Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH:
Solatiyah (23180007)
Panyabungan, November,2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. A. Latar belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ......................................................................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
A. A. Pengertian Aksiologi................................................................................................ 2
B. Objek Kajian Filsafat Aksiologi............................................................................... 3
C. Nilai Kegunaan Ilmu Aksiologi............................................................................... 6
D. D. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan.................................... 8
E. Kaitan Aksiologi Dengan Ilmu Filsafat 9
F. Beberapa Penjelasan Aksiologi 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 10
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
1.Apakah pengertian Aksiologi?
2.Apa saja objek kajian Aksiologi?
C.Tujuan
1.Untuk memahami pengertian Aksiologi.
2.Untuk mengetahui objek kajian Aksiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan
logos artinya teori atau ilmu. Menurut kamus bahasa Indonesia aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian
yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian
yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran
dan kesucian. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata
sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk menuju kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainya atau nilai dia. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam
ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat
ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti
sesuai atau wajar.1
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Menurut John Sinclair, dalam lingkup
kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik,
sosial dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang
diidamkan setiap insan.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan
estetika. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai
dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan simbolik ataupun fisik material. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai.
Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara hati-hati
dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu.pandangan Jujun S
mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut.10
1. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan
moral maka pembahasan masalah ini harus di dekati dari segi-segi yang lebih
terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi,dan aksiologi.
6
Magnis-Suseno, F..Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran kritis,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.
7
Amyo, Ensiklopedi Nasional Indinesia, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990.
8
Jujun S. Suriasumantri. Op. Cit.,hal. 2
9
Ibid., hlm.231
10
Ibid., hlm 15-16
2. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor
sejarah,baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri maupun pengunaan ilmu
dalam lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.
3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek
penelaahannya (objek ontologis/objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah
moral yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan
martabat manusia,dan tidak mencampuri masalah kehidupan.
4. Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuan yang
berporiskan proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah moral yang
berazaskan menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh
kejujuran,tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan kekuatan
argumentasi an sich.
5. Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan
manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan
memperhatikan kodrat manusia,martabat manusia, dan
keseimbangan/kelestarian alam.Upaya ilmiah ini dilakukan dengan
penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal Universal.
Ternyata keterkaitan ilmu dengan sistem nilai khususnya moral tidak cukup
bila hanya di bahas dari tinjauan aksilogi tinjauan ontologis dan epistemologi
diperlukan juga karena azas moral juga mewarnai perilaku ilmuwan dalam
pemilihan objek telaah ilmu maupun dalam menemukan kebenaran ilmiah.
Dari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalah moral
Copemis (1473-1543) yang menyatakan bumi berputar mengelilingi
matahari,yang kemudian diperkuat oleh Galileo(1564-1642) yang menyatakan
bumi bukan merupakan pusat tata Surya yang akhirnya harus berakhir di
pengadilan inkuisisi.Kondisi ini selama 2 abad mempengaruhi proses
perkembangan berfikir di Eropa.Moral reasioning adalah proses dengan mana
tingkah laku manusia, institusi atau kebijakan di nilai apakah sesuai atau
menyalahi standar kriterianya: Logis,bukti nyata yang digunakan untuk
mendukung penilaian haruslah tepat, konsisten dengan lainnya.
Moralitas sebagai persoalan penting dalam aksiologi sering juga dipahami
sebagai etika.Dalam bahasa Inggris etika disebut ethic (singular) yang berarti
a system of moral principles or rules of behavior atau suatu sistem, prinsip moral,
aturan atau cara berperilaku.Akan tetapi, terkadang ethics (dengan tambahan huruf
s) dapat berarti singular.Jika ini yang dimaksud maka ethics berarti the branch of
philosophy that deals with moral principles,suatu cabang filsafat yang
memberikan batasan prinsip-prinsip moral.Jika ethics dengan maksud plural
(jamak) berarti moral principles that govem or influence a person's.Prinsip-
prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku pribadi.11
Dalam bahasa Yunani kuno, etika berarti ethos, yang apabila dalam bentuk
11
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.
tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, Padang rumput, kandang,adat,
akhlak,watak perasaan,sikap cara berpikir.Dalam bentuk jamak(ta etha) artinya
adalah adat kebiasaan.Jadi,jika kita membatasi diri dari asal- usul kata ini,maka
"etika" berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan.12 Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah
"etika" yang oleh Aristoteles (384-322 SM.) sudah dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang
moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika dimana makna Etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat
yang dipakai untuk membedakan perbuatan. tingkah laku, atau lainnya. Nilai itu
bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika
nilai-nilai tidak tergantung pada subjektif atau kesadaran yang menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang
melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat
individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif,
apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi
tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan
berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan
mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, Kenyataan yang
tidak dapan dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu
dan teknologi, sains dan teknologi di kembangkan untuk memudahkan manusia
agak lebih mudah dan nyaman.
Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan sains dan
teknologi karena itu kita tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang budi
pada sains dan teknologi. Berkat sains dan teknologi pemenuhan kebutuhan
manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan mudah. perkembangan ini baik,
dibidang kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi telah
mempermudah kehidupan manusia.
Sejak dalam tahap-tahap pertama ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang,
disamping lain ilmu sering dikaitkan dengan faktor kemanusiaan, dimana bukan
lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan Kebutuhan
manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya yang harus menyelesaikan
diri dengan teknologi.
Menghadapi kenyataan ini ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam
sebagai mana adanya mulai mempertanyakan hal yang bersifat seharusnya,untuk
apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan? Dimana batasnya? Kearah mana ilmu
12
K. Bertens, Etika Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999
akan berkembang? Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu
pengetahuan.Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan
berbagai bentuk kemudahan bagi manusia.
Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologinya merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, terbebas dari
kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang mempelajari
teknologi seperti bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai
sumber energi bagi keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga
berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia pada penciptaan bom atom yang
menimbulkan malapetaka.
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama,
tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh
umat manusia, dengan ilmu seseorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan
13
Masri Elmasyar Bidin, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, Jakarta: UIN Jakarta
Press.
dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh
Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa "pengetahuan adalah kekuasaan" apakah
kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia.
Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita
tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu
sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi
pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk
melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa
filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai
tiga hal, yaitu:
4. Revolusi Genetik
Revolusi Genetik merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuwan manusia
sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaah
itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada penelaahan
ilmiah dengan berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja banyak sekali, namun
penelaahan-penelaahan itu dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan
teknologi.
Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak
lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya menciptakan teknologi yang
memberikan kemudahan bagi kita, melainkan manusia itu sekarang menjadi objek
penelaah yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi yamg memberikan
kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.
Pembahasan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa penemuan dalam riset genetika
akan dipergunakan dengan itikad baik untuk keluhuran manusia.17
BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
Ibid.., hlm. 230-236.
Jika ilmu pengetahuan tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi
epistemologi dan aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti
atau hal yang pokok atau intisari atas dasar atau kenyataan yang benar dari ilmu
tersebut. Contohnya membangun filsafat teknologi pendidikan perlu menelusuri
dari aspek : Ontologi eksistensi (keberadaan) ilmu-ilmu Teknologi pendidikan
ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi
dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi
juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan
teknologi harus diperhatikan sebaik-baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi
meninjaunya dari segi aksiologi keilmuwan.
Ilmu memiliki fungsi yang bersifat estetik, yang kalau kita kemungkinan
dengan baik, memberikan kenikmatan batiniah atau kepuasan jiwa. Jiwa kita
tergetar, terharu, tersenyum oleh komunikasi artistik, menyebabkan dunia makna
yang tak terjangkau kasat mata. Jiwa kita bertambah kaya, persepsi kita bertambah
dewasa, yang selanjutnya akan mengubah sikap kelakuan kita.
DAFTAR PUSTAKA