Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MATAN DAN SANAD HADIS


Dosen Pengampuh: Muhammad Yunus Lc.M.Ag

DISUSUN OLEH:
NAMA : AGUS MUNANDAR
NIM : 10120200008
KELAS : A1 Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian sanad dan matan hadis................................................................3
B. Faktor-faktor yang mendorong ulama mengadakan penelitian sanad dan
matan hadis..........................................................................................................3
C. Bagian-bagian yang harus diteliti.................................................................4
D. Syarat seseorang bisa meneliti hadis.............................................................8
BAB III..................................................................................................................10
PENUTUP..............................................................................................................10
A. Kesimpulan.................................................................................................10
B. Saran............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Allah SWT atas segala rahmat-Nya

sehingga saya dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak

lupa kita juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh

komponen yang telah membantu dalam penyelesaian makalah yang

berjudul “Penghimpunan dan pengkondifikasian Hadis.”

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah wawasan

dan pengetahuan bagi para pembaca, serta seluruh Masyarakat Indonesia

khususnya para mahasiswa untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya

yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan,

oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sinjai, 31 Oktober 2021

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ucapan, kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad Saw. merupakan


pegangan dan uswah (tauladan) bagi Muslimin. Selain itu, sejarah perjuangannya
pun dijadikan motivasi bagi umat Islam dalam melanjutkan dakwah menyebarkan
amar ma’ruf dan nahi mungkar. Oleh karena itu, siapa saja yang ingin mengetahui
manhaj (metodologi) keberhasilan perjuangan, karakteristik, dan pokok – pokok
ajaran Nabi, maka hal itu dapat dipelajari secara rindi dalam al-sunnah (hadist).
Hadist Muhammad Saw, selain sebagai sumber ajaran Islam yang kedua
setelah Al-Qur’an, juga berfungsi sebagai sumber dakwah (perjuangan)
Rasulullah. Hadist juga mempunyai fungsi penjelasan penjelasan bagi Al-Qur’an,
menjelaskan yang global, mengkhususkan yang umum, dan menafsirkan ayat –
ayat Al-Qur’an.
Konsesnsus ulama hadist mengatakan bahwa hadist yang menjadi objek
penelitian adalah hadist ahad (baik yang masyhur, maupun yang aziz) sedangkan
hadist mutawatir tidak menjadi objek penelitian, sebab hadist mutawatir tidak
diragukan lagi keshahihannya berasal dari nabi Muhammad Saw. Dengan
demikian tujuan utama penelitian hadist adalah untuk menilai apakah secara
historis sesuatu yang disebut sebagi hadist itu benar – benar dapat
dipertanggungjawabkan keshahihannya berasal dari nabi, atau tidak. Hal ini
sangat penting mengingat kedudukan kualitas hadist erat sekali kaitannya dengan
dapat atau tidaknya dijadikan sebagai hujjah agama.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sanad dan matan hadis ?
2. Apa faktor yang mendorong ulama melakukan penelitian sanad dan matan
hadis ?
3. Apa saja bagian yang harus diteliti dari sanad dan matan hadis ?

1
2

4. Apa saja syarat seseorang bisa meneliti hadis ?

C. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi tugas yang diembangkan pada mata kuliah ulumul hadis
2. Mengetahui pengertian sanad dan matan hadis
3. Mengetahui faktor yang mendorong ulama melakukan penelitian sanad
dan matan hadis
4. Mengetahui bagian yang harus diteliti dari sanad dan matan hadis
5. Mengetahui syarat seseorang bisa meneliti hadis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian sanad dan matan hadis


1. Sanad Hadist
Kata sanad menurut bahasa, dari sanada – yasnudu yang berarti mu’tamad
(sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang sah),
sedangkan secara terminologis sanad ialah susunan atau rangkaian orang – orang
yang menyampaikan materi hadist tersebut, sejak yang disebuy pertama sampai
kepada Rasul Saw,
2. Matan Hadist
Kata matan menurut bahasa berarti (tanah yang meninggi). Secara
termonologis, istilah matan memiliki beberapa defenisi yang pada dasarnya
maknanya sama, yaitu materi atau lafadz hadist itu sendiri. Seperti dikatakan oleh
ath-Thibi yang dikutip oleh Said Agil Husain al-Munawar mengatakan matan
ialah : ‫ ِه‬D‫ا َم َعانِ ْي‬DDَ‫ َّو ُم بِه‬Dَ‫ث الَّتِ ْي تَتَق‬
ِ ‫ ِد ْي‬D‫اظُ ال َح‬DDَ‫“ ألف‬lafadz-lafadz hadist yang didalamnya
terkandung makna-makna tertentu”1.

B. Faktor-faktor yang mendorong ulama mengadakan penelitian sanad dan


matan hadis
Banyak faktor yang menyebabkan para ulama hadist memandang perlu
diadakannya penelitian sanad dan matan hadist. Maka dari itu penulis membagi
faktor – faktor itu kedalam dua bagian.
1. Dilihat dari sisi kedudukan hadist sebagai salah satu sumber ajaran Islam
Dilihat dari sisi ini penulis rasa sangatlah penting untuk diadakan
penelitian terhadap sanad dan matan hadist sebab hadist merupakan salah satu
sumber ajaran Islam2. Hadist juga sebagai pedoman umat Islam yang harus yang

1
Dr. H. Said Agil Husain al-Munawar, M.A., Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pertama, 1996,
hlm., 94

2
Prof. Dr. H. M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta, Bulan Bintang, 1995,
hlm., 85
4

mempunyai kedudukan kedua setelah Al-Qur’an. Hadist juga merupakan


keterangan Al-Qur’an.
Tetapi ada golongan yang hanya berpegang pada Al-Qur’an saja dalam
menjalankan ajaran agamanya (yang disebut inkar as-sunnah). Diantara faktor
yang mendorong faham inkar as-sunnah ialah ketidak pahaman mereka tentang
berbagai hal berkenaan dengan ilmu hadist3. Padahal sudah jelas diterangkan di
dalam Al-Qur’an :
َ َ‫َّمن يُ ِط ِع ٱل َّرسُو َل فَقَ ْد أَطَا َع ٱهَّلل َ ۖ َو َمن تَ َولَّ ٰى فَ َمٓا أَرْ َس ْل ٰن‬
‫ك َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظًا‬

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka.(QS.An- Nisa :80)

2. Dilihat dari sejarah hadist.


Kalau dilihat dari sejarah hadist itu sendiri, ada tiga peristiwa penting
yang mengharuskan adanya penelitian terhadap sanad dan matan hadist ;
pertama, pada zaman nabi Muhammad Saw. tidak tidak seluruh hadist tertulis;
kedua,sesudah zaman nabi terjadi banyak pemalsuan hadist demi kepentingan
pribadi, polotik, dll; ketiga, penghimpunan hadist secara resmi dan massal terjadi
setelah perkembangannya pemalsuan – pemalsuan hadist4.

C. Bagian-bagian yang harus diteliti


1. Kaidah – Kaidah dalam Kritik Sanad
Kaidah kritik sanad dan matan hadist dapat diketahui dari pengertian
istilah hadist shahih. Menurut ulama hadist seperti yang dikatakan oleh Ibnu Al-
Ahalah yang dikutip oleh Moh. Ahmad dan M. Mudzakkir, hadist shahih adalah :
ً‫ص ُل اِ ْسنَ ُدهُ بِنَ ْق ِل ال َع ْد ِل الضَّابِ ِط الى ُم ْنتَهَاهُ َوالَ يَ ُكوْ نُ َشا ًذا والَ ُم َعلَّال‬ ُ ‫الح ِدي‬
ِ َّ‫ْث ال ُم ْسنَ ُد ال ِذي يَت‬ َ

3
pada zaman al-Syafi’iy (wafat 204 H = 820 M), golongan inkar as-sunnah telah timbul, makanya
al-syafi’iy menulis bantahan terhadap argumen-argumen mereka dan membuktikan keabsahan
hadist sebagai salah satu sumber ajaran islam. Ulama pada masa berikutnya menggelari al-syafi’iy
dengan “pembela Hadist” (Nashir al-Hadist) ibid., hlm., 87
4
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadist, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persaada,
2004, hlm., 11
5

“hadist yang bersambung sanadnya (sampai rasulullah), diriwayatkan oleh


(periwayat) yang adil dan dzabit sampai akhir sanad, (didalam hadist itu) tidak
terdapat kejanggalan (syuzuz dan cacat illat)”5.

Dari pengertian hadist shahih diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur
– unsur hadist shahih menjadi :
1) Sanad bersambung
2) Periwayat bersifat adil
3) Periwayat bersifat Dzabit
4) Dalam hadist tidak terdapat kejanggalan (syuzuz)
5) Dalam hadist tidak terdapat cacat (illat)
Ketiga unsur yang disebutkan pertama kali adalah berkenaan dengan
sanad sedangkan dua unsur berikutnya berkenaan dengan sanad dan matan
hadist.
Dilihat dari syarat – syarat seorang periwayat ada dua macam yaitu
pertama adil adalah (1) beragama Islam. Periwayat hadist ketika mengajarkan
hadist harus telah beragama Islam, karena kedudukan periwayat hadist dalam
Islam sangatlah mulia. (2) berstatus mukallaf. Syarat ini didasarkan pada dalil
naqli yang bersifat umum. Dalam hadist Nabi Muhammad Saw. Bahwa orang
gila, orang lupa, dan anak – anak terlepas dari tanggung jawab. (3) Melaksanakan
ketentuan agama, yakni teguh melaksanakan adab – adab syara’ dan (4)
memelihara muru’ah. Muru’ah merupakan salah satu tata nilai yang berlaku
dalam masyarakat6.
Sementara itu syarat – syarat periwayat yang kedua dhabit adalah (1) kuat
ingatan dan kuat pula hafalannya, tidak pelupa, (2) memelihara hadist, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis, ketika ia meriwayatkan hadist berdasarkan
buku catatannya atau sama dengan catatan ulama yang lain (dhabit al-kitab)

5
Drs. H. Muhammad Ahmad, Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung, Pustaka Setia, 2004,
hlm., 126
6
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadist, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persaada,
2004, hlm., 43
6

Pada kurun tabi’in dan at-tabi’in, penelitian Hadist dilakukan dengan


mengacu kepada beberapa ketentuan bahwa hadist dapat diterima jika; 1)
diriwayatkan oleh orang yang tsiqah; 2) baik dalam shalat dan akhlaknya; 3)
dikenal memiliki pengetahuan hadist. Sebaliknya, hadist tidak dapat diterima
jika; 1) perawinya tidak tsiqah; 2) suka berdusta dan mengikuti hawa nafsu; 3)
tidak memahami hadist yang diriwayatkannya; 4) orang yang ditolak
kesaksiannya7.

Menurut al-Nawawiy (wafat 676 H = 1277 M) yang dikutip oleh syuhudi


Ismail persyaratan hadist shahih adalah; (1) rangkaian periwayat dalam sanad
hadist itu harus bersambung dari periwayat pertama sampai periwayat terakhir;
(2) para periwayat dalam sanad hadist itu haruslah orang – orang yang dikenal
tsiqah dalam arti adil dan dhabith; (3) hadist itu terhindar dari cacat (‘illat) dan
kejanggalan (syudzudz); (4) para periwayat yang terdekat dalam sanad harus
sezaman8.
2. Kaidah – Kaidah dalam Kritik Matan
Dalam kaidah – kaidah kritik matan ini ada dua macam yakni terhindar
dari syuzuz dan terhindar dari illat. Banyak ulama hadist yang berbeda pendapat
dalam mengatagorikan hadist shahih seperti; Al-Khatib Al-Bagdadi (wafat 463 =
1072 M) mengatakan bahwa hadist maqbul (diterima) sebagai matan hadist yang
shahih apabila memenuhi unsur – unsur sebagai berikut :
1) Tidak bertentangan dengan akal sehat
2) Tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur’an yang telah muhkam
(ketentuan hukum telah tetap)
3) Tidak bertentangan dengan hadist mutawatir

7
Asy-Syafi’i belum merumuskan penelitian hadist secara terperinci, namun dia sudah mengajukan
pedoman dalam melakukan penelitian hadis yang mencangkup sanad dan matan. Lihat; Dr. H.
Said Agil Husain al-Munawar, M.A., Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pertama, 1996, hlm., 103

8
Prof. Dr. H. M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta, Bulan Bintang, 1995,
hlm., 123
7

4) Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan


ulama masa lalu (ulama salaf)
5) Tidak bertentangan dengan dalil yang pasti
6) Tidak bertentangan dengan hadist Ahad yang kualitas keshahihannya lebih
kuat9.
Itulah beberapa tolak ukur sebuah hadist, maka dari itu tidaklah dikatakan
hadist shahih apabila matannya bertentangan dengannya. Sekiranya ada, maka
matan hadist tersebut tidak dapat dikatakan matan hadist shahih.
Ibn Al-Jawzi (wafat 597 H = 210 M) memberikan tolak ukur keshahihan matan
secara singkat yaitu; setiap hadist yang bertentangan dengan akal ataupun
berlawanan dengan ketentuan pokok agama, pasti tergolong hadist mawdhu’,
Karena Nabi Muhammad Saw. tidak mungkin menetapkan sesuatu yang
bertentangan dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok
agama, seperti menyangkut aqidah dan ibadah.
Menurut Al-Din Al-Adabi yang dikutip oleh Bustamin dan M. Isa. H. A. Salam
mengambil jalan tengah diantara dua pendapat diatas, mengatakan bahwa
kriteria keshahihan matan ada empat yaitu;
1) Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an
2) Tidak bertentangan dengan hadist yang kualitasnya lebih kuat
3) Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera dan sejarah
4) Susunan pertanyaannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian10
Sedangkan menurut jumhur ulama tanda – tanda matan hadist yang palsu ialah;
1) Susunan bahasanya rancu
2) Isinya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit
diinterprasikan secara rasional
3) Isinya bertentangan dengan tujuan pokok agama Islam
4) Isinya bertentangan dengan hukum dan sunnatullah
5) Isinya bertentangan dengan sejarah pasti

9
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadist, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persaada,
2004, hlm., 63

10
ibid., hlm., 64
8

6) Isinya bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an ataupun hadist mutawatir yang


telah mengandung petunjuk secara pasti
7) Isinya berada diluar kewajaran diukur dari petunjuk umum ajaran Islam11.
Sedang menurut Muhammad Al-Ghazali menetapkan tujuh kriteria
keshahihan matan hadist;
1) Matan Hadist sesuai dengan Al-Qur’an
2) Matan Hadist sejalan dengan matan hadist shahih lainnya
3) Matan Hadist sejalan dengan fakta sejarah
4) Redaksi matan hadist menggunakan bahasa Arab yang baik

5) Kandungan matan hadist sesuai dengan prinsip-prinsip umum ajaran agama


Islam
6) Hadist itu tidak bersifat syadz (yakni salah seorang perawinya bertentangan
dalam periwayatannya dengan perawi lainnya yang dianggap lebih akurat dan
lebih dapat dipercaya)
7) Hadist tersebut harus bersih dari ‘illat qadhihah (yakni cacat yang diketahui oleh
para ahli hadist, sedemikian sehingga mereka menolaknya)12

D. Syarat seseorang bisa meneliti hadis


Karena Hadist adalah merupakan salah satu sumber ajaran Islam serta
sebagai keterangan dari Al-Quar’an yang bersifat umum, maka tidaklah
sembarangan mengadakan penelitian terhadap hadist. Oleh karena itu, selain
syarat – syarat yang ada pada hadist yang akan diteliti haruslah sesuai dengan
katagori hadist shahih, seseorang yang akan meneliti sebuah hadist (menurut
Muhammad Al-Ghazali) haruslah ;
Pertama, ia haruslah memahami Al-Qur’an dan cabang – cabang Ilmunya
secara mendalam. Hal ini penting karena Al-Qur’an merupakan referensi pokok
dalam Islam. Untuk mengetahui hak – hak dan kewajiban – kewajiban seorang
11
Drs. H. Muhammad Ahmad, Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung, Pustaka Setia, 2004,
hlm., 130

12
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadist, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persaada,
2004, hlm., 104
9

muslim harus bertolak dari petunjuk Al-Qur’an. Selain itu, hadist juga
merupakan penjabaran (keterangan) dari Al-Qur’an yang lebih bersifat umum.
Kedua, Ia harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang riwayat –
riwayat dan matan hadist. Keahlian tersebut penting bukan hanya untuk
mengetahui ketersambungan sanadnya, tetapi juga untuk mengetahui kualitas
individu – individu yang ikut serta dalam periwayatan hadist tersebut. Selai itu
juga untuk mengetahui kualitas matan sebuah hadist.
Ketiga, Ia harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hal dan
peristiwa yang melingkupi kemunculan suatu hadist, sehingga ia dapat
memposisikan hadist dihadapan Al-Qur’an secara proposional13.
Setelah itu menurut penulis dalam hubungannya dengan pelaksanaan
kegiatan kritik sanad dan kritik matan hadist, maka kritik sanad dilakukan
terlebih dahulu sebelum kegiatan kritik matan. Langkah itu dapat dipahami agar
tidak melihat latar belakang sejarah periwayatan dan penghimpunan hadist serta
untuk memudahkan bagi peneliti hadist. Sebab apabila sanadnya tidak dapat
diterima, maka sudah dapat dipastikan bahwa hadistnya mawdhu’ meskipun
matannya dapat diterima.
Oleh karena itu dapat dipahami mengapa Imam Al-Nawawi (wafat 676 H
= 1277 M) yang dikutip oleh Muhammad Ahmad mengatakan bahwa hubungan
hadist dengan sanadnya bagai hubungan hewan dengan kakinya14.

13
ibid., hlm., 105
14
Drs. H. Muhammad Ahmad, Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung, Pustaka Setia, 2004,
hlm., 130
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami uraikan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa penelitian sanad dan matan hadist sangatlah perlu dilakukan karena
menurut sejarah hadist pada zaman Nabi Muhammad Saw. Hadist belum ditulis
dan dibukukan, setelah zaman Nabi Muhammad Saw. terjadi banyak pemalsuan
hadist, serta pengumpulan hadist secara massal dilakukan setelah banyaknya
pemalsuan hadist tersebut. Dengan kata lain, sangatlah mungkin hadist – hadist
palsu itu masih ada sampai sekarang ini, makanya sangatlah penting penelitian ini.
Bagian – bagian yang harus diteliti adalah sanad (terlebih dahulu) yang
mempunyai syarat – syarat tertentu yang telah dikutip diatas sebagai syarat hadist
shahih. Setelah itu matan hadist juga perlu diteliti, sebab matan (isi) hadist tidak
mungkin berlawanan dengan Al-Qur’an dan bertentangan dengan akal. Sebab
mustahil bagi Rasul mengungkapkan sesuatu diluar nalar manusia.
Sedangkan mengenai seorang yang akan meneliti sebuah hadist juga perlu
diadakan syarat – syarat tertentu demi meminimalisir terjadinya penelitian yang
asal – asalan. Diantaranya sang peneliti haruslah paham dan ‘alim terhadap Al-
Qur’an dan Al-Hadist serta Ilmu-Ilmu yang berkaitan dengan itu.

B. Saran
Sebuah peribahasa mengatakan bahwa tiada gading yang tak retak dan
tiada sungai yang tak bermuara, tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali
Allah SWT.Sebab itu, apabila ada kesalahan dan kekurangan yang penyusun
lakukan, kiranya dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, penyusun
memohon maaf, kritik dan saran di harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

- Bustamin, Salam, A, H, Isa, M, Metodologi Kritik Hadis ( Jakarta : PT. Raja


Grafindo Persada, 2004 )
- Prof, Dr, Ismail, Syuhudi, M, H, Kaedah Kasahihan Sanad Hadis ( Jakarta :
PT. Bulan Bintang, 1995 )
- Drs, Ahmad, Muhammad, H, Drs, Mudzakir, M, Ulumul Hadis ( Bandung :
Pustaka Setia, 2004 )
- Dr, H, al-Munawar, Husain, Agil Said, M, A, Ilmu Hadis ( Jakarta : Gaya
Media Pratama, 1996 )

11

Anda mungkin juga menyukai