MAKALAH
Oleh;
AGUNG LATENRITATTA
NIM. 742302023083
NURHIDAYAT SYAMSUDDIN
NIM. 742302023069
MAHMUD
NIM. 742302023076
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
taufiq, hidayah serta inayahnya kepada kita semua, tak lupa pula kita kirimkan
shalawat serta salam kepada Nabi kita tercinta, Nabi Muhammad saw. yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
dalam penulisan makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang saya miliki.
makalah ini ini. Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
4. Memahami Nilai............................................................................ 9
A. Kesimpulan ............................................................................................. 11
B. Saran........................................................................................................ 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tanggung jawab yang diberikan untuk menghasilkan suatu karya. Karya tersebut
nantinya digunakan sebagai sebuah syarat untuk penambahan nilai pada mata kuliah.
Namun, mahasiswa seringkali merasa bosan jika dihadapkan dengan tugas menulis,
hal tersebut dikarenakan tidak dibiasakan sejak sekolah untuk menulis karya.
Keterampilan menulis memang tidak lahir secara serta merta, melainkan diperlukan
semangat menulis, dan wawasan kebahasaan menjadi bekal untuk dapat terampil
menulis.
Pada makalah ini penulis membahas salah satu bentuk tulisan, yaitu Aksiologi
ilmu Pengetahuan. Aksiologi diartikan sebagai analisis nilai-nilai. Dalam artian melelui
analisis ini bertujuan membatasi arti, ciri-ciri asal tipe kriteria dan status epistemiologi
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini adalah,
sebagai berikut:
1
2
C. Tujuan Penulisan
Secara simplikasi term Aksiologi memiliki makna menunjukkan kata sifat, artinya
bersifat Aksiologi. Menurut etimologi axiologi adalah berasal dari bahasa yunani kuno yakni
aksios dan logos, aksios arinya nilai sedangkan logos memiliki arti teori, sehingga aksiologi
diartikan teori yang mempelajari nilai,1 yang merupakan cabang dari filsafat.Sedangakan
suriasumantri menjelaskan bahwa aksiologi ialah teori nilai yang ada kaitannya untuk
sebuah manfaat daripengetahuan yang di dapat 2. Dalam perspektif Lorens Bagus terminologi
Aksiologi ditegaskan berasal dari kata yunani, yakni axios yang berarti layak, pantas dan
logos yang bermakna ilmu, studi mengenai dari akar kata ini terfokus menjadi tiga definitif
yang signifikan Pertama, Aksiologi diartikan sebagai analisis nilai-nilai. Dalam artian melelui
analisis ini bertujuan membatasi arti, ciri-ciri asal tipe kriteria dan status epistemiologi dari
nilai-nilai tersebut. Kedua Aksiologi memiliki arti sebagai suatu studi yang menyangkut
segala yang bernilai atau studi yang menyangkut teori umum tentang nilai sementara dalam
pengertian yang Ketiga Aksiologi merupakan studi filosofis mengetahui mengenai hakikat
nilai-nilai.3 Tidak jauh berbeda dengan pengertian dalam kamus ilmiah populer yang
menegaskan Aksiologi lebih sarkastik dan universal. Dimana Aksiologi bermakna penyelidikan
terhadap nilai-nilai atau martabat dan tindakan manusia (cabang dari filsafat). 4 Berisikan dan
terikat dengan definisi yang telah dipaparkan di atas, Louis O. Kattsoff menyatakan bahwa
Aksiologi merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Dari semua pandangan tersebut setidaknya kita telah mampu mendeskripsikan dan
mengambil benang merah mengenai term Aksiologi. Bahwa Aksiologi merupakan salah satu
cabang filsafat yang memiliki fokus kajian dalam menganalisis hakikat nilai atau segala hal
yang bersangkut paut dengan nilai.5
Aksiologi dalam islam adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai atau etika. Etika
(Akhlak) merupakan tujuan pokok bagi orang yang mempelajari ilmu itu sendiri. Sebagian
lain berpendapat, bahwa ilmu adalah sebagai jalan, atau sarana untuk memperoleh etika,
kemudahan-kemudahan dalam hidupnya di dunia . Sedangkan Kontowijoyo menyebutkan
1
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), 36
2
Jujun S. Sumantri. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta : 2005, Sinar Harapan),17
3
Lorens Bagus, Kamus Filsafat. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), 33
4
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,2001), 23
5
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya,2004),Hal.319
3
4
aksiologi dalam paradigma islam yaitu ilmu tidak ada yang benar-benar netral. Ilmu pada
dasarnya tidak ada yang bebas nilai, bisa syarat dengan kepentingan perumusannya dan
pembuatnya (Kuntowi- joyo., 2006). Ilmu modern yang selama ini sering di klaim sebagai
bebas nilai, sehingga dapat di manfaatkan oleh siapa saja, ternyata tidak lepas dari nilai-
nilai yang dianut oleh penganutnya, seperti filsafat barat.
Dalam konstruksi keilmuan islam, ilmu bekerja dalam bingkai paradigma islam itu
sendiri, dimana ilmu bersumber langsung dari teks wahyu Al-quran. Maka nilai etis yang
terkandung dalam ilmu keislaman berada dalam bingkai etika-moral yang sangat erat.
Karena misi kenabian Muhammad SAW adalah membangun etika-moral (akhlak).
Kontowiyowo menyebut Etika-Moral dengan etika Profetik. Nilai etika profetik itu
sendiri berasal dari akhlak Nabi Muhammad SAW dan sumbernya adalah wahyu allah
SWT.
Oleh karena itu, ada perbedaan pendapat tentang aksiologi dalam pandangan Barat
dan Islam. Pertama, menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai
baik secara ontology maupun aksiologi. Dalam hal ini, ilmuwan Barat adalah menemukan
pengetahuan dan terserah pada orang lain untuk mempergunakannya, apakah ilmu
tersebut digunakan untuk tujuan baik datau untuk tujuan buruk.
Kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai- nilai hanyalah terbatas pada
metafisika keilmuwan, sedangkan dalam penggunaannya ilmu terletak pada objek
penelitian harus dilandaskan pada asas-asas moral . Oleh karena itu, bahwa ilmu tidak ada
yang benar-benar bebas nilai, tetapi sangat tergantung kepada siapa siapa yang diyakini.
Sedangkan aksiologi islam, memandang bahwa ilmu itu berasal dari Allah SWT, sang
maha pencipta (pemberi Nilai). Karena nilai kebaikan dan keburukan itu sejatinya adalah
dari tuhan untuk manusia. Manusia yang akan memberikan nilai terhadap perilaku dan
perbuatan.
Dalam bahasa Arab, kata ilmu jamaknya “ulum” yang berarti ilmu pengetahuan.
Adapun pengertian pengetahuan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah tahu,
atau hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui, kepandaian atau segala apa yang
diketahui atau akan diketahui berkenaan dengan sesuatu hal. Ilmu merupakan hasil cipta
seseorang yang dikomunikasikan dan dikembangkan secara terbuka oleh masyarakat. Jika
seandainya hasil cipta tersebut memenuhi kriteria-kriteria keilmuwan maka akan dia
dianggap sebagai bagian dari kodifikasi ilmu yang dimanfaatkan oleh masyarakat.6
6
Mohammad yunus Aksiologi ilmu pengetahuan dan manfaatnya bagi manusia vol 4 No 2 (2021) Hal 189
5
Menurut Archie J. Bahm, pengetahuan yang dapat disepakati sehingga menjadi suatu
“ilmu” dapat diuji dengan enam komponen utama yang disebut dengan six kind of science,
yang meliputi problem, attitude, method, activity, conclusions dan effect. Pengetahuan
yang telah berkembang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya menjadi ilmu.
Sedangkan ilmu terkandunng pengetahuan yang pasti, sistenmatik, metodik, ilmiah dan
mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang bersifat natural yang diperoleh
melalui metode-metoden ilmiah. Pengetahuan sesungguhnya hanyalah merupakan produk
atau hasil dari sesuatu aktivitas yang dilakukan oleh manusia.
Ilmu merupakan salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan yang objektif dan
dapat diuji kebenarannya serta harus diupayakan melalui aktivitas manusia. Ilmu tidak
cukup hanya dengan menetapkan fenomena-fenomena saja melainkan berupaya mencari
hubungan sebab akibat dari fenomena-fenomena yang terjadi. Ilmu ditemukan secara
individual namun dimanfaatkan secara social serta merupakan pengetahuan umum dimana
teori ilmiahnya ditemukan secara individual dikaji, diulangi, dan dimanfaatkan secara
bersama-sama.7
7
Menurut Archie J. Bahm Aksiologi ilmu pengetahuan dan manfaatnya bagi manusia vol 4 No 2 (2021) Hal 190
6
pendidikan, di lembaga institusi bahkan dalam ruang lingkup yang bersifat privasi
sekalipun dan di tempat-tempat lain sebagainya. Berkorelasi dengan persoalan nilai
peribahasa latin menyebutkan masalah selera tidak dapat diperdebatkan (de gustibus non
disputandum). Hal ini menunjukkan bahwa nilai memiliki ciri khas yang istimewa yakni
bersifat mendalam dan langsung berasal dari penilaian, namun apabila sepakat demikian
berarti serta merta kita menyetujui bahwa nilai bersifat individual yang tidak dapat dibantahkan
dan diperdebatkan, bukankah justru ini akan bermuara pada timbulnya kompleksyang sangat
nyata dan tidak dapat dihindarkan, sebab tidak ada patokan nilai yang diberlakukan.7 Yang
terjadi justru mengutamakan rutinitas perilaku yang menunjukkan kesusilaan yang bersifat
pribadi sekaligus mencerminkan silogisme yang berupa proposisi subjektivitas. Jika demikian,
yang menjadi persoalan ialah nilai itu objektif atau subjektif.?
8
Lorens bagus, kamus filsafat hal 33
9
Louis O. Kattsoff,Pengantar Filsafat Aksiologi ilmu pengetahuan manajemen pendidikan islam vol4 no2 (2020) hal 187
10
Risieri Prondisi, Pengantar filsafat Nilai hal 25-27
8
cenderung bersifat hakiki halinilah yang menuntut kita untuk fokus pada satu aspek
belaka.
Sebagai alternatif untuk lepas dari kekacauan tersebut maka ada kemungkinan
kita dapat meninjau persoalan realitas kehidupan sehari-hari dengan mengkaji hirearki
nilai yang berbeda-beda berusaha memahami kualitas nilai ih yang berakhir akik dari
yang paling rendah sampai yang paling tinggi di mulai dari kualitas nilai rendah misalnya
saja dengan menikmati segelas anggur di manakah letak kualitas nilai bagi dia yang
meminumnya maka akanmengatakan bahwa nikmat itu adalah milik anggur berbeda
lagi apabila dibandingkan dengan minuman yang lain tentu bagi mereka yang tidak
sukaanggur penilaian akan bersifat subjektif penolakan terhadap kenikmatan anggur itu
bukan berarti karena rendahnya suara bukan pula kata rusaknya selera seseorang
sebab hal ini dapat karena kan tradisi dan kebiasaan selera yang berbeda sehingga
dapat dikatakan bahwa selera merupakan pengakuan nilai subjektif yang lebih
menonjol di atas objektif nilai subjektif inilah yang merupakan pengakuan kualitas
yang paling rendah dalam tataran aksiologi. 11
Namun sisi kemenonjolan tersebut akan sirna kepada tataran axioo logis yang
lebih tinggi. misalnya saja pada nilai etis pemberian keputusan atau pengadilan tidak
dipengaruhi oleh psikologis, kondisi yang tidak mengikuti isi hati, disinilah akan nampak
sisi objektifitas yang sangat besar. Diantara kedua nilai di atas orang dapat pula
menemukan nilai yang lain yakni kegunaan vital dan estetika. Namun Nilai estetik
memiliki kualitas yang tinggi, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya
kolaborasi antara nilai objektifitas dan subjektivitas.
3. Persoalan Metodologis
Kontradiksi dan kebulatan yang terjadi antara kaum objektif dan subjektif
mengenai nilai sejatinya bukan hanya mendasarkan pada sumber dan kualitas dari nilai
tersebut, melainkan terletak pula pada kejelasan metodologi yang digunakan sebagai
pijakan yakni memberi prioritas pada persoalan metode dan kriteria apa yang paling tepat
untuk menentukan hakikat nilai, sebagaimana dalam pandangan john dewey bahwa
persoalan nilai yang paling menentukan ialah persoalan metodologi, sebab hanyalah
sia-sia apalah apabila aksiologi tersebut menyadari diri tanpa diiringi dengan
menjernihkan metode.12
11
Risieri Prondizi, Pengantar filsafat nilai hal 32-33
12
Bertand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zamankuno
hingga sekarang, (Yogyakarta: pustaka pelajar,2007), 170-175
9
Sebagaimana halnya semangat Furirifikasi ilmu pada abad ke 16 sampai 18 masehi,
Rasio empiris berlomba-lomba menampilkan fenomena yang nampak sekaligus
menghindari yang bersifat metafisik. Begitu juga dengan metode yang seharusnya
diketengahkan dalam menelisik hakikat nilai. Telah disebutkan di atas bahwa ada dua
aliran besar yang ditawarkan, yakni objektivtas yang beraliran apriori dengan
melibatkan institusi emosional(keintiman esensi dan keyakinan) dan intuisi yang sempurna
(mengutamakan esensi), tokoh yang masyhur dalam hal ini ialah Max Scheler. Sementara
subjektifitas bercorak empiris dengan menjadikan pengalaman indra sebagai pijakan dalam
mempersoalkan nilai.13 Selain itu, penggunaan kriteria menurut kesepakatan adalah hal
penting untuk menentukan salah atau benarnya teori maupun hipotesis sebab kokohnya
pengetahuan ilmiah berpijak pada kriteria kriteria tertentu sebagai ukuran, setidaknya
tatkala kita berpijak pada metode dan kriteria yang jelas tidak akan timbul skeptifisme.
4. Memahami Nilai
13
Risieri Prondizi, Pengantar Filsafat Nilai….., 36-37
10
sementara bagi objek yang tidak ril, semisal bilangan segitiga, konsep, satu nilai
memiliki substansi yang bersifat transparan, dalam arti keseluruhan nya dapat
dilihat sekaligus.14
Nampaknya harus dipahami pula bahwa pemahaman tidak selamanya bersifat
definitive, justru dengan menggunakan berbagai pendekatan baru akan menimbulkan
kejutan baru. berbeda halnya dengan persoalan etika yang dapat dikatakan jauh lebih
rumit, sebab hakikat nilai terkadang tidak nampak pada kesan pertama. Hal ini
dikarenakan intuisi nilai perspektif yang diasumsikan diarahkan pada sifat
emosional, terlebih persoalannya akan sangat menonjol lagi dalam persoalan
estetika, namun hal ini terletak tidak terjadi pengurangan unsur intelektual yang
membantu pemahaman kita. Begitu halnya apabila kita berangkat dari tarap estetika
menuju tarap etis legal kehadirannya unsur rasional tidak dapat ditolak.15
Dapat dikatakan bahwa dalam ruang lingkup aksiologi akan mengunggulkan
kegunaan, intelektualitas dan secara sekaligus menyisihkan emosional, adanya konsep
pendahuluan tentang tujuan yang harus dicapai dan cara yang harus digunakan untuk
mencapai merupakan cara untuk memahami kegunaan objek.16 Tidak dapat
dipungkiri pula, setelah kita memahami nilai secara penuh dan secara intuitif,
perselisihan mengenai intuisi yang kontradiksi adalah masalah yang tidak dapat
dihindari, namun semuanya akan dapat teratasi tatkala kita memahami arti secara
mendalam dan segala bentuk kerumitan yang kompleks tentang nilai.
14
Risieri Prondizi, Pengantar Filsafat Nilai…..,.43
15
Sri Suminar, Tinjauan Filsafat (Ontologi, Epitimologi, dan Aksiologi dalam Manajemenpembelajaran
Berbasis Teori Sibernetik), dalam Jurnal Edukasi. Vol.6, No.3, Juni,2012, 2.
16
Risieri Prondizi, Pengantar Filsafat Nilai…..,.44
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana dijelaskan pada makalah ini, maka
dapat dikemukakan simpulan sebagai catatan penutup dari aspek aksiologi ilmu dari
filsafat mengkaji tentang fungsi ilmu untuk memberikan petunjuk, solusi, pikiran ilmiah
dan pembebas dari kebodohan. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan ilmiah yang
memiliki ciri-ciri: dapat diamati, (empiris), dapat diuji, objektif dalam arti tidak memiliki
muatan rasa atau emosional serta bersifat universal.Ilmu pengetahuan di barat bersifat
netral, tidak memiliki tujuan yang melekat pada dirinya sendiri melainkan sangat
bergantung pada manusia yang menggunakannya.Ilmu pengetahuan dalam Islam selain
bertujuan untuk memberikan kemashlahatan bagi kehidupan manusia juga untuk semakin
memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
B.Saran
Pembahasan terkait penelitian aksiologi ilmu pengetahuan dan keislaman dalam pene-
litian ini masih sangat terbatas dan membu- tuhkan banyak masukan. Saran untuk penulis
selanjutnya adalah mengkaji lebih dalam dan secara komprehensif terkait aksiologi ilmu
pengetahuan dan keislaman.
11
DAFTAR PUSTAKA
Bertand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan kaitannya dengan Kondisi Sosio-
Politik dari Zaman kuno hingga sekarang, (Yogyakarta: pustaka
pelajar,2007), 170-175
Risieri Prondizi, Pengantar Filsafat Nilai….., 36-37
1
Risieri Prondizi, Pengantar Filsafat Nilai…..,.43
1
Sri Suminar, Tinjauan Filsafat (Ontologi, Epitimologi, dan Aksiologi dalam
Manajemen pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik), dalam Jurnal Edukasi.
Vol.6, No.3, Juni,2012, 2.
1
Risieri Prondizi, Pengantar Filsafat Nilai…..,.44
12