Anda di halaman 1dari 15

HADIS DAN UNSUR-UNSURNYA

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


Ulumul Hadis

Dosen Pengampu
Putra Sumayadi, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 1

1) Mawarni
2) M. Dendi Fauzan Khairi

Semester : II – PAI A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


JAM’IYAH MAHMUDIYAH
TANJUNG PURA
LANGKAT
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat serta hidayah –Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Hadits dan Unsur-Unsurnya” tanpa suatu halangan
apapun.
Terima kasih penyusun ucapkan kepada Bapak Putra Sumayadi, M.Pd
selaku Dosen mata kuliah Ulumul Hadis, yang telah memberikan pengangarahan
dan bimbingan nya sehingga tugas ini dapat di selesaikan. Dan tak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu terselesainya tugas
ini. Penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi
pembaca umumnya.
Sekalipun demikian tak ada gading yang tak retak, begitu pula makalah ini
jauh dari kesempurnaan dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karna itu, kritik dan saran yang membngun dari pembaca senantiasa penyusun
harapkan.
Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat dan dpat di
jadikan sebagai salah satu referensi dalam pembelajaran, dan semoga Allah selalu
meridhoi setiap langkah kita. Amin…

Tanjung Pura, 02 Maret 2024


Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2


A. Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar ................................. 2
B. Struktur Pembentuk Hadits ............................................................... 6
C. Urgensi Hadits dalam Studi Islam ...................................................... 9

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 11


A. Kesimpulan..................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umat Islam hidup dengan berpedoman pada kitab suci Al-Quran. Umat
Islam hidup dengan mempelajari, memahami dan menerapkan ajaran-ajaran yang
terkandung dalam Al-Quran. Disamping itu juga terdapat hadits yang diyakini
sebagai ajaran kedua setelah Al-Quran. Beberapa ulama mengartikan hadits
dengan sunnah memiliki arti yang sama, karena hadits dan sunnah berasal dari
nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, istilah hadits tersebut biasanya mengacu
kepada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa
sabda, perbuatan, persetujuan, dan sifatnya, baik yang terjadi sebelum maupun
setelah kenabiannya. Dalam khazanah ilmu Hadits, terdapat sejumlah istilah yang
dari sisi terminologis memiliki pengertian serupa, yakni: hadits, sunnah, khabar,
dan atsar. Menurut mayoritas ulama hadits, keempat terma itu dianggap sinonim
(mutaradif), sehingga dalam pemakaiannya dapat dipertukarkan satu sama lain.
Dan ada juga beberapa orang menganggap keempat terma itu memiliki makna
yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits, sunnah, khabar, dan atsar
2. Bagaimana struktur pembentuk hadits (sanad dan matan)
3. Bagaimana pentingnya hadits dalam studi Islam

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits, sunnah, khabar, dan atsar.
2. Untuk mengetahui struktur pembentuk hadits (sanad dan matan).
3. Untuk mengetahui pentingnya hadits dalam studi Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar


1. Hadits
Kata hadits berasal dari bahasa Arab, Al-Hadits; Dari segi bahasa, kata
ini memiliki banyak arti, diantaranya, Al-Jadid (yang baru), lawan dari al-
qadim (yang lama), Al-khabar (kabar atau berita), Al-qarib (dekat).1
Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Muhammad „Ajjaj al
Khathib. Beliau mengatakan hadits berarti sesuatu yang baru.2 Kemudian arti
hadits adalah “qarib” (yang dekat), yang belum lama terjadi seperti dalam
ungkapan (baru masuk Islam), khabar (warta) atau sesuatu yang
diperbincangkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Dari
makna inilah diambil ungkapan “hadits Rasulullah”. Hadits yang bermakna
khabar ini diambil dari kata haddatsa, yuhadditsu, tahdiits, yang bermakna
riwayat atau ikhbar (mengabarkan). Maka jika ada ungkapan “ia mengabarkan
sesuatu khabar kepada kita”.
Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah segala perkataan Nabi,
perbuatan, dan hal ihwalnya. Yang dimaksud dengan "hal ihwal" ialah segala
yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah,
karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya. Hadits menurut
pengertian ahli hadits dibagi menjadi dua yaitu pengertian hadits yang terbatas
dan pengertian hadits yang luas. Pengertian hadits yang terbatas adalah sesuatu
yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya/semisalnya. Ta‟rif ini
mengandung empat unsur yakni perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-
sifat atau keadaan nabi Muhammad SAW yang lain, yang semuanya hanya
disandarkan kepada beliau, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada
para sahabat dan tabi‟in.
Sementara menurut pengertian hadits yang luas, hadits tidak hanya

1
Ismail Syuhudi, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 26
2
Muhammad Subhi Al Salih, „Ulumul Al Hadits Wa Mustalahuhu (Beirut: Dar Al Fikr,
1989), h. 4-5.

2
disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, tetapi juga mencakup perkataan,
perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi‟in,
sehingga dalam hadits ada istilah “marfu‟ (yang disandarkan kepada nabi),
manqul (yang disandarkan kepada sahabat) dan maqthu‟ (yang disandarkan
kepada tabi‟in).
Hadits menurut pengertian ahli usul yaitu segala perkataan, perbuatan
dan ketetapan nabi yang bersangkut paut dengan hukum. Maka menurut
mereka, tidak termasuk hadits sesuatu yang tidak bersangkut paut dengan
hukum, seperti masalah kebiasaan sehari-hari atau adat istiadat.
Jadi hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi SAW, baik
ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketentuan Allah yang disyari‟atkan kepada manusia.
Awal terjadinya hadits menimbulkan kontroversi dikalangan ulama‟,
diantaranya ada yang berpendapat bahwa hadits nabi mulai terjadi pada masa
kenabian (An-Nubuwah), termasuk sifat-sifat luhur nabi yang terlihat sebelum
masa kenabian juga menjadi panutan, tapi kegiatan nabi sebelum masa
kenabian yang tidak dicontohkan lagi pada masa kenabian tidak menjadi
panutan. Misal kegiatan nabi menyepi di gua hiro‟. Sebagian ulama‟ lagi
mengatakan bahwa hadits nabi teleh terjadi sebelum dan dalam masa kenabian.
Kemudian dari kedua pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pendapat
yang satulah yang lebih kuat yaitu terjadinya hadits nabi mulai dari masa
kenabian dengan alasan perintah Allah kepada orang-orang yang beriman untuk
meneladani dan menaati Muhammad sebagai rosul Allah, yakni ketika
Muhammad dalam masa kenabian.
2. Sunnah
Dalam tinjauan kebahasaan sunnah berarti jalan, perjalanan atau
kebiasaan, baik itu positif maupun negatif. 3 Dalam ayat-ayat Al-Qur-an
maupun Hadis, juga sering dijumpai kata sunnah yang diartikan secara
bervariatif. Seperti misalnya pada surat An-Nisa‟ ayat 26:

 
  
 
  
 
    
 
   
 
    
 
     
 
   
  
 
 
  
    
 
  
     
  
  

3
Muhammad bin Mukarram bin Mandzur, Lisan al-„Arab (Beirut: Dar Shadir, tt), h. 183

3

“Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan
menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan
shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana”
Dalam ayat tersebut kata Sunnah (sunana) berarti jalan-jalan (banyak
jalan), sesuai dengan arti secara kebahasaannya. Hal yang serupa juga bisa
ditemui dalam Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Jarir ibn Abdillah:

َ‫َج ِر َم ْن َع ِم َل ِِبَا َوال‬ ِ


ْ ‫ب لَوُ مثْ ُل أ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َم ْن َسن ِف اإل ْسالَم ُسنة َح َسنَة فَعُم َل ِبَا بَ ْع َدهُ ُكت‬
‫ب َعلَْي ِو‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ‫ي ْن ُقص ِمن أ‬
َ ‫ُجورى ْم َش ْىءٌ َوَم ْن َسن ِف اإل ْسالَم ُسنة َسيّئَة فَعُم َل ِبَا بَ ْع َدهُ ُكت‬ ُ ْ ُ َ
ِ ِ ‫ِمثْل ِوْزِر من ع ِمل ِِبا والَ ي ْن ُق‬
ٌ‫ص م ْن أ َْوَزا ِرى ْم َش ْىء‬
4
ُ َ َ َ َ َ َْ ُ
“Barangsiapa membuat inisiatif yang baik, ia akan mendapatkan
pahala dan pahala orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa
sedikitpun berkurang; dan barangsiapa membuat inisiatif yang jelek, ia akan
mendapatkan dosa dan dosa-dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya
tanpa sedikitpun berkurang (HR. Muslim)
Sedangkan sunnah menurut perspektif terminologi, terdapat beberapa
definisi yang di paparkan oleh para Ulama‟ Hadis. Ambillah contoh Ajjaj Al-
Khatib maupun Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki yang menjelaskan
sunnah dalam 3 sudut pandang5, yakni:
a. Sunnah menurut sebagian Muhadditsin: “Segala apa yang dinisbatkan
kepada Rasululloh baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, karakter
fisik dan etika, ataupun kebiasaan-kebiasaan Nabi SAW baik sebelum
diangkat menjadi utusan-seperti berhannuts-nya beliau di gua Hira-
maupun setelah diangkat menjadi rasul.” Sementara menurut Muhadditsin
yang lain, Sayyid Muhammad menjelaskan bahwa “sunnah itu termasuk
segala sesuatu yang dihubungkan kepada para sahabat atau tabi‟in, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir ataupun sifat-sifatnya”.

4
Abu al-Husain ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jail, tt), h. 149
5
Aqib Muslim, Ilmu Mustalahul Hadis: Kajian Hstoris Metodologis (Kediri: STAIN
Kediri Press, 2010), h. 5.

4
b. Sunnah menurut Ushuliyyin: “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad SAW selain Al-Qur-an, baik berupa perkataan, perbuatan,
atau ketetapan yang patut dijadikan dalil dalam penetapan hukum agama
(syari‟at)”
c. Sunnah menurut Fuqaha‟: “Segala sesuatu yang telah dipastikan berasal
dari Nabi SAW yang bukan merupakan hal fardlu juga bukan hal yang
wajib”
Sudut pandang dalam definisi di atas sudah sangat bisa dimaklumi
mengingat bahwa masing-masing ulama‟ berangkat dari sudut pandang
keilmuan masing-masing. Keilmuan Ushul Fiqh memang menuntut adanya
dalil yang bisa dan layak untuk dijadikan dasar menentukan hukum. Sementara
keilmuan fiqh memang memiliki peristilahan tersendiri yang itu berkaitan
dengan bobot sebuah perintah (amr), apakah itu wajib, sunnah, mubah, makruh
atau haram. Sementara muhadditsin juga tidak seragam dalam memberikan
definisi terhadap sunnah, meskipun pada dasarnya tetap saja memiliki substansi
yang sama.
Dalam sebuah perbandingan, banyak juga para ahli Hadis yang mencoba
menjelaskan definisi sunnah dengan menghadapkannya pada lawan kata
sunnah yaitu bid‟ah. Dengan kata lain, Sunnah adalah sesuatu yang bukan
bid‟ah.
3. Khabar
Khabar menurut bahasa ialah “warta berita yang disampaikan dari
seseorang kepada orang lain”, atau memberitakan, mengabarkan”. Maksudnya
sesuatu yang diberitakan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain
atau sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, dilihat dari sudut
pendekatan bahasa ini kata khabar sama artinya dengan hadits. Jadi setiap
hadits termasuk khabar, tetapi tidak setiap khabar adalah hadits.
Menurut pengertian istilah, para ahli berbeda-beda dalam memberikan
definisi sesuai dengan latar belakang dan disiplin keilmuan masing-masing,
diantaranya adalah: sebagian ulama mengatakan bahwa khabar ialah sesuatu
yang datangnya selain dari nabi SAW, sedangkan yang dari nabi SAW disebut
hadits. Ulama lain mengatakan bahwa hadits lebih luas dari pada khabar, sebab

5
setiap hadits dikatakan khabar dan tidak setiap khabar adalah hadits. Ahli
hadits memberikan definisi sama antara hadits dengan khabar, yaitu segala
sesuatu yang datangnya dari nabi SAW, sahabat, dan tabi‟in, baik perkataan,
perbuatan maupun ketetapanya.
4. Atsar
Dari sisi kebahasaan, atsar mengandung arti sisa dari sesuatu, atau sisa
dari gambaran sesuatu, dan hasil dari peninggalan. Menurut Ibn Faris (w. 395
H.), ada tiga makna dasar dari atsar; mendahulukan sesuatu, penyebutan
sesuatu, dan gambaran sisa sesuatu. Selain itu, kata atsar dapat juga berarti
khabar. Secara terminologis, atsar juga dianggap sinonim dengan hadis,
sunnah, dan khabar. Mayoritas ulama hadis mengartikan atsar sebagai sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, ataupun tabi‟in. Sementara al-
Nawawi (w. 676 H.), menyebutkan bahwa atsar dalam terminologi ulama salaf
dan mayoritas ulama khalaf, adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi SAW
(marfu‟) maupun dari sahabat (mawquf). Menurut ulama Fiqih Khurasan,
sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW, disebut sebagai khabar, dan yang
berasal dari sahabat sebagai atsar. Jadi, pengertian atsar hanya terbatas pada
sesuatu yang disandarkan kepada sahabat (mawquf) dan bukan tabi‟in. Namun,
secara tidak langsung, pendapat tentang distingsi hadis dan atsar tersebut, telah
disanggah oleh beberapa sarjana hadis kontemporer.6

B. Struktur Pembentuk Hadits


Sanad, matan, dan rawi merupakan unsur-unsur penting dalam sebuah
hadits. Ketiganya saling berkaitan satu sama lain. Sanad adalah pengantar matan.
Matan adalah isi/substitusi yang diriwayatkan rawi, sedangkan rawi adalah
periwayat hadits jika dilihat dari posisinya, maka sanad berada di awal hadits,
matan ada di tengah di hadits, sedangkan rawi ada di akhir hadits.
1. Sanad
Sanad menurut bahasa adalah al-sanad (sandaran tempat, bersadar).
Sedangkan sanad menurut istilah adalah (jalan yang menyampaikan kepada
jalan hadits). Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat
6
Manna‟ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016),
h.51

6
hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah.
Dilihat dari fungsinya, sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi
bervariasi dalam lapisan-lapisan sanad disebut dengan “Ihaqabah”. Signifikan
jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat
atau kualitas hadits. Jadi, yang perlu dicermati dalam memahami Al-hadits
terkait dengan sanadnya ialah menyangkut :
a. Keutuhan sanadnya
b. Jumlahnya perawinya
Dalam periwayatan hadits, sanad hadits dinyatakan kedudukan yang
sangat penting. Hadits yang dapat dijadikan hujah (hujjah) hanyalah hadis
yang sanadnya sahih. Untuk kepentingan penelitian sanad hadis, ulama telah
menyusun bernagai ilmu, dalam arti pengetahuan, dan kaidah berkenaan
dengan sanad hadits. Salah satu kaidah yang telah diciptakan oleh ulama
adalah kaidah kesahihan sanad hadits, yakni patokan atau kriteria yang harus
dipenuhi oleh suatu sanad yang berkualitas shahih. Contoh haditsnya sebagai
berikut.

‫ َحدثَنَا َعْب ُد‬:‫ َوقَ َال ابْ ُن َرافِ ٍع‬،‫ َحدثَنَا‬:‫ قَ َال َعْب ٌد‬،‫َحدثَنَا ُُمَم ُد بْ ُن َرافِ ٍع َعْب ُد بْ ُن ُُحَْي ٍد‬
ِ
ْ َ‫ي َع ْن عُ ْرَوَة َع ْن َعائ َشةَ َر ِض َي اَّللُ َعْن َها قَال‬ ِ
‫ " قَ َال‬:‫ت‬ ِّ ‫الزْى ِر‬
ُّ ‫َخبَ َرََن َم ْع َمٌر َع ْن‬
ْ ‫الرزاق أ‬
‫اْلِن ِم ْن َمارٍِج ِم ْن‬
ْ ‫ َو َخلَ َق‬،‫ " َخلَ َق الْ َم َالئِ َكةَ ِم ْن نُوٍر‬:‫صلى اَّللُ َعلَْي ِو َو َسل َم‬ ِ ُ ‫رس‬
َ ‫ول اَّلل‬ َُ
)‫ف لَ ُك ْم" (صحيح مسلم‬ ِ ِ ‫ وخلَق‬،‫ََن ٍر‬
َ ‫آد َم ِما ُوص‬ َ َ ََ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin Rafi ’Abdu
Bin Humaid, berkata Abdu: Telah mengkabarkan kepada kami, sedangkan
ibnu Rafi ’berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrazak telah
mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dari az-Zuhri dari Urwah dari ‘Aisyah
R.A Berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Malaikat
diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala dan Adam
diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan (ciri-cirinya) untuk kalian
.(Shahih Muslim 26-6992).
Sanad hadist : Telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin
Rafi ’Abdu Bin Humaid, berkata Abdu: Telah mengkabarkan kepada kami,

7
sedangkan ibnu Rafi ’berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrazak
telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dari az-Zuhri dari Urwah dari
‘Aisyah R.A Berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda.7
2. Matan
Kata “ matan” atau “al-Matn” menurut bahasa berarti ma irtafa‟a
min al-ardi (tanah yang meninggi). Sedangkan menurut istilah adalah kalimat
tempat berakhirnya sanad. Atau dengan redaksi lain adalah lafadz-lafadz
hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. Jadi berdasarkan
beberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan matan
adalah materi atau lafadz hadis itu sendiri. Berkenaan dengan matan tau
redaksi hadits, maka yang perlu akan dicermati dalam memahami hadits
adalah :
a. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada nabi
Muhammad atau bukan.
b. Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan dengan hadits lain
yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau
menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al-quran (apakah ada
yang bertolak belakang).7
Contoh dari matan dapat dilihat dari hadis ini.

‫ َحدثَنَا‬:‫ َوقَ َال ابْ ُن َرافِ ٍع‬،‫ َحدثَنَا‬:‫ قَ َال َعْب ٌد‬،‫َحدثَنَا ُُمَم ُد بْ ُن َرافِ ٍع َعْب ُد بْ ُن ُُحَْي ٍد‬
ِ
ْ َ‫ي َع ْن عُ ْرَوَة َع ْن َعائ َشةَ َر ِض َي اَّللُ َعْن َها قَال‬ ِ
:‫ت‬ ِّ ‫الزْى ِر‬
ُّ ‫َخبَ َرََن َم ْع َمٌر َع ْن‬
ْ ‫َعْب ُد الرزاق أ‬
‫اْلِن ِم ْن‬ْ ‫ َو َخلَ َق‬،‫ " َخلَ َق الْ َم َالئِ َكةَ ِم ْن نُوٍر‬:‫صلى اَّللُ َعلَْي ِو َو َسل َم‬ ِ ُ ‫" قَ َال رس‬
َ ‫ول اَّلل‬ َُ
ِ ِ ِ
)‫ف لَ ُك ْم" (صحيح مسلم‬ َ ‫آد َم ِما ُوص‬ َ ‫ َو َخلَ َق‬،‫َمارٍِج م ْن ََن ٍر‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin Rafi ’
Abdu Bin Humaid, berkata Abdu: Telah mengkabarkan kepada kami,
sedangkan ibnu Rafi ’berkata: Telah menceritakan kepada kami
Abdurrazak telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dari az-Zuhri dari
Urwah dari ‘Aisyah R.A Berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari

7
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya,1998), h.150-154.

8
api yang menyala-nyala dan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah
disebutkan (ciri-cirinya) untuk kalian .(Shahih Muslim 26-6992).
Matan hadist : “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api
yang menyala-nyala dan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah
disebutkan (ciri-cirinya) untuk kalian”
3. Perawi
Kata Mukharrij/rawi merupakan bentuk Isim Fa‟il (bentuk pelaku) dari
kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan;
menampakkan, mengeluarkan dan menarik. Sedangkan menurut istilah
mukharrij ialah orang yang mengeluarkan, menyampaikan atau menuliskan
kedalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari
seseorang (gurunya). Didalam suatu hadits biasanya disebutkan pada bagian
terakhir nama dari orang yang telah mengeluarkan hadits tersebut, semisal
mukharrij terakhir yang termaksud dalam Shahih Bukhari atau dalam Shahih
Muslim, ialah Imam Bukhari atau Imam Muslim dan begitu seterusnya.
Ada dua hal yang harus diteliti pada diri periwayat Hadits untuk dapat
diketahui apakah riwayat yang dikemukakannya dapat diterima sebagai sebuah
Hadits yang dapat dijadikan hujjah atau ditolak, yaitu : Adil, keadilan memiliki
empat kriteria atau empat unsur yakni beragama Islam, mukalaf, melaksanakan
ketentuan agama dan menjaga muru‟ah. Kriteria tersebut berbeda di saat
menerima dan menyampaikan hadits. Yang kedua yaitu Dhabith, yaitu kuat
hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat
dipertanggungjawabkan.

C. Urgensi Hadits dalam Studi Islam


Urgensi berasal dari bahasa latin (urgere) yang artinya mendorong.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keharusan yang
mendesak atau hal yang penting. Para ulama telah sepakat menetapkan bahwa
“Hadits adalah pokok kedua dari agama Islam.” Disamping Al-Qur‟an sebagai
pokok pertama. Al-Qur‟an dan hadits memiliki kaitan yang erat karena hadits
merupakan penjelasan terhadap Al-Qur‟an. Sebaliknya Al-Qur‟an sebagai pokok

9
pertama sehingga Al-Qur‟an dan hadits tidak dapat dipisahkan. 8 Beberapa
kepentingan mempelajari hadits :
1. Menambah wawasan tentang hadits
2. Dapat menerapkan hadits dalam kehidupan sehari-hari
3. Menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang masih bersifat mujmal (umum).
4. Memberikan suri tauladan yang baik
5. Dapat menetapkan suatu hukum dan menguatkan hukum-hukum yang telah
disebutkan dalam Al-Qur‟an
Mempelajari hadits Nabi SAW mempunyai keistimewaan tersendiri
sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya bahwa orang yang
mempelajari dan menghafal hadits-haditsnya akan dianugerahi oleh Allah SWT
wajah yang bercahaya, penuh dengan pancaran nur keimanan yang menandakan
ketenangan hati dan keteduhan batin.

8
Hasbi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 21

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits, sunnah, khabar dan atsar memiliki yang sama (sinonim) yang
merupakan pemberitaan tentang diri Nabi Muhammad SAW yang diperluas
melalui beberapa pendapat ulama.
Sanad adalah pengantar matan. Matan adalah isi/substitusi yang
diriwayatkan rawi, sedangkan rawi adalah periwayat hadits jika dilihat dari
posisinya, maka sanad berada di awal hadits, matan ada di tengah di hadits,
sedangkan rawi ada di akhir hadits.
Urgensi hadits dalam studi Islam sebagai salah satu fondasi dan intisari
hukum Islam. Banyak sekali penelitian-penelitian hadits yang dilakukan, dan
bukan hanya umat muslim saja yang melakukan penelitian tetapi non muslim juga
ikut melakukan penelitian. Dan sudah terbukti telah menghasilkan berbagai karya
berbobot dari belahan dunia.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih terdapat kesalahan atau
kekurangan, baik dalam hal materi referensi atau penulisan. Oleh karena itu,
penyusun meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca serta meminta
kritik dan saran agar penyusunan makalah berikutnya bisa lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al Salih, Muhammad Subhi, 1989. „Ulumul Al Hadits Wa Mustalahuhu, Beirut:


Dar Al Fikr.

al-Hajjaj, Abu al-Husain ibn, tt. Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Jail.

Al-Qaththan, Manna‟, 2016. Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.

Hasbi, 1976. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta: Bulan Bintang.

Muhammad bin Mukarram bin Mandzur, tt. Lisan al-„Arab, Beirut: Dar Shadir.

Muslim, Aqib, 2010. Ilmu Mustalahul Hadis: Kajian Hstoris Metodologis, Kediri:
STAIN Kediri Press.

Syuhudi, Ismail, 2005. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta: Bulan Bintang.

Yuslem, Nawir, 1998. Ulumul Hadis, Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya.

12

Anda mungkin juga menyukai