Anda di halaman 1dari 14

PROJECT MAKALAH

FIKIH MENGGAMBAR: FIQHU AT-TASWIR

Disusun untuk memenuhi tugas:


Mata Kuliah: Studi Fikih
Dosen Pengampu: Ahmad Yulianto, M.Pd.I.

Oleh:
Kelompok 9
Alfira Izza Aulia (20060611010111)
Zhafira Amalia Hanun (200606110105)

KELAS C
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis kepada Allah SWT, yang telah memberikan karunia kesehatan
dan kemampuan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah berjudul “Fikih Menggambar:
Fiqhu aAt-Taswir”. Penulisan makalah ini berkaitan dengan mata kuliah Studi Fiqih yang
diasuh oleh Bapak Ahmad Yulianto, M.Pd.I., dalam perkuliahan semester ganjil T.A
2021/2022 program S.1 Teknik Arsitektur UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ahmad Yulianto, M.Pd.I., selaku dosen
pengampu mata kuliah Studi Fiqih yang telah memberikan bimbingan, arahan, sekaligus
pencerahan khususnya selama proses perkuliahan dan berguna, serta dapat penulis
aplikasikan dalam penulisan makalah ini, yang mana telah membuka pikiran penulis tentang
begitu banyaknya ilmu-ilmu yang harus dipelajari, dipahami, dimaknai dalam kehidupan ini,
dan menurut penulis pemahaman fiqih arsitektur, sangatlah penting yang mana dapat
digunakan dalam setiap sendi-sendi kehidupan, terutama bidang arsitektur.
Penulis menyadari, hasil dari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna yang antara
lain sebab yaitu keterbatasan waktu, keterbatasan literatur, maupun keterbatasan telaah dari
penulis sendiri. Untuk itu dengan hati terbuka dan ikhlas penulis menerima kritikan dan
masukan yang sifatnya konstruktif dari pembaca dan pemerhati yang berkaitan dengan tulisan
ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat, terutama kepada para pembaca dalam kajian-kajian
fiqih. Demikian, penulis mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan ............................................................................................ 2
C. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi At-Taswir
B. Terma yang berkaitan erat dengan At-Taswir
C. Ragam sudut pandang suatu gambar dan implikasinya dalam fiqih................... 3
a) Sudut Pandang Tema dan Tujuan Gambar (I’tibaru Al-Maudhu) .............. 3
b) Sudut Pandang Alat Menggambar (I’tibaru Al-alati) ................................. 3
c) Sudut Pandanga Gambar (I’tibaru Zati As-suroti)....................................... 4
D. Tiga Standar Nilai dalam Seni Arsitektur Islam ................................................ 6
E. Ragam Sudut Pandang Penyebab Keharaman Menggambar ............................. 6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................................ 8
B. Saran .................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sebuah seni keindahan, terutama menurut pandangan Islam, tentu erat kaitannya
dalam hukum-hukum fiqih. Keterkaitan ini memiliki tujuan agar keindahan yang dihasilkan
tetap memiliki nilai-nilai Islamiyah dan tidak melanggar syari’at-syariat agama.
Salah satu yang berkaitan dengan seni keindahan adalah menggambar atau yang dikenal
dalam Bahasa Arab sebagai istilah at-taswir. At-taswir atau menggambar merupakan salah
satu cara untuk menciptakan suatu keindahan. Cara ini juga biasa dikaitkan dalam
penciptaan karya-karya arsitektur yang ada. Sebelum membangun sebuah bangunan secara
nyata, seorang arsitek tentuya melakukan suatu kegiatan yang kita katakan sebagai at-taswir
ini. Lantas, apakah benar at-taswir ini diperbolehkan menurut syari’at Islam.
Sebagai umat Islam, tentu kita perlu untuk mengaitkan antara at-taswir dengan hukum
Islam yang ada. Terdapat beragam terma dan sudut pandang yang terkait dengan at-taswir.
Tak hanya itu, sebuah nilai seni dalam pandangan Islam tentunya memiliki atauran atau
standar tersendiri yang perlu diketahui. Hukum-hukum yang berkaitan dengan keharaman
menggambar juga tentu perlu dikaji lebih lanjut.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai “Fiqih Menggambar
atau Fiqhu At-Taswir”. Mulai dari definisi at-taswir, terma-terma yang berkaitan dengan at-
taswir, ragam sudur pandang suatu gambar dan implikaisnya dalam fiqih, standar nilai dalam
seni arsitektur Islam, hingga ragam sudut pandang yang menyebabkan kehraman
menggambar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut.
1) Apa definisi At-taswir?
2) Apa saja terma yang berkaaitan dengan erat dengan at-taswir?
3) Bagaimana ragam sudut pandang sutu gambar dan implikasinya dalam fiqih?
4) Apa tiga standar nilai dalam seni arsitektur Islam?
5) Bagaimana ragam sudut pandang penyebab keharaman menggambar?

1
C. Maksud dan Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat ditarik tujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui definisi At-taswir.


2. Mengetahui terma yang berkaaitan dengan erat dengan at-taswir.
3. Mengetahui ragam sudut pandang sutu gambar dan implikasinya dalam fiqih.
4. Mengetahui tiga standar nilai dalam seni arsitektur Islam.
5. Mengetahui ragam sudut pandang penyebab keharaman menggambar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. AT-TASWIR

A. Definisi At-Taswir
Dalam literatur bahasa Arab, gambar diistilahkan dengan taswir, kata taswir
merupakan derivasi dari lafal ‫ور‬EE‫ ص‬-‫ور‬EE‫ يص‬yang berarti membuat bentuk atau gambar. Di
dalam Al-Qur’an ayat yang terdapat kata-kata ‫ صور‬diantaranya yang terdapat di dalam surah
Ali-Imran ayat 6, yaitu:
‫ص ِّو ُر ُك ْم فِى ااْل َرْ َح ِام َك ْيفَ يَ َش ۤا ُء ۗ ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل ه َُو ْال َع ِز ْي ُز ْال َح ِك ْي ُم‬
َ ُ‫ه َُو الَّ ِذيْ ي‬
Artinya: Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendakiNya. tak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
At-taswir sendiri memiliki beberapa makna yang meliputi:
1. Membuat gambar atau Sun’u as-suroti.
Gambar adalah suatu bentuk khusus sesuatu yang membedakanannya dari bentuk
yang lain. Makna pertmama ini selaras dengan salah satu nama Allah SWT, yaitu
al-Musowwiru. Sebuah nama yang berarti Tuhan yang membuat dan menyusun
setiap bentuk ciptaan-Nya berdasarkan kekhususan dan kekhasan masing-masing.
2. Zikru sifati as-sya’i atau menyebutkan karakter sesuatu dalam bentuk gambar.
3. Sun’u as-suroti al-lati hiya timsalu as-sya’i atau membuat gambar sesuatu yang
meniru dan menyerupai bentuk aslinya, baik gamber tersebut dalam fisik (patung)
atau hanya sekedar non fisik (gambar). Hal ini dalam istilah para ulama fikih
familier dengan gambar yang memiliki bayang-bayang (mujassamatun aw zatu
zillin) dan gambar yang tidak memiliki bayang-bayang (ghoiru mujassamatin aw
ghoiru zati zillin).
Para ulama memberikan definisi taswir sebagai berikut:
1. Menurut Wahbah Az-Zuhaili pengertian taswir adalah sebagai berikut,

“At-Taṣwir adalah mengubah atau menjadikan sesuatu dalam bentuk lain yang
berbeda dari bentuk asalnya.”
2. Menurut Ali al-Sabuni adalah sebagai berikut,

3
“Menurut bahasa timsal ialah lukisan, atau gambar, dari asal perkataan mislu
sya’in, yakni melukis sesuatu, sehingga lukisan itu seolah-olah memandang
kepada orang yang memandangnya.”
Dari definisi ulama di atas dapat dilihat bahwa at-taswir menurut Wahbah Zuhaili adalah
sesuatu yang lain dari bentuk asalnya baik itu mengubah atau membuatnya, sedangkan dari
definisi Ali al-Sabuni dapat dipahami, bahwa semua patung termasuk gambar, tetapi tidak
semua gambar disebut patung.

Dengan demikian para ulama maupun para ahli bahasa Arab berbeda dalam mengartikan
makna at-taswir, ada yang mengatakan bahwa at-taswir adalah bermakna gambar dan ada
juga yang mengatakan dia adalah perkataan untuk patung dan gambar sekaligus

B. TERMA YANG BERKAITAN ERAT DENGAN AT-TASWIR


Berdasarkan pembahasan seputar definisi at-taswir sebelumnya, maka dalam
pembahasan seputar hukum fikih at-taswir ada beberapa terma yang sangat erat kaitannya
dengan menggambar, yaitu:
1. Patung dan membuat patung (at-tamasilu)
2. Melukis (ar-rosmu)
3. Membordir (at-tawsyiyyatu)
4. Mengukir (an-naqsyu)
5. Menyetempel (at-tarqimu)
6. Memahat (at-tanhitu).

C. RAGAM SUDUT PANDANG SUATU GAMBAR DAN IMPLIKASINYA DALAM


FIQIH
Sebelum membahas perihal hukum fikih seputar gambar, maka harus harus diperjelas
dulu sudut pandang perihal gambar tersebut. Mulai dari sudut pandang tema dan tujuan
sebuah gambar (iˋtibaru al-mauduˋ), sudut pandang alat menggambar (iˋtibaru al-alati),
sudut pandang gambar (iˋtibaru zati as-suroti), sudut pandang ruang dan waktu sebuah
gambar (iˋtibaru al-makāni wa az-zamani).

1. Sudut Pandang Tema dan Tujuan Gambar (I’tibaru Al-Maudhu)


Kaidah paling tepat untuk menerangkan sebab musabbab terjadi perbedaan tema dan
tujuan sebuah gambar adalah:

4
Ragam macam tema hidup dan perbedaan cara berpikir yang melandasi konsep sebuah
gambar. Di antara manusia ada yang tujuan hidupnya adalah ibadah sebagaimana di antara
mereka ada yang tujuan hidupnya adalah syahwat. Di antara mereka ada yang gemar berbuat
kriminal dan keributan sebagaimana di antara mereka ada yang gemar pada perdamaian dan
keamanan. Begitulah sunatullah yang menghendaki adanya kebenaran dan kebatilan
sebagaimana kebenaran memiliki pengikut maka kebatilan juga mempunyai pengikut.
Di antara ragam contoh gambar berdasarkan tema dan tujuan pembuatannya adalah
gambar ilmiyah, gambar kedokteran, gambar perkotaan, gambar politik, gambar sosialisme,
gambar komunisme, gambar nasionalisme, gambar liberalism, dan gambar Islamisme.
Menurut Ahmad Mustofa Ali Qudot, termasuk dalam kategori gambar berdasarkan tema
dan tujuan pembuatannya adalah karikatur dan kartun. Karikatur adalah sebuah gambar yang
dibuat dengan tujuan untuk menampakkan ciri khas yang negatif dari sebuah. Sedangkan
kartun adalah sebuah gambar yang dibuat untuk mempresentasikan sebuah peristiwa atau
pemikiran.
2. Sudut Pandang Alat Menggambar (I’tibaru Al-Alati)
Berdasarkan sudut pandang kedua ini, maka sebuah gambar dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu:
1. Gambar tangan (at-taswiru al-yadawi)
2. Gambar fotografi (at-taswīru al-futugrafī)
3. Sinema digital (at-taswiru as-sinima’i).
3. Sudut Pandang Gambar (I’tibari Zati As-Suroti)
Berdasarkan sudut pandang ketiga ini, maka sudut pandang sebuah gambar bisa
dibedakan menjadi:
1. Gambar yang mempunyi bentuk dan bayang-banyang atau sebaliknya.
Gambar yang mempunya bentuk fisik dan bayang-bayang seperti patung dan
boneka mainan baik dalam bentuknya yang sempurna atau kurang. Sedangkan
gambar yang tidak mempunyai bentuk fisik dan bayang-bayang seperti gambar
yang dihasilkan dari lukisan, kaligrafi, ukiran, kartun, dan karikatur.
2. Gambar bergerak atau diam.

5
Gambar bergerak seperti gambar dalam sinema, televisi, dan kaset video.
Sedangkan gambar yang tidak bergerak seperti gambar yang dihasilkan dari
fotografi dan ketrampilan tangan.
3. Gambar berwarna atau tidak.
4. Gambar makhluk hidup yang berakal dan mempunyai nyawa, gambar makhluk
hidup yang bernyawa tapi tidak berakal, atau gambar makhluk hidup selain
manusia dan binatang.
Contoh Gambar makhluk hidup yang berakal dan mempunyai nyawa seperti
gambar manusia. Contoh gambar makhluk hidup yang bernyawa tapi tidak
berakal seperti burung dan singa. Sedangkan contoh gambar makhluk hidup
selain manusia dan binatang seperti gambar tumbuhan, rerumputan, bunga, atau
gambar benda mati seperti matahari, rembulan, bintang, dan gunung, atau
gambar hasil karya cipta manusia seperti gambar rumah, mobil, Menara, dan
perahu.

D. SUDUT PANDANG RUANG DAN WAKTU SEBUAH GAMBAR (I’TIBARU AL-


MAKANI WA AZ-ZAMANI)
Berdasarkan sudut pandang ini maka sebuah gambar bisa dilihat berdasarkan konteks
tempat terciptanya sebuah gambar di samping juga kapan gambar tersebut dibuat. Dalam
konteks inilah sebuah gambar dinyatakan sebagai bagian dari gambar peradaban timur atau
peradaban barat sebagaimana juga bisa disebut sebagai gambar kuno, modern, atau abad
pertengahan.
Menurut para ahli Fikih termasuk dalam kategori sudut pandang ke empat adalah gambar
yang permanen (as-asurotu ad-da’imatu) atau tidak permanen (as-surotu al-mu’aqqotu). Di
antara contoh gambar yang tidak permanen seperti gambar di cermin, gambar di permukaan
air, bayang-bayang suatu benda, dan gambar televisi.

E. TIGA STANDAR NILAI DALAM SENI ARSITEKTUR ISLAM

Menurut Mustofa Hasan Badawi, ada tiga standar nilai yang harus ada dalam setiap seni
dalam Islam khususnya dalam seni arsitertural. Ketiga nilai tersebut adalah nilai kemanfaatan
(al-qimatu an-nafˋiyyatu), nilai keindahan (al-qimatu al-jamaliyyatu), dan nilai spiritual (al-
qimatu ar-ruhiyyatu).
Tiga nilai yang harus ada dalam setiap seni arsitektural Islam yang bersumberkan QS.
An-Nahl ayat 5-8, yaitu:

6
‫ َوت َۡح ِم ُل‬٦ َ‫ َولَ ُكمۡ فِيهَا َج َما ٌل ِحينَ تُ ِريحُونَ َو ِحينَ ت َۡس َرحُون‬ ٥ َ‫ َو َم ٰنَفِ ُع َو ِم ۡنهَا ت َۡأ ُكلُون‬ٞ‫فء‬ ۡ ‫َوٱأۡل َ ۡن ٰ َع َم خَ لَقَهَ ۖا لَ ُكمۡ فِيهَا ِد‬
ُ ُ‫ َو ۡٱلخ َۡي َل َو ۡٱلبِغَا َل َو ۡٱل َح ِمي َر ِلت َۡر َكبُوهَا َو ِزين َٗۚة َويَ ۡخل‬٧ ‫يم‬ٞ ‫وف َّر ِح‬
‫ق َما‬ ِ ۚ ُ‫ق ٱأۡل َنف‬
ٞ ‫س إِ َّن َربَّ ُكمۡ لَ َر ُء‬ ْ ُ‫أَ ۡثقَالَ ُكمۡ ِإلَ ٰى بَلَ ٖد لَّمۡ تَ ُكون‬
ِّ ‫وا ٰبَلِ ِغي ِه إِاَّل بِ ِش‬
٨ َ‫اَل ت َۡعلَ ُمون‬
Artinya: “Dan hewan ternak telah diciptakan-Nya, untuk kamu padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh
keindahan padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu
melepaskannya (ke tempat penggembalaan). Dan ia mengangkut beban-bebanmu ke suatu
negeri yang kamu tidak sanggup mencapainya, kecuali dengan susah payah. Sungguh,
Tuhanmu Maha Pengasih, Maha Penyayang. dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan
keledai, untuk kamu tunggangi dan (menjadi) perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak
kamu ketahui.”
Metodologi istinbath ketiga nilai dari QS. An-Nahl ayat 5-8 di atas adalah:
1. Nilai kemanfaatan dikembangkan dari pengertian ayat bahwa Allah SWT
menciptakan hewan ternak seperti unta, kuda, bagal, keledai untuk beberapa fungsi
kemanfaatan agar bisa dinikmati oleh umat manusia. Fungsi kemanfaatan tersebut
adalah kulit dan bulu sebagai penghangat badan, daging untuk dimakan, dan
punggung hewan ternak sebagai tunggangan. Nilai ini secara eksplisit termaktub
dalam penggalan ayat wa manafiˋu.
2. Nilai keindahan dikembangkan dari pengertian ayat bahwa di samping Allah SWT
menciptakan hewan ternak memiliki nilai kemanfaatan juga memiliki nilai
keindahanan. Nilai ini sebagaimana tersurat dalam penggalan ayat ke enam disebut
sebagai keindahan (jamalun) sebagaimana dipenggalan ayat ke tujuh disebut
dengan perhiasan (zinatun).
3. Nilai spiritualitas dikembangkan dari dari penutupan ayat ke tujuah yang
menyatakan bahwa Allah adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sebuah
pernyataan yang menyempurnakan nilai kemanfaatan dan keindahan dalam sebuah
mahakarya Tuhan dalam penciptaan setiap hewan ternak.

F. RAGAM SUDUT PANDANG PENYEBAB KEHARAMAN MENGGAMBAR

Dalam madzhab fikih, para ulama fikih berbeda pendapat perihal alasan (ilat)
pengharaman suatu gambar. Mulai karena menyerupai ciptaan Allah (al-mudohatu), menjadi
wasilah pengagungan dan penyembahan selain Allah (at-ta`zim), menyerupai prilaku orang-
orang yang menyekutukan Allah (at-tasyabbuh), sampai keengganan malaikat memasuki

7
rumah yang ada gambarnya (imtina`u al-mala’ikati). Berikut sebab-sebab dan dalil yang
menjadi dasar pengharaman sebuah gambar.
1. Menyerupai Ciptaan Allah (Al-Mudohatu)
Dalil yang menjadi dasar para ulama yang mengharamkan gambar menggunakan
alasan (ilat) menyerupai ciptaan Allah (al-mudohatu) adalah:

2. Menjadi Wasilah Pengagungan dan Penyembahan Selain Allah SWT (At-Ta’zim)


Dalil yang menjadi dasar para ulama yang mengharamkan gambar menggunakan
alasan (ilat) sebab menjadi wasilah pengagungan dan penyembahan selain Allah (at-
ta`zim) adalah:

3. Menyerupai Perilaku Orang-Orang yang Mneyekutukan Allah (At-Tasyabbuh)


dalil yang menjadi dasar para ulama yang mengharamkan gambar menggunakan
alasan (ilat) sebab menyerupai prilaku orang-orang yang menyekutukan Allah (at-
tasyabbuh) adalah:
‫بقوم َف َهو مْ ُنهْم‬
ٍ ‫ َمن َتشبَّه‬:ُ ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫قال رسو ُل هللا‬

4. Keengganan Malaikat Memasuki Rumah yang Ada Gambarnya (Imtina’u Al-


Malaikat)
Dalil yang menjadi dasar para ulama yang mengharamkan gambar menggunakan
alasan (ilat) sebab keengganan malaikat memasuki rumah yang ada gambarnya
(imtina`u al-mala’ikati) adalah:

8
“Dari Aisyah, dia berkata: Jibril berjanji akan mendatangi rasul -saw- pada suatu
waktu. Namun di waktu yang telah ditentukan, Jibril tidak kunjung mendatanginya.
Rasul saat itu memegang tongkat lalu melemparkannya dari tangannya sambil
bersabda: Allah dan utusan-Nya tidak akan mengingkari janji. Kemudian Beliau
menoleh, saat itu juga Beliau melihat anak anjing di bawah tempat tidur. Rasul
bertanya: Wahai Aisyah, kapan anjing ini masuk ke sini? Aisyah menjawab: Demi
Allah, saya tidak tahu. Lalu Rasul memerintahkan untuk mengeluarkan anak anjing
tadi kemudian Jibril datang. Rasul saw bersabda: Kamu berjanji padauk, aku
menunggumu, namun kamu tidak datang. Jibril berkata: Anjing kecil di dalam
rumahmu mencegah aku karena kami tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada
anjing dan gambar.”

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
At-taswir berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti menggambar. Makna at-
taswir itu sendiri ada 3, yaitu: (1) membuat gambar atau sun’u as-suroti; (2) menyebutkan
karakter sesuatu dalam bentuk gambar atau zikru sifati as-sya’I; dan (3) membuat gambar
sesuatu yang meniru dan menyerupai bentuk aslinya, baik gamber tersebut dalam fisik
(patung) atau hanya sekedar non fisik (gambar) atau sun’u as-suroti al-lati hiya timsalu
as-sya’i.
Terma yang erat kaitannya dengan menggambar, yaitu: patung dan membuat patung
(at-tamasilu), melukis (ar-rosmu), membordir (at-tawsyiyyatu), mengukir (an-naqsyu),
menyetempel (at-tarqimu), dan memahat (at-tanhitu).
Sudut pandang suatu gambar terbagi menjadi: sudut pandang tema dan tujuan
sebuah gambar (iˋtibaru al-mauduˋ), sudut pandang alat menggambar (iˋtibaru al-alati),
sudut pandang gambar (iˋtibaru zati as-suroti), sudut pandang ruang dan waktu sebuah
gambar (iˋtibaru al-makani wa az-zamāni).
Ada tiga standar nilai yang harus ada dalam setiap seni dalam Islam, yaitu: (1) nilai
kemanfaatan (al-qimatu an-nafˋiyyatu); (2) nilai keindahan (al-qimatu al-jamaliyyatu),
dan (3) nilai spiritual (al-qimatu ar-ruhiyyatu).
Sebab-sebab hukum keharaman menggambar adalah karena menyerupai ciptaan
Allah (al-mudohatu), menjadi wasilah pengagungan dan penyembahan selain Allah (at-
ta`zim), menyerupai prilaku orang-orang yang menyekutukan Allah (at-tasyabbuh),
sampai keengganan malaikat memasuki rumah yang ada gambarnya (imtina`u al-
mala’ikati).

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini,
tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
disebabkan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Jamhuri, Tarmizi. 2020. Membuat Gambar Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi
Perbandingan antara Yusuf Qardawi dan Muhammad Ali Al-Sabuni). Jurnal
Dusturiah. 10(1):84-107

Tarmizi. 2018. Membuat Gambar Dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi. Darussalam-
Banda Aceh: UIN Ar-Raniry

11

Anda mungkin juga menyukai