Anda di halaman 1dari 23

2

MAKA
LAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Hadist


Prodi : Pendidikan Agama Islam Semester 2
Dosen Pengampu : Makhfud, M.Pd.I

Disusun Oleh :
ASRIL SAKTI PRASETYO : (2101010472)
KHOIRUN NISA (........................)
ABYANUDDIN MURTADHO (......................)

INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI


FAKULTAS TARBIYAH
TAHUN 2022
2

KATA PENGANTAR

          Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga
penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Study Al Hadis.
Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam
memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada
junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya
serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
          Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca, baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya
yang diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.         
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak khususnya kepada Dosen pembimbing guna untuk
menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua
pembaca.

Penulis

Kediri, Februari 2022


2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

a. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1


b. Rumusan Makalah.............................................................................. 1
c. Tujuan Masalah.................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2

a. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam............................. 2


I. Pengertian Hadist Sunnah, Atsar ………………………………... 5
II. Kriteria Hadist …………………………………………………... 7
III. Kedudukan fungsi Hadits dalam hokum islam…………………... 9
IV. Sejarah Perkembangan Hadist …………………………………… 9

b. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits............................................................. 5

BAB III PENUTUP..................................................................................... 14

Kesimpulan............................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA
2

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut)
seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an.
Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi
tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang
dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.

B. RUMUSAN MASALAH
a. bagaigamana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?
b.. Apa saja dalil- dalil kehujahan hadis ?
c. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?
C. TUJUAN
a.mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum
b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
c. mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an
2

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. KEDUDUKAN HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin)


yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-
Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa
Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak
kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa,
tetapi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi
alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam.1

Untuk mengetahui sejauh mana Hadis, Sunnah, Atsar , perihal Sanat, Matan,
Rowi, Sejarah perkembangan Hadist, maupun kedudukan fungsi Hadist seperti
dibawah ini :

 Pengertian Hadis Sunnah, Atsar


Dalam kamus besar bahasa Arab (Al-’ashari), kata Al-Hadis berasal dari bahasa
Arab ”Al-Hadis” yang berarti baru, berita. Ditinjau dari segi bahasa kata Al-Hadis
memiliki banyak arti, yaitu :

1. Al-Jadid (yang baru), lawan dari Al-Qodim (yang lama).


2. Qorib ( dekat), lawan dari Ba’id (jauh).
3. Khabar (berita), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lain.
Hadis mempunyai 3 komponen, yaitu :
1 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media Group, 2007),
hal. 30

2
2

1. Hadis qawli : hadis perkataan.


2. Hadis fi’li : hadis perbuatan
3. Hadis taqriri : hadis persetujuan (suatu perbuatan atau perkataan diantara
para sahabat yang disetujui Nabi.
Secara terminologis, hadis ini dirumuskan dalam pengertian yang berbeda-beda
diantaranya para muhaddisin dan ahli ushul mereka berbeda-beda pendapatnya
dalam menta’rifkan hadis. Perbedaan tersebut disebabkan karena terpengaruh aleh
luasnya objek peninjauan mereka masing-masing, yang tentu saja mengandung
kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.

Ibnu Manzhur berpendapat bahwa kata ini berasal dari kata Al-Hadis, jamaknya :
Al-Hadits, Al-Haditsan, dan Al-Hudtsan. Ada juga sebagian Ulama yang
menyatakan, bahwa Al-Hadits bukan jamak dari hadis yang bermakna Khabar,
tetapi merupakan isim jamak mufrad Ahadits yang sebenarnya adalah uhdutsan,
yang artinya suatu berita yang dibahas dan sampai dari seseorang ke seseorang.
(Hasbi Ashidiqi, sejarah pengantar ilmu hadis : 2)
Menurut istilah ahli ushul fiqih, pengertian hadis, yaitu :

‫كل ماصدر عن النبي صلى هللا عليه وسلم غيرالقرأن الكريم من قول او فعل اوتقرير مما يصله ان يكون‬

‫دليال‬ 

Artinya :

“ Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-
Qur’an Al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang
bersangkut paut dengan hukum syara”.

Sedangkan menurut Ulama Hadis pengertian Hadis, yaitu :

‫كل ما أثرعن النبي صلى هللا عليه وسلم من قول او فعل اوتقرير اوصفة خلقية او خلقية‬

Artinya :

“Segala sesuatu yang diberikan dari Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan,
taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi”.

Kedua Hadis diatas menyatakan bahwa unsur Hadis itu terdiri dari 3 unsur, yang
hanya bersumber dari Nabi Muhammad SAW, yaitu :Perkataan : yang dimaksud
dengan perkataan Nabi Muhammad adalah sesuatu yang pernah dikatakan oleh
beliau dalam berbagai bidang.
2

 Perbuatan : perkataan Nabi merupakan suatu cara yang praktis dalam


menjelaskan peraturan atau hukum syara’. Seperti halnya cara
melaksanakan solat
 Taqrir : keadaan beliau mendiamkan, tidak menyanggah atau menyetujui
apa yang dilakukan para sahabat.

Dari keempat istilah, yaitu Hadis, Sunnah, dan Atsar menurut Jamhur Ulama
Hadis dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa Hadis disebut
juga dengan Sunnah, dan Atsar. Begitu piula Sunnah, dapat disebutkan dengan
Hadis, Sunnah, dan Atsar. Begitu pula Sunnah dapat disebut Hadis, Atsar, dan
Khabar. Dari Hadis, Sunnah, dan Atsar dapat disimpulkan bahwa keempatnya
sangat berguna sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan menentukan kualitas dan kuwantitas
Hadis, Sunnah, dan Atsar.

Para Ulama juga membedakan Hadis, Sunnah, Dan Atsar sebagai berikut :

 Hadis dan Sunnah : hadis terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang
bersumber pada Nabi SAW, sedangkan Sunnah segala yang bersumber dari
Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti atau
perjalanan hidup beliau, baik sebelum diangkat mnjadi Rasul maupun
sesudahnya.
 Hadis dan Atsar : Jumhur Ulama berpendapat bahwa Atsar sama artinya
dengan Kabar dan Hadis. Ada juga Ulama yang berpendapat bahwa Atsar
sama dengan Khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW,
sahabat, dan tabi’in.

 Kriteria Hadis

 Sanad

Kata “sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang akan
dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena Hadis bersandar kepadanya.
Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin
Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa “berita tentang jalan matan”. Ada juga
yang menyebutkan “ silsilah para perawi yang menukilkan Hadis dari sumbernya
yang pertama”. Sedangkan menurut ahli Hadis “jalan yang menyampaikan
kepada matan Hadis”. Yang berkaitan dengan istilah “sanad” terdapat kata-kata
seperti al-isnad, al-musnid, dan al-musnad. Kata-kata ini secara terminologis
mempunyai arti yang cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh para
Ulama.

 Matan
2

Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti Mairtafa’a min al-ardi (tanah
yang meninggi). Sedangkan menurut istilah ahli Hadis adalah perkataan yang
disebut pada akhir sanad, yakni Nabi SAW. Yang disebutkan sanadnya.

 Rawi

Kata “rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau


memberitahukan Hadis (naqil al-hadis). Sebenarnya antara sanad dan rawi itu
merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad Hadis pada tiap-
tiap tabaqhnya juga disebut rawi, jika yang dimaksud rawi adalah orang yang
meriwayatkan dan memindahkan Hadis. Akan tetapi yang membedakan antara
sanad dan rawi adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan Hadis. Orang
yang menerima Hadis dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin,
disebut dengan perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin.
Dari berbagai pengertian tentang sanad, matan, dan rawi dengan berbagai urgensi
yang berbeda-beda yang menunjukkan begitu indah perbedaan pemikiran yang
menghiasi pengertian tentang sanad, matan, dan rawi.

 Mukharrij

Kata Mukharrij merupakan bentuk isim fa’il (pelaku) dari kata takhrij atau
istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan menampakkan, mengeluarkan,
dan menarik. Sedangkan menurut istilah mukharrij adalah orang yang
mengeluarkan menyampaikan atau menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa yang
pernah didengar dan diterimanya dari sesorang (gurunya).

Didalam suatu hadis biasanya disebutkan pada bagian terakhir nama dari orang
yang telah mengeluarkan hadis tersebut, misalnya mukharrij terakhir yang
termaksud dalam Shahih Bukhori atau dalam Shahih Muslim, adalah Imam
Bukhari atau Imam Muslim. Seperti contoh hadis yang pertama, pada bagian
paling akhir hadis tersebut disebutkan nama Al-Bukhari (‫ )رواه البخاري‬yang
menunjukkan bahwa beliaulah yang telah mengeluarkan hadis tersebut dan
termaktub dalam kitabnya yaitu, Shahih Al-Bukhari. Begitu juga dengan contoh
hadis kedua yang telah mengeluarkan hadis tersebut adalah Imam Al-Bukhari dan
Imam Muslim.

 Kedudukan dan Fungsi Hadis

Adapun kedudukan hadis terhadap Al-Qur’an mempunyai tiga fungsi, yaitu :

 Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh


Al-Qur’an (sebagai bayan taqrir).
2

 Memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih bersifat mujmal


dan bersifat mutlak (bayan tafsir). Penjelasan (penafsiran) Rasulullah
terhadap ayat-ayat yang demikian dapat berupa :
 Menafsirkan kemujmalannya seperti perintah mengerjakan shalat,
membayar zakat, dan menunaikan haji.
 Menaqyidkan (member persyaratan), misalnya ketentuan tentang anak-
anak dapat memusakai harta orang tuanya dan keluarganya didalam Al-
Qur’an dilukiskan secara umum.
 Memberikan kekhususan (bayan takhsis), ayat yang masih bersifat umum,
misalnya tentang keharaman bangkai dan darah.
 Menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak didapati (diterangkan
didalam Al-Qur’an), misalnya dalam masalah perkawinan (nikah).

Adapun fungsi perbandingan Hadis dengan Al-Qur’an, Sunnah dan Hadis dalam
Islam merupakan sumber hukum kedua dan kedudukannya setingkat lebih rendah
dari pada Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan Allah SWT
melalui perantara Malaikat Jibril secara lengkap berupa lafadz dan sanadnya
sekaligus, sedangkan lafadz hadis bukanlah dari Allah SWT melainkan dari Nabi
SAW. Dari segi kekuatan dalalah-nya, Al-Qur’an Mutawwatir yang Qat’i
sedangkan Hadis kebanyakan khabar ahad yang hanya memiliki dalalah Danni.

Sekalipun ada Hadis yang mencapai martabat mutawwatir namun jumlahnya


hanya sedikit. Para sahabat mengumpulkan Al-Qur’an dalam mushaf dan
menyampaikan kepada umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak
berubah atau hilang. Dan mushaf it uterus terpelihara dengan sempurna dari masa
ke masa.

Sedangkan Hadis tidak demikian keadaanya, karena Hadis Qauli hanya sedikit
yang Mutawwatir. Kebanyakan Hadis yang Mutawwatir mengenai amal sehari-
hari seperti bilangan rakaat shalat dan tata caranya. Al-Qur’an merupakan hukum
dasar yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan Hadis
sebagai ketentuan-ketentuan pelaksanaan (praktisnya).

 .        Sejarah Perkembangan Hadits


Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh
hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan
umat dari generasi ke generasi.[1] Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis
sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti dan membina hadis, serta
segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah
hadis dalam beberapa periode. Adapun para`ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda
dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yan membagi dalam tiga periode, lima
periode, dan tujuh periode.[2]
2

M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode[3],


sejak periode Nabi SAW hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.

1.      Periode Pertama: Perkembangan Nadis pada Masa Rasulutlah SAW.

Periode ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu dan


pembentukan masyarakat Islam).[4] Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda
(aqwal), af’al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan AI-Quran untuk menegakkan
syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam.

Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan
secara langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri ceramah, pengajian, khotbah, atau
penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung
adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang
dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabiy

Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah
bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat
masih kurang, Nabi mene¬kankan untuk menghapal, memahami, memelihara,
mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta mentablig¬kannya
kepada orang lain.

2.      Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H-40 H)

Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah’ (masa


membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW wafat pada tahun 11 H. Kepada
umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu
Al-Quran dan hadis (As-Sunnah yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan
umat.[5]

Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara
terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan,
pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan
hadis,dan  sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya
untuk menyebarluaskan Al-Quran.[6]`,/ Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang
meriwayatkan hadis, yakni:

1.        Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW yang
mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
2

2.        Dengan maknanya saja; yakni mereka merivttayatkan maknanya karena tidak hapal
lafazh asli dari Nabi SAW.[7]

3.      Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin

Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar’ (masa berkembang


dan meluasnya periwayatan hadis).[8] Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni
ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke
Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut,
terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu
hadis.

Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW
diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan
hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan
demikiari, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok
daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.

Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-


lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri.

Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian,


pendidikan,dan  pengembangan hadis terdapat di:

 Madinah,
 Mekah,
 Bashrah,
 Syam,
 Mesir,

Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat
Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan ‘Ali Ibn Abi
Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang
menentang ‘Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga; golongan jumhur (golongan
pemerintah pada masa itu).

 Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung


jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW.
untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu
dan   menyebarkannya kepada masyarakat.
2

4.        Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah

Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan dan


pembukuan). Maksudnya, penulisandan  pembukuan secara resmi, yakni yang
diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan,
sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil,
sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW[9]

Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa
pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H,[10] Sebagai khalifah, Umar
Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin
banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukandan  mengumpulkan
dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan
lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam
barzakh.

Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta


kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang
menjadi guru Ma'mar- Al-Laits, Al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk
membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu
Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid
`Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada
pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang
pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.[11]

Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di


bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di
wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas
kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab
Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan hadits.[12] Mereka inilah ulama
yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.

Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam


Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang
ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya.

Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist atas anjuran
Abu `Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.

            Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadits :


2

o Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)


o Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
o Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibrl Shabih (w. 160 H)
o Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)
o Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
o Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
o Pengumpul pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)
o Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
o Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
o Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).[13]

Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua
Hijriah.

Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini,
jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:

o Al-Muwaththa', susurran Imam Malik (95 H-179 H);


o Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
o Al-jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)
o Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)
o Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)
o Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
o Al-Mushannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)
o Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
o Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al¬Aslamy.
o A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
o Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
o Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).
o Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.[14]

Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,Yahya ibn
Sa'id AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu
Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.
[15]

5.        Feriode Kelima: Masa Men-tasbih-kan Hadis dan Penyusuran Kaidah-Kaidahnya

Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan hadis. Sesudah kitab-
kitab Ibnu Juraij, kitab Muwaththa' -Al-Malik tersebar dalam masyarakat dan disambut
dengan gembira, kemauan menghafal hadis, mengumpul, dan membukukannya semakin
meningkat dan mulailah ahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dari
sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadis.[16]
2

Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat di kotanya


masing-masing. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang pergi ke kota lain untuk
kepentingan pengumpulan hadis.

Keadaan ini diubah oleh AI-Bukhari. Beliaulah yang mula-mula meluaskan


daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau pergi ke Maru, Naisabur,
Rei, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Damsyik, Qusariyah,
`Asqalani,dan  Himsh.

Imam Bukhari membuat terebosan dengan mengumpulkan hadis yang tersebar di


berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhari terus menjelajah untuk menyiapkan
kitab Shahih-nya.

Para ulama pada mulanya menerima hadist dari para rawi lalu menulis ke dalam
kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak memerhatikan sahih-
tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan adanya upaya dari orang-orang
zindiq untuk rpengacaukan hadis, para ulama pun melakukan hal-hal berikut.

a.         Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi keadilan, tempat
kediaman, masa, dan  lain-lain.

b.        Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dha'if yakni dengan men-tashih-kan


hadist

U1ama hadist yang mula-mula menyaringdan  membedakan hadist-hadist yang


sahih dari yang palsu dan  yang lemah adalah Ishaq ibn Rahawaih, seorang imam hadis
yang sangat termasyhur.

Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan sempurna oleh Al-
Imam Al-Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal dengan nama Al-
jamius Shahil. Di dalam kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang dianggap
sahih. Kemudian, usaha A1-Bukhari ini diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu
Imam Muslim.

Sesudah Shahih Bukhari dan  Shahih Muslim, bermunculan imam lain yang


mengikuti jejak Bukhari dan  Muslim, di antaranya Abu Dawud, At-Tirmidzi,dan  An-
Nasa'i. Mereka menyusun kitab-kitab hadis yang dikenal dengan Shahih Al-Bukhari,
Shahih Muslirn, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi,dan  Sunan An-Nasa'i. Kitab-kitab
itu kemudian dikenal di kalangan masyarakat dengan judul Al-Ushul Al-Khamsyah.

Di samping itu, Ibnu Majah menyusun Sunan-nya. Kitab Sunan ini kemudian


digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab-kitab induk sehingga kitab-kitab induk itu
menjadi sebuah, yang kemudian dikenal dengan nama Al-Kutub Al-Sittah.
2

Tokoh-tokoh hadis yang lahir dalam masa ini adalah:

o `Ali Ibnul Madany


o Abu Hatim Ar-Razy
o Muhammad Ibn Jarir Ath- Thabari
o Muhammad Ibn Sa'ad
o Ishaq Ibnu Rahawaih
o Ahmad.
o Al-Bukhari
o Muslim
o An-Nasa'i
o Abu Dawud
o At-Tirmidzi
o Ibnu Majah
o Ibnu Qutaibah Ad-Dainuri.[17]

6.        Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656 H.

Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu pada masa
`Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa
Al-Istidraqi wa Al-jami'.[18]

Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3,


digelari Mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada
usaha sendiridan  pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghapalnya yang tersebar
di setiap pelosok dan penjuru negara Arab, Parsi, dan lain-lainnya.

Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat. Para ulama abad
keempat ini dan seterusnya digelari `Mutaakhirin'. Kebanyakan hadist yang mereka
kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikit
yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghapalnya.

Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat dalam kitab sahih
pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:

o Ash-Shahih, susunan Ibnu Khuzaimah


o At-Taqsim wa Anwa', susunan Ibnu Hibban
o Al-Mustadrak, susunan Al-Hakim
o Ash-Shalih, susunan Abu `Awanah
o Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud
2

o Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdul Wahid Al-Maqdisy.[19]

Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah:

1.        Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab. Di antara kitab yang


mengumpulkan hadis-hadis Al-Bukhari dan Muslim adalah Kitab Al Fami' Bain Ash-
Shahihani oleh Ismail Ibn Ahmad yang terkenal dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H),
Muhammad Ibn Nashr Al-Humaidy (488 H); Al-Baghawi oleh Muhammad Ibn Abdul
Haq Al-Asybily (582 H).

2.        Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.

Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis kitab enam, adalah Tajridu As-


Shihah oleh Razin Mu'awiyah, Al-Fami' oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-Rahman Asy-
Asybily, yang terkenal dengan nama Ibnul Kharrat (582 H).

3.        Mengumpukan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab.

Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab adalah:


(1) Mashabih As-Sunnah oleh Al-Imam Husain Ibn Mas'ud Al-Baghawi (516 H);
(2) Yami'ul Masanid wal Alqab, oleh Abdur Rahman ibn Ali Al-Jauzy (597 H);
(3) Bakrul Asanid, oleh Al-Hafidh Al-Hasan Ibn Ahmad Al-Samarqandy (49I H).

4.        Mengumpulan hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab ‘Atkraf.

7.      Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)

Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke XVII Al-
Mu'tasim (w. 656 H.) sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al Jami'
wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pen-tahrij-an, dan
pembahasan.[20]

Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah menerbitkan isi
kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab enam kitab tahrij, serta membuat
kitab-kitab fami' yang umum':

Pada .periode ini disusun Kitab-kitab Zawa'id, yaitu usaha mengumpulkan hadis


yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya
Kitab Zawa'id susunan Ibnu Majah, Kitab Zawa'id As-Sunan Al-Kubra disusun oleh Al-
Bushiry, dan masih banyak lagi kitab zawa'id yang lain.
2

Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini mengumpulkan hadis-hadis
yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya adalah
Kitab Fami' Al-Masanid wa As-Sunan Al-Hadi li Aqwami Sanan, karangan Al-Hafidz
Ibnu Katsir, dan fami'ul  fawami susunan Al-Hafidz As-Suyuthi (911 H).

2. DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS

Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama
Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja
perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan
makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt
dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai
sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan
yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya
mentaati Al-Qur’an. 2
 Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:

 Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah
diantaranya adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk
taat kepada Rasulullah saw. firman Allah Swt :

‫ُأ‬
ِ …‫َّس…و َل َو ولِي اَأْل ْم‬
ِ ‫…ر ِم ْن ُك ْم فَ…ِإ ْن تَنَ……ا َز ْعتُ ْم فِي َش… ْي ٍء فَ… ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا‬ ُ ‫يَ……ا َأيُّهَ……ا الَّ ِذينَ َآ َمنُ……وا َأ ِطي ُع……وا هَّللا َ َوَأ ِطي ُع……وا الر‬
)59( ‫ك خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬ َ ِ‫َوال َّرسُو ِل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اَآْل ِخ ِر َذل‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,


taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada

2 Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith, (Ponorogo: STAIN Press, 2010), hal. 29


6
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal. 40
2

Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (QS An-Nisa : 59)6
Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan
kembali kepada Rasul maksudnya kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau Saw.

Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah


Saw dan menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah Swt berfirman:

‫َو َما َآتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا‬
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)
Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa
yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw, Allah berfirman:

‫صيبَهُ ْم َع َذابٌ َألِيم‬


ِ ُ‫صيبَهُ ْم فِ ْتنَةٌ َأوْ ي‬
ِ ُ‫فَ ْليَحْ َذ ِر الَّ ِذينَ يُخَالِفُونَ ع َْن َأ ْم ِر ِه َأ ْن ت‬
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya
takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nu>r : 63)
Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang berarti al-
Qur’an dengan kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat
tersebut adalah firman Allah Swt:

‫َظي ًما‬ َ ‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َوعَلَّ َم‬


َ ‫ك َما لَ ْم تَ ُك ْن تَ ْعلَ ُم َو َكانَ فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي‬
ِ ‫كع‬ َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫َوَأ ْن َز َل هَّللا ُ َعلَ ْي‬
Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah
kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum
kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> :
113)\
Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku
teelah mendengar ahli ilmu al-Qur’an mengatakan; Hikmah adalah Sunnah
Rasulullah saw. Karena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi dengan kata
Hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya
2

dengan mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu
a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.

 Hadits Nabi

Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang  menunjukkan


kewajiban untuk mengikuti Sunnah Nabawiyah  dan menegaskan bahwa Sunnah
itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi keadaannya sebagai
sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:

 Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari


sahabat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

َ ‫ُول هَّللا ِ َو َم ْن يَْأبَى قَا َل َم ْن َأطَا َعنِي َد َخ َل ْال َجنَّةَ َو َم ْن َع‬


‫صانِي فَقَ ْد‬ َ ‫ُكلُّ ُأ َّمتِي يَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ ِإاَّل َم ْن َأبَى قَالُوا يَا َرس‬
‫َأبَى‬
Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan
tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak
mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang
mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar
ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.3

 Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegangteguh kepada Al-


Qur’an dan Sunnah, maka tidak akan tersesat untuk selamnya
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:

‫َاب هَّللا ِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّ ِه‬ ِ َ‫ت فِي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫ضلُّوا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬ ُ ‫تَ َر ْك‬

3 Faisal Saleh, Mutiara Ilmu Atsar, (Jakarta: Akbar Media, 2008), hal. 109


2

Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian


tidak akan sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada
keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”

 Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa ber-


tamassuk (berpegangteguh) Sunnah Rasulullah saw dan para sahabat
beliau saw dan larangan melakukan kebid’ahan. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw:

‫…ور‬ ‫َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء ْال َم ْه ِديِّينَ الرَّا ِش ِدينَ تَ َم َّس ُكوا بِهَا َوعَضُّ وا َعلَ ْيهَ……ا بِالنَّ َوا ِج… ِذ َوِإيَّا ُك ْم َو ُمحْ … َدثَا ِ ُأْل‬
ِ …‫ت ا ُم‬
ٌ‫ضاَل لَة‬
َ ‫فَِإ َّن ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬
Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah
para khalifah ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah,
berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan
gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru,
krena segala bentuk yang bersifat baru adalah bid’ah dan semua bentuk
bid’ah adalah sesat”.

 Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada Rasulullah


saw al-Quran dan yang semidal dengannya, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dari sahabat al-Miqdam bin Ma’di Karib
ra, Rasulullah saw bersabda:

‫َاب َو ِم ْثلَهُ َم َعه‬ ُ ِ‫َأاَل ِإنِّي ُأوت‬


َ ‫يت ْال ِكت‬
Artinya : “Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan) kepadaku al-Kitab (al-
Qura’n) dan bersamanya sesuatu yang semisal dengannya (al-Sunnah)”.
2

 Ijma’ (Kesepakatan)
Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah
Nabi saw, karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah
memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya
sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah disebutkan terdahulu. Fakta-fakta
yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah dalam agama
cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang
pun diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.
Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil
dan mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab,
dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang
shahih.
Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah
menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-
nuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara
mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta
mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.
Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya,
dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti
Rasulullah saw.

BAB III
PENUTUP
2

 KESIMPULAN

                  Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk


menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl[16]: 44.
Artinya  “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-
hadisnya.          
Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis  telah dibuktikan
oleh hal hal berikut antara lain ;
- Al Qur’an karim
- Hadis Nabi
- Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-
Qur’an itu bermacam-macam. Dan mengetahui perkembangan sejarah hadist.

Daftar pustaka

 Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail


Media Group
2

 Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta:


Pustaka Al-Kautsar
 Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media
 Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press
 Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada
 Aglayanah, Al-Makki, Metode Pengajaran Hadits: Pada Tiga Abad
Pertama, terj. Amir Hamzah Fachruddin. Jakarta : Granada Nadia. 1995
 Ahmad, Muhammad, dkk. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2005
 Al-Baghdadi, Abd. Al- Qahir. Al-Farq baina Al-Firaq. Editor M.S.
Kailani. Beirut : Dar Al-Ma’arifah. 1983
 Al-Hadi, Abu Muhammad Al-Mahdi Ibn Abd Al-Qadir. tt. Thariqu
Takhriq Hadits Rasulullah ‘Alaihi Wasallam. Darul Ikhtisam.
 IsmaiI,Syuhudi. Kaidah Kesahihan sanad hadist.Jakarta: Bulan
Bintang.1995
 Shiddiqiey,TM.Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist.Semarang:
Pustaka Rizki Putra.2001
 Sulaiman,Hasan. Abbas, Alwi, Terjemah lbanatul Ahkam Syarh Bulughuf
Maram Jilid I.Surabaya: Mutiara iimu.1995

Anda mungkin juga menyukai