Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH

ULUMUL HADITS
ARTIKEL/JURNAL
Diajukan untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pengampu: Muhammad Nasrun Basri, M.Pd

Disusun oleh:

Septian Rahmatullah NIM 1911204066

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


JURUSAN BAHASA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SAMARINDA
2020
Judul : Urgensi Studi Hadis di UIN Sumatera Utara
Jenis Tulisan : Jurnal
Penulis : Agusman Damanik, MA
Tahun : 2017

Pembahasan/ isi materi :


Pembahasan dalam jurnal ini dibagi menjadi 5 subbab :
1. Pengertian, yang terdiri dar pengertian :
a. Hadis
b. Sunnah
c. Khabar
d. Atsar
e. Sanad
f. Matan
g. Rawi

2. Perkembangan Awal Studi Hadis


Membicarakan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis bertujuan
untuk mengangkat fakta dan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah
SAW, kemudian secara periodik pada masa-masa sahabat dan tabi’in serta
masa-masa berikutnya.
Di dalam jurnal ini periodesasi perkembangan studi hadis dibagi dengan
enam periode awal sebagai berikut :
a. Periode Pertama; Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah SAW.
b. Periode Kedua; Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyidin
(11 H – 40H).
c. Periode Ketiga; Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in.
d. Preriode Keempat; Perkembangan Hadis Pada Abad II dan III Hijriah.
e. Periode Kelima; Masa Men-tashih-kan Hadis dan Penyusunan
Kaidahkaidahnya.
f. Periode Keenam; dari Abad IV hingga Tahun 656 H

3. Pendekatan Utama Dalam Studi Hadis


Dalam studi hadis ada beberapa pendekatan dan metodologi yang
ditempuh, yakni pendekatan dari segi sanad dan matan. Kedudukan sanad
dalam riwayat hadis sangat penting sekali, sehingga para ulama hadis tidak
akan menerima sebuah berita yang dinyatakan sebagai hadis apabila tidak ada
sanadnya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abd. Allah Ibn al-Mubarak
(w.181 H/ 797 M) seperti yang dikutip oleh Nawir Yuslem, bahwa : Sanad
hadis merupakan bahagian dari Agama. Sekiranya sanad hadis tidak ada,
maka siapa saja akan dapat mengatakan (atas nama Nabi SAW) apa saja yang
dikehendakinya.

4. Perkembangan Mutakhir dan Kritik Terhadap Studi Hadis


Berbeda dengan Alquran, keotentikan hadis seringkali dipersoalkan.
Sejumlah kritikan ditujukan kepada hadis dan bahkan ada yang menolaknya.
Kendatipun telah sekian lama melengkapi sumber ajaran Islam (Alquran),
hadis sekiranya masih perlu diuji keabsahan dan validitasnya. Satu diantara
beberapa penyebabnya adalah selain tidak adanya jaminan yang tegas tentang
kesahihannya, juga akibat keterlambatan penulisan hadis itu sendiri. Sehingga
sangat mungkin diduga periwayatan hadis banyak yang palsu. Mengapa kritik
hadis itu perlu dilakukan, karena banyak silang pendapat, perbedaan, serta
konflik di tengah kehidupan masyarakat muslim akibat hadis-hadis yang
mengundang interpretatif, baik dari sanad maupun matan-nya.
Kritik matan dan terutama sanad ini terus berlangsung pada generasi-
generasi sesudah sahabat,. Walaupun banyak ketimpangan (tidak
seimbangnya antara kritik sanad dan matan) pada masa itu, namun
perkembangan studi hadis hari ini menselaraskan antara kritik sanad dan
matan.
Tidak hanya dari kalangan ummat Islam, kritik terhadap hadis yang bisa
disebut sebagai perkembangan mutahir dari studi hadis adalah adanya kritikan
dari para orientalis akan orisinilitas hadis sebagai sumber hukum kedua dalam
Islam.

5. Referensi Utama Dalam Studi Hadis


Untuk melakukan studi hadis, tentunya dibutuhkan referensi dan literatur
yang akan mendukung setiap aspek dari pengkajian yang dilakukan. Referensi
utama yang digunakan pada pengkajian dan studi hadis, tentu adalah kitab-
kitab hadis itu sendiri, seperti: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu
Daud, Sunan al-Tarmidzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Al-
Muwaththa’ Imam Malik, Musnad Imam Ahmad, Musnad Abu Daud
Sulaiman al-Tayalisi (133 – 203 H), Al-Kabir; Al-Wasith, Al-Shaghir
ketiganya karya Imam at-Tabrani, Al-Mustadrak Imam al-Hakin al-Naisaburi,
Al-Mustakhraj Abu Bakar al-Isma’ili, Syu’abul Iman al-Baihaqi; dll.
Pendapat :

Banyak kritikan ditujukan kepada hadis, bahkan ada yang menolaknya.


Menurut saya hal itu wajar, kritik terhadap hadis itu memang perlu dilakukan,
seperti penjelasan jurnal diatas, karena banyak silang pendapat, perbedaan,
serta konflik di tengah kehidupan masyarakat muslim akibat hadis-hadis yang
mengundang interpretatif, baik dari sanad maupun matan. Hal ini ada baik dan
jeleknya, ada sisi positif dan negatif, tergantung pada motif dan tujuan kritik
itu.
Judul : Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif dalam Fadhail
A’mal: Studi Teoritis dan Praktis
Jenis Tulisan : Journal
Penulis : Mohammad Maulana Nur Kholis
Tahun : 2016

Pembahasan/ isi materi :


Pembahasan dalam jurnal ini dibagi menjadi 4 subbab :
1. Pembahasan
Diantara isu-isu yang dituduhkan kepada hadist yang sedang berkembang
sekarang adalah isu mengingkari hadist dhoif. Di era sekarang muncul golongan
baru yang mengaku ahli sunnah tetapi tidak paham sunnah, hanya belajar dari
buku, tidak duduk dihadapan para guru, tidak memiliki sanad keilmuan yang
muttasil kepada Rasulullah, hobinya mendhoifkan hadist, suka membid’ahkan
amalan, bahkan mengkafirkan sesama, menolak taqlid tetapi mereka malah
mengikuti ulama-ulama mereka sendiri, suka menghukumi sohih dan dhoif suatu
hadist sesuai dengan hawa nafsunya sendiri. Golongan ini beranggapan bahwa
hadist dhoif harus ditolak dan tidak boleh diamalkan, hadist shohih dan hasan
saja yang boleh diamalkan. Tentunya anggapan ini sangat bertentangan dengan
pandangan para ulama hadist dan ulama fiqih. Maka dari itu, penelitian ini
dilakukan untuk menganalisa, menelaah dan mengkaji tentang disyariatkannya
mengamalkan hadist dhoif dalam fadhoil a‘mal (fadilah-fadilah amal), bahkan
dalam persoalan fiqih, selama tidak ditemukan dalilnya dari hadist shohih dan
hasan. Sehingga anggapan orang yang mengatakan bahwa hadist dhoif tidak
boleh diamalkan adalah salah.

2. Kajian Literatur
Literatur yang menjadi rujukan penelitian tentang hukum mengamalkan
hadist dhaif sangat beragam, dari kitab-kitab ulama terdahulu (turost) sampai
ulama kotemporer. Diantara literatur ulama-ulama terdahulu (turost) adalah:
kitab al- Majmu’ Syarh Al Muhadzab karya Imam Nawawi, kitab Fathul
Mughith Syarh Alfiyatul Hadist karya Imam Syamsudin Al Syakhowi, Tadribur
Rowi karya Imam Jalaluddin Al Shuyuthi dan lain sebagainya.
Sedangkan literatur ulama kotemporer yang menjadi rujukan penelitian ini
yang mana temanya khusus mengkaji hukum mengamalkan hadist dhaif, antara
lain kitab Hukmul Amal Bil Hadist al-Dhoif ‘Indal Muhadisin Wal Fuqoha’
karya Abdul Fattah al-Yafi’i, kitab Khuthurotul Musawati al-Hadist al-Dhoif Bil
Maudu’ karya Prof. Dr. Kholil Ibrahim Mula Khotir, kitab Wadz ifatul Hadist al-
Dhoif Fil Islam, karya Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim, Taqwiyatul al-Hadist
al-Dhoif Bainal Fuqoha ’ Wal Muhadisin, karya Dr. Muhammad Umar Bazmul,
at-Ta’rif Bi Dhowabitil Amal Bil Hadist al-Dhoif, karya Dr. Adnan Zahar, kitab
al-Hadist al - Dhoif Wa Hukmul Ihtijaj Bihi, karya Dr. Abdul Karim Abdullah
Khudir.

3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari suatu objek yang dapat diamati dan diteliti4. Penelitian ini termasuk dalam
penelitian non empirik yang menggunakan metode library research (penelitian
kepustakaan) dan kajiannya disajikan secara deskriptif analitis dengan terlebih
dahulu melalui proses pengumpulan data (informasi), pengolahan data
(informasi) dan analisis data (informasi).

4. Pembahasan hadis
Pembahasan tentang hadis di bagi menjadi 4, yaitu :
a. Pengertian hadis dan kedudukannya sebagai syariat Islam
Hadist merupakan dasar hukum islam kedua yang telah disepakati
(muttafaq alaih) setelah Al-Qur’an. Hadits memiliki peran penting dalam
syariat Islam, dengan adanya hadits kita bisa mengartikan apa yang
dimaksudkan dalam Al Qur’an. Dalam hal hukum, hadits bisa menjadi
penerjemah hukum dalam Al Qur’an dan juga menjadi pelengkap hukum bila
dalam Al Qur’an belum ada.
b. Pembagian Hadis
Hadits di lihat dari segi diterima dan ditolaknya suatu hadits terbagi
menjadi tiga bagian: hadist shahih, hadist hasan dan hadist dhaif.
c. Pembagian hadis Dhaif
Syarat-syarat hadist shohih ada 6. Apabila salah satu dari enam syarat
tidak terpenuhi, maka hadist tersebut dinamakan hadist dhaif.
d. Hukum Mengamalkan Hadist Dhaif
Dalam mengamalkan hadits dhaif dalam hal fadhail a'mal, para ulama
mensyaratkan 3 hal; yaitu:
1) Hadits tersebut tidak boleh syadid dhaif (lemah sekali).
2) Hadits tersebut masuk dalam salah satu kaidah syariat islam.
3) Ketika mengamalkannya kita tidak boleh menyakini kebenaran hadits
tersebut, supaya tidak menisbatkan sesuatu yang tidak diucapkan oleh
baginda nabi.
Pendapat :

Menurut pemahaman saya, seperti pada pembahasan jurnal diatas,


diterangkan bahwa hadist dhoif boleh diamalkan dengan syarat-syarat
tertentu atau dengan kesepakatan para ulama. Maka tentu saja, salah jika ada
orang atau golongan yang mengatakan hadis dhoif tidak boleh diamalkan,
atau hanya hadist shohih dan hasan saja yang boleh diamalkan.
Judul : Masa Depan Hadis dan Ulum Hadis
Jenis Tulisan : Jurnal
Penulis : Sunusi
Tahun : 2013

Pembahasan/isi materi :
Pembahasan di dalam jurnal ini dibagi menjadi 3 subbab :
1. Pengertian Hadis dan Ulum Hadis
Secara terminologi, ulama Hadis mendefenisikan sebagai segala
perkataan, perbuatan dan taqrir yang disandarkan kepada Nabi saw baik
sebelum atau sesudah diutusnya. Ulum Hadis merupakan suatu cabang ilmu
yang memberikan penjelasan tentang Hadis-hadis Nabi saw, secara rasional
dan terbuka sehingga tidak diragukan keotentikannya.

2. Masa Lalu Hadis dan Ulum Hadis Perspektif Sejarah


Di masa lalu, bermula sejak masa Nabi saw dan sahabat, memang terbuka
peluang untuk membukukan Hadis, tetapi untuk menghindarkan tercampur
baurnya dengan Alqur’an, maka nanti pada masa tabi’in barulah Hadis-hadis
dibukukan. Puncaknya adalah pada masa kekhalifahan Abbasiyah, yakni
ketika Umar bin Abd al Azis menjabat gubernur Mesir (65 – 85 H), ia
menginstruksikan agar Hadis-hadis ditulis dan dikodifikasikan dalam suatu
kitab. Menurut data sejarah, faktor utama munculnya Ulum Hadis, adalah
disebabkan munculnya Hadis-hadis palsu, yang telah mencapai klimaksnya
pada abad III H. Atas kasus ini, maka ulama Hadis menyusun berbagai kaidah
dalam ilmu Hadis yang secara ilmiah dapat digunakan untuk penelitian Hadis.

3. Prospek dan Masa Depan Hadis – Ulum Hadis


Agar penelitian hadis-hadis tetap terealisasi secara efisien, untuk masa
sekarang dan (semoga) masa mendatang, maka perlu dipikirkan upaya
pengembangannya secara praktis, dengan mempergunakan sarana yang
canggih dan modern. Dalam hal ini, penggunaan perangkat komputer untuk
masa sekarang dianggap sangat membantu dalam penelitian Hadis.
Pembaruan di bidang Hadis tentunya tidak lepas dari metodologi pengkajian
Hadis yang harus disesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa merubah
esensi Hadis itu sendiri.
Pendapat :

Perkembangan teknologi di zaman sekarang tidak selalu membawa


dampak negatif namun juga banyak positif-nya, terutama di bidang ilmu
agama salah satunya yang membahas tentang perkembangan Ulum Hadis.
Buktinya pada kalangan tertentu, komputer telah dimanfaatkan sebagai sarana
untuk mempelajari Hadis dan Ilmu Hadis. Baik dalam bentuk membaca,
mendengar, menulis, bahkan meneliti status Hadis tersebut dengan akurat.
Dan perkembangan Hadis dan Ulumul Hadis dimasa mendatang sepertinya
masih akan menggunakan sistem komputer, dikarenakan hasil penelitiannya
yang akurat dan lebih menghemat waktu.

Anda mungkin juga menyukai