MAKA
LAH
Disusun Oleh :
ASRIL SAKTI PRASETYO : (2101010472)
KHOIRUN NISA (........................)
ABYANUDDIN MURTADHO (......................)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga
penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Study Al Hadis.
Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam
memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada
junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya
serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca, baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya
yang diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak khususnya kepada Dosen pembimbing guna untuk
menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua
pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
Kesimpulan............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut)
seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an.
Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi
tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang
dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.
B. RUMUSAN MASALAH
a. bagaigamana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?
b.. Apa saja dalil- dalil kehujahan hadis ?
c. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?
C. TUJUAN
a.mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum
b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
c. mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an
2
1
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui sejauh mana Hadis, Sunnah, Atsar , perihal Sanat, Matan,
Rowi, Sejarah perkembangan Hadist, maupun kedudukan fungsi Hadist seperti
dibawah ini :
2
2
Ibnu Manzhur berpendapat bahwa kata ini berasal dari kata Al-Hadis, jamaknya :
Al-Hadits, Al-Haditsan, dan Al-Hudtsan. Ada juga sebagian Ulama yang
menyatakan, bahwa Al-Hadits bukan jamak dari hadis yang bermakna Khabar,
tetapi merupakan isim jamak mufrad Ahadits yang sebenarnya adalah uhdutsan,
yang artinya suatu berita yang dibahas dan sampai dari seseorang ke seseorang.
(Hasbi Ashidiqi, sejarah pengantar ilmu hadis : 2)
Menurut istilah ahli ushul fiqih, pengertian hadis, yaitu :
كل ماصدر عن النبي صلى هللا عليه وسلم غيرالقرأن الكريم من قول او فعل اوتقرير مما يصله ان يكون
دليال
Artinya :
“ Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-
Qur’an Al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang
bersangkut paut dengan hukum syara”.
كل ما أثرعن النبي صلى هللا عليه وسلم من قول او فعل اوتقرير اوصفة خلقية او خلقية
Artinya :
“Segala sesuatu yang diberikan dari Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan,
taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi”.
Kedua Hadis diatas menyatakan bahwa unsur Hadis itu terdiri dari 3 unsur, yang
hanya bersumber dari Nabi Muhammad SAW, yaitu :Perkataan : yang dimaksud
dengan perkataan Nabi Muhammad adalah sesuatu yang pernah dikatakan oleh
beliau dalam berbagai bidang.
2
Dari keempat istilah, yaitu Hadis, Sunnah, dan Atsar menurut Jamhur Ulama
Hadis dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa Hadis disebut
juga dengan Sunnah, dan Atsar. Begitu piula Sunnah, dapat disebutkan dengan
Hadis, Sunnah, dan Atsar. Begitu pula Sunnah dapat disebut Hadis, Atsar, dan
Khabar. Dari Hadis, Sunnah, dan Atsar dapat disimpulkan bahwa keempatnya
sangat berguna sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan menentukan kualitas dan kuwantitas
Hadis, Sunnah, dan Atsar.
Para Ulama juga membedakan Hadis, Sunnah, Dan Atsar sebagai berikut :
Hadis dan Sunnah : hadis terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang
bersumber pada Nabi SAW, sedangkan Sunnah segala yang bersumber dari
Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti atau
perjalanan hidup beliau, baik sebelum diangkat mnjadi Rasul maupun
sesudahnya.
Hadis dan Atsar : Jumhur Ulama berpendapat bahwa Atsar sama artinya
dengan Kabar dan Hadis. Ada juga Ulama yang berpendapat bahwa Atsar
sama dengan Khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW,
sahabat, dan tabi’in.
Kriteria Hadis
Sanad
Kata “sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang akan
dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena Hadis bersandar kepadanya.
Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin
Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa “berita tentang jalan matan”. Ada juga
yang menyebutkan “ silsilah para perawi yang menukilkan Hadis dari sumbernya
yang pertama”. Sedangkan menurut ahli Hadis “jalan yang menyampaikan
kepada matan Hadis”. Yang berkaitan dengan istilah “sanad” terdapat kata-kata
seperti al-isnad, al-musnid, dan al-musnad. Kata-kata ini secara terminologis
mempunyai arti yang cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh para
Ulama.
Matan
2
Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti Mairtafa’a min al-ardi (tanah
yang meninggi). Sedangkan menurut istilah ahli Hadis adalah perkataan yang
disebut pada akhir sanad, yakni Nabi SAW. Yang disebutkan sanadnya.
Rawi
Mukharrij
Kata Mukharrij merupakan bentuk isim fa’il (pelaku) dari kata takhrij atau
istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan menampakkan, mengeluarkan,
dan menarik. Sedangkan menurut istilah mukharrij adalah orang yang
mengeluarkan menyampaikan atau menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa yang
pernah didengar dan diterimanya dari sesorang (gurunya).
Didalam suatu hadis biasanya disebutkan pada bagian terakhir nama dari orang
yang telah mengeluarkan hadis tersebut, misalnya mukharrij terakhir yang
termaksud dalam Shahih Bukhori atau dalam Shahih Muslim, adalah Imam
Bukhari atau Imam Muslim. Seperti contoh hadis yang pertama, pada bagian
paling akhir hadis tersebut disebutkan nama Al-Bukhari ( )رواه البخاريyang
menunjukkan bahwa beliaulah yang telah mengeluarkan hadis tersebut dan
termaktub dalam kitabnya yaitu, Shahih Al-Bukhari. Begitu juga dengan contoh
hadis kedua yang telah mengeluarkan hadis tersebut adalah Imam Al-Bukhari dan
Imam Muslim.
Adapun fungsi perbandingan Hadis dengan Al-Qur’an, Sunnah dan Hadis dalam
Islam merupakan sumber hukum kedua dan kedudukannya setingkat lebih rendah
dari pada Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan Allah SWT
melalui perantara Malaikat Jibril secara lengkap berupa lafadz dan sanadnya
sekaligus, sedangkan lafadz hadis bukanlah dari Allah SWT melainkan dari Nabi
SAW. Dari segi kekuatan dalalah-nya, Al-Qur’an Mutawwatir yang Qat’i
sedangkan Hadis kebanyakan khabar ahad yang hanya memiliki dalalah Danni.
Sedangkan Hadis tidak demikian keadaanya, karena Hadis Qauli hanya sedikit
yang Mutawwatir. Kebanyakan Hadis yang Mutawwatir mengenai amal sehari-
hari seperti bilangan rakaat shalat dan tata caranya. Al-Qur’an merupakan hukum
dasar yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan Hadis
sebagai ketentuan-ketentuan pelaksanaan (praktisnya).
Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan
secara langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri ceramah, pengajian, khotbah, atau
penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung
adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang
dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabiy
Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah
bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat
masih kurang, Nabi mene¬kankan untuk menghapal, memahami, memelihara,
mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta mentablig¬kannya
kepada orang lain.
2. Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H-40 H)
Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara
terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan,
pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan
hadis,dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya
untuk menyebarluaskan Al-Quran.[6]`,/ Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang
meriwayatkan hadis, yakni:
1. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW yang
mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
2
2. Dengan maknanya saja; yakni mereka merivttayatkan maknanya karena tidak hapal
lafazh asli dari Nabi SAW.[7]
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW
diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan
hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan
demikiari, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok
daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.
Madinah,
Mekah,
Bashrah,
Syam,
Mesir,
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat
Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan ‘Ali Ibn Abi
Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang
menentang ‘Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga; golongan jumhur (golongan
pemerintah pada masa itu).
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa
pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H,[10] Sebagai khalifah, Umar
Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin
banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukandan mengumpulkan
dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan
lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam
barzakh.
Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist atas anjuran
Abu `Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.
Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua
Hijriah.
Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini,
jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:
Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,Yahya ibn
Sa'id AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu
Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.
[15]
Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan hadis. Sesudah kitab-
kitab Ibnu Juraij, kitab Muwaththa' -Al-Malik tersebar dalam masyarakat dan disambut
dengan gembira, kemauan menghafal hadis, mengumpul, dan membukukannya semakin
meningkat dan mulailah ahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dari
sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadis.[16]
2
Para ulama pada mulanya menerima hadist dari para rawi lalu menulis ke dalam
kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak memerhatikan sahih-
tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan adanya upaya dari orang-orang
zindiq untuk rpengacaukan hadis, para ulama pun melakukan hal-hal berikut.
a. Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi keadilan, tempat
kediaman, masa, dan lain-lain.
Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan sempurna oleh Al-
Imam Al-Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal dengan nama Al-
jamius Shahil. Di dalam kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang dianggap
sahih. Kemudian, usaha A1-Bukhari ini diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu
Imam Muslim.
Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu pada masa
`Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa
Al-Istidraqi wa Al-jami'.[18]
Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat. Para ulama abad
keempat ini dan seterusnya digelari `Mutaakhirin'. Kebanyakan hadist yang mereka
kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikit
yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghapalnya.
Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat dalam kitab sahih
pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:
Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah:
Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke XVII Al-
Mu'tasim (w. 656 H.) sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al Jami'
wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pen-tahrij-an, dan
pembahasan.[20]
Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah menerbitkan isi
kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab enam kitab tahrij, serta membuat
kitab-kitab fami' yang umum':
Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini mengumpulkan hadis-hadis
yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya adalah
Kitab Fami' Al-Masanid wa As-Sunan Al-Hadi li Aqwami Sanan, karangan Al-Hafidz
Ibnu Katsir, dan fami'ul fawami susunan Al-Hafidz As-Suyuthi (911 H).
Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama
Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja
perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan
makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt
dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai
sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan
yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya
mentaati Al-Qur’an. 2
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:
Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah
diantaranya adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk
taat kepada Rasulullah saw. firman Allah Swt :
ُأ
ِ …َّس…و َل َو ولِي اَأْل ْم
ِ …ر ِم ْن ُك ْم فَ…ِإ ْن تَنَ……ا َز ْعتُ ْم فِي َش… ْي ٍء فَ… ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ُ يَ……ا َأيُّهَ……ا الَّ ِذينَ َآ َمنُ……وا َأ ِطي ُع……وا هَّللا َ َوَأ ِطي ُع……وا الر
)59( ك خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل َ َِوال َّرسُو ِل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اَآْل ِخ ِر َذل
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (QS An-Nisa : 59)6
Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan
kembali kepada Rasul maksudnya kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau Saw.
َو َما َآتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)
Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa
yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw, Allah berfirman:
dengan mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu
a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.
Hadits Nabi
…ور َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء ْال َم ْه ِديِّينَ الرَّا ِش ِدينَ تَ َم َّس ُكوا بِهَا َوعَضُّ وا َعلَ ْيهَ……ا بِالنَّ َوا ِج… ِذ َوِإيَّا ُك ْم َو ُمحْ … َدثَا ِ ُأْل
ِ …ت ا ُم
ٌضاَل لَة
َ فَِإ َّن ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة
Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah
para khalifah ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah,
berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan
gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru,
krena segala bentuk yang bersifat baru adalah bid’ah dan semua bentuk
bid’ah adalah sesat”.
Ijma’ (Kesepakatan)
Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah
Nabi saw, karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah
memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya
sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah disebutkan terdahulu. Fakta-fakta
yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah dalam agama
cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang
pun diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.
Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil
dan mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab,
dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang
shahih.
Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah
menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-
nuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara
mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta
mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.
Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya,
dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti
Rasulullah saw.
BAB III
PENUTUP
2
KESIMPULAN
Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-
Qur’an itu bermacam-macam. Dan mengetahui perkembangan sejarah hadist.
Daftar pustaka