Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul hukum menggambar ilustrasi tubuh dalam islam. Laporan ini
dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama
Islam.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.Penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan ini

Bandung, 13 November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan Masalah...............................................................................................1
BAB II KAJIAN TEORI...........................................................................................2
A. Deskripsi Teori................................................................................................2
1. Pengertian Menggambar Ilustrasi Tubuh.................................................2
2. Pengertian Fashion Designer/ Perancang Busana....................................2
BAB III PEMBAHASAN...........................................................................................4
A. Al Quran Berbicara tentang Seni..................................................................4
1. Konsep seni dalam Alquran........................................................................4
2. Seni Menggamba dan Patung.....................................................................4
B. Dalil Larangan Menggambar.........................................................................6
C. Hukum Gambar dalam Islam........................................................................7
D. Solusi bagi Perancang Busana Dalam Mendesain Sebuah Busana..........10
KESIMPULAN.........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................12

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menggambar saat ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
kehidupan kita. Meskipun menggambar biasanya dianggap sebagai suatu
aktivitas yang membutuhkan bakat dan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu
saja, segala hal yang ada di sekitar kita, tak lepas dari sentuhan gambar. Mulai
dari motif selimut dan seprei, poster di kamar, billboard di jalan, bungkus
kemasan makanan, sampai uang kertas, semuanya tidak lepas dari gambar
termasuk profesi sebagai desainer atau perancang busana.
Desainer atau perancang busana adalah profesi yang bekerja untuk
merancang atau membuat busana mulai dari mendesain hingga menjahit.
Kegiatan mendesain merupakan salah satu hal utama dalam profesi ini, semua
kreasi, imajinasi dan inovasi dari desainer. Namun kegiatan menggambar
mendapat kecaman dari Allah SWT dan rosulnya karena seorang penggambar
telah mencoba bahkan berani untuk meniru ciptaan Allah padahal dia musthail
menghidupkannya. Konsekuensi yang harus diterima oleh para penggambar
adalah adzab dari Allah SWT kelak di hari kiamat.
Dari Abdullah bin Mas‟ud Radhiallahu „Anhu dari Nabi ‫صلى هللا عليه وسلم‬
bahwa beliau bersabda:“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di
sisi Allah pada hari kiamat adalah para penggambar.” (HR. Al-Bukhari no.
5950 dan Muslim no. 2109)
Dalil ini tentunya bertolak belakang dengan realitas yang ada di lapangan, bahwa
gambar telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia saat
ini. Hal ini tentu membingungkan sebagian masyarakat muslim Indonesia, yang
meyakini bahwa Islam mewajibkan pemeluknya untuk taat kepada dua pedoman
utama, yakni Al Quran dan hadis.
Kebingungan mengenai hukum menggambar dalam Islam ini tampak dari
munculnya pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh berbagai kalangan,
terutama generasi muda, mengenai boleh-tidaknya menggambar makhluk
bernyawa dalam Islam. Hakikatnya, terdapat beragam jawaban dan fatwa
mengenai hukum menggambar. Sayangnya, pembahasan mengenai hukum
menggambar dalam Islam yang menyeluruh dan komprehensif masih belum
memadai.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep seni dalam Islam?
2. Dalil apa saja yang berhubungan dengan larangan menggambar?
3. Bagaimana pandangan yang membolehkan menggambar dalam islam?
4. Bagaimana solusi bagi perancang busana dalam mendesain sebuah busana?
C. Tujuan Masalah
1. mengetahui konsep seni dalam Islam
2. Menetahui dalil-dalil tentang larangan menggambar
3. mengetahui pendapat ulama yang membolehkan menggambar dalam islam
4. mengetahui solusi bagi perancang busana dalam mendesain sebuah busana

1
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Menggambar Ilustrasi Tubuh
a. Pengertian menggambar
Muharam E dan Warti Sundaryati (1991: 95) mengungkapkan
bahwa menggambar adalah penyajian ilusi optik atau manipulasi
ruang dalam bidang datar dua dimensi.
Kata menggambar atau kegiatan menggambar dapat diartikan
sebagai memindahkan satu atau beberapa objek ke atas bidang
gambar tanpa melibatkan emosi, perasaan dan karakter
penggambarnya. Pemindahan ini dalam pengertian pemindahan
bentuk atau rupa dengan memperkecil atau memperbesar ukuran
keseluruhan yang untuk kepentingan tertentu dapat juga
mempergunakan skala perbandingan (perbandingan ukuran) secara
akurat. (Dharmawan, 1988: 195).
Pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
menggambar itu sendiri merupakan suatu bentuk ekspresi jiwa yang
dituangkan seseorang dalam upaya mewujudkan sesuatu yang tidak
ada menjadi ada dalam 12 bentuk karya dwi matra, yang dimaksud
menggambar dalam hal ini yaitu menggambar dengan menggunakan
model sebagai objek untuk digambar.

b. Pengertian Gambar Ilustrasi


Secara etimologi kata ilustrasi berasal dari bahasa latin
Illustrate yang artinya menjelaskan atau menerangkan sesuatu. Dalam
arti luas ilustrasi dapat didefinisikan sebagai suatu karya seni rupa
yang bertujuan memperjelas sesuatu atau menerangkan sesuatu yang
dapat berupa cerita atau naskah, musik atau gambar (Rasjoyo dalam
Kristanto, 1994: 63).
Rohidi (1984: 87) berpendapat bahwa gambar ilustrasi dalam
hubungannya dengan seni rupa adalah menggambar ilustrasi sebagai
penggambaran sesuatu melalui elemen rupa untuk lebih menerangkan,
menjelaskan atau pula memperindah sebuah teks, agar pembacanya
dapat ikut merasakan secara langsung melalui mata sendiri, 9 sifat-
sifat dan gerak, dan kesan dari cerita yang disajikan.

2. Pengertian Fashion Designer/ Perancang Busana


a. Pengertian Fashion
Pengertian fashion menurut The Contemporary English
Indonesian Dictionary Oleh drs. Peter Salim (1985), fashion berarti
mode gaya cara busana pakaian, bentuk, jenis, macam, pembuatan.
Sedangkan, menurut The American Heritage Dictionary of
English language, oleh Houghton Mifflin Company di Amerika pada
tahun 2004, fashion didefinisikan sebagai:

2
1) Gaya atau kebiasaan umum seperti dalam berperilaku atau
berpakaian
2) Sesuatu seperti pakaian yang merupakan gaya sekarang
3) Karakteristik dari golongan atas, gaya atau mode, jalan atau cara
4) Sesuatu yang pribadi seringkali berkenaan dengan tabiat
seseorang
5) Jenis atau variasi,macam
6) Bentuk,wujud
Dari definisi pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa
fashion adalah ragam, cara, atau gaya berpakaian yang terbaru pada
suatu masa tertentu. Fashion merupakan gaya/penampilan yang
dianggap indah pada suatu masa, digemari, dan diikuti oleh banyak
orang.
b. Pengertian fashion desainer/ perancang busana
Fashion design adalah seni terapan desain busana pada desain
pakaian dan aksesoris berdasarkan musim yang sedang
berlangsung. Desain busana dimulai pada abad 19 oleh Charles
Frederick Worth yaitu orang pertama yang menjahit label merk
milikinya pada pakaian yang dibuatnya.
Desainer adakah seseorang yang merancang atau menciptakan
sesuatu. Sehingga, Fashion Desainer adalah orang yang ahli dalam
merancang busana,

3
BAB III PEMBAHASAN
A. Al Quran Berbicara tentang Seni
1. Konsep seni dalam Alquran
Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya
manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi
terdalam manusia yang didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang
indah, apa pun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri
manusia atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya
(Quraish Shihab: 1996.)
Kemampuan berseni merupakan salah satu perbedaan manusia
dengan makhluk lain. Jika demikian, Islam pasti mendukung kesenian
selama penampilannya lahir dan mendukung fitrah manusia yang suci itu,
dan karena itu pula Islam bertemu dengan seni dalam jiwa manusia,
sebagaiman seni ditemukan oleh jiwa manusia di dalam Islam.
2. Seni Menggambar, dan Patung
Alquran secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara
tentang patung pada tiga surat Alquran.
a. Patung
Alquran secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara
tentang patung pada tiga surat Alquran.
a) Dalam surat Al-Anbiya‟ (21): 51-58 diuraikan tentang patung-
patung yang disembah oleh “ayah” Nabi Ibrahim dan kaumnya.
Sikap Alquran terhadap patung-patung itu, bukan sekadar
menolaknya, tetapi merestui penghancurannya. “Maka Ibrahim
menjadikan berhala-berhala itu hancur berpotong-potong,
kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain, agar
mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya “ (QS Al-Anbiya‟
[21]: 58). Ada satu catatan kecil yang dapat memberikan arti
dari sikap Nabi Ibrahim di atas, yaitu bahwa beliau
menghancurkan semua berhala kecuali satu yang terbesar.
Membiarkan satu di antaranya dibenarkan karena ketika itu
berhala tersebut diharapkan dapat berperan sesuai dengan ajaran
tauhid. Melalui berhala itulah Nabi Ibrahim membuktikan
kepada mereka bahwa berhala betapapun besar dan indahnya
tidak wajar untuk disembah. “ Sebenarnya patung yang besar
inilah yang melakukannya (penghancuran berhalaberhala itu).
Maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara,
“ Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang
menganiaya (diri sendiri). “ (QS Al-Anbiya‟ [21]: 63-64).
Sekali lagi Nabi Ibrahim a.s. tidak menghancurkan berhala yang
terbesar pada saat berhala itu difungsikan untuk satu tujuan
yang benar. Jika demikian, yang dipersoalkan bukan
berhalanya, tetapi sikap terhadap berhala, serta peranan yang
diharapkan darinya.

4
b) Dalam surat Saba‟ (34): 12-13 diuraikan tentang nikmat yang
dianugerahkan Allah kepada Nabi Sulaiman, yang antara lain
adalah,“ (Para jin) membuat untuknya (Sulaiman) apa yang
dikehendakinya seperti gedung-gedung yang tinggi dan patung-
patung… “ (QS Saba‟ [34]: 13). Dalam Tafsir Al-Quthubi
disebutkan bahwa patung-patung itu terbuat dari kaca, marmer,
dan tembaga, dan konon menampilkan para ulama dan nabi-
nabi terdahulu. (Baca tafsirnya menyangkut ayat tersebut). Di
sini, patung-patung tersebut karena tidak disembah atau diduga
akan disembah, keterampilan membuatnya serta pemilikannya
dinilai sebagai bagian dari anugerah ilahi.
c) Dalam Alquran surat Ali „Imran (3): 48-49 dan Al-Maidah (5):
110 diuraikan mukjizat Nabi Isa a.s. antara lain adalah
mencipta-kan patung berbentuk burung dari tanah liat dan
setelah ditiupnya, kreasinya itu menjadi burung yang
sebenarnya atas izin Allah. “ Aku membuat untuk kamu dari
tanah (sesuatu) berbentuk seperti burung kemudian aku
meniupnya, maka ia menjadi seekor burung seizin Allah. (QS
Ali „Imran [3]: 49).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata, “Aku bermain-main dengan
mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah
Saw mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan.
Apabila Rasulullah Saw dateng, mereka keluar dan bila beliau pergi
mereka datang lagi.” [HR. Bukhari dan Abu Dawud].
Dahulu membuat patung & menggambar makhluk hidup itu
diperbolehkan dan menjadi mainan Aisyah (istri Munammad SAW).
b. Menggambar
Terdapat setidaknya dua puluh dua dalil yang membahas soal tashwir
istilah yang digunakan dalam hadis pengharaman gambar makhluk
bernyawa. Terdapat istilah turunan dari tashwir,yakni shurah dan
mushawir.
Tashwir adalah istilah yang memiliki cakupan luas. Secara Bahasa
maka segala proses membentuk atau merupa objek yang berkaitan dengan
visual, masuk dalam kategori tashwir. Shurah berarti meliputi segala hasil
karya non-tulisan yang dapat dilihat. Mulai dari patung, Gedung, lukisan,
gambar, animasi, film, foto, mainan, boneka, dan lain sebagainya.
Berdasarkan dalil yang berasal dari hadis, menurut syarial islam orang-
orang yang menggambar (tashwir) gambar makhluk bernyawa akan
diganjar beberapa hal. Pertama, diakhirat ia akan mendapatkan siksa yang
paling berat. Setiap gambar akan diberikan jiwa dan menyiksanya di
neraka. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang
paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang
menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh
Sunnah, bab Tashwiir).

5
Kedua, orang yang menggambar makhluk bernyawa diakhirat akan
dipaksa untuk menghidupkan gambar ciptaannya, padahal ia tidak bisa.
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa
menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka
dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari
akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.”’ [HR. Bukhari].
Ini dianggap sebagai bentuk ejekan dari Allah Sang Pencipta Segala
Sesuatu.
Dari Ibnu Abbas (sahabat Muhammad SAW) aku pernah mendengar
Rasulullah bersarbda; “setiap orang yang menggambar akan dimasukan ke
neraka dan dijadikannya baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu
gambar itu akan menyiksanya dalam neraka jahanam.” Ibnu Abbas lalu
berkata, “Bila engkau tetap ingin menggambar maka gambarlah pohon
dan apa yang tidak bernyawa” (HR.Muslim)
Terdapat perbedaan pendapat dalam memaknai istilah tashwir,
mushawwir, dan shurah. Menurut Sayyid Alawi, shurah yang tidak
sempurna atau terdapat kekurangan yang menjadikannya tidak bisa hidup,
seperti tanpa kepala, perut, atau anggota manapun yang membuat dia tidak
bisa hidup setelahnya, diperbolehkan dalam madzhab empat. (1993:212-
213)
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk
anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan
kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak.
Demikian juga membuat gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak
juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu Hazm berkata,
“Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak
dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan
bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar
untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (lihat
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah).
Dalam Jurnal Thorik Ibr (2016) Mengenai hukum membuat gambar ini
Muhammadiyah (Organisasi Islam Terkemuka di Indonesia) juga ikut
menjelaskan melalui bukunya “Himpunan Putusan Tarjih” halaman 281,
yaitu:
a) Untuk disembah, hukumnya haram berdasarkan dalil
b) Untuk sarana pengajaran hukumnya mubah (dibolehkan)
B. Dalil Larangan Menggambar
Hadits sahih yang menerangkan dilarangnya seorang muslim memggambar
makhluk yang bernyawa cukup banyak dari ahli-ahli hadits, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Hadits Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih)
‫إن أشد الناس عذابا يوم القيامة المصورون‬
Artinya: “Yang paling parah siksanya di hari kiamat adalah mushawwir
(tukang membuat patung/tukang gambar) .”

6
2. Hadits Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih):

(‫ يوم القيامة يقال لهم أحيوا ما خلقتم‬n‫إن الذين يصنعون هذه الصور يعذبون‬

Artinya: “Orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa di


hari kiamat. Dikatakan pada mereka: hidupkan apa yang kamu ciptakan.”

3. Hadits Bukhari

‫مة‬nn‫مة والمستوش‬nn‫ه والواش‬nn‫ا وموكل‬nn‫ل الرب‬nn‫ب البغي ولعن آك‬nn‫دم وثمن الكلب وكس‬nn‫نهى عن ثمن ال‬
‫والمصور‬
Artinya: ” …. Allah melaknat pemakan riba … dan tukang membuat
patung/tukang gambar.”

4. Hadits Bukhari Muslim (muttafaq alaih):

‫من صور صورة في الدنيا كلف أن ينفخ فيها الروح وليس بنافخ‬
Artinya: “Barangsiapa menggambar di dunia maka i` akan dipaksa untuk
meniupkan nyawa pada patung/gambar itu. Padahal dia bukanlah orang
yang dapat memberi nyawa.”

5. Hadits Muslim:

‫رام‬nn‫هوة لي بق‬nn‫ دخل علي النبي صلى هللا عليه وسلم وقد سترت س‬:‫وعن عائشة رضي هللا عنها قالت‬
‫اهئون‬nn‫فيه تماثيل فلما رآه هتكه وتلون وجهه وقال ((يا عائشة أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يض‬
‫بخلق هللا)) قالت عائشة فقطعناه فجعلنا منه وسادة أو وسادتين‬
Artinya: “Nabi melarang Aisyah memakai bantal yang ada gambarnya.”

6. Hadits Bukhari Muslim (muttafaq alaih):


‫إن المالئكة ال تدخل بيتا فيه تماثيل أو تصاوير‬

Artinya: “Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang ada patung atau
gambar.”

Inti dari semua hadits-hadits sahih di atas adalah larangan membuat bentuk
makhluk bernyawa (manusia dan hewan/binatang) dalam format gambar
atau fisik tiga dimensi (mujassimah) seperti patung.

C. Hukum Gambar dalam Islam


Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang bagaimana memahami
dalil yang ada, terdapat dua kelompok yaitu :
1. Kelompok Pertama
Dengan hadits-hadits yang ada, para ulama yang bergaya tekstual
mengharamkan semua bentuk gambar, apa pun jenisnya, termasuk komik,

7
ilustrasi, kartun, bahkan wayang kulit, wayang golek dan semua yang
sekiranya termasuk gambar.
Bahkan di tengah mereka, berkembang kalangan yang lebih ekstrim lagi,
karena merekamemasukkan gambar yang dibuat dengan kamera foto juga
termasuk gambar yang diharamkan. Sehingga mereka tidak mau berfoto
dan mengatakan bahwa kamera adalah benda najis yang haram, karena
menghasilkan citra gambar. Dan otomatis, televisi, video player,
kameravideo, tustel dan apapun yang terkait dengannya, juga haram
hukumnya karena merupakan media untuk melihat gambar.

2. Kelompok Kedua
Sedangkan ulama lain yang lebih moderat memahami hadits ini sebagai
larangan untuk membuat patung, bukan sekedar gambar di atas media
gambar. Gambar yang dalam bahasa arabnya disebut dengan istilah
shurah, mereka pahami sebagai bentuk patung tiga dimensi. Sehingga
dalam pandangan mereka, hadits ini diterjemahkan menjadi demikian,
"Siapa yang membuat patung dari makhluk bernyawa di dunia ini, maka
dia akan diminta untuk meniupkan ruhnya kepada patung itu di hari
akhir."
Pendapat kelompok kedua ini didasari dengan konsideran hadits di
atas dengan hadits berikut ini yang berisi perintah Rasulullah SAW untuk
menghacurkan patung-patung. Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw
sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah di antara kamu
yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala
pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia
ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia
melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali
berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat,
kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku
biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan
kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’.
Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari
yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad SAW.’” (HR Ahmad dengan isnad
hasan).
Sedangkan lukisan di atas kanvas, kertas, kain dan semua yang dua
dimensi, tidak termasuk yang diharamkan oleh hadits ini, dalam
pandangan kelompok ini. Pendapat ini pun berkembang di tengah para
ulama muslim dunia, dan pendapat ini tentu berbeda dengan pandangan
kelompok ulama yang pertama. Oleh karena itu, terdapat beberapa titik
perbedaan dalam memahami nash-nash yang mereka sepakati
keshahihannya.

8
Namun ada beberapa hal yang disepakati keharamannya terkait hukum
gambar oleh kedua kelompok ulama, yaitu :

1. Semua ulama sepakat mengharamkan patung makhluk bernyawa, seperti


arca, berhala, patung dewa, patung manusia dan patung hewan.
2. Semua ulama sepakat mengharamkan gambar bohong yang tidak ada
dasarnya, seperti gambar yang dituduhkan sebagai Nabi Isa, Maryam dan
semua nabi dan rasul.
3. Semua ulama sepakat mengharamkan gambar atau patung tokoh agama
lainnya seperti Ali bin Abi Thalib ra dan para shahabat nabiridhwanullahi
‘alaihim.
4. Semua ulama sepakat mengharamkan patung atau gambar 2 dimensi yang
bertentangan dengan syariat, seperti yang membuka aurat, banci,
homoseks, lesbianis dan sejenisnya.
5. Semua ulama sepakat menghalalkan boneka mainan walau berbentuk
makhluk bernyawa.

Kontekstualisasi hadis-hadis hukum gambar dengan masyarakat era ini


yang lebih mengedepankan nilai-nilai estetika juga perlu mendapatkan
perhatian khusus. Dengan melihat riwayat-riwayat hadis yang sudah diteliti
kualitasnya serta berdasarkan pen-syarah-an oleh ulama yang berpengalaman,
bentuk karya tiga dimensi yang dilarang yaitu semua makhluk yang
bernyawa, yang membuat, memiliki maupun memajangnya ditujukan untuk
kepentingan penyembahan, serta untuk menandingi ciptaan Allah swt.
Namun ketika semua tujuan itu sudah ditiadakan, serta syarat yang
menjadikan pengharaman itu telah dihilangkan, maka hukum haram itu pun
akan berganti menjadi mubah (boleh). Dengan berlandaskan kepada kaidah
ushul fiqh “al-Hukmu Yaduru Ma’a ‘illatihi wujudan wa ‘adaman” Artinya,
ada tidaknya hukum tergantung pada ‘illat-nya. Jika ‘illat itu berubah, maka
hukum pun menjadi berubah.
Letak fleksibilitas dan elastisitas hukum Islam. Selain itu, makna yang
tersirat dari lafadz shurah yang telah berkembang dari zaman ke zaman dan
dengan menggunakan beberapa pendekatan yaitu termasuk dari penyaluran
kreatifitas dari seorang seniman, baik seniman gambar, lukisan, patung
ataupun yang lain. Semua itu, ketika dilakukan dengan tujuan untuk
menyalurkan ekspresi kejiwaan dari seseorang maka tidak masalah selama
masih menaati aturan atau norma estetis-agamis.
Tidak ditujukan untuk menandingi sifat kesempurnaan Allah dan jauh
dari sifat sombong atau membanggakan diri. Sebuah perkembangan dan
kemajuan masyarakat adalah keniscayaan yang sampai kapan pun pasti akan
terus berganti tanpa ada yang mengetahui batasnya. Sebuah kenyataan bahwa
pembauran peradaban Islam tidak toleran terhadap lukisan manusia atau
binatang, khususnya yang memiliki tiga dimensi. Ia lebih dominan dengan
gambar-gambar abstrak (yang lebih sesuai dengan jiwa aqidah dan tauhid),

9
bukan yang tiga dimensi (yang lebih identik dengan tradisi agama berhala)
dengan berbagai tingkatannya.
Dengan begitu, bentuk karya tiga dimensi yang dikecualikan adalah
permainan anak-anak, seperti boneka. Karena benda semacam itu tidak
dimaksudkan sebagai alat pengagungan, hanya sebagai alat permainan dan
sifatnya yang sementara atau bisa rusak, tidak kekal. Kemudian gambar atau
patung-patung yang bentuknya tidak utuh atau disamarkan, misalkan patung
yang dipenggal kepalanya, karena tidak mungkin patung itu bisa hidup
dengan keadaan seperti itu.
Namun, berbeda lagi jika patung tersebut merupakan patung raja atau
tokoh lain yang dengan keadaannya yang telah dihinakan atau disamarkan
diletakkan di suatu tempat terbuka dan diagungkan, tetap saja hukumnya
berada pada wilayah diharamkan. Karena cara Islam menghormati orang-
orang yang berjasa (pahlawan) bukan dengan cara demikian, atau pula
dengan cara yang berbau kemewahan. Islam hanya mengajarkan bahwa
menghormati jasa-jasa mereka cukup ditanamkan dalam hati dan fikiran dan
diambil hikmahnya dari apa saja kebaikan atau jasa yang telah mereka
lakukan.
Sedangkan untuk gambar dua dimensi, baik itu berupa lukisan atau
yang lain, selama tidak mencitrakan hal-hal yang berbau pengkultusan
agama, simbol agama lain serta hal-hal yang berbau pornografi,maka
diperbolehkan. Ataupun gambar-gambar yang tidak bernyawa, seperti
pepohonan, pemandangan laut, kapal, gunung, dan sebagainya, yang
merupakan pemandangan alam, maka orang yang menggambarnya atau
merawatnya tidak berdosa, asalkan hal itu tidak melalaikannya dari ketaatan,
atau mengarah kepada kemewahan hidup.

D. Solusi bagi Perancang Busana Dalam Mendesain Sebuah Busana


Sesuai dengan yang telah diketahui dan dibahas sebelumnya sudah
dijelaskan bahwa gambar dua dimensi diperbolehkan namun tetap menjaga
nilai-nilai etisagamis. Artinya bukan lukisan-lukisan yang berbau pornografis
dan dapat merangsang birahi orang yang melihatnya. Dengan demikian,
hendaknya para pelukis tetap menjaga nilai-nilai etika. Jangan sampai dengan
dalih seni, lalu bebas melakukan apa saja. Dalam pandangan penulis, seni
tetap harus mengacu kepada nilai-nilai ilahiyah.
Sehingga solusi untuk fashion designer diharapkan untuk tidak
menggambar atau mendesain busana yang terbuka auratnya. Sehingga
gambar atau desain tersebut tidak menimbulkan dan menyebabkan dosa.

10
KESIMPULAN
Zaman sekarang tampaknya menjadi kurang relevan lagi untuk melarang
seseorang melukis, berkreasi seni, sebab hal ini merupakan bagian dari ekspresi
kejiwaan seorang pelukis. Namun demikian, ada yang perlu digaris bawahi bahwa
lukisan yang dibuatnya harus tetap menjaga nilai-nilai etisagamis. Artinya bukan
lukisan-lukisan yang berbau pornogradi dan dapat merangsang birahi orang yang
melihatnya. Dengan demikian, hendaknya para pelukis tetap menjaga nilai-nilai
etika. Jangan sampai dengan dalih seni, lalu kita bebas melakukan apa saja. Dalam
pandangan penulis, seni tetap harus mengacu pada nilai0nilai ilahiyah.
Sedangkan alasan kenapa ada larangan untuk menggambar hewan dan
manusia karena memiliki banyak kemungkinan untuk melanggar syariat islam,
seperti bentuk tubuh yang tidak sopan dan tidak untuk tumbuhan, selain itu berhala-
berhala juga cenderung berbentuk hewan dan manusia bukan tumbuhan. Kita boleh
menggambar makhluk hidup selama kita tidak menjadikannya tuhan dan tidak
melanggar etika-etika islam (seperti menjalankan sholat 5 waktu, usahakan tepat
pada waktunya dan untuk pria lebih baik di Masjid serta tidak melanggar batas-batas
kesopanan dalam islam), bila melangar maka hukumnya sudah sangat jelas itu
dilarang.

11
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan. 1988. Pendidikan Seni Rupa. Penerbit Armico
Kristanto, Harianto. 1994. Konsep dan Perancangan Data Base. Yogyakarta: Andi.
Muharam E dan Warti Sundaryati. 1992. Pendidikan Kesenian II (Seni Rupa).
Jakarta: Depdikbud RI
Rohidi, 1984 : 87. http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2012-2-01691-DS
%20Bab4001.pdf tanggal akses 13 November 2018
Zia, M. 2017. Jurnal Tugas Akhir Perancangan Komik Serba-Serbi Hukum
Menggambar Dalam Islam. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai