Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TOKOH DAN KONSEP PEMIKIRAN TASAWUF (Al-Hallaj, Al-Ghazali,


Imam Araby)
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu: Musdhalifah, M.H.I

Dibuat oleh kelompok 9:

1. Lidhatul Umamah 201105030035


2. Siti Fatimatus Zahro 201105030033
3. Muhammad Wildan Rosidi 201105030034

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ

JEMBER

2021
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan , sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada baginda kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat sehat baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan pembuatan makalah
dari mata kuliah Akhlak Tasawuf dengan judul “TOKOH DAN KONSEP PEMIKIRAN
TASAWUF (Al-Hallaj, Al-Ghazali, Imam Araby)”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami sangat berterima
kasih kepada dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf yaitu Musdhalifah, M.H.I dan teman-teman
kelas Akuntansi Syariah 1 yang telah mendukung pembuatan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jember ,8 Oktober 2021

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan masalah....................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................4
D. Manfaat....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Al-Hallaj : Konsep Hulul.........................................................................................5
B. Al-Ghazali : Konsep Al-Ma’rifah............................................................................7
C. Ibnu Araby : Konsep Wihdatul Wujud....................................................................9
BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh Nabi dan Rasul mulai dari
Nabi Adam hingga Nabi Muhammad shallaahu alaihi wasallam. Islam pula adalah
satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah. Oleh kerena Islam adalah agama
yang diridhoii oleh allah, sudah tentu islam adalah agama yang mencakup segala
aspek kehidupan ini.Sebagaimana Nabi Muhammad diutus untuk memperbaiki
akhlak ummat, maka Islam mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan akhlak
manusia. Salah satu yang termasuk adalah akhlak tasawuf.

dalam makalah ini penulis membahas hulul, Ma’rifah, wahdatul wujud


agar pembaca mengetahui konsep dari beberapa konsep akhlak tasawuf. Lebih
luasnya lagi, penulis berharap amal dan perbuatan yang kita kerjakan sesuai
dengan ajaran Rasul. Mudah-mudahan dengan penbahasan sekilas ini dapat
menambah wawasan penulis khususnya dan pembaca umumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud konsep hulul?


2. Apa yang dimaksud konsep Al-Ma’rifah?
3. Apa yang dimaksud konsep wahdatul wujud?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep Al-hullul


2. Untuk mengetahui konsep Al-ma’rifah
3. Untuk mengetahui konsep Wahdatul wujud

D. Manfaat

Salah satu manfaat dari adanya makalah ini adalah untuk mengetahui apa
itu konsep al-hullul, al-ma’rifah dan wahdatul wujud.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Al-Hallaj ( konsep Hullul)

Nama lengkap tokoh sufi legendaris ini adalah Abu al-Mughits al-Husain
Bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi, tetapi kemudian lebih dikenal sebagai
Al-Hallaj. Ia lahir pada tahun 244 H/ 858 M di Thur, salah satu desa sebelah
Timur Laut Baidha’ di Persia, di mana Sibawaih pernah di lahirkan. Kakeknya,
Muhammad, adalah seorang Majusi sebelum masuk Islam. Namun riwayat ini
kurang begitu kuat. Adapun yang banyak di pegangi oleh ahli sejarah Sufi adalah
yang menyatakan bahwa ia keturunan Abu Ayyub, sahabat Rasulullah.

Pemikiran Al-Hallaj yang sangat kontroversial, menonjolkan dan dianggap


sebagai pemikiran yang ekstrim sepanjang sejarah tasawuf dalam Islam adalah
ajarannya tentang hulul. Hulul artinya Tuhan mengambil tempat dalam tubuh
manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat
kemanusiaannya melalui fana. Fana bagi Al-Hallaj mengandung tiga tingatan:
Tingkat memfanakan semua fikiran (tajrid taqli), khayalan, perasaan dan
perbuatan hingga tersimpul semata-mata hanya kepada Allah dan tingkat
menghilangkan semua kekuatan pikiran dan kesadaran. Dari tingkat fana
dilanjutan ketingkat fana al fana, peleburan wujud jati manusia menjadi sadar
keTuhanan melarut dalam hulul hingga yang di sadarinya hanyaah Tuhan

Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada diri manusia, bertolak
dari dasar pemikiran Al-Hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia
terdapat dua sifat dasar, yaitu Lahut (keTuhanan) dan Nasut (kemanusiaan).
Tuhan pun, menurutnya, mempunyai sifat kemanusiaan di samping sifat
keTuhanan-Nya. Dengan dasar inilah maka persatuan antara Tuhan dengan
manusia bisa terjadi. Dan persatuan inilah, dalam ajaran Al-Hallaj, disebut Al-
Hulul (mengambil tempat).

Paham Al-Hallaj di atas didasar oleh konsep penciptaan Adam.


Menurutnya, sebelum Tuhan menciptakan makhluk-Nya. Dia hanya melihat
dirinya sendiri. Dalam kesendirian-Nya itu terjadi dialog antara Dia dengan diri-

5
Nya sendiri, dialog yang didalamnya tidak ada kata-kata ataupun huruf-huruf.
Yang dilihatnya hanyalah kemuliaan dan ketinggian Zat-Nya. Dan Dia pun cinta
terhadap zat-Nya itu. Cinta yang tak dapat disifatkan dan cinta inilah yang
menjadi sebab dari segala yang ada (makhluk-Nya). Kemudian Dia pun
mengeluarkan dari yang tiada bentuk dari diri-Nya dan bentuk itu adalah Adam.
Maka diri Adamlah, Tuhan muncul dalam bentuk-Nya. Dengan demikian pada
diri Adam terdapat sifat-sifat yang dipancaran Tuhan yang berasal dari Tuhan.

Teori lahut dan nasut ini mempuya mempunyai dasar yang ada di dalam Al-Quran
yakni;

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: “Sujudlah kamu
kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan
adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir”.

Ayat tersebut di atas di ditafsirkan sebagai diperintahkan malaikat untuk bersujud


kepada Nabi Adam, karena pada diri Adam, Allah bersemayam di dalam dirinya,
kecuali iblis yang menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam karena merasa
lebih tinggi dari Nabi Adam.

Tentang sifat lahut dan nasut Tuhan, dapat di lihat dari syair Al-Hallaj berikut :

Maha suci diri Yang sifat kemanusiaan-Nya

Membukakan rahasia Cahaya ketuhanan-Nya yang gemilang

Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata

Dalam bentuk manusia yang makan dan minum.

Al-Hallaj juga mempuyai banyak syair-syair, antara lainnya sebagai


berikut:

Aku adalah Dia Yang kucintai,

Dan Dia yang kucintai adalah aku,

Kami adalah dua jiwa yang menempati satu tubuh,

Jika engkau melihat aku, engkau lihat Dia,

6
Dan jika engkau lihat Dia, Engkau lihat kami.

“Aku adalah rahasia Yang Maha Besar

Yang Maha Besar bukanlah aku,

Aku hanya satu dari yang benar,

Maka bedakanlah antara kami.”

Bentuk-bentuk Al-Hulul

1).Al-Hulul Al-Jawari yaitu dua, keadaan dimana esensi yang satu dapat
mengambil tempat pada yang lain (tanpa ada penyatuan) sebagaimana halnya
terlihat air bertempat dalam tempayang.

2).Al-Hulul Al-Sayorani ialah menyatunya dua esensi sehingga tampat hanya satu
esensi, seperti zat cair yang telah mengalir dalam bunga. Rupanya paham kedua
inilah yang di kembangkan Al-Hallaj.
B. Al-Ghazali ( Konsep Al-ma’rifah)
Al-Ghazali yang nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali, dilahirkan di Thus, salah satu kota di Khurasan (Persia)
pada pertengahan abad kelima Hijriyah (450 H/1058 M). Ia adalah salah seorang
pemikir besar Islam yang dianugerahi gelar Hujjatul Islam (bukti kebenaran
agama Islam) dan zain ad-din (perhiasan agama). Al-Ghazali meninggal di kota
kelahirannya, Thus pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H (19 Desember 1111 M).
Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota Thus, kemudian meneruskan di
kota Jurjan, dan akhirnya di Naisabur pada Imam Juwaini sampai yang terakhir ini
wafat pada tahun 478 H/1085 M .

Al-Ghazali, setelah melalui pengembaraannya mencari kebenaran akhirnya


memilih jalan tasawuf. Menurutnya, para sufilah pencari kebenaran yang paling
hakiki. Lebih jauh lagi, menurutnya, jalan para sufi adalah paduan ilmu dengan
amal, sementara sebagai buahnya adalah moralitas. Juga tampak olehnya, bahwa
mempelajari ilmu para sufi lewat karya-karya mereka ternyata lebih mudah
daripada mengamalkannya. Bahkan ternyata pula bahwa keistimewaan khusus
milik para sufi tidak mungkin tercapai hanya dengan belajar, tapi harus dengan
ketersingkapan batin, keadaan rohaniah, serta penggantian tabiat-tabiat. Dengan

7
demikian, menurutnya, tasawuf adalah semacam pengalaman maupun penderitaan
yang riil.

Ma’rifah adalah esensi taqarrub (pendekatan pada Tahun).


Ma’rifahmerupakan hasil penyerapan jiwa yang mempengaruhi kondisi jiwa
seorang hamba yang ada akhirnya akan mempengaruhi seluruh aktivitas ragawi.
‘Ilm, diibaratkan seperti melihat api sementara ma’rifah ibarat cahaya yang
memancar dari nyala api tersebut.Ma’rifah secara etimologis, adalah pengetahuan
tanpa ada keraguan sedikit pun. Dalam terminologi kaum sufi, ma’rifah disebut
pengetahuan yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya ketika pengatahuan itu
terkait dengan persoalan Zat Allah swt. dan sifat-sifat-Nya. Jika ditanya, “Apa
yang dimaksud dengan ma’rifahZat dan apa pula maksud dari ma’rifah sifat?”
Maka jawabnya: “ma’rifah Zat mengetahui bahwa sesungguhnya keagungan yang
bersemayan dalam diri-Nya dan tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya.
Adapun ma’rifahsifat, adalah mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Swt. Maha
Hidup, Maha Mengetahui, Maha Berkuasa, Maha Mendengar, Maha Melihat dan
dengan segala sifat kemahasempurna lainnya,”

Ma’rifah kepada Allah Swt. dengan sendirinya adalah zikir kepada Allah
Swt. karena ma’rifah berarti hadir bersama-Nya dan musyahadah kepada-Nya.
Tandatanda ma’rifah, pada mulanya, munculnya kilatan-kilatan kecermelangan
cahaya lawa`ih, tawali’, lawami’ dan barq. Kata-kata tersebut masing-masing
sinonim yang berarti kilatan cahaya dan kecemerlangan. Beda antara al-barq dan
al-wajd, adalah al-barq lebih merupakan proses memasuki jalan tauhid,sedangkan
al-wajd (perasaan) adalah yang menyertai di dalamnya. Baru setelah keduannya
mendarah daging maka jadilah zauq (rasa sukma).

Menurut al-Ghazali sarana ma’rifat seorang sufi adalah kalbu, bukannya


perasaan dan bukan pula akal budi. Kalbu menurutnya bukanlah bagian tubuh
yang dikenal terletak pada bagian tubuh yang dikenal terletak pada bagian kiri
dada seorang manusia, tapi adalah percikan rohaniah ke-Tuhan-an yang
merupakan hakikat realitas manusia, namun akal-budi belum mampu memahami
perkaitan antara keduanya. Kalbu menurut al-Ghazali bagaikan cermin. Sementara
ilmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jelasnya jika

8
cermin kalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas
ilmu. Menurutnya lagi, yang membuat cermin kalbu tidak bening adalah hawa
nafsu tubuh. Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan
hawa-nafsu itulah yang justru membuat kalbu berlinang dan cemerlang .

Tujuan-tujuan pengetahuan, menurut al-Ghazali adalah moral yang luhur,


cinta pada Allah, fana di dalam-Nya dan kebahagiaan. Karena itu, menurutnya
pengetahuan diarahkan pada tujuan-tujuan moral, sebab ia tergantung dari
kebersihan dan kebeningan kalbu. Dan pengetahuan adalah tanda-tanda petunjuk
dan setiap kali pengetahuan bertambah, moral luhur serta kebeningan kalbu pun
semakin meningkat. Cinta kepada Allah dipandang al-Ghazali sebagai buah
pengetahuan. Sebab tidak terbayangkan adanya cinta kecuali adanya pengetahuan
serta pemahaman, karena seseorang tidak mungkin jatuh cinta kecuali pada
sesuatu yang telah dikenalinya. Dan tidak ada sesuatu yang lebih layak dicintai
yang selain Allah. Karena itu, barang siapa mencintai yang selain Allah, jika
bukan karena dinisbatkan kepada Allah, hal itu timbul karena kebodohan-
kebodohan dan kekurangtahuannya terhadap Allah .

C. IbnuAraby ( Konsep Wahdatul Wujud )

Ibnu Arabi yang nama lengkapnya sebagaimana dinukil oleh


Prof.Dr.Mukhtar solihin M.Ag dalam bukunya Ilmu Tswuf adalah Muhammad
bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah Ath-Tha’i Al-Haitami. Ia lahir di Murcia,
Andalusia Tenggara, Spanyol tahun 560 H dari kalangan berpangkat , hartawan
dan ilmuwan. Namanya biasa disebut tanpa “ Al”untuk membedakan dengan Abu
Bakar ibn Al-‘Arabi, seorang qadhi dari Seville yang wafat ada tahun 543 H. Di
Seville (spanyol) iamempelajari Al-qur’an, hadis serta fiqih pada sejumlah murid
seorang fqih Andalusia terkenal, yakni Ibn Hazm Al-Zhahiri. Ia berasal dari suku
al-Taiy, satu rumpun Arab al-hatimi yang pada umumnya terdiri dari keluarga-
keluarga saleh. Orang tuanya sendiri adalah seorang sufi yang punya kebiasaan
berkelana.Pada usia delapan tahun, Ibnu arabi sudah merantau ke Lissabon untuk
belajar agama dari seorang ulama, Syekh abu Bakar Khalaf.Selesai belajar
Ulumul Quran dan hukum Islam, ia pindah lagi ke Seville yang pada masa itu
merupakan pusat pertemuan para sufi di Spanyol. Ia menetap di sana selama 30

9
tahun untuk memperluas pengetahuan dbidang hukum Islam dan Ilmu Kalam serta
mulai belajar tasawuf. Dari Sevilla ia sering berkunjung ke Cordoba dengan
tujuan utama untuk menimba ilmu dari Ibnu Russyd, kunjungan inibiasanya ia
lanjutkanke wilayah Tunisia dan Maroko.

Wihadat al-wujud adalah ungkapan dua kata, yaitu wihdat dan al-wujud.
Wihdat artinya sendiri tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud adrtinya ada.
Dengan demikian wihdat al-wujud berarti kesatuan wujud.[8] Menurut ulama
klasik ada yang mengartikan wihdah sebagai sesuatu yang dzatnya tidak dapat
dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Menurut para ahli filsafat dan sufisme
al-wihdah sebagai satu kesatuan antara materi dan roh, subtansi (hakikat) dan
forma (bentuk), antara yang tampak dan yang bathin, antara alam dan Allah.

Konsep kesatuan wujud sendiri sangat kompleks dan sulit ditangkap. Ibnu
Arabi memberikan ilistrasi tentang bagaimana hubungan antara tuhan dan alam
dalam konsep kesatuan wujudnya. “ wajah sebenarnya satu, tapi jika engkau
perbanyak cermin, maka ia akan menjadi banyak.” Segala macam benda dan
mahluk yang terdapat di alam semesta sebagai manifestasi (tajalliyat) tuhan.

Faham wahdat al-wujud oleh Ibn al-Arabi menjadi Khalq –makhluk– dan
lahut menjadi haq –Tuhan–. Khalq dan haq adalah dua aspek bagi tiap sesuatu.
Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang sebelah dalam disebut haq.

Konsep dasar pertama dari filsafat Ibn ‘Arabi adalah pengakuan bahwa
hanya ada dzat tunggal saja, dan tidak ada yang mewujud selain itu. Istilah Arab
untuk mewujud-wujud, yang dapat disamakan dengan kepribadian (eksisten).
Perbedaan, yang banyak dilakukan di masa kini, antara mewujud dan mengada
(being and existence) tidak dilakukan oleh Ibn Arabi. Maka ketika dia
mengatakan bahwa hanya ada zat tunggal, menurutnya yaitu : Bahwa semua yang
ada adalah zat tunggal, Bahwa zat tunggal tidak terpecah ke dalam bagiannya[12],
Bahwa tidaklah ada berlebih di sini atau juga tidak kekurangan di sana. Oleh
sebab itu, dalam setiap kepribadian tidaklah ada sesuatu kecuali zat tunggal, yang
secara mutlak tak terpecahkan atau terbagikan dan seragam.

10
Dengan kata lain, makhluk atau yang dijadikan, wujudnya tergantung pada wujud
Tuhan yang bersifat wajib. Tegasnya yang sebenarnya mempunyai wujud
hanyalah satu, yaitu Tuhan. Wujud selain dari Tuhan adalah wujud bayangan.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan:

ِ َ‫هُ َواألَ َّو ُل َواّألَ ِخ ُر َوالظَّ ِه ُر َواّلب‬


‫اطنُ َوه َُوبِ ُك ِّل َشي ٍّئ َعلِيّ ُم‬

Artinya: “ dialah yang awal dan yang akhir dan yang dahir dan yang bathin dan
dia maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. 57:3)

Dalam pandangan sufi, yang dimaksud dengan dzahir adalah sifat-sifat


Allah yang tampak, sedangkan yang bathin adalah dzat-Nya. Manusia dianggap
mempunyai tersebut karena

manusia berasal dari pancaran tuhan, sehingga antara manusia dengan tuhan pada
hakikatnya satu wujud. Perbedaanya hanya rupa dan ragam.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tasawuf adalah merupakan suluk menuju tuhan yang dilakukan oleh seorang
hamba untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta. Dengan mengerjakan
perintah dan menjauhi larangan tuhan. Dalam pelaksanaanya pendekatan seorang
hamba berbeda dalam bentuk dan coraknya.

Pemikiran Al-Hallaj yang sangat kontroversial yakni Hulul, Nur Muhammad, dan
kesamaan semua agama. Hulul artinya Tuhan mengambil tempat dalam tubuh
manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat
kemanusiaannya melalui fana.

Ma’rifah secara etimologis, adalah pengetahuan tanpa ada keraguan sedikit pun.
Dalam terminologi kaum sufi, ma’rifah disebut pengetahuan yang tidak ada
keraguan lagi di dalamnya ketika pengatahuan itu terkait dengan persoalan Zat
Allah swt.

Konsep wihdat dan al-wujud dalam pandangan Ibnu Arabi adalah kesatuan dzat
yang tunggal. Namun perlu dipahami walaupun Ibnu Arabi mempunyai konsep
wihadatul wujud, ibnu arabi tetap memberikan konsep tanzih dan tasybih dalam
hubungan manusia dengan tuhan. Penyatuan disini yaitu penyatuan nama-nama
dan sifat tuhan dalam jiwa manusia. Dengan konsep ilahiyah manusia akan
menginternalisasi nama-nama dan sifat-sifat tuhan dalam dirinya. Sedangkan
dalam konsep rububiyah manusia akan mengetahui tuhan dengan eksistensi
kosmos sebagai wujud tuhan

B. Saran

Kami menyadari betul banyak kekurangan dalam makalah ini, maka


dengan itu kami memohon saran dari para pembaca untuk memperbaiki makalah
ini menjadi lebih baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://tp.iainsurakarta.ac.id/2019/03/22/pemikiran-al-hulul-abu-mansyur-al-hallaj/
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/esoterik/issue/view/225
https://kunjugi.wordpress.com/2012/03/31/sejarah-pemikiran-tasawuf-ibnu-arabi-
oleh-abdul-karim/

13

Anda mungkin juga menyukai