Dosen pengampu:
Anita Andriya Ningsih, M.Pd.
Disusun oleh:
1. Alfira Izza Aulia (200606110111)
2. M. Mukhholadun Kafafah (200606110112)
3. Rosidatul Faqiyah (200606110113)
Kelas B
Puji syukur penulis kepada Allah SWT, yang telah memberikan karunia kesehatan dan
kemampuan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah berjudul “Sudut Pandang Kualitas
Rawi Hadist yang Ditolak dari Segi Cacatnya Perawi (Maudhu, Munkar, dan Mudraj)”.
Penulisan makalah ini berkaitan dengan mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist yang
diasuh oleh Ibu Anita Andriya Ningsih, M.Pd., dalam perkuliahan semester ganjil T.A
2021/2022 program S.1 Teknik Arsitektur UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Anita Andriya Ningsih, M.Pd., selaku
dosen pengampu mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist yang telah memberikan
bimbingan, arahan, sekaligus pencerahan khususnya selama proses perkuliahan dan berguna,
serta dapat penulis aplikasikan dalam penulisan makalah ini, yang mana telah membuka
pikiran penulis tentang begitu banyaknya ilmu-ilmu yang harus dipelajari, dipahami,
dimaknai dalam kehidupan ini, dan menurut penulis pemahaman Al-Qur’an dan Al-Hadist,
sangatlah penting yang mana dapat digunakan dalam setiap sendi-sendi kehidupan.
Penulis menyadari, hasil dari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna yang antara
lain sebab yaitu keterbatasan waktu, keterbatasan literatur, maupun keterbatasan telaah dari
penulis sendiri. Untuk itu dengan hati terbuka dan ikhlas penulis menerima kritikan dan
masukan yang sifatnya konstruktif dari pembaca dan pemerhati yang berkaitan dengan tulisan
ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat, terutama kepada para pembaca dalam kajian-kajian
al-Qur’an dan al-Hadist. Demikian, penulis mengucapkan terima kasih.
ii
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Hadits...................................................................................................................3
2.2 Pembagian Hadist dari Segi Kualitas Hadist..........................................................................3
2.3 Pengertian dan Sebab-sebab cacat yang terjadi pada Hadist Dhaif........................................4
A. Sebab Gugur Sanad Hadist....................................................................................................5
B. Sebab Cacat Pada Perawi Hadist............................................................................................5
2.4 Pengertian dan Faktor Penyebab munculnya Hadist Maudhu................................................6
2.5 Pengertian dan Faktor Penyebab munculnya Hadist Munkar.................................................8
2.6 Pengertian dan Faktor Penyebab munculnya Hadist Mudraj................................................12
BAB III................................................................................................................................................17
PENUTUP...........................................................................................................................................17
1.1 Kesimpulan..........................................................................................................................17
1.2 Saran....................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................18
i
BAB I
PENDAHULUAN
Hadist merupakan salah satu sumber hukum Islam yang telah disepakati oleh para
ulama dan tokoh-tokoh umat Islam. Keberadaan hadits berada di posisi kedua tepat
setelah al-Qur’an. Pedoman hidup umat Islam harus bersumber dari al-Qur’an dan al-
Hadist. Jika terjadi permasalahan di tengah masyarakat, penyelesaiannya tentu harus
berpedoman pada al-Qur’an dan al-Hadist. Karena itu, al-Qur’an dan al-Hadist mengatur
setiap gerak dan aktivitas umat sesuai petunjuk di dalamnya.
Keberadaan Hadits telah melalui periwayatan yang panjang dan diturunkan dari
zaman ke zaman melalui lisan ke lisan sehingga sangat memungkinkan terjadinya
perubahan ataupun penambahan makna dalam sanad hadits. Kemunculan hadis yang
menyimpang ini bisa disengaja maupun tidak. Bahkan, kemunculannya ada yang sengaja
dibuat-buat dan disebarkan di tengah-tengah masyarakat dengan tujuan tertentu yang
beragam.
Dari segi kualitas hadis, hadis terbagi menjadi tiga bagian; pertama, hadist shahih,
hadist hasan, dan hadits dha'îf. Keberadaan al-Hadist yang menyimpang ini, bisa
dikategorikan sebagai hadis dhaif, yaitu hadits yang tidak memenuhi beberapa
persyaratan dari hadits shahih maupun hasan. Hadits dhaif sendiri terbagi berdasarkan 2
hal, yaitu sebab gugur sanad dan sebab cacat perawi. Makalah ini akan membahas lebih
lanjut mengenai Sudut Pandang Kualitas Rawi Hadis yang Ditolak dari Segi Cacatnya
Perawi (Maudhu, Munkar, dan Mudraj).
1
5. Apa pengertian dan faktor penyebab munculnya hadist Munkar?
6. Apa pengertian dan faktor penyebab munculnya hadist Mudraj?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata hadits berasal dari bahasa Arab, al-hadits, jamaknya, al- ahadits, al-hidtsan dan
al-hudtsan. Bentuk jamak al-ahadits disebut sama’i, sedangkan kedua bentuk jamak yang
disebutkan terakhir adalah qiyasi. Dari segi bahasa, kata hadits ini memiliki banyak arti
diantaranya; al-jadid (yang baru), lawan dari al-qadim (yang lama) dan al-khabar (kabar atau
berita). Makna kata hadits yang disebut pertama berimplikasi pada pengertian bahwa kalam
yang baru adalah kalam Nabi Saw, sedangkan kalam yang dahulu (qadim) hanyalah kalam
Allah SWT. Dalam al-Qur’an, kata hadits disebutkan sebanyak 23 kali dengan makna yang
beragam, antara lain, berarti komunikasi keagamaan yakni al-Qur’an, cerita umum, cerita
sejarah, dan lain sebagainya.
Hadist secara terminologi memiliki makna segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi
SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat kemakhlukkan, akhlak maupun
sejarah hidupnya yang terjadi sebelum atau sesudah ia dinobatkan sebagai Rasul. Karena itu,
Ulama berpendapat bahwa bentuk-bentuk hadist atau sunnah ialah segala berita yang
berkaitan dengan: 1) sabda; 2) perbuatan, 3) taqrir, 4) hal ihwal; dan 5) sirah Nabi Saw. Yang
dimaksud dengan hal ihwal dalam hal ini ialah segala sifat dan keadaan pribadi.
a. Hadist Shahih
Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa shihhatan
wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar,
yang sah dan yang benar. Para ulama biasa menyebut kata shahih itu sebagai lawan
kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits shahih menurut bahasa berarti hadits yang
3
sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat. Hadist shahih ditandai dengan para
perawinya yang memiliki hafalan kuat (dhabh ar-ruwah), adil dan sudah sangat
terkenal. Persyaratan dari hadist shahih, yaitu:
1. Bersambungnya sanad (ittişâl as-sanad)
2. Perawi bersifat adil ('adâlah ar-ruwâh)
3. Perawi bersifat kuat hafalannya (ḏhabth ar -ruwâh)
4. Tidak ada kejanggalan pada perawi ('adam al -syâdzdz)
5. Tidak adanya penyakit t ('adam al -'illat)
b. Hadist Hasan
Menurut pendapat Ibnu Hajar, hadist hasan adalah hadist yang dinukilkan oleh
orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat
dan tidak ganjil. Hadist Hasan merupakan hadist yang berbilangan jumlah sanadnya
dan tidak terdapat seorang perawi hadist yang berbohong dan ganjil. Tingkat Hadist
hasan berada di bawah Hadist shahih dan di atas hadist Dhaif.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadist yang
dikategorikan sebagai hadist hasan, yaitu:
1. Para perawinya yang adil
2. Kedhabithan perawinya dibawah perawi Hadist shahih
3. Sanad-sanadnya bersambung
4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz
5. Tidak mengandung illat.
c. Hadist Dhaif
Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy
yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara bahasa berarti Hadist
yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat. Secara Terminilogis, para ulama
mendefinisikan secara berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud
yang sama, Pendapat An-Nawawi: “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-
syarat Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan”. Hadist dhaif merupakan hadist
yang tidak memenuhi beberapa persyaratan dari hadist shahih. Hadist dhaif adalah
keterbalikan dari hadist shahih dimana perawinya tertuduh berdust ataupun tidak
bagus dalam hafalannya.
4
2.3 Pengertian dan Sebab-sebab cacat yang terjadi pada Hadist Dhaif
Hadist dhaif dikatakan juga sebagai hadist lemah. Sebagaimana kita sudah ketahui
bersama-sama, hadis lemah (ḍa'îf) adalah hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan
dari hadis sahih, seperti:
1. Tidak adanya kesinambungan sanad perawi ḥadîs hingga ke Nabi Muhammad
Saw (a'dam al-ittişhâl).
2. Tidak adanya sikap yang adil dalam diri seorang perawi ḥadîs (a'dam a'dl).
3. Kurang kuat daya hafalan seorang perawi ḥadîs dalam menjaga jalur-jalur seluruh
sanad hadisnya (a'dam ḏhâbith ar-ruwâh).
4. Adanya keganjilan dalam redaksi sanad hadis ataupun redaksi matan hadis.
5. Ditemukan adanya cacat yang tersembunyi dalam redaksi sanad hadis maupun
redaksi matan hadis.
Dengan demikian, sebab-sebab cacat pada Hadist Dhaif disebabkan oleh 2 hal, yaitu:
a. Berhubungan dengan sanad hadist
Hadis lemah (ḍa'îf) yang berhubungan dengan sanad hadis, bisa jadi karena
perawi hadis tidak bertemu secara langsung dengan seorang guru sebagai
pembawa hadis, ketidakadilan dan tidak ḏhâbith, adanya keganjilan (syâdz) dan
cacat pada sanad (i'llat).
b. Berhubungan dengan matan hadist
Cacat yang berhubungan dengan matan hadis adalah karena ditemukan adanya
keganjilan (syâdz) dan cacat (i'llat) dalam redaksi matan hadis.
Hadist Dhaif berdasarkan sebab gugurnya sanad Hadist secara garis besar terbagi
menjadi 2, yaitu:
5
2.3.2 Sebab Cacat Pada Perawi Hadist
a. Cacat Dalam Keadilan Perawi Hadist
1.) Hadist Maudhu (Hadist Palsu)
2.) Hadist Matruk
3.) Hadist Majhul
b. Cacat Dalam Kedhabithan Perawi Hadist
1) Hadist Munkar
2) Hadist Mua’llal
3) Hadist Mudarraj
4) Hadist Maqlub
5) Hadist Mudtarib
6) Hadist Muharraf
7) Hadist Mushahaf
6
kejayaan umat Islam. Mereka inilah yang kemudian menciptakan hadist-hadits
palsu dengan tujuan untuk merusak ajaran Islam.
3) Faktor Kebodohan
Ada golongan dari ummat Islam yang suka beramal ibadah namun kurang
memahami agama, mereka membuat at hadist-hadis maudlu (palsu) dengan tujuan
menarik orang untuk berbuat lebih baik dengan cara membuat hadis yang berisi
dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal dengan menyebutkan kelebihan
dan keutamaan dari amalan tertentu tanpa dasar yang benar melalui hadist targhib
yang mereka buat sendiri
4) Fanatisme yang keliru
Sikap sebagian penguasa Bani Umayah yang cenderung fanatisme dan rasialis,
telah ikut mendorong kalangan Mawali untuk membuat hadits-hadits palsu
sebagai upaya untuk mempersamakan mereka dengan orang-orang Arab.
7
Artinya: Dari Anas bin Malik r.a bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China!”
{Hadist ini dianggap maudhu' sebab perawinya yang bernama Abu 'Atikah
Tharif bin Sulaiman dikenal sebagai pemalsu hadist.}
Pertama : yaitu sebuah hadits dengan perawi tunggal yang banyak kesalahan atau
kelalaiannya, atau nampak kefasiqannya atau lemah ke-tsiqahannya.
Contohnya:
Diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari riwayat Abi Zakir Yahya bin
Muhammad bin Qais, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari bapaknya, dari ‘Aisyah
secara marfu': “Makanlah balah (kurma mentah) dengan tamr (kurma matang),
karena syaithan akan marah jika anak Adam memakannya”.
8
An-Nasa'i berkata,”Ini hadits munkar, Abu Zakir meriwayatkannyasendiri, dia
seorang syaikh yang shalih. Imam Muslim meriwayatkannya dalam mutaba'at.
Hanya saja ia tidak sampai pada derajat perawi yang dapat meriwayatkan hadits
secara sendiri”.
Kedua : yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah dan
bertentangan dengan riwayat perawi yang tsiqah.
Pada intinya, Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dha'if
yang berbeda dengan riwayat rawi yang tsigah (terpercaya).
Hadits Mungkar termasuk hadits yang dha’if. Tapi hadits mungkar ini masih lumayan
baik. Bila dibandingkan Hadits Maudhu’ dan Hadits Matruk.
Jadi urutan hadits yang paling dha’if adalah Hadits Maudhu’. Setelah itu Hadits
Matruk. Kemudian Hadits Mungkar.
Tapi sebenarnya hadits maudhu’ itu bukan merupakan hadits. Ibaratnya seperti
seseorang yang ikut kuliah. Tapi tidak pernah mendaftar kuliah. Lalu dia mengaku
sebagai mahasiswa.
Adapun hadits matruk dan mungkar ini masih hadits. Namun sangat dha’if. Ibaratnya
seperti seseorang yang sudah mendaftar sebagai mahasiswa. Tapi kemudian dia
melanggar sebuah tata tertib kampus. Sehingga dia harus dikeluarkan, alias drop out.
9
pembedaan antara munkar dan maudhu’ ini terjadi pada
ulama’ mutaakhkhirin.
Kedua; Sebagian ahli hadits menyatakan tentang munkarnya hadits gharib,
lalu mengatakan “Ini adalah hadits gharib, maksudnya adalah hadits munkar,
sedangkan kata munkar digunakan untuk mengistilahkan hadits maudhu’
Ketiga; kemunkaran itu tidak hanya berada pada sanad saja, tetapi juga terjadi
pada matan. Bentuknya, rijal yang siqah meriwayatkan suatu hadits dengan
teks tertentu, dan ada rijal dha’if yang meriwayatkan hadits dengan teks yang
lainnya, seperti telah dicontohkan pada hadits dari an-Nadhr bin Syaiban
(contoh 1)
Artinya: dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik ra, ia berkata; Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila memasuki wc berkata, Ya Allah
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan betina
Tetapi di dalam hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/11) dengan
jalan dari Abu Ma’syar –najih bin Abdurrahman- an-Sindi,
ia dha’if haditsnya, dari Abdullah bin Abi Thalhah, dari Anas ra, ia berkata
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila memasuki wc membaca do’a,
10
ِ ِث َو ْال َخبَائ
ث ِ ُك ِمنَ ْال ُخب
َ ِ اللَّهُ َّم إِنِّي أَ ُعو ُذ ب،ِبِس ِْم هللا
ِ قَا َل َرسُو ُل هَّللا:ال َ َ ق،َ ع َْن أَبِي ه َُري َْرة،َ ع َْن أَبِي َسلَ َمة، ع َْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْم ٍرو،َح َّدثَنَا َح َّما ٌد
ُاجتَه َ ض َي َح َ َ إِ َذا َس ِم َع أَ َح ُد ُك ُم النِّدَا َء َواإْل ِ نَا ُء َعلَى يَ ِد ِه فَاَل ي:صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
ِ ض ْعهُ َحتَّى يَ ْق َ
ُِم ْنه
Ia meriwayatkan hadits ini seorang diri dari Abu Salamah, dan tak
ada tabi’ dari seorang pun. Demikian juga matan hadits ini munkar, jika
dibandingkan dengan matan hadits dari Aisyah ra, yang tersebut di
dalam shahihain secara marfu’;
Ada beberapa sebab sehingga terjadi penambahan teks atau Idraj dalam
13
Penjelasan hukum syar’i
Mudraj Matan
Pengertian mudraj matan sebagaimana dalam Kitab Minhatul Mughits Bab
Hadits Mudraj adalah sebagai berikut ini :
ٰ
َف َحقِ ْيقَة ِ ث اَوْ فِ ْي اَ ْثنَائِ ِه اَوْ فِ ْي ا ِخ ِر ِه فَيُت ََوهَّ ُم َم ْن لَ ْم يَع
Vْ ْر ِ َّاوى فِ ْي اَ َّو ِل ْال َح ِد ْي
ِ كَاَل ٌم يَ ْذ ُك ُرهُ الر
Artinya: "Yaitu perkataan yang disebutkan oleh seorang rawi di dalam awal,
tengah, atau akhirnya, lalu orang yang tidak mengetahui hakikat keadaannya
اَ ْس ِبغُ ْوا ا ْل ُو ُض ْو َء َو ْي ٌل لِاْل َ ْعقَا ِب ِم َن النَّا ِر: َع ْن اَ ِب ْي ُه َر ْي َرةَ َر ِض َي هّٰللا ُ َع ْنهُ َع ْن َر ُس ْو ِل هّٰللا ِ َصلَّى هّٰللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
"Dari Sahabat Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW: "Sempurnakanlah wudlu,
celaka bagi orang yang tumit-tumitnya tidak terkena air akan masuk neraka"/
Kalimat " "َ( " َاس ِْبغُوْ ا ا ْلوُضُ وْ ءsempurnakanlah wudlu) merupakan perkataan
14
tambahan sendiri dari Sahabat Abu Hurairah ra, bukan dari qauliyah Nabi SAW,
lihat Hadits Bukhari No. 160, Hadits Muslim No. 356.
Contoh lainnya :
ُص ِر َحبِطَ َع َملُه َ ُ فَإِنَّهُ َمنْ فَاتَ ْته،صاَل ِة فِي ا ْليَ ْو ِم ا ْل َغ ْي ِم
ْ صاَل ةُ ا ْل َع َّ بَ ِّك ُر ْوا بِال
Kalimat " ( "بَ ّكِرُ وْ ا ِبالصَّ اَل ِة ِفي ا ْليَوْ ِم ا ْل َغي ِْمbergegaslah dalam mengerjakan shalat di hari
mendung) adalah perkataan Buraidah Al-Aslami, bukan qauliyah dari Nabi
SAW, lihat pada Hadits An-Nasai No. 470.
"Dari Siti Aisyah ra, Nabi SAW menyepi di dalam Gua Hira', Beliau beribadah
selama beberapa malam"
15
Kalimat " ( "وَ ُهوَ التَّ َعبُ ُدBeliau beribadah) merupakan perkataan rawi, lihat
perbedaan Hadits Muslim No. 231 dan Hadits Bukhari No. 4572 pada kalimat di
atas.
"Untuk hamba sahaya yang shalih baginya dua pahala. Demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, kalaulah bukan karena (keutamaan) jihad di
jalan Allah, haji dan berbuat baik kepada ibuku tentu aku lebih meyukai mati
sedangkan aku sebagai seorang budak" (HR. Bukhari No. 2362).
" (Demi Dzat yang jiwaku di dalam kekuasaan-Nya ... dan seterusnya) adalah
perkataan Sahabat Abu Hurairah, bukan qauliyah Nabi SAW.
Bahkan Abu Thahir yang merupakan salah satu rawi hadits tersebut
mengatakan bahwa Sahabat Abu Hurairah ra tidak melakukan haji kecuali
setelah ibunya meninggal dunia, karena dia harus menemani ibunya, lihat
pada Hadits Muslim No. 3144.
Mudraj Sanad
Dalam Kitab Minhatul Mughits Bab Hadits Mudraj, hadits mudraj sanad terbagi
menjadi 4 bentuk:
1. Seorang golongan ahli hadits yang meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad-
sanad yang berbeda, namun seorang rawi meriwayatkan dari golongan tersebut
dengan salah satu sanad tanpa menjelaskan adanya perbedaan sanad dalam hadits
tersebut
16
2. Seorang rawi yang meriwayatkan hadits secara sempurna dengan sanad-
sanadnya, kecuali satu arah sanad saja, padahal satu arah sanad tersebut
diriwayatkan dengan sanad yang lain. Lalu, rawi lain meriwayatkan hadits
tersebut secara sempurna darinya dengan sanad yang pertama
3. Seorang rawi yang meriwayatkan 2 hadits berbeda dengan 2 sanad, lalu rawi lain
meriwayatkan kedua hadits itu darinya dengan salah satu sanad saja, atau rawi
lain tersebut meriwayatkan salah satu hadits dengan sanad khusus dan
menambahi matan lain di dalamnya, di mana matan itu bukan merupakan sanad
dari hadits tersebut.
4. Seorang rawi meriwayatkan sanad, lalu rawi lain mengatakan perkataan yang
berasal dari dirinya sendiri, lalu rawi tersebut meriwayatkan perkataan itu (dari
rawi lain) dengan mencampurkan pada hadits itu.
Contoh Hadist:
"Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah ?" Rasulullah SAW menjawab: "Kamu
membuat tandingan bagi Allah (syirik)""(HR. Muslim No. 124, HR. Bukhari No. 4117
dan No. 4389).
Namun dalam salah satu sanadnya yaitu riwayat Washil bin Hayyan
merupakan mudraj, yang bertentangan dengan riwayat Al-A'masy dan Manshur bin
Mu'tamir. Hal ini dikarenakan Abi Wa'il mendapatkan riwayat dari Abi Maisarah,
bukan langsung dari Sahabat Abdullah bin Mas'ud RA.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hadist secara terminologi memiliki makna segala sesuatu yang dinukilkan dari
Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat kemakhlukkan, akhlak
17
maupun sejarah hidupnya yang terjadi sebelum atau sesudah ia dinobatkan sebagai
Rasul.
Dalam konteks ini alangkah kita baiknya kita sedikit memahami tentang
akurasi Hadist menurut Perawi masing-masing, karena hal semacam ini akan sangat
berpengaruh dalam pengaplikasian kehidupan kita sebagai seorang Muslim yang taat kepada
Allah SWT juga mencegah terjadinya kesalahkapraan dalam penerapan hukum-hukum islam
dalam bersosial. Merupakan hal yang sangat penting bisa memahami hadist karena hadist
merupakan Sumber Hukum Islam yang ke-2 setelah Al-Qur an Al- Karim.
3.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini, tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal
ini disebabkan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi
untuk kedepannya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Akif Fatwal. 2007. Signifikasi Hadist Mudraj. Semarang: Institut Agama Islam Negeri
Walisongo
Aslamiah, Rabiatul. 2016. Hadist maudhu dan Akibatnya. Jurnal Alhiwar, Jurnal Ilmu dan
Teknik Dakwah. 4(7):24-34
Muhammad Alwi Al-Maliki, Prof. Dr., Ilmu Ushulul Hadits, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Cet. I, 2006.
19