MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Islam
Oleh :
Christopher Gunawan
2006212
KELAS A
2021
KATA PENGANTAR
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas dari Bapak Dr. Taswadi, M.Sn. pada mata kuliah Sejarah Seni Rupa
Islam. Selain itu, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan dan mencari tahu tentang Perkembangan Sejarah Seni Rupa Islam pada
Periode Nabi Muhammad SAW bagi para pembaca dan juga saya sebagai penulis.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Taswadi, M.Sn.
selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Seni Rupa Islam yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan
seputar Perkembangan Seni Rupa Islam. Selain itu, saya juga berterimakasih
kepada semua pihak yang sudah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki makalah ini untuk kedepannya.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB 1 : PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1.....................................................................................................................Latar
Belakang..................................................................................................... 1
1.2.....................................................................................................................Rum
usan Masalah.............................................................................................. 2
1.3.....................................................................................................................Tujua
n.................................................................................................................. 2
1.4.....................................................................................................................Manf
aat................................................................................................................ 2
BAB 2 : PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.2. Latar Belakang Lahirnya Karya Seni Rupa pada Masa Nabi Muhammad
SAW................................................................................................................. 4
BAB 3 : PENUTUP......................................................................................... 37
3.1. Kesimpulan................................................................................................ 37
3.2. Saran.......................................................................................................... 37
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Agama Islam merupakan sebuah agama yang hadir atau lanjutan dari agama-
agama yang sudah ada sebelumnya. Agama Islam disebarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Agama Islam sendiri merupakan agama penyempurna dari
ajaran-ajaran agama sebelumnya. Islam menyebar dari daerah Timur Tengah
hingga ke Eropa bagian Barat.
Seni rupa merupakan salah satu wujud dari produk kebudayaan yang lahir.
Seni rupa pada periode Islam mulai hadir pada masa awal hingga akhir keemasan
Islam. Penyebarannya meliputi daerah Jazirah Arab, Afrika Utara, Timur Tengah
dan Eropa. Namun, penyebaran kesenian Islam tidak hanya bertahan saat itu saja,
kesenian Islam terus menyebar dan berkembang hingga saat ini.
Seni rupa periode Islam tentunya memiliki aturan tertentu yang sesuai dengan
Al-Qur’an. Seperti tidak diperbolehkannya menggambar objek makhluk hidup
seperti manusia dan hewan. Seni rupa Islam cenderung menghadirkan prinsip
keindahan dengan menggunakan motif-motif hias yang berasal dari tumbuhan
seperti bunga dan penggunaan bidang-bidang geometri yang sering dipakai untuk
ornament karya seni Islam.
Ciri khas seni rupa periode Islam seperti yang disebutkan diatas biasanya
diterapkan pada sebuah bangunan-bangunan arsitektur yang meliputi bagian
eksterior dan interiornya. Selain pada bangunan, ciri khas lainnya dapat dijumpai
pada seni tulisan yang disebut dengan kaligrafi yang biasanya juga menggunakan
1
seni hias. Selain ketiga karya seni tadi, karya seni lainnya adalah seni miniatur,
makam, dan uang logam.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan ajar baik bagi
penulis maupun pembaca. Selain itu, manfaat lainnya adalah untuk menambah
wawasan seputar sejarah perkembangan seni rupa Islam.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas oleh
Allah, supaya bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lengan baju
untuk member peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia, sebagai
tugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan Islam.kemudian kedua wahyu itu
diikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu disampaikan dan diajarkan
oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan teman sejawatnya dengan
sembunyi-sembunyi.Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi
menyediakan rumah Al-Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-
sahabat dan pengikut-pengikutnya. di tempat itulah pendiikan Islam pertama
dalam sejarah pendidian Islam. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau
pokok-pokok agama Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-
wahyu (ayat-ayat) Alquran kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu
dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal
yang berhubungan dengan agama Islam.
3
Pada Fase Makkah kebijakan dakwa Rasulullah adalah dengan
menonjolkan kepemimpinan dengan menonjolkan aspek-aspek keteladanannya.
Dakwah yang dilakukan oleh Nabi pada Fase ini terbagi menjadi dua yaitu secara
sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan.Pada Fase Madinah ada beberapa
bidang yang dikembangkan sebagai wujud dari upaya Nabi untuk membentuk
Negara Islam diantaranya yaitu pembentukan sistem sosial kemasyarakatan,
militer, politik, dakwah, ekonomi, dan sumber pendapatan Negara. Pada fase ini
Islam menjadi agama yang sangat berkembang dengan visi dan misi yang satu
yaitu menjadi negara Islamiah dengan pedoman Al-qur’an dan Sunnah Nabi. Dan
Nabilah yang memperkenalkan pertama kali konsep Negara Demokrasi yang
sekarang banyak di anut oleh negara-negara modern Islam maupun non Islam.
Ada juga pembangunan Masjid Masjid Quba Ketika Rasulullah dan pura
sahabat hijrah menuju Madinah, orang-orang Anshar yang tak lain adalah kaum
Aus dan Khazraj menanti dengan kedatangan Rasulullah SAW. Tatkala
Rasulullah SAW tiba, mereka keluar rumah dan menyambutnya dengan pemah
suka cita. Rasulullah SAW berhenti di Quha' selama lima hari.
2.2. Latar Belakang Lahirnya Karya Seni Rupa pada Masa Nabi
Muhammad SAW
Seni rupa Islam merupakan salah satu produk kebudayaan Islam. Seni
rupa Islam hadir pada masa Zaman Awal hingga Akhir masa keemasan Islam.
Beberapa karya seni rupa islam muncul dengan sesuatu hal yang
melatarbelakanginya. Seni rupa menjadi sebuah keperluan dalam kehidupan
manusia karena seni merupakan fitrah ata tabii jadi manusia. Karya seni rupa
4
seperti seni Arsitektur Islam menjadi sebuah kebutuhan umat manusia. Salah
satunya yaitu untuk beribadah. Seni Islam juga mengharapkan menjadikan
manusia untuk selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan dan ciptakan untuk
mereka. Karenanya, dalam islam seni memiliki beberapa prinsip yang sesuai
dengan aturan Al-Qur’an.
Seni rupa periode Islam tentunya memiliki aturan tertentu yang sesuai dengan
Al-Qur’an. Seperti tidak diperbolehkannya menggambar objek makhluk hidup
seperti manusia dan hewan. Seni rupa Islam cenderung menghadirkan prinsip
keindahan dengan menggunakan motif-motif hias yang berasal dari tumbuhan
seperti bunga dan penggunaan bidang-bidang geometri yang sering dipakai untuk
ornament karya seni Islam.
Ciri khas seni rupa periode Islam seperti yang disebutkan diatas biasanya
diterapkan pada sebuah bangunan-bangunan arsitektur yang meliputi bagian
eksterior dan interiornya. Selain pada bangunan, ciri khas lainnya dapat dijumpai
pada seni tulisan yang disebut dengan kaligrafi yang biasanya juga menggunakan
seni hias. Selain ketiga karya seni tadi, karya seni lainnya adalah seni miniatur,
makam, dan uang logam.
1) Seni Arsitektur
Seni arsitektur merupakan sebuah karya seni yang berwujud bangunan dan
berupa tata ruang yang memiliki fungsi untuk ditinggali ataupun sebagai fasilitas
umum. Kemunculan sebuah arsitektur akan mempengaruhi muncul dan
tenggelamnya sebuah peradaban.
Kemunculan seni arsitektur islam berawal dari abad ke-7 sampai ke-15
yang meliputi sebuah perkembangan struktur, seni dekorasi, ragam hias dan
tipologi bangunan. Arsitektur termasuk di dalam seni ruang dalam esensi seni
menurut Islam, hal ini dikarenakan arsitektur merupakan seni visual yang
mendukung kemajuan peradaban Islam (Al Faruqi, 1999: 158).
a. Masjid
5
Pada jaman nabi Muhammad SAW masjid yang pertama kali dibangun
adalah Masjid Quba, masjid ini awalnya merupakan pelataran yang kemudian
dipagari dengan dinding tembok yang cukup tinggi. Pada saat itu bangunannya
masih amat sederhana, tiang-tiangnya terbuat dari batang-batang pohon kormadan
atapnya terbuat dari pelepah daun korma yang dicampur atau diplester dengan
tanah liat, mimbarnya juga terbuat dari potongan batangbatang pohon korma yang
ditidurkan dan ditumpuk tindih-menindih.
Selain itu, di Madinah juga di bangun Masjid Nabawi dengan pola yang
sama dengan Masjid Quba, yaitu berbentuk segi empat panjang berpagar tembok
tinggi. Pola awal ini memang cenderung mengarah pada bentuk yang fungsional
sesuai kebutuhan yang diajarkan Nabi, yaitu masjid sebagai saran kegiatan ibadah
maupun muamalah. Masjid Nabawi yang awalnya berbentuk sederhana ini
nantinya diperluas dan dibangun kembali dengan megah oleh kholifah Al Walid
pada tahun 706 M.
6
Rasulullah Saw, meletakkan batu pertama tepat di kiblatnya dan ikut
menyusun batu-batu selanjutnya hingga bisa menjadi pondasi dan dinding masjid.
Rasullullah Saw dibantu para sahabat dan kaum Muslim yang lain. Ammar
menjadi pengikut Rasulullah yang paling rajin dalam membangun masjid ini.
Tanpa kenal lelah, ia membawa batubatu yang ukurannya sangat besar, hingga
orang lain tak sanggup mengangkatnya. Ammar mengikatkan batu itu ke perutnya
sendiri dan membawanya untuk dijadikan bahan bangunan penyusun masjid ini.
7
lantai masjid adalah tanah yang berbatu, atapnya pelepah kurma, dan terdapat tiga
pintu, sementara sekarang sangat besar dan megah.
Di sisi kiblat terdapat area salat yang disebut zulla atau haram, sementara
di dinding sisi Selatan terdapat ruang yang dinamakan shuffah, dan di dinding sisi
barat terdapat bilik-bilik hunian istri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
yang menjadikan perluasan Masjid Nabawi pada masa awal dilakukan ke arah sisi
timur karena tidak dimungkinkan memperluas masjid ke arah barat yang
merupakan tempat bagi bilik hunian keluarga Rasulullah.
8
Rekonstruksi denah Masjid Nabawi pada masa awal dengan kiblat mengarah
ke Baitul Maqdis di Jerusalem. Sumber: Achmad Fanani, 2009. Diakses
tanggal 25 September 2021 di
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/12399/Arsitektur
%20Masjid%20169-190.pdf
Pada masa ini, merujuk kepada Fanani (2009: 161), Masjid Nabawi
memiliki pintu masuk di dinding timur, selatan, dan barat. Ketika terjadi
perpindahan arah kiblat, pintu di selatan ditutup untuk dijadikan dinding kiblat
dan dibuatkan pintu baru di dinding utara yang sebelumnya merupakan dinding
kiblat ke arah Baitul Maqdis di Jerusalem. Fanani (2009: 162) menambahkan,
pintu di dinding barat dan selatan diperuntukkan untuk umum, sedangkan pintu di
dinding timur yang diberi nama Pintu Jibril karena pernah dimasuki oleh Malaikat
Jibril Alaihissallam dalam wujud manusia untuk menemui Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam di dalam masjid, merupakan pintu yang hanya diperuntukkan
bagi beliau Shallallahu Alaihi Wasallam untuk memasuki masjid.
Pada masa awal, bentukan tata ruang Masjid Nabawi didominasi area
terbuka tanpa atap. Hanya terdapat dua ruang beratap, yakni haram di sisi dinding
kiblat dan shuffah di sisi dinding yang berseberangan dengan arah kiblat. Fanani
(2009: 148) menggambarkan, area salat yang disebut haram merupakan ruang
selebar dua baris kolom dari batang kurma beratapkan anyaman daun kurma
sederhana tanpa olahan kedap air, sehingga ketika hujan menyebabkan area salat
tergenang air dan berlumpur.
9
(2009: 148) tidak terdapat informasi yang menyatakan terjadinya perubahan
tampilan area salat maupun peningkatan kualitas ruang salat. Selain area salat,
ruang beratap di Masjid Nabawi pada masa awal adalah shuffah yang merupakan
ruang selebar satu baris kolom dengan spesifikasi kolom dan penutup atap yang
sama dengan area salat.
10
Pasca perluasan yang pertama, sebagaimana digambarkan oleh Fanani
(2009: 160, 165), Masjid Nabawi memiliki panjang 45 meter untuk setiap sisi
dinding dengan rincian ruang salat menjadi seluas 3 baris kolom beratap, ruang
shuffah memenuhi sisi dinding yang berseberangan dengan arah kiblat dan
kemungkinan mengalami perluasan menjadi 2 baris kolom beratap. Fanani (2009:
160) menafsirkan denah pasca perluasan pertama Masjid Nabawi yang masih
mempertahankan bentuk bujur sangkar dikarenakan kesadaran Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam terhadap Ka’bah di Mekah yang dipersepsikan
secara psikologis oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai cetak biru
untuk membangun dan memperluas Masjid Nabawi.
11
Fanani (2009: 173) menyatakan, persetujuan Umar bin KhaTtab terhadap
pembangunan Masjid Kufah dan Masjid Fustat yang meniru model awal Masjid
Nabawi dilatarbelakangi komitmen mempertahankan kesederhanaan yang
dicontohkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam mendirikan masjid.
Menurut Fanani (2009: 173), perubahan bentuk denah Masjid Nabawi didasari
pemahaman Umar bin Khattab terhadap konteks pendirian Masjid Nabawi oleh
Rasululllah Shallallahu Alaihi Wasallam yang pada beberapa hal dilatarbelakangi
kepraktisan semata, karenanya untuk hal tersebut diperbolehkan mengalami
perubahan, di antaranya ialah aspek bentuk denah.
12
semangat di balik pendirian Masjid Nabawi yang menjadikannya tidak serta merta
mempertahankan seluruh aspek model awal Masjid Nabawi. Mengenai asal usul
model awal Masjid Nabawi ditelusuri oleh Fanani (2009: 70-71) dengan merujuk
kepada Stierlin yang menyatakan bahwasanya model tata ruang demikian dengan
denah berbentuk bujur.
Fungsi Masjid
1. Tempat ibadah umat Islam, seperti shalat, dzikir, dan sebagainya. Masjid pada
masa Rasulullah Saw, berfungsi untuk melaksanakan shalat fardhu lima
waktu, shalat Jumat, berdzikir, dan macam-macam ibadah yang lain. Pada
masa Rasulullah, masjid benar-benar menjadi sentra umat Islam untuk
beribadah.
2. Tempat menuntut ilmu umat Islam, yaitu ilmu agama dan ilmu umum. Masjid
pada masa Rasulullah Saw, menjadi sentra kajian agama dan ilmu-ilmu umum
umat Islam. Masjid menjadi tempat umat Islam dalam mendiskusikan ilmu
agama dan ilmu umum. Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus (2013: 49)
memasukkan masjid sebagai salah-satu di antara fasilitas belajar-mengajar
pada masa Rasulullah Saw. Sebagai tempat menuntut ilmu, Rasulullah Saw
memang benar-benar mengoptimalkan fungsi masjid. Di dalam masjid ini,
Rasulullah mengajar dan memberi khutbah dalam bentuk halaqah, dimana
para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan
13
tanya-jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari (Muhammad
al Shadiq Argun, tth.: 33). Sistem pendidikan yang diterapkan adalah
sebagaimana yang diterapkan oleh Rasulullah, yaitu berupa halaqah-halaqah.
Sistem ini selain menyentuh dimensi intelektual para sahabat juga menyentuh
dimensi emosional dan spiritual mereka. Di sebelah selatan masjid terdapat
satu ruangan yang disebut al suffah, yakni tempat tinggal para sahabat miskin
yang tidak memiliki rumah. Mereka yang tinggal di al suffah ini disebut ahl al
suffah. Mereka adalah para penuntut ilmu. Di tempat inilah dilangsungkan
proses pendidikan kepada mereka dan para sahabat lain. Dengan demikian,
George Makdisi (1990: 4) menyebut masjid juga sebagai lembaga pendidikan
Islam.
3. Tempat memberi fatwa. Pada masa Rasulullah Saw., masjid menjadi tempat
mengeluarkan fatwa pada kaum muslimin, utamanya untuk memecahkan
problematika keumatan saat itu. Problematika yang dimaksud, tidak hanya
menyangkut persoalan agama tapi juga persoalan keduniawian.
4. Tempat mengadili perkara. Bila terjadi perselisihan, pertengkaran, dan
permusuhan di antara umat Islam, maka mereka harus didamaikan, diadili dan
diberi keputusan hukum dengan adil oleh Rasulullah Saw, yang
pelaksanaannya dilakukan di masjid. Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh
Rasulullah Saw, agar umat Islam mendapatkan kedamaian jiwa dan
menemukan kenyamanan.
5. Tempat menyambut tamu, rombongan, atau utusan. Menurut sejarah,
Rasulullah Saw. pernah menyambut utusan dari Nashrani Najran di dalam
masjid. Rombongan tersebut berjumlah enam puluh orang, diantaranya adalah
empat belas orang yang menjadi pembesar mereka. Rombongan tersebut
memasuki masjid selesai shalat ashar. Mereka menginap di Madinah beberapa
hari untuk berdialog dengan Rasulullah Saw, tentang Isa as.
6. Tempat melangsungkan pernikahan. Aisyah ra. Berkata bahwa Rasulullah
Saw. bersabda, “Beritakanlah pernikahan ini dan selenggarakanlah ia di dalam
masjid, lalu pukullah rebana-rebana” (HR Turmudzi). Dengan demikian,
berdasarkan hadits ini, masjid pada masa Rasulullah Saw, menjadi tempat
yang paling suci untuk mengucap janji pernikahan (baca: akad nikah).
14
Difungsikannya masjid sebagai tempat melangsungkan pernikahan ditujukan
agar pihak keluarga yang melangsungkan acara pernikahan kala itu dapat
menampung banyaknya tamu yang hadir. Selain itu, pasangan pengantin yang
melangsungkan akad nikah di masjid diharapkan lebih dapat menjaga ikatan
tali pernikahan mereka. Demikian pula para saksi, dapat memelihara
persaksian atas pernikahan tersebut.
7. Tempat layanan sosial. Dari Utsman bin Yaman, ia berkata, “Ketika para
Muhajirin membanjiri kota Madinah, tanpa memiliki rumah dan tempat
tinggal, Rasulullah Saw menempatkan mereka di masjid dan beliau namai
ashabush-shuffah. Beliau juga duduk bersama mereka dengan sikap yang
sangat ramah” (HR Baihaqi).
8. Tempat latihan perang. Pada masa Rasulullah Saw, masjid berfungsi sebagai
tempat latihan perang, baik untuk pembinaan fisik maupun mental. Aisyah ra.
Berkata, “Aku melihat nabi Saw, menghalangi pandanganku dengan
sorbannya, padahal aku sedang memperhatikan orang-orang Habsyi sedang
bermain-main di masjid, sehingga aku keluar (hendak melihat mereka
kembali), memperkirakan merekamasih bermain” (HR Bukhari). Ibnu Hajar
al-Asqalani dalam Fathul Bari mengomentari hadits ini, bahwa yang dimaksud
“bermain-main” dalam hadits ini, bukan semata-mata “bermain”, melainkan
latihan perang, atau permainan yang didalamnya melatih keberanian
bertempur atau menghadapi musuh. Sementara Ibn Mahlab dalam Fathul Bari
berkata, “masjid merupakan tempat untuk memberi rasa aman kepada kaum
muslimin. Perbuatan apapun yang membuahkan kemanfaatan bagi agama dan
bagi keluarganya boleh dilakukan di masjid.
9. Tempat layanan medis atau kesehatan. Rasulullah Saw menjadikan masjid
sebagai tempat untuk mengobati orang sakit, khususnya pada masa perang.
Aisyah ra. Berkata, “Pada hari terjadinya perang Khandaq, Sa‘ad ibn Muadz
mengalami lukaluka karena dipanah oleh seorang kafir Quraisy. Kata
Khabban bin Araqah, orang tersebut memanah Sa‘ad pada bagian lehernya.
Maka, nabi Saw, membuatkan tenda di masjid, agar beliau bisa beristirahat,
karena jarak yang dekat.”
2) Makam
15
Makam menurut Islam adalah tempat tinggal, kediaman, bersemayam
yang merupakan tempat persinggahan terakhir manusia yang sudah meninggal
dunia dan kuburan adalah tanah tempat menguburkan mayat. Dalam
perkembangannya, pada masa Nabi Muhammad SAW terdapat beberapa makam
diantaranya adalah Al-Baqi’ dan Jannatul Mu’alla.
a. Al-Baqi’
Al-Baqi’ adalah kompleks pemakaman pertama umat Islam di dunia, yang
terletak di Madinah. Kompleks pemakaman ini dibangun pada tahun 622 Masehi,
yang mana juga menjadi peristirahatan terakhir para sahabat Nabi Muhammad,
menjadikannya satu dari dua makam paling suci umat Islam.
Pemakaman ini pada awalnya masih berupa tanah yang ditumbuhi
tanaman Lycium Shawii (sejenis tanaman berduri padang pasir) ketika Nabi
Muhammad sampai ke Madinah pada September 622 Masehi. Sejak saat itu,
perumahan mulai dibangun di kawasan Al-Baqi. Sementara bagian baratnya
dijadikan perumahan, bagian timurnya dikonsentrasikan sebagai pemakaman bagi
para muslim yang meninggal di Madinah.
Sayangnya, Al-Baqi telah dua kali dihancurkan sepanjang sejarah. Pertama
dihancurkan oleh pasukan aliansi Wahhabi-Saudi di 1806 atau 1925 Masehi dan
yang kedua dimulai pada 21 April 1926 sesuai perizinan dari raja Ibn Saud dan
otoritas keagamaan dari Qadi Abd Allah ibn Bulayhid.
Pemakaman pertama ini masih berupa pekuburan sederhana, dimana tubuh
orang yang meninggal dikuburkan dalam sebuah liang, kemudian ditutup dengan
tanah. Batu nisan yang digunakan masih berupa batu biasa sebagai penanda
bahwa tempat tersebut telah terisi, tanpa adanya tulisan siapa atau kapan ia
meninggal.
16
Makam Halimah Makam ketiga putri Nabi
Muhammad
b. Jannatul Mu’alla
Jannatul Mu’alla atau Jenat Al-Mala adalah pemakaman Islam bersejarah
yang ada di Mekah. Pemakaman ini adalah salah satu makam penting bagi umat
muslim setelah pemakaman Al-Baqi di Madinah. Pemakaman ini menjadi religius
karena terletak sangat dekat ke Ka’bah. Bahkan, tempat ini sudah dianggap sakral
sebelum kedatangan Nabi Muhammad.
Sekitar awal abad keenam, suku Quraish mengambil alih Mekah dan
menetapkan tempat ini sebagai pemakaman pribadi mereka. Banyak anggota
mereka khususnya klan Bani Hasyim dimakamkan di area ini beberapa puluh
tahun menjelang kelahiran Nabi Muhammad. Pemakaman ini juga menjadi
peristirahatan bagi Abdul Muttalib, kakek dari Nabi Muhammad, dan ibu Nabi
Muhammad, Aminah. Seperti Al-Baqi, pemakaman ini juga sempat dihancurkan
pada tahun 1925 di bawah perintah Raja Arab Saudi, Ibn Saud.
Pemakaman Janat Al-Mala sekarang. Batuan nisannya tidak diubah sama sekali
sejak penempatannya pertama kali.
17
Makam Khadija di Janat Al-Mala sebelum dihancurkan tahun 1925.
letaknya.
Makam para nabi mempunyai ukuran panjang berbeda dengan makam sekarang.
Ilustrasi Makam Nabi Yusuf di Nablus
18
Nabi Muhammad SAW dimakamkan di rumahnya di Madinah, yang kini
berada di dalam lingkup Masjid Nabawi. Sementara itu, Nabi Ibrahim
dimakamkan di Goa Alkalil Palestina. Ada salah satu makam yang diyakini
merupakan makam Nabi Adam AS. Bentuk makam yang diyakini makam Nabi
Adam itu berukuran sangat panjang. Hal ini tampaknya sesuai dengan apa yang
disampaikan Nabi Muhammad SAW tentang postur Nabi Adam, manusia pertama
yang diciptakan Allah dan turun ke muka bumi.
Seperti dinukilkan dari buku berjudul Kala Kanjeng Nabi Bercerita oleh
Rizem Aizid, disebutkan bahwa Nabi Adam memiliki ukuran tinggi badan berkali
lipat dari manusia di masa kini. Hal demikian sebagaimana dikatakan oleh Nabi
Muhammad SAW.
19
Dalam Al Bidayah wa An Nihayah 1/119 yang dikutip Jihad Muhammad
Hajjaj dalam Umur dan Silsilah Para Nabi dikatakan bahwa ketika terjadi banjir
bah pada zaman Nabi Nuh AS, jenazah Adam dan Hawa dibawa serta oleh Nabi
Nuh AS di dalam sebuah kotak dan kemudian dikuburkan di Baitul Maqdis.
Sementara itu, menurut kitab Qashash Al Anbiya yang dikutip oleh Bambang
Pranggono dalam buku Percikan Sains dalam Al Qur'an dijelaskan bahwa Nabi
Adam dimakamkan di antara Hebron dan Yerusalem.
Kamar tempat Rasulullah wafat seluas tiga kali tiga meter. Kamar dengan
atap pelepah kurma itu langsung ditutup untuk kegiatan lainnya begitu Rasulullah
dikuburkan di sana. Rasulullah dikuburkan seturut ajaran Islam, yakni
dimiringkan bersandar di bagian kanan tubuh dengan wajah menghadap kiblat.
Sehubungan arah kiblat di Madinah hampir sejajar arah utara, ujung kepala
Rasulullah menghadap barat dan kakinya di timur. Ia dikuburkan tak jauh dari
tembok selatan kamar tersebut.
Setelah Khalifah Umar bin Khattab sebagai pengganti Abu Bakar dibunuh
dan kemudian gugur pada 644, beliau juga dikuburkan di ruangan yang sama.
Kepalanya disejajarkan dengan bahu pendahulunya Abu Bakar. Dengan
pengaturan tiga makam tersebut, tiga lingkaran keemasan di pintu makam saat ini
20
mengarah persis ke kepala masing-masing. Lingkaran paling barat dan yang
paling besar mengarah kepala Rasulullah, lingkaran di tengah mengarah ke kepala
Abu Bakar, dan lingkaran paling timur mengarah ke kepala Umar.
Sepanjang masa kepemimpinan Abu Bakar dan Umar, Masjid Nabawi dua
kali diperluas hingga mencapai 50 kali 50 meter. Kendati demikian, posisi rumah
Rasulullah dan Aisyah yang menjadi lokasi Makam Rasulullah tetap di luar
masjid sementara kediaman istri nabi lain di sekitarnya mulai diratakan. Baru
pada sekitar 705 Masehi, saat Khalifah Walid bin Abdulmalik dari Dinasti
Umayyah berkuasa, Makam Rasulullah masuk dalam perluasan kompleks Masjid
Nabawi. Saat itu, bangunan asli kamar Rasulullah dipugar dan diganti dengan
tembok baru yang tak beratap.
21
bertahan hingga saat ini. Pada 1925, Bani Saud yang menguasai Hijaz dan dua
Tanah Suci sempat merencanakan penghancuran bangunan-bangunan di Makam
Rasulullah. Kendati demikian, rencana tersebut gagal menyusul aksi penolakan
besar-besaran dari ulama di berbagai wilayah mayoritas Muslim, termasuk dari
Indonesia yang saat itu masih dikuasai Kerajaan Belanda.
Saat ini, lokasi bangunan dari masa Sultan Umar bin Abdulaziz ditutupi
kain sutra berwarna hijau yang diimbuhi hiasan kaligrafi dari ayat-ayat Alquran.
Hanya tamu-tamu penting Kerajaan Saudi yang diperkenankan masuk bangunan
tersebut. Dalam ruangan Makam Rasulullah, kata Suliman, disisakan sekutip
ruang. Suliman mengatakan, hal itu seturut riwayat bahwa saat Nabi Isa bin
Maryam turun kembali ke bumi dan akhirnya meninggal, ia akan dikebumikan di
ruangan tersebut. "Kita saat ini tak bisa tahu pasti posisi kuburan Isa Alaihissalam.
Nanti Allah yang akan memberi petunjuk pada akhir zaman," kata dia.
3) Seni Hias
Seni hias dalam Islam, sebagaimana seni yang lainnya dalam Islam, tidak
berkembang sendiri-sendiri seperti seni rupa Buddha atau seni rupa barat,
melainkan hasil penggabungan berbagai kesenian di wilayah jajahan di Timur
Tengah, Afrika Utara, Asia kecil, dan Eropa, termasuk di dalamnya seni rupa
Persia, Mesir, Moor, Spanyol, Bizantium, India, Mongolia, dan Seljuk. Ini
disebabkan oleh sedikitnya seni rupa yang ada di Arab pada waktu itu.
22
Seni hias Islam adalah suatu bahasan yang khas dengan prinsip seni rupa
yang memiliki kekhususan jika dibandingkan dengan seni rupa yang dikenal pada
masa ini. Tetapi perannya sendiri cukup besar di dalam perkembangan seni rupa
modern. Antara lain dalam pemunculan unsur kontemporer seperti abstraksi dan
filsafat keindahan. Seni rupa Islam juga memunculkan inspirasi pengolahan
kaligrafi menjadi motif hias.
Dekorasi di seni rupa Islam lebih banyak untuk menutupi sifat asli
medium arsitektur daripada yang banyak ditemukan pada masa ini, perabotan.
Dekorasi ini dikenal dengan istilah arabesque.
Fungsinya
Dibuat seni hias ini hanya untuk menghias demi keindahan suatu bentuk
(benda) atau bangunan di mana ornamen tersebut ditempatkan Penerapannya
biasanya pada alat-alat rumah tangga, arsitektur, pada pakaian (batik, bordir,
kerawang) pada alat transportasi dan sebagainya. Seni hias di seni rupa Islam
lebih banyak untuk menutupi sifat asli medium arsitektur daripada yang banyak
ditemukan pada masa ini, perabotan. Dekorasi ini dikenal dengan istilah
arabesque.
23
selain mempunyai fungsi sebagai penghias suatu benda juga memiliki nilai
simbolis tertentu di dalamnya, menurut norma-norma tertentu Bentuk, motif dan
penempatannya sangat ditentukan oleh norma-norma tersebut terutama norma
agama yang harus ditaati, untuk menghindari timbulnya salah pengertian akan
makna atau nilai simbolis yang terkandung didalamnya, oleh sebab itu pengerjaan
suatu ornamen simbolis hendaknya sesuai dengan aturan-aturan yang ditentukan.
Corak
Seni hias kemudian menjadi corak yang simbolis bagi arsitektur Islam.
Elemen hias Masjid tumbuh dari seni hias negara-negara tempat berkembangnya
arsitektur Islam seperti Siria, Mesir, Iran, dan negara-negara Afrika Utara serta
Asian Kecil yang mempunyai kecakapan dalam bidang seni rupa, Motif yang
biasa digunakan dalam seni hias ornamentik bangsa Arab merupakan bentuk
stilasi dari tumbuh-tumbuhan yang dibuat melingkar-lingkar dan meliuk-liuk
mengikuti pola ornamen yang kemudian dikenal dengan nama hiasan Arabesk.
Dibandingkan jenis tulisan lain, huruf Arab memiliki karakter huruf yang lentur
dan artistik sehingga menjadi bahan yang sangat kaya untuk penulisan kaligrafi.
Selain memiliki karakter yang unik, pada hakikatnya seni tulisan Arab bukan
sekadar representasi sisi artistik budaya Arab-Islam, tetapi juga gabungan
keindahan, abstraksi, kreativitas, serta pesan moral yang dikandungnya. Setiap
garis, spasi, dan alur tulisan memiliki ciri khas dan falsafah sendiri.
4) Seni Kaligrafi
Seni adalah produk aktivitas yang dilakukan secara sadar, bertujuan untuk
mendapatkan atau mencapai estetika, dan sekaligus berfungsi sebagai salah satu
jalan atau cara untuk menerjemahkan simbol-simbol. Kualitas simbol-simbol dan
estetika tersebut dipengaruhi oleh sublimasi antara harmoni, kontras, frekuensi,
ritme serta intensitas dalam proses kelahiran seni. Karena itu, seni seringkali
berkonotasi estetika atau keindahan.
24
Al- Quran Maha Mulia, tidak ada yang melebihi otoritas al Quran selain Allah
sebagai pemberi sumber-Nya. Al Faruqi selanjutnya mengisyaratkan, estetika
dalam Islam adalah sublimasi bukti keilahian, yaitu i’jaz (kualitas) al Quran tidak
dapat ditiru atau ditandingi, baik dalam hal sastra, komposisi, irama, keindahan,
balaghah, kesempurnaan gaya serta kekuatan dalam menampilkan makna. Dalam
konsep Islam, Allah adalah pusat dari nilai-nilai estetika ini.
Kaligrafi adalah salah satu karya kesenian Islam yang paling penting.
Kaligrafi Islam yang muncul di dunia Arab merupakan perkembangan seni
menulis indah dalam huruf Arab yang disebut khat. Definisi tersebut sebenarnya
persis sama dengan pengertian etimologis kata kaligrafi dari kata Yunani
kaligraphia (menulis indah). Dalam perkembangannya, huruf Arab yang menjadi
obyek seni khat berkembang sesuai dengan perkembangan tempat dimana tempat
asal seni khat berada. Demikian pada abad ke-10, misalnya, gaya kufi merupakan
awal perkembangan khat yang tadinya agak kaku menjadi semakin lentur dan
ornamental meskipun tetap angular. Kemudian berkembang pula bentuk khat yang
bersifat kursif (miring) yang diwujudkan dalam seni yang disebut sulus, naskhi,
raiham, riqa dan tauqi. Pada fase berikutnya gaya riqa dan tauqi tidak tampak lagi
penggunaannya. (Ambary, 1998: 181-184).
25
dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan. Lalu mulailah pencarian bentuk lain
yang dikembangkan dari gaya tulisan lembut (soft writing) non-kufī, sehingga
lahirlah banyak gaya. Jenis khat yang terpopuler diantaranya adalah tumar, jalīl,
nisf, suluts, dan sulutsain. Khalifah pertama Bani Umayyah Mu‟awiyah bin Abū
Sufyan (661-680), adalah pelopor pendorong upaya pencarian bentuk baru
kaligrafi tersebut.
2. Periode ‘Abbāsiyah (750-1258) Gerakan perkembangan seni khat telah
mencapai masa keemasan pada masa ini disebabkan motivasi para khalifah dan
pedana menteri „Abbāsiyah, sehingga bermunculan kelompok para kaligrafer
yang ulet dan jenius. Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang
terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya al-
Dahhāk Ibn Ajlān yang hidup pada masa khalifah Abū „Abbās al-Ṣaffaḧ (750-754
M), dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manṣūr (754-775 M) dan
al-Mahdī (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan
tulisan suluts dan sulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian
kaligrafer lain yaitu Abū Yusuf al-Sijzī yang belajar jalīl kepada Ishaq. Yusuf
berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya
3. Periode Lanjut (Pasca ‘Abbasiyyaḧ) Sementara itu di wilayah Islam
bagian barat (Maghribi), yang mencakup negeri Arab dekat Mesir, termasuk
Andalusia (Spanyol), pada abad pertengahan berkembang bentuk tulisan yang
disebut khaṭ maghribī atau kufī Barat, terdiri atas cabang khaṭ Qairawani,
Andalusī, Fasi dan Sudanī. Disini, telah dikembangkan pula suluts andalusī dan
naskhī andalusī.
FUNGSI KALIGRAFI
26
dari seni yang tiada habis-habisnya serta tak pernah berhenti merangsang ingatan
(tidzkar atau zikir) kepada Illahi bagi mereka yang mampu merenungkannya”. Di
samping itu kaligrafi juga berfungsi sebagai media dakwah bagi kaligrafer
tersebut, karena didalam kaligrafi yang dijumpai pada makam banyak dijumpai
kalimat-kalimat berisi nasehat, ajakan, dan peringatan yang ditujukan kepada
pembaca. Kalimat-kalimat tersebut bertujuan „mendakwahi‟ para pembacanya.
Hal ini tampak pada puisi-puisi sufi yang dijumpai pada makam-makam, yang
banyak memberikan nasehat, ajakan, dan peringatan kepada pembaca untuk
meningkatkan keimanan, bersikap sabar dalam menjalani hidup di dunia yang tak
abadi, dan selalu mengingat bahwa kematian akan selalu dialami oleh setiap
makhluk.
2. Kaligrafi sebagai Sarana Penyaluran Kreatifitas Seni
Kaligrafi Islam masa Aceh Darussalam adalah merupakan sarana
penyaluran refleksi kreatifitas seni dari senimannya. Para kaligrafer Aceh dengan
kreatif berhasil memadukan seni kaligrafi Islam dengan unsur-unsur seni lokal.
Sehingga muncul karya kaligrafi beridentitas Aceh. Pola hias tradisional yang
sudah berkembang sebelumnya dipertahankan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan karya kaligrafis yang indah tanpa menghilangkan karakter
tulisannya. Beberapa karya kaligrafi masa Aceh Darussalam yang merupakan
stilisasi pola hias tersebut muncul dalam bentuk kaligrafi Figural yang menawan,
dan penuh dengan unsur local genius.
3. Kaligrafi sebagai Penghias
Fungsi utama kaligrafi yang dijumpai pada makam adalah untuk menghias
makam agar tampak lebih indah, meskipun sebetulnya kegiatan memberi tulisan
pada tanda makam merupakan hal yang bertentangan dan dilarang dalam Islam.
4. Kaligrafi sebagai Pengungkapan Rasa Hormat Terhadap Tokoh
Besarnya minat seniman muslim untuk menuangkan kreatifiatas seni,
muncul secara bersamaan dengan tingginya rasa hormat mereka terhadap tokoh
yang dikuburkan. Oleh sebab itu karya seni, termasuk kaligrafi dapat dianggap
sebagai media penyampaian rasa hormat masyarakat dan seniman terhadap tokoh
yang dihormatinya. Beberapa kata seperti, al-malik (Raja, Penguasa), al-karim
(yang pemurah), al-masyhur (yang mashur), al-waly (Wali), al-hajj (Haji) dan
27
masih banyak yang lainnya dijumpai pada makam dipilih sedemikian rupa untuk
menghormati dan menyanjung tokoh yang meninggal.
5. Kaligrafi sebagai Media Komunikasi
Kaligrafi dapat berfungsi sebagai media komunikasi, sebagai alat untuk
menyampaikan maksud tertentu (termasuk di dalamnya komonukasi politik).
Fungsi ini barangkali telah diwujudkan oleh beberapa sultan yang memerintah
Kerajaan Aceh Darussalam, karena di antaranya ada yang telah berkirim surat
kepada penguasapenguasa negara luar. Sayangnya surat-surat tersebut sangat sulit
dijumpai. Salah satunya yang dijumpai saat ini adalah yang dikirim oleh Iskandar
Muda kepada Raja James I pada tahun 1615 M. Surat tersebut merupakan balasan
surat yang dikirim oleh Raja James I kepada Iskandar Muda sebagai permohonan
agar ia memberikan izin bagi pedagang-pedagang Inggris untuk berdagang dan
berkedudukan di Tiku dan Pariaman. Di dalam surat balasan yang indah itu,
Iskandar Muda telah menolak secara halus permohonan Raja James I, sebagai
kilahnya ia menawarkan peluang bagi pedagang Inggris untuk berdagang di
sekitar Aceh.
6. Kaligrafi sebagai Alat Meningkatkan Solidaritas Kelompok
Usaha untuk menuliskan puisi-puisi sufi di makam-makam dan usaha para
ulama untuk menulis dan menyalin beberapa kitab-kitab keagamaan
sesungguhnya bertujuan di samping untuk meningkatkan keimanan juga untuk
meningkatkan solidaritas antara pengikutnya.
7. Kaligrafi sebagai Profesi
Kaligrafi dapat juga dianggap sebagai sumber pencarian nafkah terutama
bagi kaligrafer dan pedagang-pedagang. Karya-karya kaligrafi yang dihasilkan
oleh para pande, telah menjadi komoditi perdagangan komersial semenjak masa-
masa awal Islam masuk ke Indonesia. Munculnya nisan-nisan berhias kaligrafi
pada masa awal Islam di Indonesia merupakan bukti nisan-nisan tersebut telah
diperjualbelikan. Mequette dalam beberapa tulisannya berkeyakinan bahwa
seperti nisan Malik Ibrahim di Jawa Timur, dan nisan yang dijumpai di Bringin
(Pasai) adalah produk impor yang didatangkan dari Cambay, India. Begitu juga
Yatim memastikan bahwa batu Aceh, yang terdapat di Malaka telah didatangkan
dan diperdagangkan semenjak zaman Samudera Pasai sampai masa Aceh
28
Darussalam, dan sudah berlangsung selama beberapa abad. Apalagi dengan
dijumpainya beberapa keramik bertulisan Shini di Aceh Darussalam,
memperlihatkan betapa keligrafi dijadikan barang dagangan, sebagai sumber
keuangan bagi masyarakat.
JENIS-JENIS KALIGRAFI
Menurut Husain (1971), jenis kaligrafi Arab pada akhirnya menjadi paten
dan memiliki kaidah masing-masing. Jenis-jenis kaligrafi Arab yang masih
dikenal pada masa kini antara lain:
1. Kufī
a. Kufī Awal
Kufī ini digunakan pada salinan awal al-Qur‟an, garis horizontal tulisan
kufī ini sering diperpanjang untuk menghasilkan tulisan pendek, gemuk dan
kompak. Khaṭ kufī awal mempunyai huruf yang bersegi-segi dan mempunyai
sapuan lembut ke atas dan ke bawah. Sapuan vertikalnya mempunyai ujung yang
dilebarkan dan berakhir dengan lekuk yang serong.
b. Kufī Timur atau Bengkok
29
Kufī jenis ini merupakan pengembangan dari kufī awal, dimana garis
vertikal diperpanjang dalam gaya baru yang dikembangkan oleh penduduk Persia.
Bentuk ini lazim dikenal sebagai “kufī Timur”, karena contoh-contohnya sangat
umum dalam salinan al-Qur‟an yang dibuat di Timur. Juga disebut “kufī
bengkok”, karena condong kesebelah kiri coretan vertical pendeknya. Hiasan
huruf-hurufnya sering ditempatkan di bawah baris tulisan. Keseluruhannya,
tulisan ini jauh lebih halus ketimbang bentuk kufī lain di masa itu.
c. Kufi Bunga
Selain variasi gaya tulisan kufī yang diperpanjang secara vertikal dan
horizontal, ahliahli muslim mengembangkan varian baru bentuk yang pada
dasarnya bundar. Tiap ragam tulisan kufī yang paling terkenal merupakan hasil
dari perpanjangan hurufhurufnya sendiri menjadi berbagai motif non kaligrafi.
Salah satu diantara gaya-gaya ini, dimana vertikal tulisan diperpanjang menjadi
bentuk daun dan bunga hingga dikenal dengan nama “kufī bunga”.
d. Kufī Berjalin
30
Kufī ini sama halnya dengan kufī bunga dimana garis vertikal
diperpanjang menjadi jalinan yang saling terhubung dengan huruf lainnya,
sehingga menghasilkan suatu jalinan yang dekoratif., unik dan sangat menarik.
Gaya ini banyak dipakai untuk dekorasi hiasan dinding rumah dan masjid.
e. Kufī Kotak
Gaya ini merupakan gaya kufī yang lebih menyederhanakan bentuk kufī
itu sendiri menjadi berbentuk kotak-kotak geometris, sangat kaku. Tetapi dengan
jalinan satu huruf dengan huruf yang lain sehingga menjadi suatu harmoni yang
baik dan enak dilihat. Bentuk dan karakter masing-masing huruf lebih cenderung
menampakkan sebuah ornamen (hiasan), atau timbulnya sifat keterkaitan antara
huruf satu dengan yang lain, yang membentuk hiasan.
2. Naskhī
Menurut Didin Sirojuddīn (2006), Jenis kaligrafi Arab naskhī ini muncul
pada akhir abad ke- 5 Hijriyah. Ini adalah jenis kaligrafi Arab modifikasi dari
tulisan kufī, yang muncul mengiringi maraknya penulisan buku dan al-Qur‟an.
Karena itu ia disebut "naskh". Karena secara luas digunakan untuk “naskh al-
31
Qur’an”. Pada awal kemunculannya, jenis kaligrafi Arab ini disebut “badi’”.
Kaidah kaligrafi Arab ini di sempurnakan oleh al-Wazīr Ibn Muqlaḧ. Kaligrafi
Arab naskhī ini memiliki karakteristik lembut, dan jelas dibaca. Apalagi bila
kemudian diberi syakal dan titik. Naskhī tidak digunakan dalam bentuk ”tarkīb”
(bertumpuk tumpuk seperti halnya suluts), melainkan datar mengikuti garis. Pada
masa belakangan, gaya naskhī menjadi tulisan baku untuk buku dan karya-karya
ilmiah.
3. Farisī/Nasta’liq
Disebut farisī karena ia muncul dan populer dinegeri negeri Persia (Farsi).
Disebut ta’liq karena cara penulisannya seperti gaya penulisan catatan kaki yang
lazimnya miring kebawah dari kanan kekiri. Disebut nasta’liq karena fungsinya
mirip dengan naskhī yaitu sebagai tulisan standar bagi buku buku pengetahuan.
Jadi nasta’liq adalah gabungan dari kata naskh dan ta’liq.
4. Khaṭ Suluts
Menurut Didin Sirojuddīn (2006), seperti halnya gaya kufī, kaligrafi gaya
suluts diperkenalkan oleh Ibn Muqlaḧ yang merupakan seorang menteri (wazir) di
32
masa Kekhalifahan „Abbasiyyah. Tulisan kaligrafi gaya suluts sangat ornamental,
dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu
untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan
gaya suluts bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan
terkadang ditulis dengan gaya sambung dan interseksi yang kuat. Karena
keindahan dan keluwesannya ini, gaya suluts banyak digunakan sebagai ornamen
arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior. Kaligrafi ArabTsuluts
dibagi 2 (dua): suluts ‘ādy atau suluts biasa. Ditulis menggunakan pena berukuran
minimal 4 mm, ditulis dengan gaya biasa, jarang dibuat menjadi bentuk bentuk
yang rumit. Yang kedua adalah suluts jalī ditulis dengan pena berukuran dua kali
lipat suluts biasa, dan sering dikreasikan dalam bentuk bentuk yang rumit.
5. Khaṭ Diwanī
33
6. Riq‟ah
Riq'aḧ dalam bahasa Arab berarti qith’ah (potongan). Sepotong kain, kayu,
atau tanah semuanya disebut ruq’ah. Dalam kaligrafi Arab, riq’aḧ adalah nama
untuk salah satu jenis kaligrafi. Namun lebih populer dengan sebutan riq’aḧ.
Dinamakan ruq’ah atau riq’aḧ karena biasa dituliskan diatas potongan kulit
(riq’atun min al-jildi). Khaṭ Riq’aḧ adalah tulisan sehari hari masyarakat umum.
Riq’aḧ jenis tulisan yang bisa ditorehkan dengan cepat. Penulis tidak perlu susah
susah memutar mutar tangannya seperti menulis suluts. Riq’aḧ jarang sekali
dikreasikan dalam bentuk bentuk yang beragam.
5) Seni Miniatur (Artefak Peninggalan Rasulullah)
34
Kemudian ada juga tongkat yang Rasulullah senangi adalah tongkat
bernama Al Saaja, tongkat peninggalan dari nabi Ibrahim. Tongkat Rasullah
banyak terbuat dari Kayu Al Ayusiah dan Kayu Lus Putih.
6) Uang Logam
Orang Arab pada zaman Rasulullah tidak mengenal kata Nuqud mereka
menggunakan kata Dinar dan dirham sebagai alat tukar. Sedangkat fulus adalah
uang tembaga yang juga merupakan uang tambahan untuk membeli barang-barang
yang murah. Adapun pengertian dinar dan dirham adalah :
a. Dinar merupakan barasal dari bahasa romawi yaitu kata Denarius yang artinya
emas cetakan
b. Adapun dirham berasal dari bahasa yunani yaitu Drachma yang berarti perak
cetakan.
2. Media transaksi
35
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa fungsi dari uang yang
terpenting adalah stadarnya bukan bentuk uang itu sendiri. Uang emas diterbitkan
ole Raja Dinarius dari kerajaan Romawi. Uang emas sendiri memiliki nilai yang
stabil. Hal ini juga berlaku untuk dirham yang berasal dari persia tepatnya dari
keraan Sasanid. Oleh sebab itu walaupun bukan diterbitkan oleh negara Islam
Rasululla SAW mempergunakannya sebagai alat tukar. ( Susanti, 2017 :34-35)
Ketika Nabi Muhamad SAW diutus sebagai nabi dan Rasul, beliau
menetapkan apa yang sudah menjadi tradisi penduduk mekkah. Beliau
memerintahkan penduduk madinah untuk mengikuti ukuran timbangan penduduk
Mekkah ketika itu mereka bertransaksi menggunakan dirham dalam jumlah
bilangan bukan timbangan Rasulullah SAW bersabda : “Timbangan adalah
timbangan penduduk Mekkah sedangkan takaran penduduk Madinah”.
a. Ukuran 20 karat
b. Kuran 12 karat
c. Ukuran 10 karat
36
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Fikriarini, Aulia. 2010. Arsitektur Islam: Seni Ruang dalam Peradaban
Islam. Jurnal el- Harakah 12 (3).
Jannah, Shofiatul. 2020. “Arsitektur Bangunan Masjid Masa Rasulullah”.
https://bincangsyariah.com/khazanah/arsitektur-bangunan-masjid-masa-
rasulullah/.
Robinson, B. W., Islamic painting and the arts of the book, London, Faber
and Faber, 1976.
Lumen
learning.https://courses.lumenlearning.com/boundless-arthistory/chapter/
introduction-to-islamic-art/.
“Seni Rupa Islam”. http://p2k.unimus.ac.id/id1/3040-2937/Seni-
Islam_35079_p2k-unimus.html. Ensiklopedia Dunia Unimus. Diakses
tanggal 25 September 2021.
“Seni Rupa Islam”. http://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Seni-Rupa-
Islam_35079_s2-unkris_p2k-unkris.html. Diakses tanggal 26 September
2021.
Sasangko, Agung. 2019. “Arsitektur Islam dari Masa ke
Masa”.https://www.republika.co.id/berita/islampedia/arsitektur-kota/
19/01/07/pkydoy313-arsitektur-islam-dari-masa-ke-masa. Diakses tanggal
26 September 2021.
“Al-Masjjid an-Nabawi”. Wikipedia. Wikipedia bahasa Inggris.
https://en.wikipedia.org/wiki/Al-Masjid_an-Nabawi. Disunting 23
September 2021.Diakses tanggal 26 September 2021.
Nirmala, A.P.H., dkk. (2019). Ornamen Islam Pada Bangunan Arsitektur
Dian Al Mahri Emas Depok. Dimensi, 1(16), 29-42.
Al- Iskandari, Ahmad, dan Mushthofa ‘ Anani. (1961). Al – Al-Wasit Fi
Al-Abad Al-‘Arabi Wa Tarikhihi. Misr: Dar al – Ma’arif
Ambary, Hasan Muarif. (1998). Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis
dan Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Al-Faruqi, Isma'il R dan Lois Lamya al-Faruqi. (1998). Atlas Budaya
Islam. Bandung: Mizan.
39
AR Sirojuddin, H D. 2002. "Lukisan Tembok, Kaligrafi, dan Arabes"
dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve.
Armando, Nina. 2005. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve. Israr, C. (1978). Sejarah Kesenian Islam Jilid 2. Jakarta:
Bulan Bintang.
Jaudi, Muhammad Husain. (1998). Al-Fan al-‘Araby al-Islami. Oman: Dar
alMasirah.
Nasr, Seyyed Hossein. (1993). Spiritualitas Dan Seni Islam. Bandung:
Mizan.
Ali Akbar. (1994) “Kaidah Menulis dan Karya-Karya Master Kaligrafi
Islam”. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Herwandi, “Kaligrafi Islam Pada Makam-Makam Aceh Darussalam:
Tinjauan Sejarah Seni (Abad 16- 18 M)”, Jakarta: Disertasi UI,
2002.
Kramers dan Gibs, “De Groote Moskee te Koete Radja”, dalam N.I.O.N.
vijfde jaargang, hlm. 90.
Moquette, “De Grafsteenen te Passe and Grisse vergeleken met dergelijke
Monumenten Uit Hindoestan”, dalam TBG LIV. Batavia: Albrech & Co,
hlm. 532-548
Moh. Ottman Yatim, Batu Aceh Early Islamic Gravestones in Peninsular
Malaysia. Kuala Lumpur United Selangor Press. Sdn. Bhd, 1988.
Edward, Muhamad. 2015. Inilan Peninggalan Nabi Muhammad yang
Paling Berharga untuk Umat Islam. Diakses tanggal 26 September
2021 di https://sumsel.tribunnews.com/2015/07/05/inilan-peninggalan-
nabi-muhammad-yang-paling-berharga-untuk-umat-islam
Michella, Widya. 2021. Ini Dia 35 Artefak Peninggalan Nabi Muhammad
dan Para Sahabat. Diakses tanggal 26 September 2021 di
https://kalam.sindonews.com/read/416786/786/ini-dia-35-artefak-
peninggalan-nabi- muhammad-dan-para-sahabat-1620036344
40