Anda di halaman 1dari 34

PERKEMBANGAN SENI RUPA ISLAM

ZAMAN BANI UMAYYAH

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Islam

Dosen Pengampu : Dr. Taswadi, M.Sn.

Oleh :

Christopher Gunawan

2006212

KELAS A

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA DAN KERAJINAN

FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah yang Maha pengasih lagi Maha
penyayang. Berkat limpahan nikmat dan karunia-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah yang bertajuk “Perkembangan Seni Rupa Zaman
Bani Umayyah” dengan lancar. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Islam.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas atas bantuan, arahan
dan masukan dari berbagai pihak. Penyusun ucapkan terimakasih kepada
Bpk. Dr. Taswadi, M.Sn. selaku dosen Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa
Islam yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah ilmu
dan wawasan.
Meski demikian, penyusun menyadari masih terdapat banyak
kekurangan dan kekeliruan dalam penyusunan makalah, baik dari segi tata
bahasa, tanda baca ataupun isi. Sehingga, penyusun secara terbuka
menerima segala kritik dan saran yang positif dan membangun dari
pembaca.
Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penyusun, umumnya bagi masyarakat secara umum.

Bandung, 02 Oktober 2021

Penulis,

PAGE \* MERGEFORMAT ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah..........................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan Makalah........................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4
2.1 Latar Belakang Berdirinya Dinasti Umayyah.............................................4
2.2 Latar Belakang Lahirnya Karya Seni Rupa pada zaman Bani Umayyah...4
2.3 Seni Rupa pada Zaman Bani Umayyah......................................................6
2.3.1Seni Arsitektur...................................................................................7
2.3.2Seni Hias atau Seni Ornamen...........................................................19
2.3.3Seni Miniatur....................................................................................23
BAB III PENUTUP..............................................................................................27

3.1 Kesimpulan................................................................................................27
3.2 Saran.........................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................28

PAGE \* MERGEFORMAT ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seni rupa pada zaman Umayyah banyak dipengaruhi oleh kesenian


Bizantium sebagai akibat dipindahkannya pusat pemerintahan Islam dari Makkah
ke Syria. Seni rupa ini banyak memperlihatkan ciri khas Kristen awal, yaitu
bentuk-bentuk basilika dan menara. Seperti terlihat di Masjid Umayyah yang
awalnya adalah Gereja Johannes di Damaskus. Interior masjid ini digarap
seniman-seniman Yunani dari Konstantinopel. Seni rupa yang berkembang pada
zaman Daulah Bani Umayyah hanyalah seni ukir dan seni pahat, sama halnya
dengan zaman permulaan. Seni ukir yang berkembang pesat pada zaman itu ialah
penggunaan khat Arab (kaligrafi) sebagai motif ukiran. Yang terkenal dan maju
ialah seni ukir di dinding tembok. Banyak Alquran, hadis Nabi SAW, dan
rangkuman syair yang dipahat dan diukir pada tembok dinding bangunan masjid,
istana, dan gedung-gedung.

Salah satu masjid yang dibangun pada masa Dinasti Umayyah adalah
Masjid Kubah Batu (Qubbat As-Sakhrah) di Yerusalem. Masjid yang didirikan
pada zaman Khalifah Abdul Malik ini ditujukan sebagai pengingat tempat naiknya
Nabi Muhammad SAW ke langit pada peristiwa Isra Mi’raj. Bangunan masjid
peninggalan Dinsti Umayyah lainnya yang masih bisa kita saksikan hingga hari
ini adalah Masjid Al-Aqsa (saat renovasi) dan Masjid Agung Umayyah di
Damaskus yang dibangun pada masa Khalifah Al-Walid I. Selain bangunan
masjid, Dinasti Umayyah juga meninggalkan banyak istana dan benteng
pertahanan. Bangunan istana pada masa ini memiliki ciri tersendiri, yaitu
bangunan di tengah-tengah gurun pasir yang terasing walaupun kini banyak yang
telah rusak. Contohnya adalah Istana Kusair Amra.

Ketika Abdul Malik naik takhta, ia mengubah mata uang Bizantium dan
Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia

1
2

mencetak mata uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan
tulisan Arab. Dia juga banyak membangun masjid-masjid yang indah.
Keberhasilan Khalifah Abdul Malik diikuti oleh putranya, Al-Walid bin Abdul
Malik (Al-Walid I). Ia dikenal sebagai seorang yang berkemauan keras dan
berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk
orang cacat. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu
daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan
masjid-masjid yang megah.

Khalifah Abdul Malik dan Khalifah Al-Walid I dikenal sebagai khalifah yang
sangat memperhatikan kelestarian masjid-masjid. Karena itu, tak mengherankan
jika pada masa pemerintahan Abdul Malik dan Al-Walid I, seni rupa dan
arsitektur mengalami perkembangan pesat.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ada dalam makalah ini diantaranya adalah:

1.2.1 Bagaimana Latar Belakang Berdirinya Dinasti Umayyah?


1.2.2 Bagaimana Latar Belakang Lahirnya Karya Seni Rupa pada zaman Bani
Umayyah?
1.2.3 Bagaimana Seni Rupa pada Zaman Bani Umayyah?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1.3.1 Untuk mengetahui apa saja Latar Belakang Berdirinya Dinasti Umayyah
1.3.2 Untuk mengetahui apa saja Latar Belakang Lahirnya Karya Seni Rupa
pada zaman Bani Umayyah
1.3.3 Untuk mengetahui apa itu Seni Rupa pada Zaman Bani Umayyah
3

1.4. Manfaat Penulisan Makalah


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Sebagai referensi atau bantuan untuk para pembaca yang tertarik untuk
mengetahui perkembangan seni rupa islam di zaman Bani Umayyah
1.4.2 Sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali dan
melakukan eksperimen tentang Seni Rupa islam di zaman Bani Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Berdirinya Dinasti Umayyah
Nama Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd AlSyam, kakek
Abu Sufyan. Umayah segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi
Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib
segenerasi pula dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal
dari keturunan Bani Hasyim sedangkan Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani
Umayah. Kedua keturunan ini merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam
suku Quraisy.
Cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dimulai ketika masa khalifah Ali.
Pada saat itu Mu’awiyah yang menjabat sebagai gubernur di Damaskus yang juga
masih kerabat Utsman menuntut atas kematian Ustman. Dengan taktik dan
kecerdikannya, ia mempermainkan emosi umat islam. mu’awiyah tidak mau
menghormati ali, dan menyudutkannya pada sebuah dilema: menyerahkan para
pembunuh Utsman, atau menerima status sebagi orang yang bertanggung jawab
atas pembunuhan itu, sehingga ia harus diturunkan dari jabatan khalifah.
Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat
Islam ketika itu telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang
berdaulat, juga merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama
lebih kurang satu abad (661 - 750 M). Perubahan yang dilakukan, tidak hanya
sistem kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin)
tapi juga perubahan-perubahan lain di bidang sosial politik, keagamaan,
intelektual dan peradaban.
2.2 Latar Belakang Lahirnya Karya Seni Rupa pada zaman Bani
Umayyah
Seni rupa pada zaman Umayyah banyak dipengaruhi oleh
kesenian Bizantium, sebagai akibat dipindahkannya pusat pemerintahan Islam
dari Makkah ke Syria. Seni rupa ini banyak memperlihatkan ciri seni rupa kristen
awal, yaitu bentuk-bentuk basilika dan menara. Seperti bisa dilihat di Masjid

4
5

Umayyah yang awalnya adalah Gereja Johannes di Damaskus. Interior masjid ini
digarap seniman-seniman Yunani dari Konstantinopel.
Pada masa ini ragam hias mosaik dan stucco yang dipengaruhi oleh
pengulangan geometris sebagai tanda berkembang pesatnya ilmu pengetahuan.
Selain itu ciri khas lapangan di tengah masjid mulai diganti oleh ruangan besar
yang ditutup kubah.
Pada masa ini pula dikenal kalifah yang sangat memperhatikan kelestarian
masjid-masjid, yaitu Kalifah Abdul Malik dan Kalifah Al-walid. Kalifah Abdul
Malik membangun Kubah Batu Karang (dikenal pula dengan nama Masjid Quber
esh Sakhra dan Masjid Umar) sebagai pengingat tempat dinaikkannya Nabi
Muhammad ke langit pada peristiwa Isra-Miraj. Selain itu dibangun pula Masjid
Al Aqsa.
Dinasti Umayyah juga meninggalkan banyak istana yang memiliki ciri
tersendiri, yaitu bangunan di tengah-tengah gurun pasir yang terasing, walaupun
kini banyak yang telah rusak. Contohnya adalah Istana Kusair Amra. Di dalam
istana ini terdapat juga lukisan-lukisan, misalnya Lukisan Enam Raja.
Awal pembentukan dinasti Umayyah hanya memfokuskan pada
pengembangan wilayah (Ali Mufrodi, 1997: 80), sehingga seni dan arsitektur
tidak nampak sebagai unsur pendukung yang berarti dalam kesatuan imperiritas
dinasti. Namun, perkembangan selanjutnya, seni dan arsitektur mendapat
perhatian di kalangan masyarakat. Seni rupa berkembang pada seni ukir dan seni
pahat. Seni ukir mulai menggunakan khat Arab sebagai motif ukiran/pahatan.
Banyak ayat Al-Qur’an, Hadis Nabi dan syair yang dipahat dan diukir pada
tembok dinding bangunan masjid, istana dan gedung pemerintahan. Jejak seni ukir
masih didapatkan pada dinding Qushair Amrah (Istana mungil Amrah), istana
musim panas yang terletak di sebelah timur Laut Mati. Istana tersebut dibangun
oleh khalifah Walid bin Abdul Malik. Ada 7 (tujuh) bangunan utama pada masa
bani Umayyah, yakni Qubbah al-Sakhrah (kubah batu), istana Musyatta, Qushair
Amrah, istana Khirbat alMafjar, istana Qasr al-Hair al-Syarqi, istana Qasr al-Hair
al-Gharbi, dan masjid Umayyah.
6

Adapun seni suara yang terpenting adalah mulai digubahnya seni tilawah,
qashidah dan musik yang beriramakan cinta kasih (A.Hasjmy: 176). Seni musik
percintaan tumbuh dari Mekah dan Medinah. Setelah gagal untuk mengembalikan
pusat kekuasaan politik ke Madinah, maka kaum muda mengalihkan perhatiannya
ke bidang sastra dan seni (A. Syalabi, 1992: 89-90).
Seni pentas menjadi ekspresi yang khusus bagi kalangan istana. Istana
khalifah menjadi sebuah teater yang memainkan serial drama kerajaan. Istana
khalifah dikelilingi oleh sejumlah pintu gerbang resmi, secara umum
ditengahtengahnya terdapat bangunan dinding yang membujur, memusat pada
sebuah bangunan ruangan berkubah, sebuah pola arsitektur yang terdapat di
Damaskus, al-Wasit, Mushatta dan Baghdad, sama dengan pola arsitektur
Hellenistik untuk istana kaisar Roma, Bizantium dan Sasania.
Dekorasi utama mencerminkan cara hidup raja, penampilan
melambangkan keagungan dan kekuasaan. Lukisan yang terpampang
menggambarkan perburuan, kebun, binatang, perjamuan, pesta dan wanita yang
sedang menari. Ruang utama berkubah didekorasi melambangkan penyatuan
kehidupan kosmos untuk keagungan khalifah. Khalifah adalah seorang yang
bersifat agung, pemerintahannya adalah universal dan istananya adalah surga (Ira
M.Lapidus, 1999: 126-135).
Kesenian publik menekankan keislaman. Pemerintahan Abdul Malik
menandai sebuah karya seni umum yang selalu dikenang, yakni pembangunan
masjid kubah batu (Dome of Rock) di Yerussalem. Motif ornamen yang
dikembangkan berasal dari pola seni dekorasi Bizantium dan Persia yang
mengepresikan kesucian dan kekuasaan, namun Islam menampilkannya dalam
bentuk kedaulatan Islam.
Masjid Umayyah di Damaskus mengekspresikan tema lain. Masjid ini
dibangun dengan penyerapan motif klasik Romawi, Hellenistik dan motif Kristen
menjadi sebuah bangunan baru yang khas sebagai arsitektur muslim. Termasuk
penggunaan seni mosaik
2.3 Seni Rupa pada Zaman Bani Umayyah
7

Seni rupa yang berkembang pada zaman daulah Bani Umayyah di


antaranya seni ukir, seni pahat, sama halnya dengan zaman permulaan, seni ukir
yang berkembang pesat, pada zaman itu ialah penggunaan khat arab (kaligrafi)
sebagai motif ukiran. Yang terkenal dan maju ialah, seni ukir di dinding tembok.
Banyak Al-Qur’an, hadist nabi dan rengkuman syair yang dipahat dan di ukir
pada tembok dinding bangunan masjid, istana, gedung-gedung.
2.3.1 Seni Arsitektur
Arsitektur merupakan titik tumpu dari hasil usaha orang-orang
yang melahirkannya, serta merupakan suatu konsepsi yang sesuai dengan
keadaan, tingkat kecakapan serta penghayatan masyarakat terhadap
arsitektur tersebut pada suatu saat tertentu. Sebagai penampilan yang
berwujud, arsitektur sangat erat kaitannya dengan aktivitas kehidupan
manusia, baik berupa jasmani maupun rohani. Pada hakikatnya arsitektur
dilahirkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan demikian maka
arsitektur akan senantiasa berhubungan dengan masalah-masalah adat
kebiasaan, mengikuti pola kehidupan, yang disertai dengan keterampilan
untuk mewujudkannya.
Pada arsitektur harus ditambahkan faktor kegunaan yang
menyertainya secara relevan dengan penampilannya sebagai keperluan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Arsitektur juga bersentuhan dengan
zaman tertentu, karena arsitektur merupakan arsip visual dari keadaan
zaman tersebut, bahkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang
ukuran tinggi rendahnya kehidupan masyarakat pada saat itu. Gambaran
visual pada arsitektur identik dengan corak dan sifat kehidupan
masyarakat yang membuatnya, sehingga masyarakat yang hidup di
kemudian hari akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lalu.
Sehingga setiap daerah dan penguasa memiliki corak dan ciri khas
sendiri dalam bangunannya. Kemajuan arsitektur atau bangunan sebagai
tanda bahwa adanya kemajuan dan peradaban suatu kerajaan. Bangunan
dan arsitektur merupakan salah satu bukti adanya peradabaan disuatu
daerah tersebut dan mengalami masa kejayaan.
8

Perkembangan peradaban pada masa Dinasti Umayyah di


antaranya adalah arsitekturnya. Seni bangunan (arsitektur) pada masa
Dinasti Umayyah bertumpu pada bangunan sipil berupa kota-kota, dan
bangunan masjid-masjid. Beberapa kota baru atau perbaikan kota lama
telah dibangun pada masa Dinasti Umayyah yang diiringi pembangunan
berbagai gedung dengan gaya perpaduan Persia, Romawi, dan Arab yang
dijiwai dengan semangat Islam. Di pinggiran Gurun Suriah terbesar
reruntuhan istana yang mulanya merupakan benteng Romawi, yang
kemudian diperbaiki dan dibangun ulang oleh arsitek Umayyah, atau
yang mereka dirikan mengikuti pola Bizantium dan Persia.
2.3.1.1 Masjid
a. Masjid Kubah Batu
Pada masa Abdul Malik ibn Marwan penguasa ke lima
(685-705 M), salah seorang pemimpin terkuat dari Dinasti
Umayyah, yang mempunyai perhatian besar kepada Yerusalem
sebagai pusat pengembangan Islam yang telah ada. Pertama-tama
ia membangun masjid yang diperuntukkan bagi penampungan di
saat dilaksanakannya upacara-upacara yang ada hubungannya
dengan masalah keagamaan. Ia membangun kubah Batu Karang
atau Dome Of The Rock atau Qubat As-Shakhrah di Yerusalem,
hingga saat ini menjadi salah satu monumen Islam terbesar.
Masjid Kubah Batu dibangun antara tahun 687 hingga 692
M, dibangun oleh para arsitek beraliran Bizantium di bawah
pengawasan lapangan oleh ahli-ahli bangunan dari Siria dan ahli-
ahli dekorasi mozaik dari konstantinopel. Kubah Batu, terletak di
tengah halaman suatu kompleks, atau lebih tepat dikatakan
lapangan karena sangat luas.
Pada masa Yerussalem dikuasai oleh Abdul Malik ibn
Marwan beliau mengambil kebijakaan diantaranya pembangunan
masjid Kubah Batu. Ketika Khalifah Abdul Malik memutuskan
untuk membangun Kubah Batu, ia datang dari Damaskus ke
9

Yerusalem dan mengirim surat kepada gubernur di provinsi-


provinsi.Menyatakan bahwa ia ingin membangun Kubah diatas
batu, untuk melindungi dari panas dan dingin. Akan tetapi
sebelum melakukannya, ia ingin mengetahui tanggapan dari
masyarakat. Setelah itu ia mendapat balasan bahwa mereka
senang akan dibangun masjid agar mendapat pelindungan dari
Allah SWT.
Kubah Batu mempunyai kubah oktagonal (bersegi
delapan) bertinggilebar 20 m, yang disangga oleh susunan 12
tinggi dan 4 penyangga melintang, dalam koridor oktagonal
dengan 16 tiang dan 8 penyangga melintang, serta tembok luar
yang juga oktagonal. Masing-masing dari kedelapan sisi luar
dinding kira-kira bertinggi 11 m dan berlebar 8 m. Dekorasi
internal dari Kubah Batu mempunyai mosaik yang indah pada
periode Umayyah. Mosaik yang membentang di atas delapan
dinding yang mempunyai panjang 240 meter, terdiri dari kaligrafi
mosaik kufi yang berwarna biru. Sedangkan dekorasi eksternal
terbuat dari marmer dan mosaik.

Denah Masjid Kubah Batu


Bentuk dari Masjid Kubah Batu ini mengikuti pola dari
Bizantium yang berbentuk oktagonal. Abdul Malik mendirikan
bangunan ini diatas sebuah batu, yang mana menjadi saksi sebuah
peristiwa penting dalam sejarah Islam. Di batu tersebut Nabi
10

Muhammad SAW, dibawa oleh malaikat Jibril ke langit untuk


hadir di sisi Allah SWT. Pada peristiwa ini dikenal sebagai
peristiwa Isra’Mi’raj.
Di dalam pembangunan Masjid Kubah Batu mendapatkan
pengaruh dari Bizantium yang bentuk bangunan oktagonal.
Menggunakan mozaik-mozaik dalam dekorasi bangunan. Di
bangunan kubah, yang dulunya merupakan ciri khas arsitektur
Bizantium. Pada bangunan Masjid Damaskus menggunakan
minaret yang merupakan ciri khas dari gereja untuk menaruh
lonceng. Minaret itu kemudian di alih fungsikan menjadi tempat
mengumandangkan adzan.
Arsitektur Bizantium yang diterapkan terutama sebagai
arsitektur gereja dan arsitektur bernapas kristiani pada waktu itu
ternyata dapat diterapkan sebagai arsitektur masjid, yang
mempunyai islami dengan fungsi yang sama yaitu ibadah, serta
tidak menghilangkan nilai-nilai arsitekturnya. Hal ini
menunjukkan arsitektur Bizantium dapat bersifat fleksibel dan
universal. Penggunannya tidak terbatas dalam bentuk gereja,
biara, tempat pembabtisan ataupun istana.

b. Masjid Damaskus
Pada tahun 705 M, putra dari Abdul Malik, Walid ibn
Abdul Malik, mengambil alih kawasan gereja Romawi di
Damaskus yang dibangun untuk Santo Yahya, pada mulanya
merupakan kuil Jupiter, dan membangun masjid besar yang diberi
nama Masjid Umayyah. Masjid ini termasuk salah satu bangunan
Islam yang terindah. Bahkan ada yang menjulukinya sebagai
salah satu keajaiban dunia. Asal mulanya masjid ini merupakan
rumah pemujaan bangsa Yunani yang didirikan sekitar tahun
1000 SM, kemudian oleh orang Nasrani diubah menjadi gereja,
kemudian oleh orang Islam dijadikan masjid.
11

Ketika Khalid ibn Walid merebut kota Damaskus dari


tangan bangsa Romawi, kemudian sebagian gereja tersebut
dipakai sebagai Masjid, sedangkan sebagian lagi tetap sebagai
gereja Nasrani. Jadi pada waktu itu gedung ini dipakai sebagian
untuk masjid dan sebagian untuk gereja. Setelah umat Islam
bertambah banyak, sedangkan orang Nasrani berkurang, maka
gedung atau gereja tersebut dibangun dan dijadikan masjid,
sedangkan orang-orang Kristen menggunakan gereja lain.
Pada masa khalifah ini juga dilakukan perbaikan-
perbaikan terhadap masjid-masjid tua yang telah ada sejak zaman
Rasulullah SAW. Al-Walid I terkenal sebagai tokoh
pembangunan masjid. Pada masanya mulai diperkenalkan
penambahan kelengkapan masjid berupa menara yang kemudian
menjadi bagian dari bangunan Masjid, yang lazim disebut
minaret. Khalifah al-Walid I membangun Masjid Damaskus yang
mempunyai Shaan dan Riwaq/Liwan.

Denah Masjid Damaskus

Pembangunan masjid mengubah total tata letak bangunan


sebelumnya. Rumah ibadah baru itu dimaksudkan untuk
menampung jamaah yang besar bagi warga Damaskus.Masjid
selesai pada 715M , setelah kematian Walid, oleh penggantinya,
Sulaiman bin Abdul Malik (715-717M) masjid itu dituntaskan
pembangunannya.
12

Masjid Damaskus dijadikan Walid I sebagai salah satu


simbol kebesaran Arsitektur Islam. Ia sengaja menghiasnya
sebaik-baiknya hingga tampak megah dan memperlihatkan
keagungan Islam. Pembangunannya menghabiskan dana yang
begitu besar sampai mengundang kritik dari Masyarakat.
Pembangunan Masjid Damaskus ini menghabiskan seluruh masa
pemerintahan Walid, bahkan masih menyisakan beberapa bagian
yang belum selesai, yang pada akhirnya diselesaikan oleh
Khalifah Sulaiman ibn Abdul Malik adiknya. Al-Walid I
mengeluarkan dana untuk pembangunannya sebesat tujuh tahun
hasil pajak negara. Langkah ini ditempuhnya sebagai amal agama
yang sangat mulia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tembok keliling dirombak sehingga terbentuk pola
hypostyle seperti Masjid Nabi dan Masjid Agung Kufa, yaitu
berupa sebuah sahn yaitu halaman dalam berbentuk segi empat
dikelilingi oleh bagian bangunan beratap. Unit utama ditutup oleh
konstruksi dari tiga atap berjejer melintang masing-masing
berbentuk pelana, bersambung langsung satu dengan lain.
Unit utama simetris terdiri dari sayap barat, sayap timur
dan bagian tengah di mana terdapat pintu utama. Unit utama ini
berhadapan langsung dengan batu-batu lempengan. Sayap barat
dan timur, bagian depannya terdiri dari pilaster berjajar, di antara
pilaster masing-masing ada pelengkung dan sebuah pintu.
Konstruksi, bentuk dan ornament-ornamen bagian depan sangat
jelas mendapat pengaruh arsitektur Romawi. Di dalam masjid
inilah mihrab berbentuk setengah lingkaran muncul untuk
pertama kalinya.Dalam masjid ini juga ditemukan pintu berbentuk
tapal kuda.79 Mihrab pada Masjid Damaskus berhiaskan permata,
lalu di atas mihrab tersebut tergantung lampu emas dan perak.
Mihrab juga dihiasi oleh mozai dan berantaikan emas.
13

Di tengah terdapat bagian beratap pelana, melintang tegak


lurus terhadap sayap kiri kanan, dimana terdapat pintu masuk
utama. Pintu utama diapit oleh pintu lebih kecil, berada di bawah
pelengkung disangga. Di atas ketiga pintu terdapat pelengkung
besar dan tiga jendela berambang juga melengkung yang
berfungsi sebagai hiasan. Bidang disekeliling pelengkung besar
dihias dengan ornament Mozaik, bermotif pohon dan bangunan-
bangunan.
Ada ornament yang unik tidak terdapat pada Masjid
maupun bangunan lain pada umumnya, dari mozaik
menggambarkan kesejukan sungai yang mengalir di kota dan
kehijauan pohon. Riwaq menyatu dengan dinding dimana terdapat
pintu masuk dan kedua riwaq juga bertiang membentuk deretan
pelengkung gaya Romawi.
Pada halaman atau pelataran dalam di perkeras oleh
lanatai dari batu licin, terdapat air mancur, satu ditengah lainnya
dikiri dan kanan untuk wudhu. Bila dilihat lengkapnya unsur-
unsur dalam masjid ini antara lain, orientasi kearah kiblat, ruang
ibadah berjamaah, mihrab, mimbar, minaret, air mancur untuk
berwudhu bahkan adanya kubah.

c. Perluasaan Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi

Pada masa Dinasti Umayyah melakukan perbaikan-


perbaikan terhadap masjid-masjid tua yang telah ada sejak zaman
Rasulullah. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan menyediakan dana
10.000 dinar mas untuk memperluas Masjid al-Haram, kemudian
al-Walid menyempurnakan perbaikannya dengan memperhatikan
aspek-aspek estetiknya seperti membuat pintu dan jendela
lengkung, berukir dan tiang-tiangnya dibuat dari batu granit.
Kabah sejak 638 M dikelilingi dinding, agar dapat
terbentuk ruang tawaf, berjalan mengeliling Kabah tujuh kali
14

berlawanan dengan arah jarum jam sambil berdoa. Pada 646 M


ruang tawaf diperluas dengan dinding baru dengan pelengkung-
pelengkung (arcade) untuk masuk ke halaman depan. Pada tahun
707 Khalifah Walid menutup arcades dengan atap dari kayu di
atas kolom-kolom marmer.
Pada masa Khalifah Walid ibn Abdul Malik, Masjid al-
Haram disempurnakan kembali bangunannya.Aspek estetika
sudah mulai diperhatikan.Pintupintu dan jendela-jendela dibuat
melengkung (arcade) dengan ukiran-ukiran yang indah di atasnya,
dari motif-motif geometris dan daun-daunan dan ayat-ayat al-
Qur’an. Tiang-tiang masjid yang indah bentuknya terbuat dari
batu granit yang halus.Saqaf atau plafonnya dihiasi denganukiran-
ukiran yang indah. Usaha perluasannya, dan penyempurnaannya
dilanjutkan oleh khalifah Abbasiyah.
Selain merenovasi masjid al-Haram, Walid I juga
merenovasi masjid Nabawi. Renovasi yang dilakukan oleh Walid
I ini merupakan kali kelima dalam pembongkarannya. Walid I
melakukan pembongkaran besar-besaran dengan memperluas area
Masjid Nabawi. Perluasan yang dilakukan ke arah timur masjid.
Pembongkaran Masjid Nabawi ini dilakukan di tahun 77 H.
Pelaksanaan pembangunan ini dipercayakan kepada
saudara sepupunya yang menjadi gubernur Madinah, Umar ibn
Abdul Aziz, yang kemudian menugaskan Shalih ibn Kaisan untuk
mengawasi pembanguan Masjid Nabawi.

d. Fungsi Masjid Zaman Bani Umayyah


1) Pada masa Nabi saw. ataupun di masa sesudahnya,
masjid menjadi pusat atau sentral kegiatan kaum muslimin.
Kegiatan di bidang pemerintahan pun mencakup, ideologi,
politik, ekonomi, sosial, peradilan dan kemiliteran dibahas
dan dipecahkan di lembaga masjid. Masjid berfungsi pula
15

sebagai pusat pengembangan kebudayaan Islam, terutama


saat gedung-gedung khusus untuk itu belum didirikan.
Masjid juga merupakan ajang halaqah atau diskusi, tempat
mengaji, dan memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan agama
ataupun umum.
2) Fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah dan ritual
keagamaan saja, tetapi juga dalam pembinaan keagamaan dan
pemberdayaan umat.
2.3.1.2 Istana
a. Khirbat al-Mafjar

Khirbat al-Mafjar, juga disebut Istana


Hisham, kompleks istana gurun Umayyah yang terletak di Wadi
Al-Nuwayʿima, kira-kira 3 mil (5 km) utara Jericho, di Tepi
Barat. Dibangun pada abad ke-8, istana ini berisi unit hunian yang
terdiri dari bangunan persegi dengan pintu masuk yang rumit,
halaman serambi, dan sejumlah kamar atau aula yang ditata di dua
lantai. Beberapa dari ruangan ini tampaknya memiliki fungsi yang
dapat diidentifikasi, meskipun oratoris pribadi, aula pertemuan
besar, dan ruang tunggu yang mengarah ke kolam bawah tanah
yang sejuk telah diidentifikasi. Ruang tahta utama berada di lantai
dua di atas pintu masuk. Ini mungkin menyerupai ruang tahta atau
16

ruang resepsi yang diawetkan. Qaṣr ʿAmrah dan Mshattā, yang


terdiri dari aula bertingkat tiga yang diakhiri dengan apse (proyeksi
kubah setengah lingkaran atau poligonal) seperti basilika Romawi.
Khirbat al-Mafjar, seperti kompleks istana lainnya pada
masa itu, memiliki sebuah masjid kecil (biasanya berbentuk
miniatur hypostyle) yang terletak di sebelah kediaman
resmi. Pendirian ini berisi bak mandi, fitur asli. Area pemandian itu
sendiri relatif kecil, tetapi setiap pemandian memiliki pintu masuk
yang rumit dan berisi aula besar yang, setidaknya dalam contoh
Khirbat al-Mafjar, didekorasi dengan sangat baik dan dengan
bentuk yang tidak biasa. Kubah dan kubahnya patut diperhatikan,
begitu pula lantai dan panel mozaiknya serta pahatan
semennya. Tampaknya aula ini untuk kesenangan — tempat untuk
musik, menari, dan mungkin pesta pora sesekali. Pengaturan yang
sama mungkin telah digunakan untuk berbagai tujuan, mungkin
untuk kesenangan dan resepsi formal.
Pembangunan kompleks dihentikan setelah gempa bumi tahun 747.

b. Quraish Amrah (Istana Kecil Amrah)

Bangunan Dinasti Umayyah ini didirikan pada masa


pemerintahan Khalifah Umawiyyah Al-Walid bin Abdul Malik
17

tahun 92 H/711 M. Istana ini meliputi dua bagian, yaitu Ruang


Pertemuan dan Hammam (Kamar mandi umum)
Bangunan ini memiliki bentuk yang sangat kecil, di desain
dengan arsitektur yang indah dan menarik. Ruang Al-Arsy
merupakan ruangan istana paling besar yang digunakan untuk
menerima tamu-tamu khalifah maupun utusan lainnya. Ruangan
ini terhubung dengan ruang kecil di sampingnya untuk ruang
ganti pakaian. Ruangan ini memiliki atap setengah silinder.
Sedangkan kamar mandinya memiliki tiga ruang, yaitu ruang
kamar mandi Al-Barid (dingin) terhubung dengan kamar mandi
yang beratapkan runcing, yaitu Ad-Dafi (hangat). berfungsi
mengalirkan air ke ruang-ruang lain yang memiliki rancangan
putih, yaitu kamar mandi As-Sakhim (panas) yang di atasnya
tergantung kubah setengah bulat yang dihiasi dengan lukisan
indah.
Quraish Amrah identik dengan gambar-gambar yang
menutup temboknya bagian dalam. Lukisan tersebut merupakan
lukisan Arab Islam paling kuno. Yaitu lukisan dengan warna
minyak atau air di atas tembok. Lukisan jenis ini dikenal dengan
nama ‘Fresko’. lukisan-lukisan ini memenuhi dinding, atap, dan
kubah kamar mandi dengan beragam motif, di antaranya motif
perburuan di mana terdapat lukisan anjing saluki dengan para
pembvuru, panorama perburuan kuda dan kijang., panorama
nynayian, musik, tarian dan olahraga gulat, lukisan khalifah Al-
Walid bin Abdul Malik di muka lengkungan Arsy, di bagian
kirinya terdapat prasasti penting yang dikenal dengan prasasti
musuh-musuh islam, yang menggambarkan 6 para raja musuh
islam yang menyerang kaum muslimin.
18

2.3.1.3 Makam

Makam Umar bin Abdul Aziz yang berada di Suriah.

Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudayaan Islam, juga


terlihat pada bangunan makam. Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada
bangunan makam
Sejarawan Ahmad Faiz al-Humshi dalam bukunya yang berjudul Al-
Udhama alladzina Matu wa Dufinu fi Dimasyq mengungkapkan, di
Suriah, terutama Damaskus, terdapat makam tokoh-tokoh para sejarawan
yang terdiri dari ulama, cendekiawan, dan umara.

Ia menyebutkan misalnya, ada 26 sahabat, 11 tabiin, 55 sultan dan


raja Dinasti Ayubiyah, 64 raja dan sultan Dinasti Mamluk, 10 khalifah
Bani Umayah, 12 sultan Dinasti Saljuk dan sebagainya. Salah satunya
adalah makam khalifah pertama Dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abi
Sufyan (661-680 M). Ia meninggal pada Rajab 60 H di usia 78 tahun.
Makamnya berada di Komplek Pemakaman Bab as-Shagir yang berada
di Damaskus. Kompleks pekuburan ini satu dari sekian makam yang
tersohor, dan terkenal mahal. Selain Muawiyah, di kompleks ini juga
19

dimakamkan Sahabat Bilal bin Rabah, dan sejumlah ahli bait seperti
Abdullah bin Ali bin al-Husein.Peristirahatan terakhir Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah juga berada di kompleks ini. Seperti situs-situs lainnya di
Suriah, kompleks pemakaman ini pun terancam akibat perang.

2.3.2 Seni Hias atau Seni Ornamen


Dinasti Umayyah yang berkuasa sejak 622-750 M telah banyak
member dasar pengembangan seni hias atau seni ornamen. Bisang seni
hias atau seni ornamen ini telah mulai diterapkan penggunaannya
sebagai hiasan dekorasi masjid, khususnya bagian dalam masjid
terutama paling sering kita temukan pada bagian mimbar dan mihrab.
Hiasan ini berupa hiasan polygonal yang diukirkan pada bidang dinding
masjid yang telah dilapisi dengan batu kapur, sehingga hasil hiasannya
disebut stucco. Pengaruh seni hias ini berasal dari seni Byzantium
Konstantinopel (Romawi Timur) dan dari seni Sassanide Persia.
Seperti yang telah disebutkan bahwa para khalifah Umayyah
banyak memakai ahli tukang seni yang berasal dari Persia, Romawi,
Syria, yang sudah tentu hal ini akan memberi sesuatu pola baru dalam
bentuk seni hias Islam, yang asalnya mereka bahwa dari daerah/negara
aslanya. Itulah yang kita kenal pola hias polygonal yang terdiri dari
hiasan tumbuh-tumbuhan maupun hiasan simetri atau ilmu ukur.
Contoh hiasan itu banyak ditemukan di Masjid Damaskus (Syria),
Masjid Al-Aqsa (Palestina), yang menggambarkan hiasan daun palma
yang diukirkan dalam bentuk huasan polygonal, geometris, serta
simetris.
Selain penggunaan hiasan untuk dekorasi ruang bangunan
Masjid, dapat juga kita temukan penggunaan hiasan pada bagian luar
dinding maupun teras serta jendela-jendela bangunan berupa hiasan
tembus yang umumnya mempergunakan hiasan geometis.
Semua penggunaan pola-pola hiasan ini sangat tergantung pada
kemampuan pengolahannya maupun segi penerapan pemakaiannya
20

pada benda-benda yang akan dihias. Disamping kemampuan para


seniman dalam mengolah hiasan itu hingga mencapai taraf keindahan
yang tinggi. Demikianlah para seniman Islam telah mampu
mewujudkan rasa seninya dalam bentuk hiasan yang bernilai seni tinggi
sepanjang zaman. Dengan taraf ketinggian mutu seni yang dihasilkan
para seniman Islam ini menimbulkan rasa kagum dan rasa hormat dari
kalangan pecinta seni sehingga timbul sesuatu pendapat bahwa
munculnya seni Islam merupakan salah satu ukuran akan tingginya nilai
seni budaya Islam dan merupakan khasanah yang tiada ternilai
harganya bagi peradaban dunia dan pantas dipelihara kelestariannya.
2.3.2.1 Kaligrafi
Seni rupa yang berkembang pada zaman kekhalifahan
Daulah Bani Umayyah (661-750), hanyalah seni ukir dan seni
pahat, sama halnya dengan zaman permulaan. Seni ukir yang
berkembang pesat pada zaman itu ialah penggunaan khat Arab
(kaligrafi) sebagai motif ukiran.
Memasuki zaman itu mulai timbul ketidakpuasan
terhadap khatt Kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit
digoreskan. Lalu mulailah pencarian bentuk lain yang
dikembangkan dari gaya tulisan lembut (soft writing) non-
Kufi, sehingga lahirlah banyak gaya. Jenis khat yang
terpopuler diantaranya adalah Tumar, Jalil, Nisf, Sulus dan
Sulusain. Khalifah pertama Bani Umayyah Mu'awiyah bin
Abu Sufyan (661-680), adalah pelopor pendorong upaya
pencarian bentuk baru kaligrafi tersebut (Armando, 2005:
47).
Beberapa ragam kaligrafi awalnya dikembangkan
berdasarkan nama kota tempat dikembangkannya tulisan. Dari
berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya utama yang
berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan
Madinah yaitu Mudawwar (bundar), Mutsallats (segitiga),
21

dan Ti’im (kembar yang tersusun dari segitiga dan bundar).


Dari tiga gaya tulisan ini pun, hanya dua yang diutamakan
yaitu gaya kursif dan mudah ditulis yang disebut gaya
Muqawwar berciri lembut, lentur dan gaya Mabsut berciri
kaku dan terdiri goresan-goresan tebal (rectilinear). Dua
gaya ini pun menyebabkan timbulnya pembentukan
sejumlah gaya lain lagi diantaranya Mail (miring), Masyq
(membesar) dan Naskh (inskriptif). Gaya Masyq dan Naskh
terus berkembang, sedangkan Mail lambat laun ditinggalkan
karena kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi
pun melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal
maupun horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf maupun
hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi Murabba’ (lurus-
lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar (dianyam),
Mutarabith Mu’aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya.
Demikian pula gaya kursif mengalami perkembangan luar
biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam hal
keragaman gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini
penyalinan al Quran, kitab-kitab agama, surat-menyurat dan
lainnya.

Contoh Lukisan kaligrafi zaman Umayyah


22

Sumber : julyadi.web.ugm.ac.id (2015)


Di antara kaligrafer Bani Umayyah yang
termasyhur mengembangkan tulisan kursif adalah Qutbah al
Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil,
Nisf, dan Tsuluts. Keempat tulisan ini saling melengkapi
antara satu gaya dengan gaya lain sehingga menjadi lebih
sempurna. Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis
dengan pena besar pada tumar-tumar (lembaran penuh,
gulungan kulit atau kertas) yang tidak terpotong. Tulisan ini
digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada
amir-amir dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan
tulisan Jalil yang berciri miring digunakan oleh masyarakat
luas (Qalam, 2009: 1)
Pada awal berdirinya Kekhalifahan Bani Umayyah,
tulisan kaligrafi mulai digunakan untuk keperluan administrasi
negara. Pada perkembangan selanjutnya, tulisan indah juga
digunakan di dinding istana, masjid, dan tempat lain
Konstribusi kaligrafi terhadap peradaban Islam dapat kita lihat
dari beberapa aspek, yaitu:
1). Aspek religius, yaitu dakwah Islam melalui seni kaligrafi.
Kaligrafi al Quran menyuarakan wahyu Islam dan sekaligus
menggambarkan tanggapan orang-orang Islam terhadap pesan
Ilahi. Titik-titik yang ditulis oleh menciptakan pola dasar
surgawi tentang kaligrafi al Quran dan juga garis-garis serta
kandungan-kandungan hukum alam yang tidak hanya
membentuk ruang angkasa, namun juga ruang arsitektur Islam.
(Nasr, 1993: 28). Melalui penulisan dan pembacaan huruf-
huruf, kata-kata, dan ayat-ayat ini, manusia merasakan bahwa
kalimat-kalimat al Quran dalam bentuk kaligrafi bukan sekedar
kalimat-kalimat yang memancarkan gagasan, namun juga
memancarkan kekuatan dalam diri pembacanya.
23

2). Aspek etika, yaitu kesadaran ritual keberagamaan.


Melalui seni kaligrafi manusia dapat mengetahui hakekat yang
maha kuasa. Nilai-nilai al Quran yang diaplikasikan oleh para
kaligrafer dapat membawa para pembacanya memahami dan
memaknai kehidupan sesuai dengan ayat-ayat yang tertulis
dalam kaligrafi.

2.3.3 Seni Miniatur


Arsitektur Islam tentunya tidak lepas dari dekorasi dan
ornamentik yang memberikan kesan khusus terhadapnya sehingga
kemudian dapat menambah mutu dan nilai penampilannya. Susunan
dan kesatuan bangunan yang merupakan gabungan dari bagian-bagian
seperti jendela dan pintu, lalu barang-barang pakai yang mengisi
ruangan berupa seni miniatur yang khas Islam, seni ukir, lukisan
dinding stuco dan fresco serta ornamen semuanya menjadi bagian yang
mendukung terbentuknya ungkapan dekoratif dan ornamentik, serta
tidak dapat dipisahkan dari wujud penampilan arsitektur Islam.
Bangunanbangunan hasil karya arsitektur Islam pada zamannya tampil
sebagai suatu kesatuan yang utuh, memiliki ciri yang khas dari segi
dekoratif dan ornamentik.
Adalah benar, terdapat beberapa hadis yang melarang atau
bahkan mengharamkan lukisan dan patung, namun, seperti juga hadis-
hadis tentang larangan bermain musik dan menyanyi, hal ini bukanlah
“harga mati”, dan masih peka untuk diperlihatkan. Dan seandainya kita
menilik pencapaian kebudayaan periode Umayyah dan Abbasiyah, kita
mendapatkan gambar-gambar makhluk hidup terdapat di berbagai
tempat. Namun pemakaian ini terbatas di istana-istana raja dan barang-
barang kerajinan saja, dan tidak dipakai untuk dekorasi bangunan
keagamaan
24

.
Dekorasi Arsitektur Yunani Helenistik
Dalam bidang seni dekorasi, seiring dengan suburnya
perkembangan kaligrafi, penghiasan cover (sampul) dan tepi halaman
Al-Qur’an mendapat perhatian besar. Sedangkan dalam dekorasi
arsitektur pengaruh kebudayaan Hellenisme Romawi (yang naturalistik,
baik gambar manusia maupun binatang) dan Sasania Persia (yang
abstrak, simetris) tampak jelas. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang
telah ada sebelum islam merupakan bagian tak terpisahkan dalam
pembentukan corak kebudayaan Islam.

Dekorasi Arsitektur Yunani Helenistik


25

Contoh Ukiran Sasania Persia


Pada masa Khalifah Abd Malik mulai dirintis pembuatan tiraz
(semacam bordiran di baju kerajaan), sehingga menjadi murcutanda
pakaian kebesaran dan resmi khalifah dan pembesar pemerintahan.
Format tiraz pada mulanya diadopsi dari budaya Kristen, tapi kemudian
oleh Abdul Aziz diganti dengan budaya Islam, yakni lafaz “La Ilaha
Illa Allah” yang disulam dengan benang emas.

2.3.3.1 Koin Islam Pertama Dinasti Umayyah


Sebagai khalifah pertama dari Bani Umayyah, tentu Muawiyah
bin Abu Sufyan lebih fokus membangun di bidang keamanan,
namun ada beberapa pemikirannya di bidang ekonomi seperti
mencetak mata uang. Sebagaimana diketahui pada masa Rasulullah
dan Khulafaur Rasyidin, sudah mengenal uang sebagai alat tukar
dan pembayaran. Namun, barter juga tidak ditinggalkan kala itu,
bahkan menjadi penguat kegiatan ekonomi. Seiring dengan
berjalannya waktu, barter dinilai tidak efektif dan efissien lagi
karena terlalu memakan waktu yang cukup lama.

Jauh sebelum masyarakat Barat memakai uang dalam


bertransaksi, orang Islam sudah mengenal media pertukaran dan
26

pengukur nilai, bahkan al-Qur’an secara tersirat mengatakan bahwa


media pengukur nilai yakni emas dan perak dalam beberapa ayat.
Beberapa ahli fiqh mentafsirkan emas dan perak sebagai dinar dan
dirham. Sebelum ditemukannya uang sebagai media tukar,
transaksi dilaksanakan memakai sistem barter, yakni barang ditukar
dengan barang dan barang dengan jasa.

Ummat Islam pertama kali mencetak mata uang masa


pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan, pendiri Bani Umayyah
pada tahun 661 M, hampir 3 dekade pasca meninggalnya
Rasulullah SAW. Layaknya pemimpin, Muawiyah menjadikan
semua daerah Islam ketika itu berada di bawah kendali pemerintah
pusat lalu menyatukan kekuatan guna melawan Byzantium. Tetapi,
ia pun bersusah payah agar mampu menetralkan perbedaan agama
yang mendominasi koin emas Byzantium. Di Suriah, koin
Byzantium masih dipakai walau kekuasaan Byzantium telah
runtuh. Demikianlah, orang Suriah mewakili keseimbangan budaya
antara Kekaisaran Byzantium dan Kerajaan Arab.

Abdul Malik Ibn Marwan selaku Khalifah Umayyah kelima, ia


memuat kata dari Al-qur’an selama 20 tahun sehingga masalah
keislaman jadi lebih terarah. Abdul Malik mendirikan Haram al-
Sharif (Kubah Batu) di Yerusalem. Ia juga mengeluarkan dekrit
yang menegaskan bahwa seluruh bisnis pemerintahan
menggunakan bahasa Arab. Oleh karenanya, gambar Abdul Malik
terpatri pada koin mengganti gambar Kaisar Byzantium. Untuk
pertama kalinya, simbol salib pun dihapuskan serta kalimat Al-
qur’an dimunculkan dalam koin.

Koin emas baru yang bertulis Arab tersebut menyebabkan


masalah internasional. Pada tahun 692 M, usaha Abdul Malik guna
membayar upeti kepada Byzantium menggunakan koin tersebut
ditolak Kaisar Justinian II (669-711). Penolakan tersebut melanggar
27

kesepakatan yang menyebabkan perang terjadi. Koin emas tersebut


menyinggung Kaisar Justinian II sebab tidak terdapat lagi lambang
trinitas, tetapi diganti dua kalimat syahadat menggunakan bahasa
Arab. Sejak itulah, lambang Islam akhirnya diberlakukan untuk
seluruh mata uang.

Koin Islam Pertama yang bergambar Khalifah Abdul Malik.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Awal pembentukan dinasti Umayyah hanya memfokuskan pada
pengembangan wilayah (Ali Mufrodi, 1997: 80), Seni rupa berkembang
pada seni ukir dan seni pahat. Seni ukir mulai menggunakan khat Arab
sebagai motif ukiran/pahatan. Banyak ayat Al-Qur’an, Hadis Nabi dan
syair yang dipahat dan diukir pada tembok dinding bangunan masjid,
istana dan gedung pemerintahan. Jejak seni ukir masih didapatkan pada
dinding Qushair Amrah (Istana mungil Amrah), istana musim panas yang
terletak di sebelah timur Laut Mati. Istana tersebut dibangun oleh
khalifah Walid bin Abdul Malik. Ada 7 (tujuh) bangunan utama pada
masa bani Umayyah, yakni Qubbah al-Sakhrah (kubah batu), istana
Musyatta, Qushair Amrah, istana Khirbat alMafjar, istana Qasr al-Hair
al-Syarqi, istana Qasr al-Hair al-Gharbi, dan masjid Umayyah.
Seni rupa pada zaman Umayyah banyak dipengaruhi oleh
kesenian Bizantium, sebagai akibat dipindahkannya pusat pemerintahan
Islam dari Makkah ke Syria. Seni rupa ini banyak memperlihatkan ciri
seni rupa kristen awal, yaitu bentuk-bentuk basilika dan menara. Seperti
bisa dilihat di Masjid Umayyah yang awalnya adalah Gereja
Johannes di Damaskus. Interior masjid ini digarap seniman-seniman
Yunani dari Konstantinopel.

3.2 Saran
Seni Rupa dalam islam diharapakan mampu menjadi sarana dan acuan
untuk senan tiasa berkarya sesuai dengan kaidah-kaidah islam. di samping
itu seni rupa islam diharapkan dapat menjadi niatan ibadah kepada allah
SWT. Dengan berkaya melalui seni rupa mencitaptakan suatu karya yang
bersifat estetika, kreatif dan inovatif, Menjungnjung tinggi nilai suatu
budaya serta tidak lupa dengan sang maha pencipta dan pemilik alam
semesta ini.

27
DAFTAR PUSTAKA
Zainudin, Ely. 2015. PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH.
vol 3, No 2 (2020) : Jurnal Intelegensia - Vol. 03 No. 2 Juli-Desember
2015 Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara. Diakses pada tanggal
7 Oktober 2021 melalui alamat online sebagai berikut
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/99028309240710166
R Taufiqurrochman. ARSITEKTUR DAN SENI ISLAM; PERSENTUHAN DARI
RAGAM ENTITAS BUDAYA. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2021
melalui alamat online sebagai berikut http://repository.uin-
malang.ac.id/297/1/04%20Arsitektur%20dan%20Seni.pdf
Dr. Fuji Rahmadi P, MA. 2018. DINASTI UMAYYAH (Kajian Sejarah dan
Kemajuannya). Volume III No. 2 Januari-Juni 2018 Dosen Fakultas
Agama Islam dan Humaniora Universitas Pembangunan Panca Budi
Medan. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2021 melalui alamat online
sebagai berikut.
http://jurnal.pancabudi.ac.id/index.php/alhadi/article/download/353/33
3/
Saputri, Itsnawati Nurrohmah. 2016. Perkembangan Arsitektur Masjid Pada
Masa Abdul Malik Ibn Marwan dan Walid Ibn Abdul Malik di Dinasti
Umayyah (685-715M). Skripsi UIN Sunan Kalijaga. Diakses pada
tanggal 7 Oktober 2021 melalui alamat online sebagai berikut.
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20588/1/11120082_BAB-I_IV-
atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf
Saputri, Itsnawati Nurrohmah. 2017. Perkembangan Kubah Batu, Masjid
Damaskus, Perluasan Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi pada
Masa Khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan Walid Bin Abdul Malik.
Millatī, Journal of Islamic Studies and Humanities Vol. 2, No. 2,
Desember 2017: h. 195-220. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2021
melalui alamat online sebagai berikut.
http://millati.iainsalatiga.ac.id/index.php/millati/article/download/
1256/796

28
29

Achmad ZIrzis. 2016. Pengantar Studi Sejarah Peradaban Islam. Pustaka Al-
Kautsar. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2021 melalui alamat online
sebagai berikut. https://books.google.co.id/books?
id=oEtmDwAAQBAJ&pg=PA254&lpg=PA254&dq=Qushair+Amrah
&source=bl&ots=odxUsD1XEt&sig=ACfU3U3-
H7ncYBH1XJ6ZsBhtfNMZwlnhCA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjp
qczuv73zAhXFfn0KHen3D54Q6AF6BAgNEAM#v=onepage&q=Qus
hair%20Amrah&f=false
Fitriani, Laily. 2012. SENI KALIGRAFI: PERAN DAN KONTRIBUSINYA
TERHADAP PERADABAN ISLAM. TY - JOUR. El-HARAKAH
(TERAKREDITASI). Diakses pada tanggal 9 Oktober 2021 melalui
alamat online sebagai berikut.
https://www.researchgate.net/publication/284120065_SENI_KALIGR
AFI_PERAN_DAN_KONTRIBUSINYA_TERHADAP_PERADABA
N_ISLAM/citation/download
RD. Ahmad. J. 2015. Perkembangan Dunia Kalighrafi. Diakses pada tanggal 9
Oktober 2021 melalui alamat online sebagai berikut.
https://julyadi.web.ugm.ac.id/2015/01/01/perkembangan-dunia-
kalighrafi/

Dr. Febri Yulika, M.Hum. 2016. JEJAK SENI DALAM SEJARAH ISLAM. Institut
Seni PadangPanjang, ISBN 978-602-17588-9-2. Diakses pada tanggal
9 Oktober 2021 melalui alamat online sebagai berikut.
https://books.google.co.id/books?
id=Wf1kDwAAQBAJ&pg=PA186&lpg=PA186&dq=istana+Khirbat+
al+Mafjar&source=bl&ots=NdQ_Ly9IBg&sig=ACfU3U2vqGni5l-
xOcWtUx1lkntsGanoSQ&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjt7aH6u73zA
hUTVysKHRAdDmIQ6AF6BAggEAM#v=onepage&q=istana
%20Khirbat%20al%20Mafjar&f=false
Syukur, Camelia Rizka Maulida. 2020. Sejarah Mata Uang Masa Kepemimpinan
Muawiyah bin Abu Sufyan. Tamaddun: Jurnal Sejarah dan
30

Kebudayaan Islam, Vol. 8 Issue 1, July 2020. Program Magister Ilmu


Agama Islam Universitas Islam Indonesia. Diakses pada tanggal 9
Oktober 2021 melalui alamat online sebagai berikut.
https://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/tamaddun/article/download/
6169/pdf_3

Anda mungkin juga menyukai