Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SENI LUKIS ISLAM : SENI LUKIS KACA CIREBON


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Seni Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Aam Abdillah, M. Ag., & E. Roni. A. Nukiman, M. Ag.

Kelompok : 4
Agnes Rohimiah Hidayat [1205010010]
Alfina Lailaturrahmah Damayanti [1205010015]
Amelia Sriandini [1205010021]

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Seni Lukis Islam:
Seni Lukis Kaca Cirebon” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur pada
Mata kuliah Sejarah Seni Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi kelompok kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Aam Abdillah, M. Ag., & Bapak
E. Roni. A. Nukiman, M. Ag., selaku dosen Mata kuliah Sejarah Seni Islam yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, Kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Bandung, 11 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan..............................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. Pengertian Seni Lukis.........................................................................................................3
B. Sejarah dan Perkembangan Seni Lukis Islam di Indonesia...........................................4
C. Pandangan Islam Terhadap Seni Lukis...........................................................................9
D. Seni Lukis Kaca Cirebon...................................................................................................9
a. Sejarah Seni Lukis Kaca Cirebon.....................................................................................9
b. Perkembangan Seni Lukis Kaca Cirebon........................................................................10
c. Koleksi Seni Lukis Kaca Cirebon...................................................................................14
BAB III.........................................................................................................................................18
PENUTUP....................................................................................................................................18
KESIMPULAN.........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seni lukis merupakan salah satu karya seni dua dimensi yang semua orang hampir
mengetahuinya, mulai dari seni lukis yang realistis sampai yang dekoratif. Semua itu
bergantung bagaimana seorang seniman atau pengrajin menganut aliran atau paham
dalam berkarya seni lukis. Sebuah karya seni yang tak-kalah indahnya 1 adalah sebuah
seni yang mendapatkan sentuhan tradisi Islami di Jawa yaitu berupa lukisan Kaca.
Lukisan kaca ini diperkaya dengan hiasan kaligrafi Arab sebagai ornamentik pelengkap
bentuk utama yang diambil dari Al-Qur'an yang berisikan cerita-cerita Islami serta
sebagai media pengenalan dan penyebaran agama Islam di Indonesia.

Lukis kaca atau lukisan kaca merupakan jenis seni lukis yang berasal dari Barat
yang kemudian berkembang sedemikian rupa ke berbagai wilayah, termasuk di
dalamnya wilayah Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, seni lukis kaca ini berkembang di
berbagai negara, termasuk di dalamnya Indonesia. Sebagaimana proses penyebarannya
di berbagai belahan dunia dan di berbagai negara di Asia Tenggara, di Indonesia seni
lukis kaca berkembang di banyak daerah. Satu di antara daerah di Indonesia yang
kemudian tercatat memiliki akar sejarah panjang dalam bersentuhan dengan seni lukis
kaca adalah Kabupaten Cirebon.2

Lukisan Cirebon merupakan hasil dari kebudayaan khas Cirebon yang telah
mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Pada awalnya lukisan Cirebon
diproduksi tidak secara massal dan kebanyakan digunakan dengan kepercayaan religi-
magis. Penempatan lukisan kaca di rumah masyarakat Cirebon salah satunya sebagai
prestise yang menunjukkan bahwa pemilik rumah tersebut adalah seorang Islam yang
taat, biasanya berupa lukisan kaca yang menggambarkan Mesjid atau lukisan kaligrafi
Arab. Fungsi religi-magis lainnya adalah lukisan kaca digunakan sebagai penolak bala,
pada umumnya yang digunakan adalah lukisan Macan Ali. Terdapat juga lukisan-

1
Transformasi Sinkretisma Indonesia dan Karya Seni Islam, hlm. 96.

2
Reiza D. Dienaputra Dkk, “Startegi Perkembangan Seni Lukis Di Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon
Sebagai Atraksi Wisata”, Jurnal: Dharmakarya, (Vol. 10 No. 1, Maret 2021), hlm.17
1
lukisan wayang yang menggunakan kaligrafi Arab yang berisi ayat-ayat Al-Quran
sebagai salah satu media penyebaran agama Islam serta nilai-nilai etika Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan seni lukis Islam di Indonesia?
2. Seperti apa pandangan Islam terhadap seni lukis?
3. Bagaiman sejarah dan fase perkembangan seni lukis kaca di Cirebon?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan seni lukis Islam di Indonesia;
2. Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap seni lukis;
3. Untuk mengetahui sejarah dan fase perkembangan seni lukis kaca di Cirebon.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Seni Lukis
Secara Etimologi kata "Seni"3 berasal dari bahasa Melayu yang memiliki arti "Tipis,
amat Halus". Dalam sebuah kamus yang berjudul Kamus Kitab Arti Logat Melayu yang
dicetuskan oleh E Soetan Harahap bahwa ada sebuah contoh kalimat "Anggotanya Seni"
maka itu bermakna "Anggotanya Halus". Maka dengan pemaknaan seperti itu, hal tersebut
sejalan dengan arti seni secara etimologi. Setelah Indonesia Merdeka, bahwa kamus lain
memberikan makna Seni seperti yang kita kenal sekarang. Dalam Kamus Modern Bahasa
Indonesia yang dicetuskan oleh Sultan Muhammad Zain selain "Seni" dimaknai sebagai
"Halus", beliau juga memperkenalkan dengan istilah baru yaitu "Kesenian" yang bermakna
“sebagian dari kebudayaan, hasil dari keutasan, kecakapan, dan kepandaian manusia, lawan
dari keindahan alam yang diadakan oleh alam sendiri.”

Ada juga yang berpendapat bahwa kata "Seni" berasal dari kata "San" dari bahasa
Sansekerta4 yang dihubungkan dengan pemberian persembahan berupa tarian, nyanyian,
atau pembuatan sebuah bangunan untuk melakukan persembahan kepada para dewa sesuai
ajaran dari Agama Hindu. Selanjutnya kata "San" mulai melakukan perkembangan menjadi
Sani yang akhirnya menjadi "Seni". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makna Seni
sendiri diartikan sebagai "Seseorang yang memiliki kecerdikan luar biasa, atau juga bisa
disebut sebagai orang yang Jenius". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang sekarang
menjadi rujukan standar berbahasa Indonesia, kata Seni dimaknai dengan kecil, halus, elok,
serta identik dengan "arts" yang mencakup visual art (seni rupa), music (seni musik),
dance (seni tari) dan thearter (seni teater) dalam Bahasa Inggris.

Secara Terminologi bahwa seni adalah5 penciptaan segala hal atau benda yang karena
keindahan bentuknya senang orang melihat atau mendengarnya, atau secara ringkas nya
bahwa seni adalah segala sesuatu yang indah dan dapat dinikmati oleh semua orang.

3
Sofyan Salam, Sukarman, Hasnawati, Muh. Muhaimin, Pengetahuan Dasar Seni Rupa (Makassar: Badan
Penerbit UNM, 2020), hlm. 4.
4
Ibid. Hlm. 5
5
Ibid. Hlm. 5
3
Sedangkan untuk pengertian dari Lukis atau Melukis sendiri adalah bahwa Melukis
merupakan kegiatan mengolah suatu bahan6 untuk bisa mendapatkan kesan tertentu.
Melukis ialah kegiatan dengan membuat gambar tertentu dengan menggunakan alat gambar
seperti kanvas, kertas, papan, kaca, dengan menggunakan alat gambar seperti pensil,
pewarna, kuas dan lain sebagainya. Melukis adalah mengeluarkan gejolak emosi akibat
pandangan kita melihat suatu hal kemudian di aplikasikan pada sebuah karya-karya seni.

Objek dari seni lukis sendiri terbagi menjadi 37 bagian yaitu, keindahan alam, manusia,
benda, dan abstrak. Dengan adanya pemilihan objek nantinya, itu sangat memudahkan bagi
para seniman dalam berkarya serta juga memudahkan para penikmat seni untuk bisa
mengerti arti dari sebuah karya tersebut.

B. Sejarah dan Perkembangan Seni Lukis Islam di Indonesia


Sejatinya manusia pada dasarnya tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sebuah gagasan
ide terhadap apa yang sedang ia alami dan rasakan dari sebuah lingkungan tempat ia hidup.
Karya Drawing adalah perwujudan dari banyak gagasan yang telah lahir dari manusia.
Sejarah mencatat bahwasanya kegiatan ini telah hadir di Eropa sejak tahun 1400-an 8 seiring
berkembangnya penggunaan Kertas. Di Eropa sendiri setiap abad telah muncul banyak
karya-karya Drawing yang sangat hebat. Sejak tahun 1400-1500an banyak karya hebat lahir
seperti Leonardo da Vinci, Albert Durer, Michelangelo, dan Raphael. Untuk tahun 1600-an
karya hebat juga lahir seperti Claude, Nicolas Poussin, Rembrandt, dan Peter Paul Rubens.
Sedangkan untuk tahun 1700-an, karya-karya Drawing juga bermunculan dan karya yang
sangat terkenal dibuat oleh Jean-Honore Fragonard, Francisco Goya, Giovanna Battista
Tiepolo, dan Antoine Watteau. Pada tahun 1800-an pun dikenal Paul Cézanne, Jacques
Louis David, Edgar Degas, Theodore Gericault, Jean Ingres, Odilon Redon, Henri de
Toulouse-Lautrec, dan Vincent Van Gogh, dan untuk era 1900-an karya-karya terbaik
dibuat oleh Max Beckmann, Willem De Kooning, Jean Dubuffet, Arshile Gorky, Paul Klee,
Oscar Kokoschka, Jules Pascin, Pablo Picasso, dan Jackson Pollock.

Tetapi, perlu diketahui, jauh sebelum tahun itu ada tepatnya pada masa-masa manusia
prasejarah mereka telah mampu membuat dan mengenalkan teknik menggambar tersebut.
6
Weni R. Dkk, Mengenal Seni Lukis (Jakarta: PT Mediantara Semesta, 2009), hlm. 5.
7
W. Setya R, Aliran Seni Lukis Indonesia ( Jawa Tengah: ALPRIN, 2019), hlm. 5.
8
Mengenal Seni Lukis, hlm. 4.
4
Hal itu dapat dilihat dari banyak peninggalan arkeologis berupa lukisan-lukisan indah yang
terdapat di dalam dinding-dinding gua Eropa bahkan Indonesia sendiri seperti di
Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat tepatnya di
Rajaampat.

Karya seni adalah sebuah bentuk emosi yang telah dituangkan oleh seorang seniman
akibat adanya penalaran, penglihatan, perasaan yang mendalam terhadap sesuatu kemudian
menjadi sebuah nilai yang dapat dinikmati oleh banyak orang. Berabad-abad lamanya,
karya seni yang hadir di Nusantara (Indonesia) telah banyak terjadi sebuah proses
peleburan akibat adanya unsur agama. Perubahan hasil karya itu bisa dilihat dari gaya seni,
baik dalam hal arsitektur , pahatan, arca, bahkan karya lukisan.

Agama dan seni9 secara nyatanya memiliki hubungan yang sangat erat, sebab agama
dan seni memiliki unsur yang sama yaitu sebagai unsur ritual dan juga emosi. Agama akan
melahirkan berbagai bentuk kesenian, dan kesenian yang tumbuh tersebut merupakan
sebuah hasil cipta kreativitas spontan yang lahir dari masyarakat yang bertujuan untuk
beribadah kepada Tuhan.

Abdul Wahid W.M.,10 seorang penyair dan ahli seni Islam (Dermawan, 2004:135)
menjelaskan, bahwa seni ialah ungkapan ibadah dan puji-pujian kepada Sang Maha
Pencipta, serta merupakan tangga naik menuju keindahan dan kebenaran hakiki.

Jauh sebelum Islam hadir di tanah Nusantara, Nusantara ini adalah sebuah wilayah yang
sudah kaya akan ras, budaya, bahasa serta agama. Agama Hindu-Budha yang ada di
Nusantara pada waktu itu telah melahirkan banyak kebudayaan serta mampu menciptakan
banyak karya seni. Bentuk seni yang terikat oleh agama hingga detik ini bisa kita saksikan
sampai sekarang. Bangunan candi-candi yang memiliki corak seni yang sangat indah adalah
bukti bahwa masyarakat dahulu menciptakan sebuah karya yang sangat terikat dengan
Tuhan. Mereka membangun banyak karya untuk bisa dijadikan tempat beribadah atau
pemujaan antara seorang Hamba dan Tuhannya.

Candi Borobudur, Candi Prambanan adalah salah satu bentuk nyata sebuah karya seni
yang sangat indah, memiliki banyak lukisan indah di setiap dinding candi yang ada.

9
Arya Sucitra, “Transformasi Sinkretisma Indonesia dan Karya Seni Islam”, Journal of Urban Society Arts,
Volume 2, No.2 Oktober 2015, hlm. 91.
10
Transformasi Sinkretisma Indonesia dan Karya Seni Islam, hlm. 97.
5
Kesenian itu hingga hari ini ternyata masih terus di lestarikan terkhusus oleh mereka yang
bertempat tinggal di daerah Bali. Banyak karya seni yang tercipta baik hanya sebagai
keindahan semata maupun dijadikan tempat-tempat pemujaan dewa-dewa.

Di Bali sendiri tradisi seni rupa klasik masih dapat kita jumpai karena masih
dilestarikan sesuai dengan agama Hindu-Bali. Adapun seni lukis yang paling menonjol di
wilayah Bali ini adalah seni lukis gaya Kamasan11 (Seni Lukis yang bertolak dari tema
wayang kulit). Seni lukis ini mengambil tema sesuai dengan agama yang ada, yaitu
mengambil cerita dari para Ramayana, Mahabarata, Malat-Panji, Palelintangan (kalender
astrologi) dan palelindo (horoskop). Seni lukis ini memiliki 2 konsep yang sangat kuat
yaitu konsep Dualistis atau Rwa Bhineda (keseimbangan ilhiduo manusia yang parcaya
terhadap adanya kekuatan baik dan buruk).

Mereka yang terus melestarikan kesenian itu menganggap bahwa mereka memiliki 3
dimensi manusia untuk menuju keseimbangan hidup (Tri Hita Karana).12 Pertama hubungan
antara sesama manusia, Kedua, hubungan manusia dengan alam, dan yang Ketiga,
hubungan antara manusia dengan sesama.

Selain candi yang dibangun dengan gaya seni yang indah dan sebagai tempat tinggal
para dewa, masyarakat Hindu-Budha juga menggunakan Gunung sebagai tempat yang suci
bagi dewa bersemayam. Candi dan Gunung memperlihatkan gaya seni berupa berupa
ragam hias tumbuhan, binatang, ragam hias makhluk suci dalam alam kedewaan, dan yang
lainnya, sesuai dengan petunjuk dari agama pada saat itu.

Setelah Islam hadir di Nusantara tepatnya sekitar abad ke-7 kemudian berkembang pada
abad ke-13, sejatinya tidak begitu banyak melahirkan kesenian, sebab Islam hadir banyak
meneruskan hasil kesenian yang bercorak Hindu-Budha kemudian dibungkus dalam sebuah
keislaman. Islam hanya melanjutkan seni yang ada. Islam pada dasarnya tidaklah melarang
untuk umat muslim melakukan kesenian, dengan digarisbawahi tetap menyesuaikan syarat
bahwa seni harus bersifat takwa, dan harus tetap pendirian antara ucapan dan perbuatan.
Pada tahun 1961,13 dalam acara musyawarah seniman budayawan Islam di Jakarta, Hamka
mengatakan bahwa kesenian itu hukumnya halal. Taufik Ismail pada tahun 1984 juga

11
Transformasi Sinkretisma Indonesia dan Karya Seni Islam, hlm. 93.
12
Ibid.
13
Transformasi Sinkretisma Indonesia dan Karya Seni Islam, hlm. 95.
6
mengatakan bahwa karya yang menyuarakan nafas Islam adalah karya yang senantiasa
membuat orang akan selalu oercaya kepada Allah.

Kesenian Islam ini harus memiliki beberapa ciri-ciri antara lain; 14

1. Harus mengandung nilai-nilai Ke-Tuhanan sehingga akan melahirkan ketingkatan


imam seorang hamba kepada sang Pencipta (Allah).
2. Menyiarkan ajaran Akhlaqul Karimah (Sebuah Akhlak yang mulia), diharapkan
dengan hadirnya sebuah karya seni bisa membuat seseorang untuk meningkatkan
akhlak yang baik dalam setiap kehidupannya.
3. Memberikan pesan-pesan sesuai dengan tata aturan hukum yang diterapkan oleh
ajaran Islam.
4. Kebebasan berkreasi dibatasi oleh hati nurani (akhlak) sehingga dalam kesenian
Islam tidak dikenal dengan pengorbanan nilai-nilai Ke-Tuhan an dan akhlak mulia
demi pemujaan kebebasan kreativitas.
5. Sebuah kesenian Islam harus memang diciptakan oleh seseorang yang beragama
Islam, bukan dari seseorang diluar agama Islam, agar tidak adanya unsur-unsur
yang bertabrakan dengan ajaran Islam nantinya.

Seni rupa Islam dalam perkembangannya berpusat di Istana para raja serta pusat
pemerintahan di daerah. Di tempat inilah nilai-nilai kesenian di bangun, di bina serta
dikembangkan. Dalam perkembangannya juga, agama Islam belum banyak memberikan
citra seni baru terhadap segala bidang, konsep Toleransi masih dijunjung tinggi mengingat
bahwa agama Islam adalah sebuah nafas baru yang baru saja hadir. Toleransi Islam
terhadap kebudayaan setempat sangat berlaku di Indonesia. Sikap Islami, 15 tidak mendesak
kebudayaan pra-Islam untuk benar-benar diganti dengan hal yang baru. Sebaliknya justru
Islam kembali membalut banyak karya sesuai ajaran Islam dan tidak mengubah bentuk
keasliannya. Bahkan kesenian itu dijadikan wadah ataupun alat untuk menyebarkan agama
Islam pada masa lalu. Karena tidak akan mungkin bisa secara langsung merubah tatanan
kehidupan yang telah di bangun berabad-abad lamanya. Islam hadir tidak mengubah
seluruh tatanan kebudayaan, tetapi membalut dengan nilai-nilai keislaman.

14
Ibid.
15
Wiyono Yudoseputro, Pengantar Seni Rupa Islam Di Indonesia ( Bandung: ANGKASA, 2022), Hlm. 3.
7
Proses transformasi16 budaya ketika berdirinya kekuasaan Islam pertama didirikan oleh
para wali, tepatnya di sekitar daerah pesisir yang masih menampilkan tradisi seni rupa
zaman Hindu sebagaimana landasan Perkembangan arsitektur Islam di Indonesia. Dua jenis
bangunan utama gairah masjid dan istana. Tradisi bangunan batu bata dari zaman
Majapahit kemudian hadir kembali pada sebuah gerbang dan pagar di area halaman masjid.
Struktur bangunan ini mengingatkan akan hadirnya pintu masuk pada bangunan candi.
Untuk hiasan atau lukisan sendiri, di Indonesia pada saat itu belum banyak hiasan. Hiasan
hanya terbatas di dinding ruang mihrab, itupun tetap meneruskan tradisi seni hias
Majapahit, yaitu dengan teknik menempel adukan batunkapus di dinding batu bata seperti
di masjid tua di Cirebon, Demak, Kudus, dan juga Jepara. Dalam teknik inilah dibentuk
pula hiasan berupa tumbuh-tumbuhan debgagaya Hindu. Sedangkan menurut Wagner
Yudoseputro tahun 1990 hiasan berupa seni kaligrafi belum menjadi dominan di dinding
masjid pada saat itu. Sebaliknya hiasan tempelan porselen China lebih banyak menonjol.
Hal itu membuktikan bahwa sejatinya wilayah ini telah menjalin hubungan politik,
perdagangan, perkawinan di dalam kerajaan Islam di Indonesia. China telah memberikan
pengaruh dalam pembentukan kebudayaan Islam di Cirebon.

Kemudian dalam kasus Kesenian Kriya, pada zaman Hindu telah lahir seni kriya, yaitu
pertunjukan seni tari atau tradisi ukir topeng yang berceritakan tentang Ramayana dan
Mahabharata. Ketika Islam hadir para wali seperti Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga juga
menciptakan topeng dengan perwatakan tokoh wayang Gedog yang mengambil cerita dari
lakon Panji. Membungkus dengan tradisi lama dengan nafas baru yang Islami. Bahkan
wayang ini dijadikan alat untuk menyebarkan agama Islam.

Sebuah karya seni yang tak-kalah indahnya17 adalah sebuah seni yang mendapatkan
sentuhan tradisi Islami di Jawa yaitu berupa lukisan Kaca. Lukisan kaca ini diperkaya
dengan hiasan kaligrafi Arab sebagai ornamentik pelengkap bentuk utama yang diambil
dari Al-Qur'an yang berisikan cerita-cerita Islami serta sebagai media pengenalan dan
penyebaran agama Islam di Indonesia.

16
Transformasi Sinkretisma Indonesia dan Karya Seni Islam, hlm. 95.

17
Transformasi Sinkretisma Indonesia dan Karya Seni Islam, hlm. 96.

8
C. Pandangan Islam Terhadap Seni Lukis
Dalam Islam sendiri seni adalah sebagai suatu hal yang bisa diukur halal, haram
ataupun mubah. Di dalam Al-Qur’an sendiri Allah telah mengajak para umatNya untuk
senantiasa memandang seluruh alam semesta ini dengan serasi dan indah. Terdapat di
dalam surat Al-Qaf yang artinya “Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada
di atas mereka, bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak
mempunyai retak-retak sedikitpun.” Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah telah
menciptakan alam ray aini sebagai hiasan yang indah untuk selalu dinikmati. Manusia
memandangnya untuk dinikmati dan melukiskan keindahannya sesuai dengan subjektivitas
perasaannya masing-masing.18

Dalam seni sendiri keindahan adalah sebagai unsur penting, sehingga dalam Islam nilai
keindahan merupakan nilai yang sangat penting yang sejajar dengan nilai kebenaran dan
kebaikan. Alam yang diciptakan Allah adalah suatu keindahan seperti langit yang dihiasi
bintang-bintang adalah suatu penciptaan Tuhan yang dapat dinikmati oleh manusia sebagai
suatu keindahan. Allah Swt meyakinkan manusia tentang ajarannya dengan menyentuh
seluruh totalitas manusia, termasuk menyentuh hati mereka melalui seni yang ditampilkan
di dalam Al-Qur’an yaitu melaui kisah-kisah nyata dan simbolik yang dipadu oleh imajinasi
melalui gambar-gambar konkrit. Di dalam Islam, prinsip dari seni adalah ketauhidan,
kepatuhan dan keindahan.19

Nilai seni dalam Islam sangat mendapat penghargaan yang tinggi bahkan selalu
mendapat dukungan yang positif dari lingkungan kehidupan warga muslim. Dan tidak
benar seperti yang dikatakan oleh para Orientalis bahwa Islam sebagai agama konservatif
yang tidak mengakui seni. Islam adalah agama fitrah dan seni juga termasuk fitrah maka
sangat mustahil jika Islam tidak mengakui seni. Semua jenis dan corak seni baik seni rupa,
seni sastra maupun seni musik selalu mendapat dukungan positif dalam perkembangan
kemajuan sejarah umat Islam. Syarat terpenting untuk mendapatkan dukungan positif dari
umat, nilai seni tersebut harus menunjukkan nilai akhlak dan peradaban yang baik, santun
dan saling mencintai nilai-nilai religius yang ada dalam Islam.20

18
Raina Wildan, “SENI DALAM PERSPEKTIF ISLAM”, Islam Futura, Vol. VI, No. 2, Tahun 2007.
19
Ibid hlm 6
20
Eka Safliana, “SENI DALAM PERSPEKTIF ISLAM”, Islam Futura, Vol. VII, No.1, Tahun 2008.
9
D. Seni Lukis Kaca Cirebon
a. Sejarah Seni Lukis Kaca Cirebon
Kabupaten Cirebon terletak berada di sebelah utara Pulau Jawa yang
termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sebagai salah satu daerah
pelabuhan, berbagai kebudayaan dari luar Nusantara masuk ke tengah-tengah
kebudayaan masyarakat Cirebon yang kemudian berakulturasi dengan kebudayaan
setempat. Hal ini mempengaruhi artefak yang ada di Cirebon, salah sat karya seni
khas Kabupaten Cirebon yaitu seni lukis kaca.21

Seni lukis kaca adalah seni melukis terbalik, kaya akan gradasi warna dan
harmonisasi nuansa dekoratif serta menampilkan ornamen atau ragam hias motif
Mega Mendung dan Wadasan yang dikenal sebagai motif batik khas daerah
Cirebon. Secara historis karya seni lukis kaca memang bukan semata-mata milik
masyarakat Cirebon saja, sebab karya seni lukis kaca dapat ditemukan juga di
beberapa wilayah lainnya seperti Solo, Pasuruan, Yogyakarta, Pontianak, Kudus,
dan Muntilan yang berkembang dengan ciri khas serta keunikannya masing-masing.
Akan tetapi, karya seni lukis kaca di Cirebon jauh berkembang pesat dan lebih
populer dibandingkan dengan lukisan kaca dari tempat-tempat lainnya di
Indonesia.22

Pada abad ke-16 Masehi tahun 1568-1646, seni lukis kaca muncul sebagai
kebudayaan masyarakat di Cirebon bersamaan dengan berkembangnya agama Islam
di Pulau Jawa.23 Lukisan kaca mendapatkan pengaruh agama Islam serta
menunjukkan adanya proses Islamisasi melalui media seni lukis kaca. Pada jaman
pemerintahan Panembahan Ratu di Cirebon, seni lukis kaca digunakan sebagai
media dakwah oleh para penyebar Islam di daerah Cirebon. Hal ini tampak dari
tema-tema yang digunakan sebagai objek lukis kaca dari masa ke masa dengan
menggunakan tema-tema Islami seperti lukisan kaca yang berupa kaligrafi kutipan-
kutipan ayat suci Al-Qur’an, Hadist Nabi, gambar masjid serta lambang kerajaan
Cirebon. Adapun budaya lokal yang sudah kuat mengakar di kalangan masyarakat

21
Ube Latif Sulaeman, Skripsi: “Seni Lukis Kaca Karya Bahendi Di Desa Gegesik Wetan Kecamatan
Gegesik Kabupaten Cirebon”, (Universitas Negeri Semarang, 2017), hlm. 1
22
Reiza D. Dienaputra Dkk, “Startegi Perkembangan Seni Lukis... hlm. 20
23
Eka Nurjanah, “Sejarah dan Perkembangan Seni Lukis Kaca 1942-2015 (Studi Atas Peranan Mama Rastika
Dalam Melestarikan Seni Lukis di Gegesik Cirebon)”, (IAIN Syekh Nurjati Cirebon), hlm. 13
10
Cirebon mampu memadukan objek lukisan kaca dari budaya lokal dan budaya
Islam, misalnya perpaduan antara bentuk wayang dengan corak-corak yang
menunjukkan ciri khas dari budaya Islam.24

Lukisan kaca selain menampilkan karya seni yang indah, juga dipercaya
oleh masyarakat di Cirebon mempunyai kekuatan mistis dan digunakan untuk
kepentingan religimagis. Terbukti sekitar tahun 80-an hampir semua rumah di
daerah Cirebon memajang lukisan kaca berbentuk kaligrafi Arab atau bangunan
masjid di dalam rumah yang dipandang oleh masyarakat Cirebon sebagai simbol
keyakinan dan ketaatan terhadap agama Islam. Seperti seni lukis Cirebon dengan
objek Macan Ali yang dipercayai memiliki fungsi sebagai penolak bala (malapetaka
atau bencana).

Seni lukis kaca Cirebon mungkin terlihat seperti lukisan yang dibingkai
kemudian dilapisi dengan kaca biasa, akan tetapi lukisan kaca Cirebon memiliki
keunikan tersendiri dalam pembuatan lukisan kaca. Keunikan ini karena teknik
pembuatan lukisan kaca Cirebon dengan menggunakan teknik melukis terbalik yaitu
melukis objek dari belakang kaca namun dapat dinikmati hasilnya dari depan.

b. Perkembangan Seni Lukis Kaca Cirebon


Sebagai sebuah produk budaya, seni lukis kaca juga mengalami perkembangan
baik itu dari segi tema, fungsi, serta teknik pembuatannya. Ada beberapa fase
perkembabgan seni lukis kaca Cirebon, diantaranya adalah:

1) Fase Pertama
Lukisan kaca di Cirebon diperkirakan tumbuh dan berkembang pasca
pemerintahan Panembahan Ratu pada abad ke-16 Masehi tahun 1568-1646. Pada
fase awal cirri khas lukisan kaca bisa dilihat dari warna-warna yang digunakan
untuk membuat “sunggingan” atau warna-warna yang dibuat dari bahan-bahan
alam. Seni lukis Cirebon pada fase ini menggunakan objek kaligrafi Islam, Buroq,
wayang, Kereta Singa Barong, serta gambar-gambar masjid. Penggunaan warna
masih sama dengan pewarna batik yang dicampurkan dengan air, hal ini warna tidak

24
Reiza D. Dienaputra Dkk, “Startegi Perkembangan Seni Lukis... hlm. 20
11
bisa bertahan lama. Membuat kontur (garis yang menentukan bentuk atau tepi)
menggunakan kuas.25
Pada abad ke-20 Masehi, seni lukis kaca mulai mengalami perkembangan,
terlihat dari penggunaan bahan pewarna yang tadinya menggunakan bahan-bahan
dari alam menjadi cat sintetis yang sangat membantu pelukis kaca dalam
memadukan warna agar semakin indah dan beragam.26 Penggunaan kontur (garis
yang menentukan bentuk atau tepi) dengan pena, dan lukisan wayang mulai
membentuk adegan.
Kemudian di tahun 1965 lukisan kaca banyak mengalami perubahan baik itu
dari segi tema maupun teknik pembuatan. Tema yang digunakan seperti wayang
misalnya Pandawa Lima, tokoh wayang naik kereta, Bima Suci dan lainnya.
Sedangkan yang bertemakan kaligrafi Islam antara lain kaligrafi, semar, Togong,
Batara Guru, Ikan, Macan Ali, Gedung Jinem, Insan Kamil, dan kaligrafi petarekan.
Sedangkan dalam teknik pembuatan masih menggunakan teknik sederhana
sehingga memerlukan waktu yang cukup lama. Teknik penggandaannya dilakukan
di atas kaca yang sudah ada lukisannya. Awalnya gambarnya dicoppy secara kasar
menggunakan spidol setelah selesai semua kaca dibalik dan digambar kembali
secara rapi menggunakan pena dan tinta bak. Dan menggunakan teknik bolak-balik
yaitu teknik yang dilakukan dengan membolak-balikkan kaca. Adapun para seniman
seni lukis kaca pada fase pertama yaitu:
a. Sugiri (Klangen)
b. Hasan Basari (Gunung Sari)
c. Elang Yusup (Kraton Kacirebonan)
d. Elang Umbara (Kraton Kesepuhan)
e. Elang Ahid (Kraton Kespuhan)
f. Winta ( Klayan)
g. Marsita ( Gebang )
h. Tawilan ( Bedulan )
i. Talam (Gunung sari )27

25
Yustina Intan Wulandari, “Analisis Estetis Lukisan Kaca Cirebon Tema Semar dan Macan Ali”, Jurnal:
Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa, No. 1, hlm. 5
26
Eka Nurjanah, “Sejarah dan Perkembangan Seni Lukis Kaca... hlm. 8
27
Eka Nurjanah, “Sejarah dan Perkembangan Seni Lukis Kaca... hlm. 9-10
12
2) Fase kedua

Pada tahun 1970 para pelukis mulai menggunakan rapido (pensil/pena untuk
untuk ketebalan gambar), pada masa ini juga ada beberapa seniman yang sudah
menggunakan cat minyak, tetapi dalam pembuatan konturnya (garis bentuk)
kebanyakan masih menggunakan bulu kucing atau bulu kambing.
Peralihan jenis cat ke rapido sangat mempengaruhi efek tampilan,
penggunaan rapido sangat membantu khususnya kerapian tekstur dan pemuatan
isen-isen (detail). Penggunaan rapido sangat efisien dan praktis menjadikan
waktu pembuatan menjadi lebih cepat sehingga dalam fase ini pembuatan
lukisan kaca mulai meningkat. Pada masa ini motif wadasan dan mega mendung
sudah optimal digunakan, bahkan dijadikan identitas motif Kota Cirebon yang
sangat popular sementara untuk latarnya masih menggunakan latar polos.28
Di tahun 1977 adanya pameran seni lukis kaca yang diadakan di ITB
(Institut Teknologi bandung) pameran ini menampilkan karya-karya tradisional.
Pada fase ini munculnya seniman yang bernama Mama Rastika yaitu
seorang seniman yang memberikan suasana baru dalam lukisan kaca Cirebon.
Dalam penyusunan sungging (warna), pembuatan wanda (ekspresi wayang) dan
graduasi maupun konfigurasi warna sudah digunakan dengan sangat baik.
Adapun seniman-seniman lainnya yang muncul pada fase kedua ini adalah:
1. Sugro
2. Sumbar Pranoto Sunu (Drajat)
3. Rastika (Gegesik)
4. Eryudi (Trusmi )
5. Kasnan ( Trusmi )
6. Sairi ( Trusmi )
7. Satina ( Trusmi )
8. Sumiati (Trusmi )
9. Nono Suwara (Tangkil)
10. Andi Rahman

3) Fase Ketiga

28
Eka Nurjanah, “Sejarah dan Perkembangan Seni Lukis Kaca... hlm. 10
13
Dalam fase ini lukisan kaca berada pada tahap perkembangan yang
signifikan dengan adanya motivasi-motivasi yang dilakukan oleh seniman-
seniman terdahulu kepada generasi-generasi muda untuk lebih terlibat secara
aktif pada jenis kesenian ini. Dalam tahap ini salah seorang diantaranya adalah
Toto Sunu. Dia mencoba memasukan unsur-unsur gerak, ornamen, sunggingan
(warna), isen (detail), dan tekstur pada latar lukisan kaca yang lazim dilakukan
sebelumnya.
Lukisan kaca yang dibuat oleh seniman Toto Sunu lebih praktis dan
dinamis, karena sedikit demi sedikit dia mencoba menghilangkan kaidah-kaidah
formal. Selain itu tidak hanya wayang fleksibilitas adegan dalam suatu lakon,
sabetan wayang dan gamelan bisa sebagai pendukung yang ditampilkan dalam
setiap karyanya. Warna-warnanya tampak lebih hidup dengan tampilan mantra
(doa-doa atau ayat-ayat Alquran) dan personifikasi pada masing-masing
fragmen yang dibuat untuk sosok wayang yang banyak dijadikan sebagai
sasaran dalam kreasinya. Walaupun tokoh wayang yang dimunculkan bukan
wayang Cirebon, tetapi ornamen dan teknik sunggingan tetap menggunakan
atau bernuansa khas Cirebon.
Toto Sunu disebut juga seniman kontroversial karena pada setiap
lukisannya, terdapat corak baru yaitu mega mendung dan wadasan yang tidak
lazim seperti seniman lukisan lainnya. Selain itu untuk penampilan ruang atau
perpektif pada latar dari objek pada lukisannya, untuk membuat beackground
nya menggunakan pilok dan lem sebagai bahan penampakan tekstur hingga
kelihatan seperti perpaduan antara stalaktit dan stalagmit dalam sebuah gua.
Selain Toto Sunu dalam fase ketiga, ada Mama Rastika murid Randen
Sugro dan Rochul Muchlas Bakri yang pernah menghadirkan fenomena yang
cukup menghebohkan karena memiliki kemampuan yang sangat kompleks dan
bervariasi untuk menampilkan warna yang sejuk hingga terkesan tidak
berlebihan.
Adapun seniman seniman lukisan kaca fase perkembangan
1. Bahendi (Gegesik )
2. Pendi ( Gegesik )
3. Arles ( Gegesik )

14
4. Bahenda (Plumbon)
5. Rapan S. Hasyim (Cirebon)

4) Fase Keempat (masa sekarang)


Pada fase ini lukisan kaca tidak mengalami banyak perubahan. Perpaduan
banyaknya gaya dari para seniman sebelumnya cukup mendominasi. Pada fase
ini pemakaian alat modern seperti airbrush, cat phyloc, atau penggunaan
sprayer mulai dilakukan oleh para seniman dalam karya agar lebih ekspresif
secara visual. Tetapi tidak meninggalkan teknik sebelumnya. Seniman-seniman
pada fase sekarang lebih imajinatif dan beragam dalam warna-warna yang
ditampilkan, walaupun belum dikatakan “ngejreng” (bright). Kemudian
eksplorasi tema tidak hanya mengenai Cirebon atau tema Islami saja, seperti
Dewi KwanIn, Naga, Perjamuan Terakhir, pemandangan, figur, dan lain
sebagainya.29
Selain tema dan fungsi lukisan kaca juga mengalami perkembangan
dalam hal teknik pembuatannya, teknik dengan menggunakan kuas yang
digunakan pada fase sebelumnya sekarang telah diperkaya dengan beberapa
teknik yang lebih modern seperti sablon dan teknik Airbrush yang semakin
mudah dalam pembuatan lukisan kaca. Namun perbedaan teknik yang
digunakan juga menimbulkan perubahan terhadap harga jual lukisan kaca,
teknik tradisional denan penggunaan kuas tetap menjadi primadona dikalangan
masyarakat dengan harga jual yang tinggi dibandingkan dengan teknik yang
lainnya.

c. Koleksi Seni Lukis Kaca Cirebon


1. Seni Lukis Kaca Cirebon Macan Ali
Lukis kaca Macan Ali merupakan salah satu tema khas yang sudah
lama dikenal oleh masyarakat Cirebon. Lukisan kaca ini pada awalnya

29
Yustina Intan Wulandari, “Analisis Estetis Lukisan Kaca... hlm. 5
15
dikenal sebagai harimau mistis yang dimiliki oleh kerajaan Padjajaran pada
masa Hindu yang kemudian diadaptasi oleh Kesultanan Cirebon yang
beragama Islam dengan mempadukan tema Islami kedalam lukisan.30

Gambar 1. Seni Lukis Kaca Cirebon Srabad Macan Ali


(Sumber: https://2.bp.blogspot.com.)
Bentuk Macan Ali ini yang kemudian mengikuti aturan Islam pada
saat itu dengan mengubah bentuk makhluk hidup hewan dengan susunan
kaligrafi Arab. Tubuh Macan Ali dibentuk dengan kaligrafi Arab yang
berbunyi “Laa ilaaha illallah”. Visual dari lukisan kaca Macan Ali muncul
di berbagai seni tradisional Cirebon, seperti batik, panji, patung pada taman
keraton dan lukisan kaca ini dipercaya oleh masyarakat Cirebon sebagai
penolak bala (malapetaka atau bencana) dan biasanya lukisan Macan Ali
dipasangkan di dalam rumah untuk menghindari pengaruh jahat yang akan
masuk kedalam rumah.31

2. Seni Lukis Kaca Semar


Tokoh Semar dipercaya sebagai Sang Hyang Ismaya yang turun
ampah menjadi manusia. Dalam tokoh pewayangan Semar adalah tokoh
yang selalu mendampingi dan orang yang didampingi oleh Semar niscaya
tujuannya akan terpenuhi.

Gambar 2. Seni Lukis Kaca Cirebon Semar


(Sumber: Dokumentasi Arif Yunanto, Januari 2019)

30
Arif Yunanto, Tesis: “Aksiologi Lukisan Kaca Srabad Cirebon Relevansinya Terhadap Pendidikan
Karakter”, Universitas Negeri Yogyakarta, 2019, hlm. 79
31
Yustina Intan Wulandari, “Analisis Estetis Lukisan Kaca... hlm. 6
16
Dalam lukisan kaca Semar ini memadukan dua budaya yaitu budaya
lokal (pewayangan) dengan budaya Islam (kaligrafi). Wayang yang
dipergunakan oleh Walisanga dalam menyiarkan ajaran agama Islam, tema
semar mengangkat tema moralitas yang dibawa melalui bentuk wayang serta
bentuk semar yang bagaikan kantong mampu membawakan banyak
komponen kaligrafi. Hal ini menunjukkan sebagai salah satu bentuk
pemujaan dan mendorong manusia untuk mengikuti moral etika serta ajaran-
Nya. Makna yang tampak pada lukisan kaca Semar secara garis besar
merupakan kalimat Syahadat, asmaul husna, dan do’a.32

3. Seni Lukis Kaca Cirebon Buroq


Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Hudzaifah bin Al
Yaman mengatakan, Buraq berasal dari kata /barqu yang memiliki arti kilat.
Namun, penggantian istilah dari barqu yang berarti kilat menjadi buraq
tersebut jelas mengandung pengertian yang berbeda. Jika barqu itu adalah
kilat, maka Buraq dapat diasumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang
kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan
cahaya.
Lukisan kaca tersebut berupa kuda sembrani (bersayap) dengan
wajah putri berwajah putih bercahaya. Mega Mendung adalah mega yang
redup melambangkan manusia mengalami kesusahan dan mega mendung
juga sebagai lambang bahwa para mengalami kesusahan, dan mega
mendung juga sebagai lambang bahwa leluhur akan terus menaungi dan
menjaga. Adanya ayat kaligrafi arab sebagai simbol ketuhanan menandakan
asal dan tujuan hanya Tuhan.

32
Arif Yunanto, Tesis: “Aksiologi Lukisan Kaca... hlm. 83
17
Gambar 3. Seni Lukis Kaca Cirebon Buraq
(Sumber: Dokumentasi Arif Yunanto, Januari 2019)
Figur lukisan kaca Buroq menunjukan karakter Keteguhan, beretika
dan bermoral. Seni lukis kaca Cirebon Buroq memberikan contoh karakter
untuk memiliki kemampuan yang kuat untuk perbuatan ikhlas dan tulus
tidak merasa merasa rugi pada saat melakukan perbuatan baik yang diyakini
sesuai perintah agama.

18
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Seni lukis merupakan salah satu karya seni dua dimensi. Sebuah karya seni yang tak-
kalah indahnya adalah sebuah seni yang mendapatkan sentuhan tradisi Islami di Jawa yaitu
berupa lukisan Kaca. Lukisan kaca ini diperkaya dengan hiasan kaligrafi Arab sebagai
ornamentik pelengkap bentuk utama yang diambil dari Al-Qur'an yang berisikan cerita-
cerita Islami serta sebagai media pengenalan dan penyebaran agama Islam di Indonesia.

Seni lukis kaca Cirebon muncul pada abad ke-16 Masehi tahun 1568-1646 sebagai
kebudayaan masyarakat di Cirebon bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di
Pulau Jawa. Lukisan kaca menampilkan ornamen atau ragam hias motif Mega Mendung
dan Wadasan yang dikenal sebagai motif batik khas daerah Cirebon. Selain menampilkan
karya seni yang indah, juga dipercaya oleh masyarakat di Cirebon mempunyai kekuatan
mistis dan digunakan untuk kepentingan religimagis. Seperti seni lukis Cirebon dengan
objek Macan Ali yang dipercayai memiliki fungsi sebagai penolak bala (malapetaka atau
bencana). Seni lukis kaca juga mengalami perkembangan baik itu dari segi tema, fungsi,
serta teknik pembuatannya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Dienaputra, Reiza D. Dkk. Startegi Perkembangan Seni Lukis Di Kecamatan Gegesik
Kabupaten Cirebon Sebagai Atraksi Wisata. Jurnal: Dharmakarya, Vol. 10 No. 1,
Maret 2021.
Nurjanah, Eka. Sejarah dan Perkembangan Seni Lukis Kaca 1942-2015 (Studi Atas
Peranan Mama Rastika Dalam Melestarikan Seni Lukis di Gegesik Cirebon). IAIN
Syekh Nurjati Cirebon.
R, Weni Dkk. 2009. Mengenal Seni Lukis. Jakarta: PT Mediantara Semesta.
Sofyan Salam, Sukarman, Hasnawati, Muh. Muhaimin. 2020. Pengetahuan Dasar Seni
Rupa. Makassar: Badan Penerbit UNM.
Sucitra, Arya. Transformasi Sinkretisma Indonesia dan Karya Seni Islam. Journal of
Urban Society Arts, Volume 2, No.2 Oktober 2015.
Sulaeman, Ube Latif. 2017. Skripsi: “Seni Lukis Kaca Karya Bahendi Di Desa Gegesik
Wetan Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon”. Universitas Negeri Semarang.
W. Setya R. 2019. Aliran Seni Lukis Indonesia. Jawa Tengah: ALPRIN.
Yudoseputro, Wiyono. 2022. Pengantar Seni Rupa Islam Di Indonesia. Bandung:
ANGKASA.
Yunanto, Arif. Tesis: “Aksiologi Lukisan Kaca Srabad Cirebon Relevansinya Terhadap
Pendidikan Karakter”. Universitas Negeri Yogyakarta (2019).
Wildan, R. “SENI DALAM PERSPEKTIF ISLAM”, Islam Futura, Vol. VI, No. 2, Tahun
2007.
Safliana, E. “SENI DALAM PERSPEKTIF ISLAM”, Islam Futura, Vol. VII, No.1, Tahun
2008

20

Anda mungkin juga menyukai