Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis merupakan salah satu dasar pengambilan hukum Islam setelah alQuran.

Sebab hadis mempunyai posisi sebagai penjelas terhadap makna yang dikandung

oleh teks suci tersebut. Apalagi, banyak terdapat ayat-ayat yang masih global dan

tidak jelas Maknanya sehingga seringkali seorang mufassir memakai hadis untuk

mempermudah pemahamannya.

Hadis juga merupakan landasan hukum kedua bagi kehidupan umat Islam,

selain dari hukum-hukum dalam al-Qur‟an, perlu juga ada penjelasan melalui

hadis, agar manusia dapat memahami maksud ayat al-Qur‟an yang samar.

Karena setiap manusia dari tahun ketahun metode pemahaman dan pemikirannya

berbeda-beda. Sehingga hadis dapat dibukukan dengan cara yang berbeda-beda,

dengan melihat perkembangan masyarakat dari zaman kezaman. Dalam

periwayatan hadis yang dilakukan oleh Rasulullah juga masih belum dapat

dipastikan keshahih-annya, bahkan banyak hadis-hadis maudhu’ yang tersebar di

masyarakat.
Seiring dengan perkembangan ulumul hadis, maka terdapat beberapa kalangan

yang serius sebagai pemerhati hadis. Hal ini tidak lain bertujuan untuk

mengklasifikasikan hadis dari aspek kualitas hadis baik ditinjau dari segi matan

hadis maupun sanad hadis. Sehingga dapat ditemukan hadis-hadis yang layak

sebagai hujjah dan hadis yang tidak layak sebagai hujjah.

Posisi hadis sebagai sumber hukum. Tidak lain karena adanya kesesuaian

antara hadis dengan teks suci yang ditranmisikan kepada Nabi Muhammad. Bisa

juga dikatakan bahwa hadis merupakan wahyu Tuhan yang tidak dikodifikasikan

dalam bentuk kitab sebab lebih banyak hasil dari proses berpikirnya Nabi dan

hasil karya Nabi. Akan tetapi bukan berarti hadis adalah al-Quran.

Dengan alasan itu maka selayaknya hadis mendapat perhatian yang khusus

bagi tokoh Muslim selain studi al-Quran. Agar khazanah ajaran islam benar-benar

mengakar dengan melakukan kontektualisasi terhadap realitas dimana hadis itu

hadir. Dalam memahami hadis Nabi, realitas mempunyai posisi yang sangat

penting. Agar hadis Nabi mampu mengakomodir segala realitas yang komplek

dan beragam. Dengan itu, maka hadis Nabi tidak akan pernah mati dan terus hidup

sampai penutupan zaman. Akan tetapi , dalam beberapa hal terdapat ciri - ciri

tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan perhatian

khusus.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membuat karya

ilmiah yang berjudul “Hikmah Mempelajari Ilmu Hadits.”

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Ilmu hadits?

2. Apa saja cabang-cabang ilmu hadits?

3. Apa hikmah mempelajari Ilmu hadits?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Ilmu hadits.

2. Untuk mengetahui cabang-cabang ilmu hadits.

3. Untuk mengetahui hikmah mempelajari Ilmu hadits.

D. Metode Penulisan

Penulisan karya tulis ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu metode

yang digunakan oleh penulis untuk mencari referensi sumber-sumber informasi

yang terdapat dalam buku yang sesuai dengan materi yang akan dibahas.

E. Sistematika Penulisan

Pembahasan ini berisikan hal-hal sebagai berikut yang terbagi menjadi 3 bagian,

yaitu:

1. BAB 1 : Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika

penulisan.
2. BAB 2 : Dalam bab ini berisi tentang pembahasan rumusan masalah, tujuan

penelitian, dan menjelaskan tentang hikmah mempelajari ilmu hadits.

3. BAB 3 : Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan materi dan saran.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Hadis

Menurut KBBI Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun

secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk

menerangkan gejala-gejala tertentu di pengetahuan itu. Sedangkan yang dimaksud

dengan haditst ialah segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW, baik

berupa perkataan,perbuatan, taqrir (ketetapan) maupun sifat serta kepribadian dan

akhlak Nabi baik sebelum maupun sesudah beliau di utus menjadi Rasul, baik

untuk menetapkan hukum syara’ atau tidak.

Ulumul hadis terdiri dari dua kata, yaitu ‘ulum dalam bahsa Arab

merupakann jamak dari kata ‘ilm yang berarti “ilmu-ilmu” sedangkan al-hadits di

kalangan ulama hadits berate “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw

dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” Dengan demikian, gabungan dari dua

kata tersebut mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan

dengan hadits Nabi Saw.”


Sedangkan menurut Prof. Dr. T. M Hasbi Ash-Shiddiqy menyatakan, bahwa

yang dimaksud dengan ilmu hadits itu ialah ilmu yang berputan dengan hadits.

Dfinisi ini beliau kemukakan, mengingat ilmu yang bersasngkut paut dengan

hadits itu banyak macamnya.

Pada mulanya, ilmu-ilmu hadits merupakan beberapa ilmu yangh masing-

masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang hadits Nabi Saw dan para

perawinya, seperti ilmu al-haditsal-shahih, ilmu al-mursal, ilmu al-asma wa al-

kuna, dan lain-lain. Penulisan ilmu-ilmi al-hadits secara parsial dilakukan,

khususnya, leh para ulama abad ke-3 H.

Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan ulumul

hadits, karena masing-masing membicarakan tentang hadits dan perawinya. Akan

tetapi, pada masa berikutnya, ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan

dijadikan satu, serta selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang

berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan

tersebut tetap dipergunakan nama ulumul hadits, sebagaimana halnya sebelum

disatukan. Jadi, penggunaan lafaz jamak ulumul hadits, setelah mengandung

makna mufrad atau tunggal, yaitu ilmu hadiist, karena telah terjadi makna

perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama “beberapa ilmu

yang terpisah” menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama

lainnya adalah Musthalah al-hadits.


Adapun pembagian dan pembahasan ilmu hadits,secara singkat dapat dibagi

menjadi dua bagian yaitu ilmu hadits dirayah dan ilmu hadits riwayah.

1. Ilmu Hadits Dirayah

Ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-

kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan

menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan sebagainya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa yang menjadi objek

pembahasan ilmu hadits dirayah ini ialah keadaan matan, sand, dan rawi

hadits.

2. Ilmu Hadits Riwayah

Jumhur ulama membrikan Batasan definisi ilmu hadits riwayah ialah

suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan

Nabi, taqrir-taqrir Nabi, dan sifat-sifat beliau.

Dengan kata lain, ilmu hadits riwayah ialah ilmu yang membahas

segala seuatu yang datang dari Nabi, baik sabdanya, perbuatannya,

taqrirnya, dan sebagainya.

Dalam ilmu ini tidak dibahas tentang kejanggalan-kejanggalan atau

cacatnya matan hadits, tidak dibicarakan juga tentang apakah sanadnya

tersambung atau tidak, rawinya adil atau tidak.


Dengan demikian yang menjadi objek pembahasan dari ilmu hadits

riwayah ini adlah, pribadi Nabi dari segi sabdanya, perbuatannya,

taqrirnya, dan sifat-sifatnya.

B. Cabang-cabang Ilmu Hadits

Dari ilmu hadits dirayah dan riwayah ini pada perkembangan berikutnya

muncullah cabang-cabanag ilmu hadits lainnya seperti ilmi rijal al-hadits, ilmu al

jarhwa al-ta’dil, ilmu Tarikh al-ruwah, ilmu ‘ilal al-hadits, ilmu al-naikh wa al-

mansukh, ilmu asbab wurud al-hadits, dan ilmu mukhtalif al-hadits. Secara

dingkat cabang-cabang diatas akan diuraikan sebagai berikut.

1. Ilmu Rijal Al-hadits

Ilmu Rijal Al-hadits yaitu yang membahas para perawi hadits, baik

dari sahabat dari tabi’in, maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal

yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-hadita adalah sejarah kehidupan pada

tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri

mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama,

kepada siapa saja mereka memperoleh hadits san kepada siapa saja mereka

menyampaikan hadits.

Ada beberepa istilah untuk menyemput ilmu yang mempelajari

persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmu Tarikh, ada yang ,menyebut Tarikh

al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat.

2. Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil


Para ahli hadits mendefinisikan al jarh dengan: “Kecacatan para

perawi hadits disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan atau

kedabitan perawi.” Sedangkan al-Ta’dil secara bahsa berarti at-tasywiyah

(menyamkaan), menurut istilah berarti lawan dari aljarh yaitu pembersihan

atau pensucian perawi dan ketetapan bahwa ia adil atau dabit.

Jadi dapat disumpulkan bahwa Ilmu al-Jahr wa al-Ta’dil adalh ilmu

yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para

perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil pada perawi) dengan

memakai kata-kata yang khusus dan tentang martbat-martabat kata-kata itu.

Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan

“sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadits seperti pelupa, pembohonh,

dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa

periwayat tersebut cacat. Hadits yang dibawa oleh periwayat seperti ini

ditolah, dan hadits di nilai lemah (dha’if). Maksudnya al-Ta’dil (menilai adil

kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunujkkan sifat baik

yang melekat pada periwayat, seperti kuat hafalan, terpeercaya, cermat, dan

lain sebagainya.

Orang yang mendapatka penilaian seperti ini disebut ‘adil, sehingga

hadits yang dibawanya dapat diterima sebagai sumber ajaran Islam, maka

yang diambil adalh hadits shahih.

3. Ilmu Tarikh ar-Ruwah


Ilmu Tarikh ar-ruwah ialah ilmu untuk mengetahui para perawi hadits

yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits.

Dengan ilmu ini akan diketahui keadaan dan identitas para perawi,

seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, masa atau waktu mereka

mendengar hadits dari gurunya, siapa yang meriwayatkan hadits darinya,

tempat tinggal mereka, tempat mereka mengadakan lawatan, dll.

Jadi ilmu Tarikh al-ruwah ini merupakan senjata yang ampuh untuk

mengetahuo keadaan rawi yang sebenarnya, terutama untuk membongkar

kebohongan para perawi. Mengetahui tanggal lahir para perawi juga sangat

penting untuk menolak pengakuan pada perawi yang mengaku pernah

bertemu dengannya.

4. Ilmu ‘ilal al-hadits

Kata ‘ilal adlah bentuk jama’ dari kata al ‘illah menurut Bahasa berarti

al maradh (penyakit/sakit). Menurut muhadditsin istilah ‘illah berarti sebab

yang tersembunyi atau samar-samar yang berakibat tercemarnya hadits. Akan

tetapi yang kelihatan adalah kebalikannya yakni terlihat adanya kecacatan.

Adapun yang dimaksud dengan ilmu ‘illah hadits menurut muhadditin adlah

ilmu yang membahs sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan

keshaihan hadits, seperti mengatakan hadits muttashil terhadap hadits yang


munqathiq, menyerbu marfu’ terhadap hadits yang mauquf, memasukkan

hadits ke dalam hadits lain, dan hal- hal yang seperti itu.

Menurut al Hakim, ilmu ‘ilal hadits ialah ilmu yang berdiri sendiri,

selain dari ilmu shaih dan dhaif, jarh dan ta’dil. Ia menerangkan ‘ilal hadits

yang tidak termasuk kedalam bahasan jarh, sebab hadits yang majruh adalah

hadits yang gugur dan tidak dipakai.

Al Hakim menyebutkan, bahwa dasar penetapan ‘ilal hadits adalah

hafalan yang sempurna, pemahaman yang mendalam dan pengetahuan yang

cukup.

5. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadits

Yaitu ilmu yang membahas Hadits-hadits yang bertentangan dan tidak

mungkin diambil jalan tengah. Hukum hadits yang satu menghapus

(menasikh) hukum Hadits yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut

mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang

berlaku selanjutnya.

)١٠٦ :٢̸ ‫ما ننسخ من اية اوننسها نات بخير منها اومثلها الم تعلم ان هللا علي كل شيء قد ير (البقرة‬

Ayat mana saja yang kami naskhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang
sebanding dengannya. Tiadalah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya
Allah maha kuasa atas segala sesuatu. (QA Al Baqarah(2) : 106)

Untuk mengetahui nasakh dan mansukh ini bisa melalui beberapa cara :
a. Dengan penjelasan dari nash atau syari’itu sendiri, yang dalam hal ini

ialah rasulullah .

b. Dengan penjelasan dari para sahabat

c. Dengan mengetahui tarikh keluarnya haditst serta sebab wurud hadits.

Dengan demikian akan diketahui mana yang datang terlebih dahulu dan

mana yang datang kemudian.

6. Ilmu asbab wurud al-hadits

Kata asbab adalah jama’ dari kata sabab. Menurut ahli bahasa

diartikan dengan “al-habl” (tali), saluran yang artinya jelas sebagai : “segala

yang menghubungkan satu benda dengan benda lainnya”.

Al-Suyuthi merumuskan pengertian asbab wurud al-hadits dengan:

“Sesuatu yang membatasi arti suatu hadits’ baik berkaitan dengan arti umum

atau khusus, mutlak atau muqayyad, dinasakhan dan seterusnya” atau, “Suatu

arti yang dimaksud oleh sebuah hadits saat kemunculannya”.

Dari uraian pengertian tersebut, asbab wurud al-hadits dapat diberi

pengertian yakni “suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-

sebab Nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu.”

Seperti sabda Rasul SAW. Tentang kesucian air lautdan apa yang ada di

dalamnya. Ia bersabda: “Laut itu suci airnya dan suci bangkainya”. Hadits ini

dituturkan oleh Rasul SAW. Saat berada di tengah lautan dan ada salah

seorang sahabat yang merasa kesulitan berwudhu karena tidak mendapatkan

air (tawar).
Urgensi asbab al-wurud terhadap hadits, sebagai salah satu jalan untuk

memahami kandungan hadits. Ini terlihat dari beberapa faedahnya, antara lain,

dapat mentakhsis arti yang umum, membatasi arti yang mutlak, menjelaskan

kemusykilan, dan menunjukkan illat suatu hukum. Maka dengan memahami

asbab wurud hadits ini,dapat dengan mudah memahami apa yang dimaksud

atau yang dikandung oleh suatu hadits.

7. Ilmu Garib al-hadits

Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan hadits Rasulullah saw

yang sukar diketahui dan dipahami orang banyak karena telah berbaur dengan

bahasa arab pasar (umum). Ilmu ini bisa juga diartikan sebagai ilmu yang

menerangkan mkna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar

diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.

Menurut Ibnu Al-Shalah, yang dimaksud dengan Gharib Al-Hadits

ialah ungkapan dari lafazh-lafazh yang sulit dan rumit untuk dipahami yang

terdapat dalam matan hadits karena (lafazh tersebut jarang digunakan).

Rasul sefasih-fasihnya orang Arab yang diutus oleh Allah SWT. untuk

menghadapi kaumnya yang terdiri dari bermacan-macam suku dan kabilah.

Sehingga Rasul ketika berhadapan dengan kabilah tertentu akan menggunakan

bahasa dari kaum yang dihadapinya. Kemudian pada perkembangan

selanjutnya, banyak bangsa-bangsa non-Arab memeluk islam sehingga

banyak juga orang-orang yang kurang memahami istilah atau lafazh-lafazh

tertentu yang gharib (asing). Oleh karena itu ilmu ini dimunculkan atas usaha
para ulama untuk memudahkan dalam memahami hadits-hadits yang

mengandung lafazh-lafazh yang gharib tersebut.

Memahami makna kosa kata (mufradat) matan hadits merupakan

langkah pertama memahami suatu hadits dan untuk istinbath hukum. Oleh

karena itu ilmu ini akan banyak menolong untuk menuju ke pemahaman

tersebut.

Para muhaddisin ketika menghadapi lafazh-lafazh yang gharib dan

sulit untuk menjelaskannya, juga menyerahkan kepada ahli bahasa (gharib al-

hadits).

Ada beberapa cara untuk menafsirkan hadits-hadits yang mengandung

lafazh yang gharib, antara lain :

a. Dengan hadits yang sanadnya berlainan dengan matan yang mengandung

lafazh yang gharib tersebut.

b. Dengan penjelasan para sahabat yang meriwayatkan hadits

c. Penjelasan dari rawi selain sahabat

8. Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif

Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif adalah ilmu pengetahuan yang berusaha

menerangkan tentang hadits yang sudah diubah titik atau syakalnya.

Suatu contoh, dalam suatu riwayat disebutkan bahwa salah seorang

yang meriwayatkan hadits dari nabi saw dari bani sulaimah, adalah ‘utbah ibn

al-Bazr, padahal yang sebenarnya ‘itbah ibn al-Nazr. Dalam hadits ini terjadi

perubahan sebutan al-Nazr menjadi al-Bazr.


9. Ilmu mukhtalif al-hadits

Ilmu mukhtalif al-hadits ialah ilmu yang membahas hadits-hadits yang

menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan, kemudian

bertentangan dihilangkan dan dikompromikan antara keduanya, sebagaimana

membahas hadits-hadits yang sulit dipahami kandungannya, dengan

menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya.

Ilmu ini berusaha mempertemukan dua atau lebih hadits yang

bertentangan maknanya. Adapun cara-cara mengompromikan maknanya

dengan men-taqyid kemuthlakan hadits, men-takhsish keumumannya, atau

dengan memilih sanad yang yang lebih kuat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Zulia Nadziroh, Putri Indah PermatasarI, M. Fauzun Ni’am,Mujib Amirul

Wahid, PENGERTIAN ILMU HADITS DAN CABANG-CABANGNYA,

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN

TARBIYAH / PAI, 2014

2. https://www.academia.edu/8963010/PENGERTIAN_PENGETAHUAN_ILM

U_DAN_ILMU_PENGETAHUAN Dikutip pada tanggal 26 November 2019.

3.

Anda mungkin juga menyukai