarang umat

muslim untuk melakukan sesuatu hal yang dapat mempengaruhi harga suatu barang

dan barang siapa yang melakukannya akan masuk neraka, sedangkan hadis yang

diteliti berbicara mengenai monopoli barang untuk menaikkan harga ini termasuk

perbuatan yang mempengaruhi harga barang dan perbuatan itu berdosa. Maka kedua

hadis ini saling berkaitan.


ِ ‫ﱠﺠ‬
c) Takhrij Hadis tentang Curang dalam Jual Beli dengan lafal ‫ﺶ‬ ْ ‫اﻟﻨ‬
83
(‫و[ ﻋﻦ اﻟﻨﺠﺶ‬..... ‫ﳓﻲ )رﺳﻮل اﷲ )ص( ]ﻋﻦ‬
‫ﺑﻴﻊ اﻟﻨﺠﺶ ﻋﻦ اﻟﻠﻤﺲ و اﻟﻨﺠﺶ‬
,,6 ‫ ﺣﻴﻞ‬,11 ‫ ﺷﺮوط‬,60 ‫خ ﺑﻴﻮع‬
,,13 ‫م ﺑﻴﻮع‬
,,21 ,17 ,16 ‫ن ﺑﻴﻮع‬
,,14 ‫ﺟﻪ ﲡﺎرات‬
,,97 ‫ط ﺑﻴﻮع‬
,319 ,108 ,63 ,8 ,2 ‫ﺣﻢ‬
.81 ,68 ,59 ,3

83
A.J. Weinsinck, Al-Mu’jam al-Mufahras Li AlFa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi>y, Juz VI( Laiden:
Baril, 1965 M), h. 381.
‫‪dari data diatas maka hadis tentang jual beli najasy terdapat 15 jalur‬‬

‫‪periwayatan dalam kutub al-tis‘ah yang diantaranya Bukhari 3 jalur, Muslim 1 jalur,‬‬

‫‪Nasai 2 jalur, ibnu Majah 1 jalur, Muwatta 1 jalur, dan Ahmad 7 jalur.‬‬

‫‪Adapun riwayat dari kutub al-tis‘ah adalah sebagai berikut :‬‬

‫‪1.‬‬ ‫‪Riwayat Bukhari‬‬

‫ﻚ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ‪َ ،‬ﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َر ِﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ‪ ،‬ﻗَ َ‬
‫ﺎل‪» :‬ﻧـَ َﻬﻰ اﻟﻨِ ﱡ‬
‫ﱠﱯ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ َﻣ ْﺴﻠَ َﻤﺔَ‪َ ،‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻣﺎﻟِ ٌ‬
‫‪84‬‬ ‫ِ‬
‫ﺶ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري (‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ]ص‪َ [70:‬ﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫ﱠﺠ ِ‬ ‫َ‬
‫‪2.‬‬ ‫‪Riwayat Bukhari‬‬
‫ﺖ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ أَِﰊ َﺣﺎ ِزٍم‪َ ،‬ﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة َر ِﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨﻪُ‪،‬‬ ‫ي ﺑ ِﻦ ﺛَﺎﺑِ ٍ‬ ‫ِ‬
‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺮ َﻋَﺮةَ‪َ ،‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻋﺪ ﱢ ْ‬
‫ِ ِ‬
‫اﰊ‪َ ،‬وأَ ْن ﺗَ ْﺸ َِﱰ َط اﳌ ْﺮأَةُ‬‫َﻋَﺮِ ﱢ‬‫ﺎع اﳌ َﻬﺎﺟ ُﺮ ﻟ ْﻸ ْ‬
‫َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻋ ِﻦ اﻟﺘﱠـﻠَﻘﱢﻲ‪َ ،‬وأَ ْن ﻳـَْﺒﺘَ‬‫َ‬ ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬‫ﺎل‪» :‬ﻧـَ َﻬﻰ َر ُﺳ ُ‬ ‫ﻗَ َ‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ِ ِِ‬
‫ﱠﺼ ِﺮﻳَِﺔ« ﺗَﺎﺑـَ َﻌﻪُ ُﻣ َﻌﺎذٌ‪َ ،‬و َﻋْﺒ ُﺪ‬
‫ﺶ‪َ ،‬و َﻋ ِﻦ اﻟﺘ ْ‬ ‫ﱠﺠ ِ‬ ‫ُﺧﺘ َﻬﺎ‪َ ،‬وأَ ْن ﻳَ ْﺴﺘَ َﺎم اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ َﻋﻠَﻰ َﺳ ْﻮم أَﺧﻴﻪ‪َ ،‬وﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫ﻃَﻼَ َق أ ِ‬
‫ْ‬
‫ﺎج ﺑْ ُﻦ ِﻣْﻨـ َﻬ ٍﺎل‪:‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ﺼ َﻤ ِﺪ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ ُﺷ ْﻌﺒَﺔَ‪َ ،‬وﻗَ َ‬
‫ﺎل ﻏُْﻨ َﺪٌر‪َ ،‬و َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ‪َ ُ :‬ﻲ‪َ ،‬وﻗَ َ‬
‫ﱠﻀ ُﺮ‪َ ،‬و َﺣ ﱠﺠ ُ‬ ‫ﺎل اﻟﻨ ْ‬‫آد ُم‪ ُ :‬ﻴﻨَﺎ‪َ ،‬وﻗَ َ‬ ‫ﺎل َ‬ ‫اﻟ ﱠ‬
‫‪85‬‬
‫ﻧـَ َﻬﻰ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري (‬
‫‪3.‬‬ ‫‪Riwayat Bukhari‬‬

‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ »ﻧـَ َﻬﻰ‬ ‫ﻚ‪ ،‬ﻋﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ‪ ،‬ﻋ ِﻦ اﺑ ِﻦ ﻋﻤﺮ‪ :‬أَ ﱠن رﺳ َ ِ‬
‫ٍِ‬ ‫ٍِ‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ‬ ‫َُ‬ ‫َ ْ ُ ََ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻗـُﺘَـْﻴﺒَﺔُ ﺑْ ُﻦ َﺳﻌﻴﺪ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻣﺎﻟ َ ْ‬
‫‪86‬‬
‫ﺶ«) رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري (‬ ‫ﱠﺠ ِ‬ ‫َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫‪4.‬‬ ‫‪Riwayat Muslim‬‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ‫ﻚ‪ ،‬ﻋﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ‪ ،‬ﻋ ِﻦ اﺑ ِﻦ ﻋﻤﺮ‪» ،‬أَ ﱠن رﺳ َ ِ‬
‫ٍِ‬
‫ﻮل اﷲ َ‬ ‫َُ‬ ‫َ ْ ُ ََ‬ ‫ﺎل‪ :‬ﻗَـَﺮأْ ُ‬
‫ت َﻋﻠَﻰ َﻣﺎﻟ َ ْ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َْﳛ َﲕ ﺑْ ُﻦ َْﳛ َﲕ‪ ،‬ﻗَ َ‬
‫‪87‬‬
‫ﺶ«) رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ (‬ ‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫ﱠﺠ ِ‬
‫‪5.‬‬ ‫‪Riwayat An-Nasa‘I‬‬

‫‪84‬‬
‫‪Al-Bukha>ri<, S|ah}i>h} Bukha>ri<, Juz VIII, h. 81.‬‬
‫‪85‬‬
‫‪Al-Bukha>ri<, S|ah}i>h} Bukha>ri<, Juz X, h. 68.‬‬
‫‪86‬‬
‫‪Al-Bukha>ri<, S|ah}i>h} Bukha>ri<, Juz XXIV, h. 84.‬‬
‫‪87‬‬
‫‪Muslim, S|ah}i<h} Muslim, Juz V, h. 5.‬‬
‫ﺚ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ‬
‫ﺎل‪ :‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷﻌﻴﺐ ﺑﻦ اﻟﻠﱠﻴ ِ‬
‫َْ ُ ْ ُ ْ‬ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ْ‬
‫اﳊَ َﻜ ِﻢ ﺑْ ِﻦ أ َْﻋ ََ‬
‫ﲔ ﻗَ َ َ‬ ‫أْ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫ﺶ‬‫ﱠﺠ ِ‬ ‫َﻛﺜ ِﲑ ﺑْ ِﻦ ﻓَـ ْﺮﻗَﺪ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓ ٍﻊ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ أَﻧﱠﻪُ‪» :‬ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫‪88‬‬
‫ﺎﺿٌﺮ ﻟِﺒَ ٍﺎد« )رواﻩ اﻟﻨﺴﺎئ (‬ ‫واﻟﺘﱠـﻠَﻘﱢﻲ‪ ،‬وأَ ْن ﻳﺒِﻴﻊ ﺣ ِ‬
‫َ َ َ َ‬ ‫َ‬
‫‪6.‬‬ ‫‪Riwayat An-Nasa‘I‬‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ‬ ‫ِ‬ ‫َﺧﺒـﺮﻧَﺎ ﻗـُﺘَـﻴﺒﺔُ‪َ ،‬ﻋﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ‬
‫ﻚ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓ ٍﻊ‪َ ،‬ﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ‪» ،‬أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
‫ﱠﱯ َ‬ ‫ْ َ‬ ‫أ ْ َ َ َْ‬
‫‪89‬‬
‫ﺶ«)رواﻩ اﻟﻨﺴﺎئ (‬ ‫ﱠﺠ ِ‬‫اﻟﻨ ْ‬
‫‪7.‬‬ ‫‪Riwayat Ibnu Ma>jah‬‬
‫ﻚ ﺑْ ُﻦ أَﻧَ ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ٍِ‬ ‫ﺐ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ اﻟﱡﺰﺑـَ ِْﲑ ﱢ‬
‫ﺼ َﻌ ِ‬
‫ﺲ‪،‬‬ ‫ﺎل‪َ :‬ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻣﺎﻟ ُ‬
‫وﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ُﺣ َﺬاﻓَﺔَ ﻗَ َ‬
‫ي‪َ ،‬ﻋ ْﻦ َﻣﺎﻟﻚ‪ ،‬ح َ‬ ‫ت َﻋﻠَﻰ ُﻣ ْ‬ ‫ﻗَـَﺮأْ ُ‬
‫‪90‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺶ« )رواﻩ اﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ (‬ ‫ﱠﺠ ِ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‪ ،‬ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬‫ﱠﱯ َ‬ ‫َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓ ٍﻊ‪َ ،‬ﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ‪» ،‬أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
‫‪8.‬‬ ‫‪Riwayat Muwatta Malik‬‬
‫ﱠﺠ ِ‬ ‫ﻚ‪ ،‬ﻋﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ‪ ،‬ﻋﻦ ﻋﺒ ِﺪ اﷲِ ﺑ ِﻦ ﻋﻤﺮ؛ أَ ﱠن رﺳ َ ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺎل‬
‫ﺶ ﻗَ َ‬ ‫ﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬ ‫َُ‬ ‫ْ ُ ََ‬ ‫َ ْ َْ‬ ‫َﻣﺎﻟ ٌ َ ْ‬
‫ِ‬ ‫] َﻣﺎﻟِ ٌ‬
‫ﻚ‬ ‫ﺲ ِﰲ ﻧَـ ْﻔ ِﺴ َ‬
‫ﻚ ا ْﺷﺘَـَﺮ ُاؤَﻫﺎ‪ .‬ﻓَـﻴَـ ْﻘﺘَﺪي ﺑِ َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِِ‬
‫ﺶ‪ :‬أَ ْن ﺗـُ ْﻌﻄﻴَﻪُ ﺑﺴ ْﻠ َﻌﺘﻪ أَ ْﻛﺜَـَﺮ ﻣ ْﻦ َﲦَﻨ َﻬﺎ‪َ .‬وﻟَْﻴ َ‬‫ﱠﺠ ُ‬
‫ﻚ[ ‪َ (1) :‬واﻟﻨ ْ‬
‫‪91‬‬
‫َﻏْﻴـ ُﺮَك‪) .‬رواﻩ ﻣﺎﻟﻚ (‬
‫‪9.‬‬ ‫‪Riwayat Ah}mad‬‬

‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ‬ ‫ِ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻣﺎﻟِ ٌ‬
‫ﱠﱯ َ‬ ‫ﻚ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓ ٍﻊ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
‫ِ‬
‫ﺾ)رواﻩ اﲪﺪ(‬ ‫ﺎل َﻻ ﻳَﺒِ ْﻊ ﺑَـ ْﻌ ُ‬
‫ﻀ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺑـَْﻴ ِﻊ ﺑـَ ْﻌ ٍ‬ ‫ﺶ َوﻗَ َ‬ ‫ﱠﺠ ِ‬‫اق َوﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫َﺳ َﻮ ُ‬‫ﺗَـﻠَﻘﱢﻲ اﻟ ﱢﺴﻠَ ِﻊ َﺣ ﱠﱴ ﻳـُ ْﻬﺒَ َﻂ َﺎ ْاﻷ ْ‬
‫‪10. Riwayat Ah}mad‬‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ‬ ‫ِ‬ ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ َﻋﻦ ﻣﺎﻟِ ٍ‬
‫ﻚ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓ ٍﻊ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤَﺮ أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
‫ﱠﱯ َ‬ ‫ْ َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫ﻀ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺑـَْﻴ ِﻊ ﺑـَ ْﻌ ٍ‬ ‫ﺶ وﻗَ َ ِ‬ ‫ﺗَـﻠَﻘﱢﻲ اﻟ ﱢﺴﻠَ ِﻊ ﺣ ﱠﱴ ﻳـﻬﺒ َ ِ‬
‫ﺾ)رواﻩ‬ ‫ﻴﻊ ﺑَـ ْﻌ ُ‬
‫ﺎل َﻻ ﻳَﺒ ُ‬ ‫ﱠﺠ ِ َ‬ ‫اق َوﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫َﺳ َﻮ ُ‬
‫ﻂ َﺎ ْاﻷ ْ‬ ‫َ َُْ‬
‫‪92‬‬
‫اﲪﺪ(‬

‫‪88‬‬
‫‪Al-Nasa>‘i<, Sunan al-Nasa>‘i<, Juz VII, h. 256.‬‬
‫‪89‬‬
‫‪Al-Nasa>‘i<, Sunan al-Nasa>‘i<, Juz VII, h. 258.‬‬
‫‪90‬‬
‫‪Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah al-Qazwai>ni>, Sunan Ibnu Ma>jah, Juz II, 734.‬‬
‫‪91‬‬
‫‪Ma>lik bin Anas Ibn Ma>lik bin ‘A<mir, Muwat}t}a Ma>lik, Juz IV, (t.d.), h. 380.‬‬
‫‪11. Riwayat Ah}mad‬‬

‫ﻚ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ أَ ﱠن َر ُﺳ َ‬ ‫ِِ ِ‬


‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟِ ٌ‬
‫ﻳﺲ اﻟﺸﱠﺎﻓﻌ ﱡﻲ َرﲪَﻪُ اﻟﻠﱠﻪُ أ ْ‬ ‫ِِ‬
‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ إ ْدر َ‬
‫اﳊَﺒَـﻠَ ِﺔ‬ ‫ﱠﺠ ِ‬
‫ﺶ َوﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ﺑـَْﻴ ِﻊ َﺣﺒَ ِﻞ ْ‬ ‫ﺾ َوﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬ ‫ﻀ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺑـَْﻴ ِﻊ ﺑـَ ْﻌ ٍ‬ ‫ﺎل َﻻ ﻳَﺒِ ْﻊ ﺑـَ ْﻌ ُ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َ‬ ‫َ‬
‫ﻴﺐ َﻛْﻴ ًﻼ )رواﻩ اﲪﺪ(‬ ‫ِ‬
‫وﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟْﻤَﺰاﺑـَﻨَ ِﺔ واﻟْﻤَﺰاﺑـَﻨَﺔُ ﺑـَْﻴ ُﻊ اﻟﺜﱠﻤ ِﺮ ﺑِﺎﻟﺘ ْﱠﻤ ِﺮ َﻛْﻴ ًﻼ وﺑـَْﻴ ُﻊ اﻟْ َﻜﺮم ﺑِﺎﻟﱠﺰﺑِ ِ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ َ ُ‬ ‫َ‬

‫‪12. Riwayat Ah}mad‬‬

‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ‬ ‫ِ‬ ‫ﺐ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َﻣﺎﻟِ ٌ‬
‫ﻚ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓ ٍﻊ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤَﺮ أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
‫ﱠﱯ َ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﻣ ْ‬
‫ﺼ َﻌ ٌ‬
‫ﺶ )رواﻩ اﲪﺪ(‬ ‫ﱠﺠ ِ‬
‫اﻟﻨ ْ‬
‫‪13. Riwayat Ah}mad‬‬

‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َ‬ ‫ِ‬ ‫ﺎد ﺑْ ُﻦ َﺧﺎﻟِ ٍﺪ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻣﺎﻟِ ٌ‬


‫ﺎل َﻻ‬ ‫ﻚ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓ ٍﻊ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤَﺮ أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
‫ﱠﱯ َ‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﲪﱠ ُ‬
‫ﺶ)رواﻩ اﲪﺪ(‬ ‫ﱠﺠ ِ‬ ‫اﻟﺮْﻛﺒَﺎ َن َوﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫ﺗَـﻠَﻘ ْﱠﻮا ﱡ‬
‫‪14. Riwayat Ah}mad‬‬

‫اﳋُ ْﺪ ِر ﱢ‬ ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ أَﺑﻮ َﻛ ِﺎﻣ ٍﻞ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ َﲪﱠﺎد ﻋﻦ َﲪﱠ ٍﺎد ﻋﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ ﻋﻦ أَِﰊ ﺳﻌِ ٍ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ‬ ‫ي أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
‫ﱠﱯ َ‬ ‫ﻴﺪ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ َْ َ َ ْ‬ ‫َ َ ٌ َْ‬ ‫َ َ ُ‬
‫ِ‬
‫ﺲ َوإِﻟْ َﻘﺎء ْ‬ ‫ِ‬ ‫ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻧـَﻬﻰ ﻋﻦ ِ‬
‫اﳊَ َﺠ ِﺮ)رواﻩ اﲪﺪ(‬ ‫ﺶ َواﻟﻠﱠ ْﻤ ِ‬
‫ﱠﺠ ِ‬
‫َﺟ ُﺮﻩُ َو َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬ ‫اﺳﺘْﺌ َﺠﺎ ِر ْاﻷَﺟ ِﲑ َﺣ ﱠﱴ ﻳـُﺒَـ ﱠ َ‬
‫ﲔ ﻟَﻪُ أ ْ‬ ‫َْ ََ َ َ َْ ْ‬
‫‪15. Riwayat Ah}mad‬‬
‫ي أَ ﱠن رﺳ َ ِ‬ ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ ﺳﺮﻳﺞ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ َﲪﱠﺎد ﻋﻦ َﲪﱠ ٍﺎد ﻋﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ ﻋﻦ أَِﰊ ﺳﻌِ ٍ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ‬
‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ َ‬ ‫اﳋُ ْﺪ ِر ﱢ َ ُ‬ ‫ﻴﺪ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ َْ َ َ ْ‬ ‫َ َ ُ َْ ٌ َ َ ٌ َ ْ‬
‫ِ‬
‫ﺲ َوإِﻟْ َﻘﺎء ْ‬ ‫ِ‬ ‫ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻧـَﻬﻰ ﻋﻦ ِ‬
‫اﳊَ َﺠ ِﺮ )رواﻩ اﲪﺪ(‬ ‫ﺶ َواﻟﻠﱠ ْﻤ ِ‬‫ﱠﺠ ِ‬
‫َﺟ ُﺮﻩُ َو َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫ﲔأْ‬‫اﺳﺘْﺌ َﺠﺎ ِر ْاﻷَﺟ ِﲑ َﺣ ﱠﱴ ﻳـُﺒَـ ﱠ َ‬
‫َْ ََ َ َ َْ ْ‬
‫‪Dari lima belas jalur periwayatan yang menjadi obyek penelitian ialah jalur‬‬

‫‪dari an-Nasa‘I.‬‬

‫‪A. Kritik Sanad‬‬

‫‪1. An-Nasa‘I‬‬

‫‪92‬‬
‫‪Abu> ‘Abdullah Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin Asadi al-Syai>ba>ni>, Musnad‬‬
‫‪Ah}mad bin H{anbal. Juz II (t.t.: Muassasah al-Risalah, 1421 H), h. 7.‬‬
Bernama lengkap Ahmad ibn Syu‘aib ibn ‘Ali ibn Suna>n ibn Bahar ibn Dina>r

an-Nasa>’I Abu Abdirrahma>n Muhaddis| Hafiz}93. Seorang hakim dan pengarang kitab

Sunan. Ia lahir di kota Nasa di Khurasan pada tahun 215 H ada juga yang

mengatakan ia lahir tahun 214 H dan wafat di palestina pada hari senin tanggal 13

bulan s}afar pada tahun 303 H dan lainnya mengatakan ia wafat di Mekah. Ia banyak

melakukan perjalanan ke Naisabur, Irak, Syam, Mesir, Hijaz dan Jazirah. Diantara

kitab sunannya adalah al-Sunan al-Kubra dan al-Sunan al-Sugrah. Para Imam hadits

mengatakan ia s\iqah.94

Diantara murid-muridnya adalah Ibra>him ibn Ish}aq> ibn Ibra>him ibn Ya‘kub

ibn Yusuf al-Iskandarani>, Abu Ish}aq Ibra>him ibn Muh}ammad ibn S}alih ibn Sunan al-

Quraisyi al-Damsyaqi>.95

2. Qutaibah bin Sa‘id

Nama lengkap ia adalah Qutaibah bin Sa‘i>d bin Jami>l bin T{ari>f al-S|aqafy96.

Kuniyah ia adalah ‘Abu> Raja>‘. Abu> Ah}mad berkata bahwa nama ia itu Yahya bin

Sa‘i>d sedangkan Qutaibah itu adalah laqab.97 Ia lahir pada tahun 150 H dan wafat

pada tahun 240 H.98 Ia merupakan kiba>r al-Ahadi>s\ ‘an tabi‘ al-‘atba>‘. Dan negeri

93
‘Umar Ibn Rid}a> Kah}}a>lah al-Na>syir, “Mu’jam al-Mu’allifin” jilid I (cet. II; Bei>ru>t: Dar
Ihya>’i al-Tara>s\i al-‘Arabi> Bei>ru>t, t.th.), h. 244
94
Abu Muh}ammad Mah}mu>d Ibn Ah}mad Ibn Mu>sa Ibn Ah}mad Ibn H}usain, “Maga>ni al-
Akhya>r” jilid I,(t.d.) h. 21
95
Jamaluddi>n Abi al-H}ajja>j Yusuf al-Mizzi>, “Tahzi>b al-Kama>l fi> Asma>i al-Rija>l” jilid I, (cet.
IV; Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1406 H/1985 M), h.328>
96
Yusuf bin Zakki> Abd al-Rahman Abu> al-H{ajja>j al-Mizzi>, Tahzib al-Kamal, Juz XXIII, h.
523
97
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam Al-
Nubala>‘, Juz 13, h. 11.
98
Bakr bin Abdulla>h Abu> Zai>d bin Muh}ammad bin Abdulla>h bin Bakr bin Us\ma>n bin Yah}ya,
T|abaqa>t al-Nisa>bain, Juz I (Riya>d}: Da>r al-Rasyad, 1407 H/ 1987 M), h. 60.
semasa hidupnya Himsh. Ia merupakan syaikh islam, seorang ahli hadis dan imam

yang s\iqah dan umat islam banyak yang meriwayatkan hadis dari ia.99 Ia telah

banyak pergi menuntut ilmu dan mencari hadis di berbagai negeri diantaranya Iraq,

Madinah, Makkah, Syam, Mesir.

Dan ia berguru pada Ma>lik bin Anas, Ya‘qu>b bin Abd al-Rah}ma>n, Hamma>d

bin Ziyad, Abu ‘Awa>nah, Isma>‘i>l bin Ja‘fa>r, Abd al-Wa>hi} d Ziya>d, Sufya>n bin

‘uyainah. Dan ia mempunyai murid yaitu Ah}mad bin H{anbal, Abu> Bakr bin Abi>

Syaibah, H}asan bin Muh}ammad bin al-Sabba>h al-Za‘fara>niy, Yu>suf bin Musa, Abu>

Dawu>d al-Sijista>ni>, Ja‘far bin Muh}ammad bin Sya>kir, Ibra>hi>m al-H{arabiy, Abu>

H}a>tim al-Razi>, al-Bukha>ri, dan Muslim.100

Adapun penilaian terhadap Qutaibah, menurut Abu> Ha>tim ia menilainya

s\iqah dan An-Nasa‘I juga menilainya s\iqah dan kemudian menambahkannya s}adu>q,
adapun beberapa ulama mengatakan bahwasanya Qutaibah itu adalah seorang

ulama/pakar yang pertama untuk ditanya tentang hadis. Yahya bin Ma‘in juga

menilainya s\iqah. Adapun menurut al-Hakim menilainya s\iqah ma‘mu>n. Dan ahli

hadis juga memasukkannya sebagai syaikh dalam bidang hadis.101

3. Ma>lik bin Anas

Nama lengkap Ma>lik bin Anas adalah Ma>lik bin Anas bin Ma>lik bin Abi>

‘A<mir bin Umar al-Subhi al-Humairi. Ia lahir pada tahun 93 H dan wafat di Madinah

99
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam Al-
Nubala>‘, Juz XIII, h. 11.
100
Abu> Bakr Ah}ma>d bin Ali> bin S|abit bin Ah}madbin Mahdi> al-Khati>b al-Bagda>di>, Ta>ri>kh
Bagda>di> wa Z|uyulih, Juz XII (Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-‘Ilmiyah, 1417 H), h. 460.
101
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam Al-
Nubala>‘, Juz 11, h. 16. Lihat juga, Al-‘Asqala>ni>, Tahzib al-Tahzib, Juz VIII, h. 360.
pada tahun 179 H. Ia berada pada tabaqat min kiba>r Atba‘ al-ta>bi‘i>n. ia adalah

syaikh al-Isla>m dan dapat dijadikan hujjah dan merupakan imam besar Madinah.102

Guru-guru ia diantaranya Abi> Suhai>l, Abi> al-Zina>d, S{a>lih bin Ki>sa>n, Na>fi‘, al-

Zuh}ri>, Amru> bin Yahya bin ‘Ama>rah, al-‘Ala>‘i bin Abdurrahman, Abi> Bakr bin

Na>fi‘, Hisya>m bin ‘Urwah, Abdullah bin Di>na>r, Abdurrahman bin Qa>sim dan masih

banyak yang lain.103

Adapun murid-murid ia Ibra>him bin T{ahma>n, Ibra>him bin Abdullah bin

Kari>m al-Ansa>ri, Ibra>him bin Umar bin Abi> Wazi>>r, Isha>q bin Sulaima>n al-Ra>zi, al-

Husai>n bin al-Wali>d al-Naisabu>ri>, Kha>lid bin Abdurahman al-Khura>sa>ni>, dan

Qutaibah bin Sa‘id.104

Adapun penilaian beberapa ulama terhadap ia diantaranya menurut Abu> al-

Mugi>rah mengatakan bahwa jika seorang muslim ingin menuntut ilmu sesungguhnya

mereka tidak mendapatkan ilmu jika tidak belajar pada ulama madinah, yaitu Sa‘i>d

bin Musayyab setelah itu adalah Syaikh Ma>lik, kemudian Ma>lik. Dan ddikatakan

juga bahwa ulama madinah setelah zaman Rasulullah saw., sahabatnya, Zai>d bin

S|a>bit, dan ‘Aisyah, kemudian Ibnu Umar, kemudian Sa‘i>d bin al-Musayyab,

kemudian al-Zuhri>, kemudian Abdullah bin Umar, kemudan Ma>lik.105

4. Na>fi‘

102
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam
Al-Nubala>‘, Juz VIII, h. 48.
103
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam Al-
Nubala>‘, Juz VIII, h. 49.
104
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam
Al-Nubala>‘, Juz VIII, h. 50.
105
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam Al-
Nubala>‘, Juz VIII , h. 52. Lihat Juga, Abd al-Rahma>n bin Abi> Bakr, Jala>luddi>n al-Suyu>ti>, Tabaqa>t al-
H{uffa>z}, Juz I (Beirut: Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmiyah, 1403 H), h. 96.
Nama lengkap Na>fi‘ adalah Na>fi Abu> Abdullah al-Madani> ia anak dari

Abdulla>h bin Umar bin al-Khatta>b al-Quraisy. Ia merupakan al-wasat} min al-

Ta>bi‘i>n. ia wafat pada tahun 117 H. Ia merupakan seorang imam, mufti>, seseorang
yang dapat dijadikan hujjah, dan ia juga seorang ulama madinah.106

Adapun guru-guru ia diantaranya Ibnu Umar, Aisyah, Abi> Hurairah, Abu>

Sa‘i>d al-Khudri>y, Ummu Salamah, Abi> Luba>bah bin Abd al-Munziri, dan lain-lain.107

Adapun muridnya antara lain al-Zuhri>, Ayyu>b al-Sijista>ni>, Abdullah Ibn

Umar, Zaid bin Wa>qidin, Ibn Juraij, Yu>nus bin ‘Ubaidin, Isma>il bin Umayyah,

Ayyu>b bin Musa>, Ma>lik bin Anas, dll.108

Adapun penilaian beberapa ulama terhadap ia diantaranya al-Ijli> berkata ia

s\iqah, menurut Ibnu Khara>sy ia itu s\iqah nabi>l, dan an-Nasa>‘I berkata ia s\iqah, dan
dalam kitab taqri>b al-Tahzi>b bahwasanya Na>fi‘ Abu Abdullah al-Madani> itu s\iqah

s\a>bit.109
5. Abdullah bin Umar

Nama lengkap Umar ialah Abdullah bin Umar bin Khat}a>b al-Quraisy al-

Adawi>. Lahir di makkah dan wafat pada tahun 73 atau 74 H. Ia adalah seorang

sahabat nabi Muhammad saw.

106
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam Al-
Nubala>‘, Juz V, h. 95.
107
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam Al-
Nubala>‘, Juz V, h. 95.
108
Sya>m al-Di>n Abu> Abdulla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Us\ma>n al-Z|ahabi>, Siya>r A‘lam Al-
Nubala>‘, Juz V, h. 95.
109
Abu> al-Fad}il Ah}mad bin Ali> bin Muhammad bin Ahmad bin H{ajar al-Asqala>ni>, Taqri>b al-
Tah}z}i>b, (Suriah: Da>r al-Rasyi>d,1406 H/ 1986 M), h. 559.
Adapun guru ia adalah Nabi Muhammad saw., , Bila>l muadzin Rasulullah

saw, Zai>d bin S|a>bit, Sa‘id bin Abi> Waqa>s, Abdullah bin Mas‘u>d, Us\ma>n bin Affa>n,

Umar bin Khatta>b (Abi>hi), Abu> Bakr al-S}iddi>q, dll.

Adapun murid ia adalah Adam bin Ali>yyi>n, Isma>il bin Abdurrahma>n bin Abi

Z{uai>b, Umayya>h bin Abdillah, S|a>bit bin Ubai>din, S|a>bit bin Muh}ammad, Sulaima>n

bin Abi> Yahya, Sulaima>n bin Yasa>r, Abdullah bin Dina>r, Abu Syiha>b al-Zuhri>, dll.

B. Kritik Matan

Menurut M. Syuhudi Ismail, langkah-langkah metodologis kegiatan

penelitian matan hadis dapat dikelompokkan dalam tiga bagian penelitian matan

yaitu dengan melihat kualitas sanadnya, meneliti susunan lafal berbagai matan yang

semakna dan meneliti kandungan matan.110

Dengan demikian, dalam makalah ini, penulis menggunakan tiga langkah

metodologis tersebut sebagai acuan.

1. Kualitas Sanad

Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek

kajian, maka ditemukan bahwa sanad tersebut dinilai s}ahi>h karena semua perawinya

dinilai s\iqah oleh ulama seperti Ibnu H}ati>m dan Ibnu H}ibba>n. Dengan demikian

kritik matan dapat dilanjutkan.

2. Susunan Lafal Hadis

110
M. Syuhudi Ismail, “Metodologi Penelitian Hadis Nabi”, (cet.1; Jakarta: Bulan
Bintang,1992) h. 121-122
Penelitian matan hadis dilakukan untuk melacak apakah terjadi riwa>yat bi al-

ma’na> sehingga lafal hadisnya berbeda dengan cara membandingkan matan-matan


hadis yang semakna.

Terdapat beberapa perbedaan lafal dalam hadis ini.

Dalam Bukhari terdapat 3 riwayat :

 2 hadis itu menggunakan kata ‫ﻲ‬


‫ﻧـَ َﻬﻰ‬
ِ ‫ﱠﺠ‬
‫ﺶ‬ ْ ‫َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬
 1 hadis masih menggunakan ‫ﻲ‬ akan teks sesudahnya lebih panjang ada

tambahan

‫ﻧـَ َﻬﻰ‬
،‫ُﺧﺘِ َﻬﺎ‬ ِ ِ
ْ ‫ َوأَ ْن ﺗَ ْﺸ َِﱰ َط اﳌَْﺮأَةُ ﻃَﻼَ َق أ‬،‫اﰊ‬
‫َﻋَﺮِ ﱢ‬
ْ ‫ﺎع اﳌ َﻬﺎﺟ ُﺮ ﻟ ْﻸ‬
َ َ‫ َوأَ ْن ﻳـَْﺒﺘ‬،‫َﻋ ِﻦ اﻟﺘﱠـﻠَﻘﱢﻲ‬
‫ﱠﺼ ِﺮﻳَِﺔ‬‫ﺘ‬ ‫اﻟ‬ ِ
‫ﻦ‬ ‫ﻋ‬‫و‬ ،‫ﺶ‬ِ ‫ﱠﺠ‬ ‫ﻨ‬ ‫اﻟ‬ ِ
‫ﻦ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻰ‬‫ﻬ‬ ‫ـ‬
َ ‫ﻧ‬‫و‬ ،‫ﻴﻪ‬ ِ ‫وأَ ْن ﻳﺴﺘَﺎم اﻟﱠﺮﺟﻞ ﻋﻠَﻰ ﺳُﻮِم أ‬
ِ ‫َﺧ‬
ْ ََ ْ َ َ َ َْ َ ُ ُ َ ْ َ َ
Dalam Muslim 1 riwayat:

 1 hadis itu menggunakan kata ‫ﻲ‬


ِ ‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨﱠ ْﺠ‬
‫ﺶ‬
Dalam an-Nasa‘I 2 riwayat:

 2 hadis ini menggunakan kata ‫ ﻲ‬tapi 1 hadis itu lebih panjang


ِ ‫ﱠﺠ‬
‫ﺶ‬ ْ ‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬
 hadis yang panjang
ِ ‫ﱠﺠ‬
‫ﺶ‬ ْ ‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬
‫َواﻟﺘﱠـﻠَﻘﱢﻲ‬
‫ﺎﺿٌﺮ ﻟِﺒَ ٍﺎد‬
ِ ‫وأَ ْن ﻳﺒِﻴﻊ ﺣ‬
َ َ َ َ
Dalam Ibnu Majah 1 riwayat
‫‪‬‬ ‫ﻧـَ َﻬﻰ ‪hadisnya masih tetap menggunakan kata‬‬
‫ﱠﺠ ِ‬
‫ﺶ‬ ‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫‪Dalam Muwatta Ma>lik 1 riwayat:‬‬

‫‪‬‬ ‫ﻧـَ َﻬﻰ ‪dalam hadis ini menggunakan juga kata‬‬


‫ﱠﺠ ِ‬
‫ﺶ‬ ‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫‪Dalam Ahmad terdapat 7 riwayat‬‬

‫‪‬‬ ‫ﻧـَ َﻬﻰ ‪2 hadis diawali dengan kata‬‬

‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ﺗَـﻠَﻘﱢﻲ اﻟ ﱢﺴﻠَ ِﻊ‬


‫اق‬
‫َﺳ َﻮ ُ‬ ‫ِ‬
‫َﺣ ﱠﱴ ﻳـُ ْﻬﺒَ َﻂ َﺎ ْاﻷ ْ‬
‫ﺶ‬‫ﱠﺠ ِ‬
‫َوﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫ﻀ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺑـَْﻴ ِﻊ ﺑـَ ْﻌ ٍ‬
‫ﺾ‬ ‫ﺎل َﻻ ﻳَﺒِ ْﻊ ﺑـَ ْﻌ ُ‬
‫َوﻗَ َ‬
‫‪‬‬ ‫‪1 hadis dengan susunan yang berbeda‬‬
‫ﺾ‬‫ﻀ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺑـَْﻴ ِﻊ ﺑَـ ْﻌ ٍ‬ ‫َﻻ ﻳَﺒِ ْﻊ ﺑـَ ْﻌ ُ‬
‫ﺶ‬ ‫ﱠﺠ ِ‬ ‫َوﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫اﳊَﺒَـﻠَ ِﺔ‬
‫َوﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ﺑـَْﻴ ِﻊ َﺣﺒَ ِﻞ ْ‬
‫وﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟْﻤَﺰاﺑـَﻨَ ِﺔ واﻟْﻤَﺰاﺑـَﻨَﺔُ ﺑـَْﻴ ُﻊ اﻟﺜﱠﻤ ِﺮ ﺑِﺎﻟﺘ ْﱠﻤ ِﺮ َﻛْﻴ ًﻼ وﺑـَْﻴ ُﻊ اﻟْ َﻜﺮِم ﺑِﺎﻟﱠﺰﺑِ ِ‬
‫ﻴﺐ َﻛْﻴ ًﻼ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ َ ُ‬ ‫َ‬
‫‪‬‬ ‫‪ tapi 1 hadis dengan susunan berbeda‬ﻧـَ َﻬﻰ ‪2 hadis dengan menggunakan lafal‬‬
‫اﻟﺮْﻛﺒَﺎ َن‬
‫َﻻ ﺗَـﻠَﻘ ْﱠﻮا ﱡ‬
‫ﱠﺠ ِ‬
‫ﺶ‬ ‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬
‫‪‬‬ ‫‪ tetapi dengan hadis yang lebih panjang‬ﻧـَ َﻬﻰ ‪2 hadis menggunakan lafal‬‬
‫اﺳﺘِْﺌ َﺠﺎ ِر ْاﻷ َِﺟ ِﲑ‬
‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ْ‬
‫َﺟ ُﺮﻩُ‬
‫ﲔ ﻟَﻪُ أ ْ‬
‫َﺣ ﱠﱴ ﻳـُﺒَـ ﱠ َ‬
‫ﺲ َوإِﻟْ َﻘ ِﺎء ْ‬
‫اﳊَ َﺠ ِﺮ‬ ‫ﺶ َواﻟﻠﱠ ْﻤ ِ‬‫ﱠﺠ ِ‬‫َو َﻋ ْﻦ اﻟﻨ ْ‬
Setelah melakukan perbandingan antara matan satu dengan matan yang lain,

dari 15 riwayat tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diantaranya

terdapat beberapa riwayat yang agak panjang seperti riwayat Bukhari dan beberapa

riwayat Ah}mad bin H}anbal dan ada juga riwayat lain yang lebih pendek seperti

riwayat lain dalam Bukhari> dan beberapa riwayat Ah}mad bin H}anbal dan riwayat

Muslim, Ibnu Ma>jah dan Nasa‘I. Dalam matan hadis ini ada beberapa yang hanya

melarang jual beli Najasy akan tetapi dalam beberapa riwayat lain menambahkan

macam-macam jual beli yang dilarang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hadis ini

merupakan riwa>yah bil lafazhi.

3. Kandungan Hadis

Hadis yang diteliti ini melarang melakukan jual beli najasy bagi pelaku bisnis

atau yang dikenal sebagai penjual (produsen). Pelarangan ini dikarenakan cara jual

beli ini dilakukan agar memperoleh keuntungan lebih dan merugikan pembeli

(konsumen). Hal ini sejalan dengan dengan firman Allah QS. al-Fatir : 29 :

    

Terjemahnya:

Mereka mengharapkan Tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi.111

Ayat ini jelas sangat dianjurkan dalam perdagangan harus berbuat jujur dan

tidak merugikan salah satu pihak. Dan terdapat pula dalam hadis lain yang melarang

kita berbuat curang yang merugikan pembeli.


َ َ‫ﻚ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َر ِﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ ﻗ‬
‫ﺎل‬ ٌ ِ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ َﻣ ْﺴﻠَ َﻤﺔَ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻣﺎﻟ‬
ِ
‫ﺶ‬ِ ‫ﱠﺠ‬ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ‬ َ ‫ﱠﱯ‬ ‫ﻧـَ َﻬﻰ اﻟﻨِ ﱡ‬

111
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 438.
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah telah menceritakan
kepada kami Malik dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari menambahkan harga barang
dagangan yang menganudng unsur penipuan terhadap orang lain.
Dengan demikian hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Quran dan

hadis. Dan hadis ini juga tidak bertentangan dengan akal karena sangat jelaslah tidak

ada seorang pun yang rela unruk dirugikan dalam jual beli. Sehingga perbuatan jual

beli najasy ini dilarang.

d. Bentuk Bentuk Kecurangan dalam Jual Beli

1. Kecurangan dengan menjual barang cacat

Secara hukum fiqih seseorang wajib menjelaskan cacat barang-barang yang

akan dijual pada orang lain, sebagaimana yang dijelaskan pada hadis riwayat Ibnu

Ma<jah. Bahkan haram hukumnya menjual barang cacat tanpa menjelaskan pada

pembeli.

Realitas historis atau yang dikenal dengan asbab al-wurud hadis yang

diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Berdasarkan riwayat dari Abdullah Ibnu Umar bahwa

suatu waktu Rasulullah berjalan melewati pasar, kemudian Rasulullah melihat

tumpukan makanan oleh pemiliknya memuji tumpukan makanan jualannya.

Kemudian rasulullah memasukkan tangannya kedalam bahan makanan itu lalu

mengeluarkannya sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
penjualnya. Maka Rasulullah bersabda kepada penjual tersebut, tidak ada tipu

menipu dikalangan orang muslim. Barang siapa yang menipu, maka bukan dari

golonganku.
‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬
ُ ‫ﺎل َﻣﱠﺮ َر ُﺳ‬ ِ ِ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ ﺧﻠَﻒ ﺑﻦ اﻟْﻮﻟ‬
َ َ‫ﻴﺪ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﻣ ْﻌ َﺸ ٍﺮ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ﻗ‬ َ ُْ ُ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ ٍ ِ
ِ
ٌ‫ﺻﺎﺣﺒُﻪُ ﻓَﺄ َْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓﻴﻪ ﻓَﺈذَا ﻃَ َﻌ ٌﺎم َرديء‬ َ ُ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺑِﻄَ َﻌﺎم َوﻗَ ْﺪ َﺣ ﱠﺴﻨَﻪ‬َ
ِ
‫ﺲ ﻣﻨﱠﺎ‬ ٍ ِ ٍ ِ ِ َ ‫ﻓَـ َﻘ‬
َ ‫ﺎل ﺑ ْﻊ َﻫ َﺬا َﻋﻠَﻰ ﺣ َﺪة َوَﻫ َﺬا َﻋﻠَﻰ ﺣ َﺪة ﻓَ َﻤ ْﻦ ﻏَﺸﱠﻨَﺎ ﻓَـﻠَْﻴ‬
Artinya:

(AHMAD - 4867) : Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Al Walid


telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati tumpukan makanan dan
telah diperbagus oleh pemiliknya. Lalu beliau memasukkan tangannya dan ternyata
ada makanan yang telah rusak. Maka beliau pun berkata, "Juallah yang ini dengan
harga tertentu dan yang ini dengan harga tertentu pula. Barangsiapa menipu kami, ia
bukan golongan kami."
Berkenaan dengan larangan menjual barang yang cacat kecuali telah

dijelaskan kecacatannya kepada konsumen, sangat berbanding terbalik dengan

anjuran Rasulullah dalam berbisnis, yaitu tabligh.

Tabligh yaitu menyampaikan sesuatu.112 Hal ini berarti orang yang memiliki

sifat tabligh, akan menyampaikan keadaan barang yang dijualnya dengan benar dan

dengan tutur kata yang baik.

Sebagaimana menurut A. Darussalam dalam bukunya dikatakan bahwa

seorang pebisnis itu bisa dipercaya karena kesalehan dan kejujurannya, akan

dipercaya dan disukai oleh mitra bisnisnyakata-katanya selalu menjadi rujukan dan

diperhatikan oleh orang lain, karena dalam perkataannya mengandung kebenaran.

Zaman sekarang ini iklan memainkan peranan yang sangat penting dalam

menyampaikan informasi tentang sesuatu produk kepada masyarakat. menurut

112
Majma‘ al-Lugah al-‘Arabi>yah, al-Mu‘jam al-Wasit}, Juz I (Teheran: al-Maktabah al-
‘Ilmiyah, t.th.), 68
Ahmad Fuad Afdal bahwasanya iklan sangat berpengaruh terhadap kehidupan

manusia baik secara positif maupun negatif.113

Larangan mencual barang cacat tanpa memberitahukan kecacatannya

dilarang secara tegas disampaikan oleh rasulullah yaitu:


‫َﺧﻮ اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِ ِﻢ‬ ِ ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَـ ُﻘ‬
ُ ‫ﻮل اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠ ُﻢ أ‬
ِ َ ‫ﻋﻦ ﻋ ْﻘﺒﺔَ ﺑ ِﻦ ﻋ ِﺎﻣ ٍﺮ ﻗَ َﺎل َِﲰﻌﺖ رﺳ‬
َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ َُ ُ ْ َ ْ َ ُ َْ
ِِ ِ ِ ِ ‫َﻻ َِﳛ ﱡﻞ ﻟِﻤﺴﻠِ ٍﻢ ﺑ‬
ُ‫ﺐ إِﱠﻻ ﺑَـﻴﱠـﻨَﻪُ ﻟَﻪ‬
ٌ ‫ﺎع ﻣ ْﻦ أَﺧﻴﻪ ﺑَـْﻴـ ًﻌﺎ ﻓﻴﻪ َﻋْﻴ‬
ََ ُْ
Artinya:

(IBNUMAJAH - 2237) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin


Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jarir berkata, telah
menceritakan kepada kami Bapakku berkata; aku mendengar Yahya bin Ayyub
menceritakan dari Yazid bin Abu Habib dari 'Abdurrahman bin Syumasah dari
Uqbah bin Amir ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Muslim satu dengan muslin lainnya itu bersaudara, maka seorang muslim
tidak boleh menjual barang yang ada cacat kepada saudaranya kecuali menjelaskan
kepadanya."

Dalam hadits ini terdapat ketentuan hukum untuk jual beli barang cacat. Jika

sudah tercapai kesepakatan jual beli dan pembeli mengetahui bahwa ada cacat maka

pembeli akan tetap melakukan jual beli tanpa membayar harga apapun, karena pada

dasarnya ia bersedia. Namun, jika dia menemukan cacat setelah kontrak, cacat

tersebut masih berlaku tetapi tidak dapat dilaksanakan.Dia berhak mengembalikan

barang dan menuntut pengembalian pembayaran atau tidak mengembalikan barang,

dan hanya menuntut ganti rugi sejumlah cacat barang.

Menurut Syafi'i, jika ada yang membeli barang dan kemudian menjualnya

setelah mengetahui rusak, maka khiyar tersebut akan dibatalkan. Abu Yusuf

menetapkan dua jalur Khiyar, yaitu tidak mengembalikan barang atau

113
A. Darussalam, Etika Bisnis dalam Perspektif Hadis, 215.
mengembalikan barang dengan meminta ganti rugi yang sesuai. Di saat yang sama,

Abu Hanifah berpendapat bahwa itu cukup untuk mengganti barang yang cacat

saja.114

Dari beberapa sudut pandang di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun

barang cacat yang disembunyikan tersebut semuanya haram, namun larangan

tersebut tidak mempengaruhi hukum dasar jual beli, tetapi hanya mempengaruhi

keabsahan kepemilikan barang tersebut. Tidak hanya itu, jika ternyata produk

tersebut mengandung cacat, maka upaya agar konsumen tidak dirugikan oleh pelaku

usaha dengan model Khiyar Aib.

2. Kecurangan dengan menimbun barang

Praktek ini juga merupakan salah satu bentuk kecurangan dalam jual beli.

Penimbunan dalam bahasa Arab disebut dengan ikhtikar yang merupakan asal kata

dari ‫ ﺣﻜﺮا‬-‫ ﳛﻜﺮ‬-‫ ﺣﻜﺮ‬yang artinya menimbun, memborong, dam kata ‫ اﺣﺘﻜﺮ‬artinya

menumpuk-numpuk barang.115 Dalam buku Abuddin Nata, Ensiklopedia Islam

bahwa menimbun dalam Bahasa Arab disebut ‫ اﺣﺘﻜﺮ‬yang artinya memborong,

memonopoli.116 Ih}tika>r juga bermakna istabadda yang berarti bertindak sewenang-

wenang. Dalam kamus al-Munawwir istabadda artinya juga bertindak sewenang

wenang.117 Dalam buku Ensiklopedia Islam jilid I dijelaskan, ih}tikar artinya

menyimpan barang dagangan untuk menunggu lonjakan harga.

114
Indriyati, “Penerapan Khiyar Pada Jual Beli”, Al-SYIRAH: Jurnal Ilmiah, vol. 2, no. 2
2014, 38.
115
Ahmad Sya’bi, Kamus al-Qalam Indonesia-Arab Arab-Indonesia, (Surabaya: Halim Jaya,
t.t), 46.
116
Abuddin Nata, Ensiklopedia Islam, cet.ke-8 (Jakarta: PT. Lehtiar Baru Van Hoeve, 2001),
224.
117
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlemgkap, cet. Ke-4
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 285.
Sedangkan menurut istilah “menimbun” ialah membeli barang dalam jumlah

besar dan simpan untuk dijual kepada warga dengan harga tinggi saat dibutuhkan.118

Dan dalam buku Etika Bisnis Dalam Al-Quran oleh Luqman Faroni diterangkan

bahwa penimbunan adalah pengumpulan dan penimbunan barang tertentu yang

dilakukan dengan sengaja sampai batas waktu menunggu tingginya harga barang-

barang tersebut.119 Yusuf Qaradhawi menguraikan, tindakan ihtikar itu diistilahkan

dengan monopoli, yakni menahan barang untuk beredar dipasar agar harganya

melambung tinggi.120

Hadis tentang perbuatan curang dalam menimbun barang yang akan dijual

terdapat pada Musnad Ahmad nomor hadis 27247 yaitu:


ِ ِ‫ ﻋﻦ ﺳﻌ‬، ‫ ﻋﻦ ُﳏ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ‬،‫ﺎق‬ ِ
‫ﻴﺪ‬ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ إ ْﺳ َﺤ‬:‫ ﻗَ َﺎل‬،‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ َﺪةُ ﺑْ ُﻦ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ َن‬
‫ " َﻻ‬:‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ ‫ﻮل اﷲ‬ َُ ‫ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﷲِ اﻟْ َﻌ َﺪ ِو ﱢ‬،‫ﺐ‬
ِ ُ ‫ ﻗَ َﺎل رﺳ‬:‫ي ﻗَ َﺎل‬ ِ ‫ﺑْ ِﻦ اﻟْﻤﺴﻴﱢ‬
َُ
121 ِ
«‫َْﳛﺘَ ِﻜ ُﺮ إِﱠﻻ َﺧﺎﻃ ٌﺊ‬

Artinya:
Dari ma’mar bin abu ma’mar salah Bani ‘Ady bin Ka’ab, ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah seorang menimbun barang, kecuali telah
berbuat salah .”
Hadis di atas menunjukkan bahwa pedagang atau pelaku usaha menimbun

harta untuk tujuan menjual harta benda pada saat barang langka dan harganya

118
Rachmat Syafe’I, al-Hadis, Aqidah , Akhlak Sosial dan Hukum ( Bandung: CV Pustaka
setia, 2000), 174.
119
Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006),
128.
120
Yusuf Qaradhawi, Peran , Nilai dan Moral dalam Perekonomian, terj. Didin
Hafidhuddin, (Jakarta: Robbani Press, 1997) 87, Lihat juga, Mustafa Kamal Rokan, Hukum
Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), 42.
121
Abu> Dawu>d Sulaima>n bin al-Asy‘as\ bin Ish}a>k bin Basyi>r bin Syida>d bin ‘Amru al-Azadi>
al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Dawu>d, Juz X (Beirut: al-Maktabah al-As\ariyah, t.t), 313.
melambung tinggi untuk mendapatkan keuntungan berlipat, perilaku ini dianggap

bersalah.

Hal ini sesuai dengan pandangan Muhammad Salam Madkur tentang ihtikar

yang dilarang keras dalam Islam karena memonopoli hal-hal yang sangat dibutuhkan

banyak orang dalam hidupnya, dan karena perilaku ini memberi Masyarakat

membawa masalah dan menyebabkan banyak kerugian.122

Kemudian, kata ‫ ﺧﺎﻃﺊ‬mengacu pada orang yang melakukan kesalahan (dosa).

Sunnah menunjukkan bahwa perbuatan yang salah merupakan penyimpangan dari

aturan jual beli dalam sistem ekonomi Islam berdasarkan Alquran dan Sunnah.123

Dengan demikian pedagang hendaknya tidak melakukan penimbunan barang

pada saat masyarakat sedang membutuhkan dengan tujuan agar memperoleh laba

yang sebanyak banyaknya karena menimbun dengan niat seperti hukumnya haram

karena tidak menerapkan prinsip keadilan.124

Kata ‫ ﺧﺎﻃﺊ‬dalam hadis larangan menimbun barang menunjukkan laranga

untuk menimbun barang apapun tanpa terkecuali apalagi saat barang itu dibutuhkan

ditengah masyarakat, Rasulullah memberi predikat kepada pelaku penimbun dengan

predikat ‫ ﺧﺎﻃﺊ‬artinya orang yang berbuat dosa dan bukanlah perkara ringan karena

Allah juga telah menyebutkan nama Firaun dan Ha>man beserta tentaranya dengan

istilah yang sama.125 Sebagaimana firman Allah QS. al-Qasa>s/28. 8 :

           

  


Terjemahannya:

122
Lukman Fauroni, Etika Bisnis Dalam al-Qur’an, 131.
123
Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, (Malang: Uin Malang Press, 2008), 6.
124
Rahmat Syafie’i, al-Hadis, Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, 178.
125
Rahmat Syafie’i, al-Hadis, Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, 178.
Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya Dia menja- di
musuh dan Kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Ha- man
beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.126

Dengan demikian, maka hadis riwayat Ma’mar bin Abdullah tentang

penimbunan barang pokok dapat dipahami secara tekstual bahwa, tidak menimbun

kecuali ia akan berdosa. Maksudnya orang yang melakukan penimbunan barang

pokok yang merupakan kebutuhan masyarakat akan mendapatkan dosa dari allah.

3. Kecurangan dengan melakukan Jual beli Najazy

Dalam pengertian etimologis An-Najasy bermakna al-itsa>rah yaitu


menggerakkan. Dalam kitab Lisa>n al-‘Arab, Najasy diartikan sebagai mengeluarkan

sesuatu.127 Dalam kitab Faid} al- Ba>ri‘ bahwasanya An-Najasy menurut bahasa yaitu

menghasut hati.128 Sedangkan dalam pengertian terminologis adalah Ketika

seseorang menaikkan harga suatu produk, tetapi dia tidak membutuhkan produk

tersebut dan tidak ingin membelinya. Harapannya saja harga akan naik sehingga

menguntungkan pemilik komoditas tersebut.

Disebutkan dalam kitab H{as> yiah al-Sanadi> ala> Sunan Ibnu Ma>jah bahwa an-

Najasy adalah teknik Penjual dengan menjelaskan tentang barangnya agar bisa
terjual dengan cepat. Begitu pula sebaliknya, yakni mengatakan harga tinggi agar

pembeli tidak membeli barang tersebut.129

126
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI,
2008), 455.
127
Muh}ammad bin Makram bin ‘Ali> Abu al-Fad}il Jama>luddin Ibn Manz}u>r al-Ans}a>ri<, Lisa>n al-
‘Arab, Juz VI (Beiru>t: Da>r S{a>dr, 1414 H), 351.
128
Ibnu Bat}t}a>l Abu> al-Hasan Ali< bin Khalaf bin Abd al-Malik, Syarh S{ah}ih al-Bukha>ri> li< ibn
Bat}t}a>l, Juz VI (Maktabah al-Rasyid; Riyad}, 1423 H), 269.
129
Muh}ammad bin Abd al-Ha>di< Abu> Hasan Nur al-Di>n al-Sanadi<, H{a>syiah al-Sanadi> ala>
Sunan Ibnu Ma>jah, Juz II (Da>r al-Ji>l; Beirut, t.th.) 13. Lihat juga Maman Firmansyah, “Hadis Tentang
Ibnu Abi> ‘Auf berkata An-Najasy sama dengan memakan riba dan merupakan

perbuatan yang batil dan tidak dihalalkan melakukan praktik tersebut.130 Begitu juga

yang dikatakan oleh Ibnu al-‘Arabi> bahwasanya Najasy itu adalah suatu perbuatan

yang dibuat-buat yang bertujuan untuk membohongi pembeli.131

Sehingga peneliti menarik kesimpulan bahwa Najasy adalah suatu perbuatan

yang keluar dari seseorang yang dilakukan untuk menghasut calon pembeli agar

menawar barang penjual lebih tinggi dari tawarannya.

Dasar pelarangan praktek Najasy ini berdasarkan hadis Rasulullah saw yaitu:
ِ ِ َ ‫ﻋﻦ اﺑ ِﻦ ﻋﻤﺮ أَ ﱠن رﺳ‬
ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻧَـ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ‬
ِ ‫ﱠﺠ‬
‫ﺶ‬ َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ َ ََ ُ ْ ْ َ
Artinya:
dari Ibnu Umar berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli
dengan cara Najasy (menambah harga untuk menipu pembeli)." (HR. Ibnu Majah)
Pada prinsipnya Rasulullah melarang jual beli an-Najasy. An-Najasy yang

dimaksud dalam hadis ini adalah suatu bentuk praktik jual beli yang dilakukan oleh

seorang penjual dengan cara menugaskan seseorang untuk menawar barang milik

pelaku usaha dengan harga yang lebih tinggi dari yang harga biasanya. Sementara

orang tersebut tidak memiliki keinginan sedikit pun untuk membelinya. Kegiatan itu

semata-mata bertujuan untuk memperdaya calon pembeli (konsumen) untuk

memperoleh keuntungan yang lebih besar. Ini merupakan salah satu bentuk

penipuan, dan oleh karenanya jual beli ini termasuk praktik jual beli terlarang.132

Praktik-Praktik yang Terlarang Dalam Jual beli” , Repository UIN Syarif Hidayatullah, Skripsi S1,
2011, 47.
130
Ibnu Bat}t}a>l Abu> al-Hasan Ali< bin Khalaf bin Abd al-Malik, Syarh S{ah}ih al-Bukha>ri> li< ibn
Bat}t}a>l, Juz VI, 269.
131
Muh}ammad bin Makram bin ‘Ali> Abu al-Fad}il Jama>luddin Ibn Manz}u>r al-Ans}a>ri<, Lisa>n al-
‘Arab, Juz VI, 351.
132
Deby Melani et. al, “Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Jual Beli Najasy pada
Marketplace Lazada, SPESIA: Prosiding Hukum Ekonomi Syariah, vol. 6, no. 2 Tahun 2020. 246.
Sejalan dengan beberapa pengertian ulama tentang Najasy, Al-Hafiz Ibnu

H{a>jar al-‘Asqala>ni> mengatakan dalam kitabnya Fath al-Bari>, jual beli najasy adalah

menaikan harga penawaran yang dilakukan oleh orang yang sebenarnya tidak ingin

membeli barang tersebut, tetapi hanya ingin menjerumuskan orang lain.133

Dalam ilmu Fiqih, jual beli An-Najasy memiliki banyak cara, diantaranya:134

Pertama, Orang yang tidak ingin membeli produk berpura-pura menawar produk
dengan harga yang lebih tinggi dari harga penawaran sebelumnya, tujuannya adalah

untuk membujuk penawar pertama untuk menaikkan harga penawaran, terlepas dari

apakah kesepakatan telah dicapai antara penjual. dan penawar palsu, tujuan penawar

adalah untuk menarik pembeli, menguntungkan penjual atau hanya untuk hiburan.

Kedua, Mereka yang tidak berniat membeli berpura-pura mengapresiasi barang yang
ditawarkan dan memuji barang tersebut sehingga calon pembeli bisa meningkatkan

penawarannya. Ketiga, Pemilik barang, perwakilan dari pemilik barang atau orang

yang memberitahu calon pembeli bahwa barang yang akan ditawarkan telah ditawar

seseorang dengan harga tertentu tetapi tidak akan dilepas untuk menipu calon

pembeli. Keempat, membuat iklan menggunakan media visual, audio atau cetak,

yang mempromosikan kelebihan barang tersebut, meskipun kelebihan tersebut tidak

sesuai dengan situasi sebenarnya.

Hal semacam ini dilarang dalam perdagangan menurut islam dikarenakan

perbuatan itu menyebabkan kerugian yang amat besar bagi konsumen untuk

memperoleh keuntungan yang besar.

133
Al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Juz 4 (Beirut: Dar al-Fikr, 1993),
355.
134
Kholid Syamhudi, “Jual Beli Terlarang”, Blog Kholid Syamhudi.
http://klikuk.com/2013/12/05/ Jual Beli Terlarang 1 html. (diakses 25 Desember 2020).
Jika mencari ayat alquran yang relevan melarang transaksi Najasy secara

jelas tidak akan ditemukan tetapi secara umum al-Quran sebagai sumber rujukan

utama dalam ajaran agama islam, tentunya banyak ayat-ayat al-Quran yang

memberikan nilai nilai prinsipil yang mengatur prilaku-prilaku yang bertentangan

dengan ajaran islam. Sehingga dalil al-Quran yang sejalan dengan larangan prilaku

najasy yaitu ayat al-Quran yang melarang umat manusia untuk memakan harta

saudaranya secara batil. (QS. an-Nisa/4: 29),

          

              

Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.

Dalam ayat di atas, Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman,

untuk tidak memakan harta sesamanya dengan cara yang jahat, kecuali harta yang

diperoleh dengan cara berdagang yang berlaku musyawarah di antara mereka. Dan

dalam ayat di atas, Allah SWT juga melarang bunuh diri, karena Allah Maha

Penyayang kepada mereka.

Kata yang perlu digaris bawahi terkait korelasi ayat ini dengan larangan

transaksi Najasy adalah verba bathil sebagai oponen dari transaksi jual beli yang

dilakukan atas dasar kerelaan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.135

135
Alwan Sobari, “Larangan Menjual Barang yang Sudah Dijual”, Tawshiyah, vol. 18 no. 8
Tahun 2017, 7.
Muhammad mengutip dalam karya Al-Maraghi, surah an-Nisa ayat 29 ini

merupakan kaidah umum tentang transaksi terhadap harta yang dilakukan sebagai

pembersihan jiwa dalam mengumpulkan harta. Kebathilal dalam harta benda itu

berarti melakukan transaksi tanpa keridhaan salah satu pihak dalam artian ada salah

satu pihak yang dirugikan. Namun bukan hanya tentang transaksi tapi juga

mengarah kepada menafkahkan harta bendanya bukan kejalan yang benar.136

Mengenai kata ba>thil, ar-Raghib al-Asfahani menjelasakan bathil merupakan

lawan dari kebenaran yang artinya segala sesuatu yang tidak mengandung apa-apa

didalamnya ketika diteliti atau diperiksa tidak manfaatnya baik di dunia maupun di

akhirat.137

Syekh al-Binjai pernah menjelaskan surah an-Nisa ayat: 29, beliau

berpandangan ayat ini merupakan pelarangan yang jelas terhadap perilaku memakan

harta dengan jalan yang bathil. Memakan harta sendiri dengan jalan yang bathil

adalah membelanjakan harta pada jalan maksiat. Sedangkan memakan harta orang

lain dengan cara yang bathil ada berbagai cara yaitu, memakan dengan jalan riba,

judi, menipu, dan menganiaya, termasuk juga didalamnya segala jenis jual beli yang

dilarang dalam islam.138

Jika menarik pada pemaknaan Najasy dalam kitab Faid al-Bari> bahwasanya

najasy adalah menghasut hati. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt. dalam Q.S
al-Qalam ayat 10-11:

         

136
Alwan Sobari, “Larangan Menjual Barang yang Sudah Dijual”, Tawshiyah, vol. 18 no. 8
Tahun 2017, 7
137
Taufiq, “Memakan Harta Secara Bathil”, Jurnal Ilmiah Syariah, vol. 17, no. 2 Juli-
Desember 2018, 248.
138
Taufiq, “Memakan Harta Secara Bathil”, Jurnal Ilmiah Syariah, vol. 17, no. 2 Juli-
Desember 2018, 248.
Terjemahnya:

Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,

Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah.

Ayat ini menjelaskan kullu bisa dartikan dengan makna semua, tetapi diayat

ini bukan berarti nabi di perintahkan untuk tidak mengikuti semua penyumpah tetapi

kullu yang dimaksud disini adalah anjuran untuk semua orang. Quraish Shihab
menjelaskan bahwa sifat orang yang banyak bersumpah adalah kehinaan. Kemudian

hammaz diartikan sebagai dorongan atau tekanan yang keras. Kemudian


berkembang maknanya sehingga berarti mendorong, menusuk dengan tangan atau

tongkat. Lalu lebih jauh pengertian ini berkembang lagi sehingga dorongan ini

dengan menggunakan lidah atau ucapan. Sehingga dapat dipahami dalam ari

menggunjing, mengumpat, atau menyebut sisi negatif orang lain. 139

Kemudian kata nami>m dalam ayat ini Quraish Shihab menafsirkannya

sebagai penyampaian berita yang menyakitkan hati pendengarnya dan menimbulkan

perselisihan.140

Berdasarkan penjelasan ayat diatas walaupun ayat ini bukan ditujukan ubtuk

perilaku najasy tetapi jika ditarik benang merah antara perbuatan hammaz dan

namimah dengan najasy ada persamaan yaitu terindikasi untuk mendorong


(menghasut) seseorang dengan ucapan. Dan ucapannya ini bisa jadi berupa ajakan

139
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, Jilid. Ke-14,
cet. ke-3 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 384, Lihat juga Ibnu Kasi>r, Tafsir Ibnu Kasir, terj. Bahrun
Abu Bakar, ( Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), 5.
140
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, Jilid. Ke-14,
cet. ke-3, h. 384.
atau larangan. Sehingga orang yang berbuat najasy dengan cara merayu atau seolah-

olah ingin membeli atau pun dengan cara melebih-lebihkan barang penjual agar

pembeli ini semakin tertarik untuk membeli barang tersebut. Perbuatan seperti ini

sangat dilarang Allah untuk diikuti.

Prinsip kedua berkaitan dengan hadis najasy adalah prinsip kejujuran.

Kesuksesan seseorang beserta kebahaiaannya sumbernya berasal dari kejujuran.

Tidak dapat disangkal bahwa di zaman sekarang ini, kita telah menemukan banyak

orang yang berhasil dengan cara yang tidak jujur. Namun, kesuksesannya bukanlah

kesuksesan yang sebenarnya yang diridhoi oleh Allah SWT.

Jika esensi kejujuran bisa diterapkan untuk urusan sekuler, apalagi urusan

bisnis, alangkah indahnya. Karena dengan mengamalkan hakikat kejujuran pada

setiap pengusaha, sifat-sifat keji seperti sombong, arogansi, kemunafikan,

kekejaman, keserakahan, dan yang terpenting esensi tipu daya akan hilang.

Salah satu ciri pebisnis yang jujur adalah orang yang menjual tidak memuji

barang dagangannya, dan tidak pula meminta orang lain memuji atau menawarkan

barangnya dengan harga yang lebih tinggi untuk menipu pembeli. Dalam sebuah

hadis Rasulullah saw., menyatakan :


‫اﻟﺘﺎﺟﺮ اﻟﺼﺪوق اﻷﻣﲔ ﻣﻊ اﻟﻨﺒﻴﲔ واﻟﺼﺪﻳﻘﲔ واﻟﺸﻬﺪاء‬

Artinya:

“Pedagang yang jujur dan terpercaya bergabung dengan para nabi, orang-

orang jujur, dan para syuhada .141

141
Muh}ammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin al-D{ah}a>k al-Turmuz\i>, Sunan al-Turmuz\i>,
Juz III, 507. Lihat juga, A.Darussalam, Etika Bisnis dalam Perspektif Hadis, 195.
Keberhasilan berdagang atau berbisnis tidak hanya bergantung pada hasil.

Namun, bagaimana memperoleh kebahagiaan Allah SWT melalui upaya sekuler, dan

dengan demikian mencapai kesuksesan di masa depan, bagaimana berhasil di hari

kiamat, tetap akan melikuidasi semua amal. Inilah sebabnya mengapa nabi memberi

tahu kita melalui hadits ini bahwa dalam transaksi, penjual harus menyatakan

dengan jelas keadaan sebenarnya dari barang yang disediakan. Jangan gunakan orang

lain untuk menaikkan harga barang, sehingga Anda bisa mendapat banyak

keuntungan.

Praktik jual beli an-Najasy yang telah tertera dalam hadis Ibnu Umar ra.

Tersebut merupakan suatu bentuk interaksi yang merugikan konsumen. Sehingga

dilarang oleh Rasulullah.

Berdasarkan pengertian beberapa ulama tentang ulama tentang an-Najasy

yaitu menawar barang dengan harga lebih tinggi melalui persekongkolan dengan

tujuan untuk membuat harganya naik, bukan dengan maksud untuk membelinya,

melainkan untuk memperdaya orang lain agar membeli dengan harga yang tinggi ini.

Ibnu Umar meriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw., melarang Najasy.

Menurut Jumhur Ulama bahwasanya Najasy itu hukumnya haram.142

Dalam Fath} al-Ba>ri<, Ibn H{ajar berkata para ulama berbeda pendapat tentang

hukum transaksi Najasy. Ibn Munzi>r menukilkan dari sekelompok ahli hadis bahwa

jual beli Najasy itu batal. Ini merupakan pendapat Ahli Zahir dan salah satu riwayat

dari Malik. Hukum jual beli itu batal apabila telah ada persetujuan dari pemilik atau

telah direkayasa.143

142
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, terj. Mujahidin Muhayan, Jilid 5 (Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2010), 94.
143
Al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 355.
Sedangkan pendapat yang terkenal diantara ulama mazhab Maliki terhadap

jual beli ini adalah tetapnya Khiar144. Ini juga merupakan salah satu pendapat yang

dimiliki oleh oleh para ulama mazhab Syafi‘i berdasarkan qiyas kepada tashriyah

(menahan susu binatang dalam kambingnya untuk menipu pembeli), namun

pendapat yang paling benar menurut mereka adalah bahwa jual beli ini sah disertai

dengan dosa. Ini merupakan pendapat para ulama mazhab Hanafi.

Inilah beberapa bentuk dari kecurangan yang sering terjadi dalam pratek jual

beli yang ada pada masyarakat. Sehingga menyebabkan ada pihak yang dirugikan

yang haknya telah diambil oleh pihak tertentu. Makanya prilaku curang apa pun

bentuknya harus dihindari karena telah ada ketentuannya sebagai seorang muslim

untuk berpedoman tidak hanya pada al-Quran tetapi juga harus memperhatikan hadis

Nabi. Muhammad saw.

144
Khiar adalah memilih yang paling baik diantara dua perkara, yaitu melanjutkan jual beli
atau membatalkannya.
C. Penutup

a. Kesimpulan

Pengertian Curang adalah sebuah prilaku yang menjadikan seseorang

dirugikan dengan tidak mendapatkan haknya. Dalam bahasa arab, curang disebut

dengan al-ghisy yang berarti curang atau menipu. Sedangkan secara istilah al-ghisy

adalah segala bentuk penipuan atau kecurangan dalam akad jual beli, sewa menyewa,

pinjam meminjam, gadai, dan muamalah lainnya.

Bentuk kecurangan yang sering terjadi dalam jual beli ada begitu banyak

tetapi yang sering dilakukan ialah a) menjual barang yang cacat dengan

menyembunyikan kecacatannya, sehingga pembeli tidak mengetahinya,

b)kecurangan dengan melakukan monopoli barang (menimbun) ini juga sering kali

ddilakukan dengan menimbun barang pokokd bertujuan ketika barang pokok itu

langka sehingga penjual bisa menjualnya dengan harga tinggi, c) Kecurangan dengan

melakukan Praktek Najazy yaitu praktek ini bertujuan untuk menghasut calon

pembeli dengan menyuruh seseorang seakan akan ingin membeli dengan harga tinggi

dan alasan semacamnya agar calon pembeli ini terhasut untuk membeli diatas harga

yang ditawarkan orang suruhan penjual ini.


Referensi

‘Abd al-Gafu>r bin ‘Abd bin ‘Abd al-H}aq al-Balu>syi>, ‘Ilm Takhri>j Wudu>rih fi> H}ifs} al-
Sunnah al-Nabawiyyah, Madinah: Majma’ al-Ma>lik, t.th.
‘Umar Ibn Rid}a> Kah}}a>lah al-Na>syir, “Mu’jam al-Mu’allifin” Bei>ru>t: Dar Ihya>’i al-
Tara>s\i al-‘Arabi> Bei>ru>t, t.th.
A.J. Weinsinck, Al-Mu’jam al-Mufahras Li AlFa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi>y, ( Laiden:
Baril, 1965 M.
Abd al-Rahma>n bin Abi> Bakr, Jala>luddi>n al-Suyu>ti>, Tabaqa>t al-H{uffa>z}, Beirut: Da>r
al-Kutu>b al-‘Ilmiyah, 1403 H.
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2008.
Abdulla>h bin Yu>suf al-Ju>di>’,Tah}ri> Ulu>m al-H}adi>s\, Cet; I, Beiru>t: Muassasah al-
Riya>d}, 2003.
Abdullah Ibn Muh}ammad Abu> Muh}ammad al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi, Beirut: Da>r
al-Kutub al-‘Arabi>, 1407.
Abu al-‘Abbas Ah}mad bin Muh}ammad bin Abi> Bakar bin Khalka>n, Wafaya>t al-
A‘ya>n wa Anba>’ Abna>’ al-Zama>n, Juz I(Beirut: Da>r Sa>dir, 1900M), h. 63.
Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‘Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad ibn Ḥajar al-‘Asqalāniy,
Tahżīb al-Tahżīb, India: Dā’irah al-Ma‘ārif al-Niẓāmiyah, 1326 H.
Abu Muh}ammad Mah}mu>d Ibn Ah}mad Ibn Mu>sa Ibn Ah}mad Ibn H}usain, “Maga>ni al-
Akhya>r” (t.d.)
Abū Muḥammad ‘Abd al-Raḥmān ibn Idrīs ibn al-Munżir al-Tamīmiy al-Ḥanẓaliy
al-Rāziy ibn Abī Ḥātim, al-Jarh wa al-Ta‘dīl, Beirut: Dār Iḥyā’ al-Turāṡ al-
‘Arabiy, 1952.
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir diterjemahkan S. Agil Husin
Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadits, Semarang:
Dina Utama.
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin Asad al-Syaiba>ni>,
Musnad Ah}mad bin H{anbal, Beirut: ‘A>lim al-Kitab, 1419 H/1998 M.
Abu> ‘Abdillah Muhammad bin Isma>il al-Bukha>ri>, al-Tari>kh al-Kabi>r, Beirut: Da>r al-
Fikr, t.th.
Abu> ‘Abdullah Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin Asadi al-Syai>ba>ni>,
Musnad Ah}mad bin H{anbal. t.t.: Muassasah al-Risalah, 1421 H.
Abu> al-Fad}il Ah}mad bin Ali> bin Muhammad bin Ahmad bin H{ajar al-Asqala>ni>,
Taqri>b al-Tah}z}i>b, Suriah: Da>r al-Rasyi>d,1406 H/ 1986 M.
Abu> Bakr Ah}ma>d bin Ali> bin S|abit bin Ah}madbin Mahdi> al-Khati>b al-Bagda>di>,
Ta>ri>kh Bagda>di> wa Z|uyulih, Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-‘Ilmiyah, 1417 H.
Abu> Da>wud Sulaima>n bin al-Asyas\ bin Ish}a>k bin Basyir bin Syida>d bin ‘Amru al-
Azadi> al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>wud, Beirut: al-Maktabah al-As\ariyah, t.th.
Abu> Dawu>d Sulaima>n bin al-Asy‘as\ bin Ish}a>k bin Basyi>r bin Syida>d bin ‘Amru al-
Azadi> al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Dawu>d, Beirut: al-Maktabah al-As\ariyah, t.t.
Abu> Ha>tim Muhammad bin Hibba>n bin Ah}mad al-Tami>mi>, Masya>hi>r ‘Ulama>’ al-
Amsa>r, Beirut: Da>r al-kutu>b al-Ilmiyah, 1959 M.
Abu> Muh}ammad Mahmud bin Ah}mad bin Mu>sa bin Ahmad bin Husain al-Gi>ta>bi> al-
Hanafi>, Maga>ni al-Akhya>r fi Syarh Asmi Rija>l Ma‘a>ni al-As\a>r, [t.d.]
Abu> Muhammad ‘Abd al-Rahma>n bin Abi Ha>tim al-Ra>zi>, al-Jarh wa al-Ta’di>l,
Beirut: Da>r Ihya> al-Tura>s al-Arabi>, 1271 H/1952 M.
Abuddin Nata, Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT. Lehtiar Baru Van Hoeve, 2001.
Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariya> al-Qazwaini>, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Da>r al-Fikr,
1979 M.
Ahmad Sya’bi, Kamus al-Qalam Indonesia-Arab Arab-Indonesia, Surabaya: Halim
Jaya, t.th),
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlemgkap,
Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Juz 4 (Beirut: Dar al-Fikr, 1993.
Alā’ al-Dīn Muglaṭāy ibn Qalīj ibn ‘Abd Allāh ibn al-Bakjariy al-Miṣriy al-Ḥakariy
al-Ḥanafiy, Ikmāl Tahżīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, Ed. Muḥammad
‘Uṡmān, Beirut: Dāral-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2011.
Ali Sami al-Nasyar, ‘Aqaid al-Salaf, Iskandariyah: Maktab al-Itsar al-Salafiyah,
1971.
Alwan Sobari, “Larangan Menjual Barang yang Sudah Dijual”, Tawshiyah, vol. 18
no. 8 Tahun 2017.
Bakr bin Abdulla>h Abu> Zai>d bin Muh}ammad bin Abdulla>h bin Bakr bin Us\ma>n bin
Yah}ya, T|abaqa>t al-Nisa>bain, Riya>d}: Da>r al-Rasyad, 1407 H/ 1987 M.
Deby Melani et. al, “Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Jual Beli Najasy pada
Marketplace Lazada, SPESIA: Prosiding Hukum Ekonomi Syariah, vol. 6,
no. 2 Tahun 2020.
Ensiklopedi Hadis, Kitab 9 Imam, Lidwa Pustaka; Lembaga Ilmu Dakwah dan
Publikasi Sarana Keagamaan. CD. Digital.
H}amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri> dan S}ult}an> al-Aka>ilah, Kaifa Nadrus ‘Ilm Takhri>j al-
H}adi>s\, Cet; I, Yaman: S}ult}a>n al-Aka>ilah, 1998.
Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad bin Yazi>d al-Qazwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah,
Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
Ibnu Bat}t}a>l Abu> al-Hasan Ali< bin Khalaf bin Abd al-Malik, Syarh S{ah}ih al-Bukha>ri>
li< ibn Bat}t}a>l, Maktabah al-Rasyid; Riyad}, 1423 H.
Ibnu Kasi>r, Tafsir Ibnu Kasir, terj. Bahrun Abu Bakar, ( Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000.
Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, Malang: Uin Malang Press, 2008.
Inayah Rahmaniyah, Studi Kitab Hadis, Kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal,
Yogyakarta: Teras, 2003.
Indriyati, “Penerapan Khiyar Pada Jual Beli”, Al-SYIRAH: Jurnal Ilmiah, vol. 2, no.
2 2014.
Jamaluddi>n Abi al-H}ajja>j Yusuf al-Mizzi>, “Tahzi>b al-Kama>l fi> Asma>i al-Rija>l” ,
Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1406 H/1985 M.
KBBI
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta : PT. Karya Azzahra
Mandiri, 2014.
Kholid Syamhudi, “Jual Beli Terlarang”, Blog Kholid Syamhudi.
http://klikuk.com/2013/12/05/ Jual Beli Terlarang 1 html. (diakses 25
Desember 2020).
Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2006.
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Cet. I, Jakarta: Bulan
Bintang, 1992 M.
Ma>lik bin Anas Ibn Ma>lik bin ‘A<mir, Muwat}t}a Ma>lik, (t.d.),
Mah}mu>d al-T}ah}h}a>n, Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d, Cet; III , Beiru>t: Da>r al-
Qur’a>n al-Kari>m, 1981 M.
Maji>d al-Di>n Muh}ammad bin Ya’qu>b al-Fairu>z, al-Qamu>s al-Muh}i>t}, Cet. II; Beiru>t:
Muasasah al-Risa>lah,t.th.
Majma‘ al-Lugah al-‘Arabi>yah, al-Mu‘jam al-Wasit}, Teheran: al-Maktabah al-
‘Ilmiyah, t.th.
Maman Firmansyah, “Hadis Tentang Praktik-Praktik yang Terlarang Dalam Jual
beli” , Repository UIN Syarif Hidayatullah, Skripsi S1, 2011, 47.
Muh}ammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin al-D{ah}ak> al-Turmuz\i>, Sunan
Turmudzi, Mesir: Syirkah Maktabah wa Mutabbiah Must}afa al-Ba>b al-
H{alabi>, 1395 H/1975 M.
Muh}ammad bin Abd al-Ha>di< Abu> Hasan Nur al-Di>n al-Sanadi<, H{as> yiah al-Sanadi> ala>
Sunan Ibnu Ma>jah, Da>r al-Ji>l; Beirut, t.th.
Muh}ammad bin Makram bin ‘Ali> Abu al-Fad}il Jama>luddin Ibn Manz}u>r al-Ans}a>ri<,
Lisa>n al-‘Arab, Beiru>t: Da>r S{a>dr, 1414 H.
Muh}ammad bin Ulwy al-Maliki al-Hasany, al-Minh{aj al-Lati>f Us}ul al-H{adi>s\ al-
Syari>f, Jeddah: Mata>bi‘u Sahr, 1982.
Muḥammad ibn Ḥibbān ibn Aḥmad ibn Ḥibbān ibn Mu‘āż ibn Ma‘bad al-Tamīmiy
Abū Ḥātim al-Dārimiy al-Bustiy, al-Ṡiqāt, Ed. Muḥammad ‘Abd al-Mu‘īd
Khān , Heydarabad: Dā’irah al-Ma‘ārif al-‘Uṡmāniyah, 1973.
Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ry, S|ah}ih} Muslim, Beirut:
Da>r Ih}ya‘ al-Tura>s\ al-‘arabi>, t.th.
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, Jakarta:
Lentera Hati, 2005.
Rachmat Syafe’I, al-Hadis, Aqidah , Akhlak Sosial dan Hukum, Bandung: CV
Pustaka setia, 2000.
Sa’id bin ‘Abdilla>h ’Ali> H}umaidi>, Turuq Takhri>j al-H}adi>s, Da>r ‘Ulu> al-Sunnah,t.th.
Safuan, Ismartaya, Budiandru, Fraud dalam Perspektif Islam,Owner Riset & Jurnal
Akuntansi 5, no. 1 (2021), h. 219-220.
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, terj. Mujahidin Muhayan, Jilid 5 (Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2010.
Subhi al-Salih, Ulu>m al-H{adi>s\ wa Musthalahuhu, Beirut: Da>r Ilmi wa al-Ma‘ayin,
1988.
Syams al-Di>n Muhamad bin Ahmad bin ‘Usma>n al-Z|ahabi>, Siyar A‘la>m al-Nubala>’,
Cet.IX; Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1413 H/1993 M.
Tasmin Tangareng, Metode Takhrij Dalam Penelitian Sanad Hadis, makalah
disajiakan pada forum kajian Islam Program Pascasarjana IAIN Alauddin
Ujung pandang, tanggal 31 mei 1999.
Taufiq, “Memakan Harta Secara Bathil”, Jurnal Ilmiah Syariah, vol. 17, no. 2 Juli-
Desember 2018.
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002.
Yusuf Qaradhawi, Peran , Nilai dan Moral dalam Perekonomian, terj. Didin
Hafidhuddin, Jakarta: Robbani Press, 1997.
Yūsuf ibn ‘Abd al-Raḥmān ibn Yūsuf Abū al-Ḥajjāj Jamāl al-Dīn ibn al-Zakiy Abī
Muḥammad al-Qaḍā‘iy al-Kalbiy al-Mazziy, Tahżīb al-Kamāl fī Asmā’ al-
Rijāl, Ed. Basysyār ‘Awād Ma‘rūf, Beirut: Mu’assasah al- Risālah, 1980.
Ziaul Haque, Ahmad ibn Hanbal: The Saint Scholar of Baghdad, terj. Nurul
Agustina, Jurnal Studi-studi Islam al-Hikmah, Bandung:Yayasan Muthahari,
1992.

Anda mungkin juga menyukai