Anda di halaman 1dari 13

STRUKTUR KEPRIBADIAN : NAFS NABATIYYAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah:

Konseling Islam

Oleh:

Mega Putri (0303173171)

Nur Rahvina Tasya (0303172117)

Rafida Sari Asnianti Harahap (0303173195)

Sri Hapiza (0303172143)

BKPI I/SEMESTER VII

Dosen Pengampu:

Alfin Siregar, M.Pd.I

BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah SWT. Kita memuji, memohon pertolongan,
serta ampunan-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, penuntun jalan kebenaran, teladan bagi umat Islam, dan rahmat bagi seluruh
alam.

Makalah ini disusun sebagai tugas dari dosen pembimbing pada mata kuliah Konseling
Populasi Khusus dengan judul makalah “Struktur Kepribadian : Nafs Nabatiyyah”. Penulis
berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun penulis menyadari bahwa
makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penyusunan maupun segi
penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang
hati demi perbaikan tugas selanjutnya.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarahkatuh

Medan, 29 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………ii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1

C. Tujuan..................................................................................................................................1

BAB II.............................................................................................................................................2

PEMBAHASAN..............................................................................................................................2

A. Pengertian Nafs...................................................................................................................2

B. Pengertian Nafs Nabatiyyah..............................................................................................2

C. Macam-Macam Nafs Nabatiyyah.....................................................................................5

D. Daya-Daya Nafs Nabatiyyah..............................................................................................6

BAB III...........................................................................................................................................9

PENUTUP......................................................................................................................................9

A. Kesimpulan..........................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Puncak kelebihannya
bisa lebih mulia dari malaikat, dan titik terendah kekurangannya lebih hina dari binatang.
Tetapi dibalik kelebihan dan kekurangannya itu, manusia adalah makhluk yang penuh
misteri. Tidaklah mengherankan jika kemudian muncul begitu banyak kajian, penelitian
ataupun pemikiran tentang manusia dalam segala aspeknya. Salah satunya adalah tentang
jiwa.
Perbincangan tentang jiwa (al-nafs) dalam dunia Islam sudah di mulai sejak munculnya
pemikir-pemikir Islam di panggung sejarah. Diawali dengan runtuhnya peradaban Yunani
Romawi dan adanya gerakan penerjemahan, komentar serta karya orisinil yang dilakukan
oleh para pemikir Islam terutama pada masa Daulah Abbasiyah, esensi dari pemikiran
Yunani diangkat dan diperkaya. Di sisi lain, para filsuf muslim juga terpengaruh oleh
pemikiran Yunani dalam membahas nafs (jiwa), sehingga kubu filsafat Islam diwakili oleh
Ibnu Rusyd terlibat perdebatan akademik berkepanjangan dengan al-Ghazali. Dalam kurun
waktu lebih dari tujuh abad, nafs (jiwa) dibahas di dunia Islam dalam kajian yang bersifat
sufistik dan falsafi.
B. Rumusan Masalah
1. Jelasakan pengertian nafs ?
2. Jelaskan pengertian nafs nabatiyyah ?
3. Sebutkan dan jelaskan macam-macam nafs nabatiyyah ?
4. Jelaskan daya-daya nafs nabatiyyah ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian nafs.
2. Menjelaskan tentang nafs nabatiyyah.
3. Menjelaskan macam-macam nafs nabatiyyah.
4. Menjelaskan daya-daya nafs nabatiyyah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nafs
Nafs (jiwa) ditinjau dari segi bahasa, berasal dari bahasa Arab, Nafsun (kata mufrad)
jama’nya, anfus atau Nufusun dapat diartikkan sebagai ruh, nyawa, tubuh dari seseorang,
darah, niat, orang dan kehendak.2 Dalam bahasa Inggris Psycho diartikan jiwa atau mental
jiwa. Menurut bahasa Indonesia jiwa adalah: roh manusia yang ada di tubuh dan
menyebabkan hidup, atau seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan,
pikiran angan-angan dan sebagainya.
Secara istilah, kata jiwa dapat merujuk pada beberapa pandangan ulama dan filosf muslim.
Para filosof muslim-terutama al-Kindi, al-Farabi dan Ibn Sina umumnya sepakat
mendefiniskan bahwa jiwa adalah “kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah,
mekanistik dan memiliki kehidupan yang energik.”5 Secara lebih rinci, yang dimaksudkan
‘kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah’ adalah bahwa manusia dikatakan
menjadi sempurna ketika menjadi makhluk yang bertindak. Sebab jiwa merupakan
kesempurnaan pertama bagi fisik alamiah dan bukan bagi fisik material. Kemudian makna
‘mekanistik’ adalah bahwa badan menjalankan fungsinya melalui perantara alat-alat, yaitu
anggota tubuhnya yang bermacam-macam. Sedangkan makna ‘memiliki kehidupan yang
energik’ adalah bahwa di dalam dirinya terkandung kesiapan hidup dan persiapan untuk
menerima jiwa.1

B. Pengertian Nafs Nabatiyyah


Al-Qur’an adalah firman Allah yang dibawa turun oleh al-Ruh al-‘Amin (jibril) ke dalam
hati sanubari Rasulullah Muhammad bin Abdullah sekaligus bersama lafal arab dan
maknanya, benar-benar sebagai bukti Rasul bahwa ia adalah utusan Allah SWT. dan

1
Mahmud Qasim, Fi an-Nafs wa al-‘Aql li Falasifah al-‘Ighriq wa al-Islam, cet. IV (Kairo:
Maktabah al-Injilu al-Mishriyah, 1969), 73-74.

2
menjadi pegangan bagi manusia agar mereka terbimbing dengan petunjuk-Nya ke jalan yang
benar, serta membacanya bernilai ibadah, semua firman itu telah terhimpun di dalam mushaf
yang diawali dengan surat al-Fatihah dan di tutup dengan surat al-Nas, diriwayatkan secara
mutawatir dari satu generasi ke generasi yang lain melalui tulisan dan lisan serta senantiasa
terpelihara keorisinalannya dari segala bentuk perubahan dan penukaran atau penggantian.
1. Sebagai agama yang memberikan dan melengkapi ajaran-ajaran sebelumnya, Islam
datang sebagai rahmatan lil ‘alamin, rahmat untuk semesta alam. Serta mampu
membimbing umat Islam di manapun dan kapanpun. Namun kenyataannya
mendapatkan rahmat al-Qur’an bukan pekerjaan mudah dan membutuhkan segala upaya
intelektual dan metodologi penafsiran yang cocok. sertametodologi yang sesuai
penafsiran, al-Qur’an baru dapat diajak berdialog dalam suasana bagaimanapun dan
dimanapun. Pada dasarnya metodologi penafsiran telah dibentuk oleh ulama-ulama salaf
sebagai upaya mereka mendialogkan al-Qur’an dengan konteks mereka. Ketika
metodologi itu dibawa ke konteks yang berbeda, maka tidak mampu mendialogkan al-
Qur’an sebagaimana kebutuhan konteks yang baru. Jadi untuk menjadikan al-Qur’an
terus berbicara maka membutuhkan metodologi baru yang bisa mengakomodasi
perkembangan zaman sehingga al-Qur’an menjadi elastis dan fleksibel.
2. Secara normatif dalam ayat-ayat al-Qur’an telah mengklaim dirinyasebagai kitab
petunjuk. Oleh karena itu al-Qur’an juga bernama al-Huda, tetapi secara historis justru
sebenarnya manusialah yang membutuhkan al- Qur’an jika menginginkan kehidupannya
berada pada jalan yang lurus. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kehidupan
manusia dipenuhi dengan permasalahan. Dari masa-kemasa, permasalahan selalu
menyesuaikan tempat dan waktunya, hubungannya dengan yang lain dan seterusnya
3. Latar belakang ataupun cakrawala sejarah dari penulis atau penafsir sebuah teks menjadi
salah satu faktor yang banyak diperhitungkan. Tidak bisa dipungkiri memang setiap
makhluk di dunia ini dipaksa beradaptasi dengan lingkungan dan sebaliknya, kondisi
sekitar baik alam maupun makhluk hidup lain kental membentuk karakter dan
mewarnaipola pikir makhluk tersebut. Begitu juga apa yang terjadi terhadap Imam Al-
Mahalli dan Imam Al-Suyuti, ia tentu membawa gagasan-gagasan yang diwarnai sejarah
personal, sosial dan ideologinya pada masanya, Riwayat hidup Imam Al-Mahalli tak
terdokumentasi secara rinci. Hal ini disebabkan ia hidup pada masa kemunduran dunia

3
Islam. Ia tak memiliki banyak murid, sehingga segala aktivitasnya tidak terekam dengan
jelas. Walau begitu, Imam Al-Mahalli dikenal sebagai orang yang berkepribadian mulia
dan hidup sangat pas-pasan, untuk tidak dikatakan miskin. Guna memenuhi kebutuhan
sehari-hari, ia bekerja sebagai pedagang. Meski demikian kondisi tersebut tidak
mengendurkan tekadnya untuk terus mengais ilmu. Tak mengherankan jika ia
mempunyai banyak karangan yang salah satunya adalah Tafsir al-Qur’an al-’Adzim
yang lebih dikenal dengan nama Tafsir Jalalain tetapi belum sempurna.2
Sedangkan Imam Al-Suyuti yang menyempurnakan “proyek” gurunnya. Pada mulanya
beliau tidak berminat menulis tafsir ini, tetapi demi memelihara diri dari apa yang telah
disebutkan oleh firman-Nya :
Artinya : “Dan barang siapa yang buta hatinya didunia ini, niscaya diakhirat nanti ia
akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan yang benar”. (Q.S al-Isra’ : 72)
Maka dia menulis kitab ini, kitab ini selesai ditulis pada hari Ahad, tanggal 10 Syawal
870 Hijriah, Penulisannya di mulai pada hari rabu, awal ramadhan dalam tahun yang
sama, kemudian konsep jadinya diselesaikan pada hari Rabu 8 Safar 871 Hijriah. Imam
Al-Mahalli dan Imam Al-Suyuti mempunyai konsep yang brilian tentang konsep an-
nafs al-Muthmainnah dalam tafsirnya Jalalain. Diantaranya beliau menguaraikan al-
Qur’an surat (Q.S al-Dzuriyat ayat : 21)

Allah berfirman:
Artinya: “ Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan”
(Q.S al-Dzuriyat ayat: 21)
Ayat diatas bisa dipahami sebagai seruan Allah yang mengisyaratkan bahwa betapa
pentingnya menganalisis diri pribadi (anfus) manusia. Di dalam al-Qur’an telah cukup
banyak diterangkan tentang konsep manusia. Salah satu yang diterangkan dalam al-
Qur’an adalah tentang rahasia-rahasia yang ada dalam diri manusia (anfus),
sebagaimana firman Allah dalam (Q.S Fushilat ayat : 53).

2
Nusruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yokyakarta : Pustaka pelajar, 2005. hlm.16-17

4
C. Macam-Macam Nafs Nabatiyyah
Kata “nafsu” berasal dari bahasa Arab, nafsun (kata mufrad) jama'nya, anfus atau nufusun
dapat diartikan ruh, nyawa, tubuh dari seseorang, darah, niat, orang dan kehendak atau
keinginan (kecenderungan, kerja) hati yang kuat. Secara istilah nafsu, adalah la? Hifah /
sesuatu yang lembut pada diri seseorang yang menimbulkan keinginan seseorang atau
berkerja-kerja hati yang kuat untuk memuaskan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan
jasmani maupun. Misalnya keinginan makan, minum, disanjung, dll. Karena itu sering
disebut dengan hawa nafsu. Ketika menelaah ayat-ayat Alquran, kita temukan ayat-ayat
tersebut menunjukkan berbagai keadaan jiwa manusia dan menamainya dengan nama-nama
yang berbeda mencerminkan tingkat kondisi jiwa / nafsu.
Adapun tiga macam nafsu tersebut sebagai berikut :

A. Nafsu Ammarah
Diambil dari ayat Alquran surah Yusuf: 53
"Dan aku tidak membebaskan (dari kesalahan), karena sebenarnya nafsu itu selalu
memerintahkan kejahatan pada diriku, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang " (QS. Yusuf: 53).
Nafsu ini memerintahkan seseorang kepada keburukan. Apabila ia ajakan kepada pesan,
sesungguhnya di neraka, menyimpan maksud yang buruk, maka hasil akhirnya juga
buruk. Maka setiap keinginan nafsu harus dicurigai, tidak boleh begitu saja menerima.

B. Nafsu Lawwamah
Berdasarkan ayat Alquran surah al-Qiyamah 2:
"Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri) " (QS. Al-
Qiyamah: 2).
Yang dimaksud dengan an-nafs al-lawwamah adalah jiwa orang Mukmin yang
mencelanya di dunia atas kemaksiatan, memandang berat ketaatan, dan keuntungan
manfaat pada Hari Kiamat. Ketika seseorang menyatakan nafsu ini dan bersaing dengan
nafsu ini ikut dengan suatu yang benar menurut syariat, maka seorang pun takkan mampu
mengalahkan nafsu ini. Kemudian nafsu ini akan kembali ke pemiliknya dengan dicela-
cela dirinya.

5
C. Nafsu Mutmainnah
Diambil dari ayat Alquran surah Al-Fajr 27-28.
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya ” (QS. Al-Fajr: 27-28).
An-Nafs al-muthmainnah Adalah Yang Senang ditunjukan kepada Tuhannya Dan ridha
Terhadap APA Yang diridai-Nya. Disifatinya jiwa itu dengan r? D? Iyah (rida), karena
ketenangannya kepada Tuhannya mendatangkan keridaannya atas apa yang telah
menjadi takdir dan qadha . Dengan demikian, bencana tidak marah dan kemaksiatan
tidak berpaling. Apabila hamba rida kepada Tuhannya maka Tuhan pun rida datang.
Oleh karena itu, firman-Nya: ra? Hiyah (rida) diikuti dengan firman-Nya: mar? Hiyyah
(diridai).

D. Daya-Daya Nafs Nabatiyyah


Menurut Ibnu Sina jiwa tumbuh-tumbuhan (nafs nabatiyyah) mencakup daya
daya yang ada pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ibnu Sina mendefinisikan
jiwa tumbuh-tumbuhan sebagai kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan
mekanistik. Dari aspek melahirkan, tumbuh dan makan. Jiwa tumbuh-tumbuhan memiliki
tiga daya, yaitu:

1. Daya Nutrisi/makanan (al-ghodziyyah)


Daya nutrisi/makanan (al-ghodziyyah) yaitu daya yang mengubah makanan
menjadi bentuk tubuh, dimana daya itu ada di dalamnya. Makanan mengganti unsur yang
rusak dari tubuh.
Daya utama manusia adalah daya nutrisi atau daya makan. Jika demikian, maka
pendidikan tentang makan menjadi sangat penting. Apalagi jika dilihat dalam Alquran,
memakan makanan yang halal dan thayyib bersifat diperintahkan, dan itu artinya wajib.
Maka berangkat dari situ, pelajaran memakan seharusnya dimulai dari pelajaran
mengenai wajibnya memakan makanan yang halal. Karena makanan yang haram bisa jadi
tidak merusak tubuh, tapi dipastikan merusak jiwa. Lalu pelajaran tentang memakan
makanan yang thayib. Pengertian thayib tentu bisa dimaknai sebagai tidak
membahayakan tubuh, bergizi tinggi, dan tanpa pengawet. Hal itu pentingmengingat

6
makanan saat ini semakin hari semakin tidak sehat. Selain itu, pelajaran yang berkaitan
dengan makanan tentu saja persoalan adab-adabnya. Mengenai tidak pantasnya orang
untuk mengumbar nafsu perut, selalu membicarakan makanan, hobi makan makanan
mahal, mencela makanan yang tidak dirasa enak, dan sebagainya.

2. Daya penumbuh (al-munammiyah)


Daya penumbuh (al-munammiyah) yaitu daya yang menambah kesesuaian pada
seluruh bagian tubuh yang diubah karena makanan, baik dari sisi panjang, lebar maupunn
volume. Tujuannya agar tubuh dapat mendacapai kesempurnaan pertumbuhan.
Pertumbuhan adalah hal yang penting untuk masa depan setiap orang. Oleh
karena itu ia seharusnya diajarkan. Contohnya, tidak memaksa anak mempelajari banyak
pelajaran sehingga kehilangan waktu bermain. Memaksa berlatih olah raga secara keras
sehingga mengganggu pertumbuhan. Atau membiarkan anak terbiasa tidur terlalu lama,
dan sebagainya.

3. Daya reproduksi/berkembang biak (al-muwallidah)


Daya reproduksi/berkembang biak (al-muwallidah) yaitu daya yang mengambil
dari tubuh suatu bagian yang secara potensial sama, sehingga terjadi proses penciptaan
dan percampuran yang membuatnya sama secara nyata.
Reproduksi adalah proses biologis suatu individu untuk menghasilkan individu
baru. Reproduksi merupakan cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua
bentuk kehidupan oleh pendahulu setiap individu organisme untuk menghasilkan suatu
generasi selanjutnya.3
Mendidik tentang pergaulan yang baik dengan lawan jenis agar sesuai dengan
adab dan akhlak Islam yang luhur sangat penting. Model pergaulan remaja modern khas
Barat sangatlah merusak. Mereka begitu longgar sehingga persoalan kemaluan diumbar
sedemikian rupa. Padahal persoalan reproduksi bukan saja masalah biologis dan
psikologis, tapi juga spiritual. Selain mengenai menjaga kemaluan, mengajarkan tontonan
yang baik di tengah merebaknya pornografi sangatlah penting. Termasuk tentang

3
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Reproduksi diakses pada tanggal 28 Desember 2020, pukul 22:57

7
reproduksi yang sehat karena memang anak zaman sekarang banyak yang tidak
mengetahui kesehatan reproduksi.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nafs (jiwa) ditinjau dari segi bahasa, berasal dari bahasa Arab, Nafsun (kata mufrad)
jama’nya, anfus atau Nufusun dapat diartikkan sebagai ruh, nyawa, tubuh dari seseorang,
darah, niat, orang dan kehendak.2 Dalam bahasa Inggris Psycho diartikan jiwa atau mental
jiwa. Menurut bahasa Indonesia jiwa adalah: roh manusia yang ada di tubuh dan
menyebabkan hidup, atau seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan,
pikiran angan-angan dan sebagainya.
Secara istilah, kata jiwa dapat merujuk pada beberapa pandangan ulama dan filosf muslim.
Para filosof muslim-terutama al-Kindi, al-Farabi dan Ibn Sina umumnya sepakat
mendefiniskan bahwa jiwa adalah “kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah,
mekanistik dan memiliki kehidupan yang energik.”5 Secara lebih rinci, yang dimaksudkan
‘kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah’ adalah bahwa manusia dikatakan
menjadi sempurna ketika menjadi makhluk yang bertindak. Sebab jiwa merupakan
kesempurnaan pertama bagi fisik alamiah dan bukan bagi fisik material. Kemudian makna
‘mekanistik’ adalah bahwa badan menjalankan fungsinya melalui perantara alat-alat, yaitu
anggota tubuhnya yang bermacam-macam. Sedangkan makna ‘memiliki kehidupan yang
energik’ adalah bahwa di dalam dirinya terkandung kesiapan hidup dan persiapan untuk
menerima jiwa

9
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Reproduksi diakses pada tanggal 28 Desember 2020, pukul 22:57


Baidan Nusruddin , Wawasan Baru Ilmu Tafsir, 2005 : Yokyakarta : Pustaka Pelajar
Mahmud Qasim, Fi an-Nafs wa al-‘Aql li Falasifah al-‘Ighriq wa al-Islam, 1969cet. IV (Kairo:
Maktabah al-Injilu al-Mishriyah,

10

Anda mungkin juga menyukai