Anda di halaman 1dari 21

Makalah

ETIKA DAN ESTETIKA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas PerkuliahanFilsafat Ilmu


Dosen Pengampu: Dr. Ali Asmar, M.Pd

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2

Nidia Oktadila : 19205022


Novia Safitri : 19205024
Okta Vutri Nupus : 19205026
Refni Erliza : 19205029
Ridha Fajria : 19205030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah
“Etika dan Estetika” dengan baik. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Penyusun
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat
kesalahan pada makalah ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Padang, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. ETIKA .......................................................................................... 3
1. Definisi Etika ........................................................................... 3
2. Pendekatan Etika ...................................................................... 4
3. Fungsi Etika ............................................................................. 6
4. Objek Etika .............................................................................. 8
5. Aliran Etika .............................................................................. 8
6. Manfaat etika............................................................................ 10
B. ESTETIKA ................................................................................... 11
1. Definisi Estetika ....................................................................... 11
2. Prinsip Estetika......................................................................... 12
3. Konsep Estetika ........................................................................ 13
4. Fungsi Estetika ......................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 16
B. Saran............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ada tiga pilar utama dalam filsafat ilmu yang selalu menjadi pedoman,
yaitu, ontologi, epistemologi, dan aksiologi (Suriasumantri :1987). Ketiga pilar
itulah manusia berupaya untuk mencari dan menggali eksistensi ilmu
sedalamdalamnya. Hakikat apa yang ingin diketahui manusia merupakan pokok
bahasan dalam ontologi. Dalam hal ini manusia ingin mengetahui tentang “ada”
atau eksistensi yang dapat dicerap oleh pancaindera. Epsitemologi merupakan
landasan kedua filsafat yang mengungkapkan bagaimana manusia memperoleh
pengetahuan atau kebenaran tersebut. Setelah memperoleh pengetahuan, manfaat
apa yang dapat digunakan dari pengetahuan itu. Inilah yang kemudian membawa
pemikiran kita menengok pada konsep aksiologi, yaitu, filsafat yang membahas
masalah nilai kegunaan dari nilai pengetahuan.
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu
“aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi,
merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Dengan kata lain, aksiologi
adalah teori nilai. Suriasumantri (1990) mendefinisikan aksiologi sebagai teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
Aksiologi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Wibisono seperti yang dikutip Surajiyo (2007), aksiologi adalah
nilainilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif
penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Dalam Encyclopedia of
Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value and valuation.
Bramel seperti yang dikutip Amsal (2009) membagi aksiologi dalam tiga
bagian, yakni moral conduct, estetic expression, dan socio-political life. Moral
Conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan yang mana bidang ini melahirkan

1
keindahan. Dan terakhir yang mebidani lahirnya filsafat kehidupan sosial politik.
Pada makalah ini akan di bahas tentang etika dan estetika.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika?
2. Apa yang dimaksud dengan estetika?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika
2. Untuk mengerahui apa yang dimaksud dengan estetika

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIKA
1. Definisi Etika

Secara historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari kehancuran moral
dilingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun yang lalu. Karena pandangan-
pandangan yang lama tentang baik dan buruk tidak lagi dipercayai, para filosof
mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi kelakuan manusia, Situasi
itu berlaku pada zaman sekarang juga, bahkan bagi kita masing-masing. Yang
dipersoalkan bukan hanya apakah yang merupakan kewajiban saya dan apa
yang tidak, melainkan manakah norma-norma untuk menentukan apa yang
harus dianggap sebagai kewajiban. Untuk mencapai suatu pendirian dalam
pergolakan pandangan-pandangan moral ini refleksi kritis etika diperlukan.
Secara etimologi etika pada dasarnya merupakan akar kata yang berasal
dari bahasa Yunani dengan kata ethos. Kata ethos ini dalam bentuk tunggalnya
memiliki banyak makna antara lain: tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat serta watak, namun jika dalam bentuk jamaknya ta
etha artinya adalah adat kebiasaan. Melirik makna etika dalam konteks
tersebut, pada dasarnya etika dalam sudut pandang keilmuan maupun
maknanya secara istilah digunakan sebagai sudut pandang dalam kehidupan.
Secara filosofis, etika merupakan bagian dari ilmu filsafat yang
mempelajari berbagai nilai (value) yang diarahkan pada perbuatan manusia,
khususnya yang berkaitan dengan kebaikan dan keburukan dari hasil
tindakannya. Dalam berbuat baik, manusia memerlukan pertimbangan yang
bersifat rasional. Pertimbangan rasional artinya mempertimbangkan berbagai
kemungkinan untuk berbuat baik atau melakukan tindakan secara jernih, tanpa
dilandasi dengan sikap emosional yang berlebihan. Mempelajari etika harus
dilandasi dengan pendekatan rasional dan kritis, agar etika itu dapat diterapkan
pada tindakan keseharian seseorang.

3
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1993), etika adalah ilmu
mengenai apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban (ahlak).
Dalam KBBI dibedakan pula antara etika, etik dan etiket. Etik adalah
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak (nilai benar dan salah
yang dianut masyarakat/golongan), misalnya kode etik dokter, dll. Etiket
adalah tatacara (adat, sopan santun, dll.) di masyarakat dalam memelihara
hubungan yang baik sesama manusia. Etiket juga dikenal sebagai label atau
penamaan sesuatu yang dituliskan pada secarik kertas dan dilekatkan pada
benda (botol, kaleng, dll.). Dari ketiganya, yang berhubungan erat dengan nilai
dan moral adalah etika dan etik. Etika sering disebut sebagai filsafat moral,
sedangkan etik tidak berkaitan dengan moral.
(Suhartono, 2007) menjelaskan bahwa etika adalah suatu studi filosofis
mengenai moral (philosophical study of morals), dalam hal ini berperan
sebagai pengaturan dalam kehidupan dengan bentuk tingkah laku keseharian
dari individu kemudian menjadi kebiasaan kolektif dalam bentuk mesyarakat,
bahkan hingga pada skala yang lebih besar seperti Negara. Mohammad Adib
menjelaskan bahwa etika merupakan sistem moral dan prinsip-prinsip perilaku
manusia yang dijadikan sebagai standarisasi baik buruk, salah benar, serta
sesuatu yang bermoral atau tidak bermoral. Dari beberapa pengertian diatas
dapat di simpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang arti
baik dan buruk, benar dan salah kemudian manusia menggunakan akal dan hati
nuraninya untuk mencapai tujuan hidup yang baik dan benar sesuai dengan
tujuan yang dikehendaki.

2. Pendekatan Etika

Etika perlu dipahami sebagai satu cabang filsafat yang membahas moralitas,
atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Satu perumusan lain
etika adalah ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral. Akan tetapi, ada
berbagai cara untuk mempelajari moralitas atau berbagai pendekatan ilmiah
tentang tingkah laku moral. Selanjutnya kita mengikuti pembagian bidang etika

4
atas tiga pendekatan yang lazim, yaitu: etika deskriptif, etika normatif, dan
metaetika (Bertens, 2005: 15-21).
a. Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya:
adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-
tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif
mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu, dalam
berbagai kebudayaan atau subkultur tertentu, dalam suatu periode sejarah,
dan sebagainya. Karena etika deskriptif hanya melukiskan, maka tidak
memberi penilaian. Misalnya, etika deskriptif melukiskan adat mengayau
kepala yang ditemukan dalam masyarakat yang primitif, tetapi tidak
memberikan penilaian moral bahwa adat semacam itu dapat diterima atau
harus ditolak.
b. Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang di mana
berlangsung diskusi paling menarik tentang masalah moral. Etika normatif
dalam hal ini tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam
etika deskriptif, melainkan melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian
tentang perilaku manusia. Filsuf etika normatif bukan sekedar melukiskan
adat mengayau yang pernah terdapat dalam kebudayaan pada masa lalu,
melainkan menolak adat tersebut karena bertentangan dengan martabat
manusia. Demikian pula, etika normatif bukan hanya membatasi diri dengan
memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat, melainkan menolak
prostitusi sebagai suatu lembaga yang bertentangan dengan martabat wanita,
biarpun dalam praktik belum tentu dapat diberantas sampai tuntas. Penilaian
itu dibentuk atas dasar norma-norma. Misalnya, norma bahwa “martabat
manusia harus dihormati”.
Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat umum dan
khusus. Etika normatif umum mengkaji norma etis/moral, hak dan
kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan etika normatif khusus menerapkan
prinsip-prinsip etis yang umum pada perilaku manusia yang khusus,

5
misalnya etika keluarga, etika profesi (etika kedokteran, etika perbankan,
etika bisnis, dll.), etika politik, dll.
c. Metaetika
Istilah “metaetika” (awalan meta dalam bahasa Yunani berarti “melebihi”
atau “melampaui”) dibuat untuk menunjukkan pembahasan yang bukan
moralitas secara langsung, melainkan mengacu berbagai konsep yang
digunakan dalam bidang moralitas. Metaetika seolah-olah bergerak pada
taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf “bahasa etis” atau
bahasa yang digunakan dalam bidang moral. Sehingga, konsep pembahasan
yang menjadi fokus dalam pembicaraan tentang lingkup mataetika yaitu
merupakan bagian sentral dari segala bentuk ungkapan dalam penggunaan
bahasa manusia dalam kehidupannya untuk berinteraksi atau bersosialisasi
diri.
Contoh dari metaetika adalah bahasa iklan yang berlebihan dan menyesatkan,
seperti pada tayangan iklan obat yang menganjurkan meminum obat tersebut agar
sembuh dan sehat kembali. Ketika orang mulai mengkritik iklan tersebut, maka
dimunculkanlah ucapan etis: “jika sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis
tersebut seolah dihadirkan oleh sekelompok produsen untuk disampaikan kepada
masyarakat agar lebih bijak dalam meminum obat tersebut.

3. Fungsi Etika

I Gede A.B. Wiranata dalam bukunya menuliskan beberapa pendapat para


ahli tentang fungsi etika, di antaranya adalah Rohaniawan Frenz Magnis-
Suseno, ia menyatakan bahwa etika berfungsi untuk membantu manusia
mencari orentasi secara kritis dalam kehidupan dengan moralitas yang
membingungkan. Etika adalah pemikiran sistematis dan yang dihasilkannya
secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih
mendasar dan kritis. Pengertian ini berlandaskan pemikiran tentang kita hidup
dalam masyarakat yang semakin pluralistik dan masa transformasi masyarakat
menuju modern, proses perbuatan social berpotensi dan bermoral.

6
Menurut Susanto (2011), etika berfungsi sebagai:
a. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai
moralitas yang membingungkan,
b. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan
untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.,
c. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam
suasana pluralisme,
d. Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama,
seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini, bukan itu;
e. Etika membantu dalam menginterprestasikan ajaran agama yang saling
bertentangan;
f. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-
masalah baru dalam kehidupan manusia, seperti soal bayi tabung dan
eutanasia, yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja kehidupan
mahkluk.
g. Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika
berdasarkan diri pada argumentasi rasional belaka dan bukan pada wahyu.

Selain itu etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu:


a. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat mengemukakan penilaian
tentang perilaku manusia
b. Menjadi alat control atau menja dirambu-rambu bagi seseorang atau
kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai
mahasiswa
c. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang
kita hadapi sekarang.
d. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam
menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.
e. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan
etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.

7
4. Objek Etika

Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang
objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak
bermoral (Tim Dosen Filsafat UGM, 2007).

Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai
syarat-syarat tertentu, yaitu:

a. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh karena


itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak
mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan
manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam etika.
b. Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja.
Perbuatan manusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan tidak
sengaja maka perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau
dikenakan sanksi oleh etika.
c. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak
sendiri. Perbuatan manusia yang dilakukan dengan paksaan (dalam
keadaan terpaksa) maka perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.

5. Aliran Etika

Menurut Mokh. Sya’roni (2014) terdapat 3 aliran etika yaitu:


a. Hedonisme
Hedonisme bertolak dari pendirian bahwa menurut kodratnya
manusia mengusahakan kenikmatan, yang dalam bahasa Yunani
disebut “hedone”; dari kata inilah timbul istilah “hedonisme”. Secara
negatif usaha ini terungkap dalam sikap menghindari rasa sakit, dan
secara positif terungkap dalam sikap mengejar apa saja yang dapat
menimbulkan rasa nikmat. Namun hedonisme tidak sekadar
menetapkan kenyataan kejiwaan ini, melainkan juga berpendapat
bahwa kenikmatan benar-benar merupakan kebaikan yang paling
berharga atau yang tertinggi bagi manusia, sehingga dengan

8
demikian adalah baik baginya apabila mengusahakan kenikmatan.
Seseorang dikatakan baik bila perilakunya dibiarkan ditentukan oleh
pertanyaan bagaimana caranya agar dirinya memperoleh kenikmatan
yang sebesar-besarnya; dengan bersikap dengan itu ia bukan hanya
hidup sesuai dengan kodratnya, melainkan juga memenuhi tujuan
hidupnya.
b. Utilisme
Aliran dijabarkan dari kata Latin “utilis”, yang berarti bermanfaat.
Utilisme mengatakan bahwa ciri pengenal kesusilaan ialah manfaat
suatu perbuatan. Suatu perbuatan dikatakan baik, jika membawa
manfaat, dikatakan buruk, jika menimbulkan mudarat. Utilisme
tampil sebagai sistem etika yang telah berkembang, bahkan juga
sebagai pendirian yang agak bersahaja mengenai hidup.Paham ini
mengatakan bahwa orang baik ialah orang yang membawa manfaat,
dan yang dimaksudkannya ialah agar setiap orang menjadikan
dirinya membawa manfaat yang sebesar-besarnya. Tetapi dalam
kenyataannya sesuatu yang bermanfaat tidak pernah berdiri sendiri;
sesuatu hal senantiasa bermanfaat bagi sesuatu hal yang lain.
Umpamanya, suatu obat bermanfaat untuk memulihkan kesehatan,
sebuah kitab bermanfaat untuk dibaca, sejumlah barang tertentu
bermanfaat bagi pertanian, dan sebagainya.Begitu pula
kebalikannya, hal-hal yang merugikan.
c. Deontology
Terdapat pandangan lain sistem etika lain yang tidak mengukur baik
tidaknya suatu perbuatan berdasarkan hasilnya, melainkan semata-
mata berdasarkan maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan
tersebut. Kita bisa mengatakan juga bahwa sistem ini tidak
menyoroti tujuan yang dipilih bagi perbuatan atau keputusan kita,
melainkan semata-mata wajib tidaknya perbuatan dan keputusan
kita. Teori yang dimaksudkan ini biasanya disebut deontologi (kata
Yunani deon berarti: apa yang harus dilakukan; kewajiban). Pencipta

9
aliran ini adalah Imanuel Kant (1724-1804). Menurut Kant, yang
bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak yang
baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Kesehatan, kekayaan, atau inteligensi, misalnya, adalah baik jika
digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, tapi jika dipakai
oleh kehendak yang jahat semua hal itu bisa menjadi jelek
sekali.Bahkan keutamaan-keutamaan bisa disalahgunakan oleh
kehendak yang jahat.

6. Manfaat Etika
Mokh. Sya’roni (2014) menjabarkan beberapa manfaat etika yang perlu
diperhatikan dalam kaitannya dengan kehidupan konkret, yaitu:
a. Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik
menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan moral yang
bermacam-macam, sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang
etika. Contoh: etika medis tentang masalah aborsi, bayi tabung,
kloning, dan lain-lain
b. Gelombang modernisasi yang melanda di segala bidang kehidupan
masyarakat, sehingga cara berpikir masyarakat pun ikut berubah.
Misalnya: cara berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern, dan
lain-lain.
c. Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologiideologi
asing yang berebutan mempengaruhi kehidupan kita, agar tidak
mudah terpancing. Artinya kita tidak boleh tergesagesa memeluk
pandangan baru yang belum jelas, namun tidak pula tergesa-gesa
menolak pandangan baru lantaran belum terbiasa
d. Etika diperlukan oleh penganut agama manapun untuk menemukan
dasar kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus
memperluas wawasan terhadap semua dimensi kehidupan
masyarakat yang selalu berubah

10
Dalam bidang keilmuan, etika sangat penting karena pokok
perhatiannya pada problem dan proses kerja keilmuan, sehingga
memunculkan studi etika keilmuan. Etika keilmuan menyoroti aspek
bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan dalam kegiatannya.
Tanggung jawab mereka dipertaruhkan dalam proses kegiatan ilmiahnya.
Pokok perhatian lain dalam etika keilmuan adalah masalah bebas nilai.
Bebas nilai adalah suatu posisi atau keadaan dimana seseorang ilmuwan
memiliki hak berupa kebebasannya untuk melakukan penelitian ilmiahnya.
Mereka bebas meneliti apa saja sesuai dengan keinginan atau tujuan
penelitiannya. Kebalikan bebas nilai adalah tidak bebas nilai, yakni adanya
hambatan dari luar seperti norma agama, norma hukum, norma budaya yang
muncul dalam proses penelitiannya. Norma-norma tersebut semacam
“pagar” yang merintangi kebebasan seorang peneliti atas dasar tujuan dan
kepentingan norma tersebut. Misalnya, pada kasus penelitian kloning untuk
manusia.

B. ESTETIKA
1. Definisi Estetika
Istilah estetika berasal dari kata Yunani yang mempunyai arti aesthesis,
yang berati pencerapan indrawi, pemahaman intelektual, atau bisa juga berati
pengamatan spiritual. Istilah art berasal dari kata latin ars, yang berarti seni,
keterampilan, ilmu, atau kecakapan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
(KBBI) bahwa yang dinamakan estetika adalah suatu keindahan yang Nampak.
Pengertian mengenai estetika sangat beragam, seperti menurut Kattsoff
dalam buku ( Sachari, 2003:03) bahwa estetika merupakan segala sesuatu dan
kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni. Estetika
merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan
keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan. Sedangkan
menurut Anwar ( 1985:9) estetika dalam arti teknis ialah ilmu keindahan, ilmu
mengenal kecantikan secara umum.

11
Menurut Sumarna (2006:199) Esteika merupakan bagian dari tri tunggal,
yakni teori tentang kebenaran (epistomologi), kebaikan dan keburukan (etika)
dan keindahan itu sendiri. Keindahan erat sekali hubungannya dengan lidah
dan selera perasaan. Menurut Thomas Aquinas (1224-1274) dan Jacques
Miaritain, keindahan adalah realitas indah yang ada pada objek yang kemudian
memberikan perasaan enak dan senang pada objek. Keindahan bersifat
objektif, sebaliknya menurut George Santyana (1863-1952 M), indah adalah
perasaan nikmat atau suka dari subjek pada suatu objek yang kemudian
menganggapnya sebagai milik objek, artinya apa yang disebut indah sangat
subjektif ( Katsoff, 1992: 386-388).
Objek dari estetika adalah pengalaman akan keindahan. Sehingga pada
dasarnya estetika yang dicari adalah sebuah hakikat dari keindahan, bentuk
bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan jasmani dan keindahan
rohani, keindahan seni dan keindahan alam), yang diselidiki oleh emosi
manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, agung, bagus, mengharukan dan
sebagainya

2. Prinsip Estetika
Prinsisp estetika yang menjadi bahan pertimbangan ditemukan pada
antikuitas Hellenistik secara umum. Pada prinsip ini diperikan sebagai prinsip
bahwa keindahan mengandung ekspresi imajinatif mengenai kesatuan dalam
kemajemukan. Apakah hakekat keindahan meruppakan karakteristik presentasi
yang dialami?
Pikiran Hellenistik menjawabnya secara formal. Alasannya, menurut kaum
Hellenistik bahwa seni pertama kali muncul sebagai reproduksi dari realitas.
Hal tersebut merupakan alasan yang ditentang analisis estetik karena
berpegang teguh pada signifikan konkret mengenai keindalahan dalam diri
manusia dan alam.

12
3. Konsep Estetika
Konsep estetika merupaakan konsep-konsep yang berasosiasi dengan
istilah-istilah yang mengangkat kelengkapan estetik yang mengacu pada
deskripsi dan evaluasi mengenai pengalaman-pengalaman yang melibatkan
objek, satu kejadian artistik dan estetik (Wiramihardja, 2009:176). Filosof
Edmund Burke dan David Hume berusaha untuk menerangkan konsep estetik.
Misalnya keindahan secara empiris, dengan cara menghubungkannya dengan
respons-respons fisik dan psikologis serta mengelompokannya kedalam tipe-
tipe penghayatan individual atas objek-objek dan kejadian-kejadian yang
berbeda. Jadi mereka melihat suatu dasar untuk objektivitas reaksi-reaksi
pribadi, Kant menyatakan bahwa konsep estetik secara esensial berakar pada
pribadi mengenai rasa senang dan sakit. Juga menyatakan bahwa konsep-
konsep itu memiliki objektivitas tertentu dengan dasar pada taraf estetik murni,
perasaan sakit,dan senang merupakan respon yang universal.

4. Fungsi Estetika
Di zaman modern, perkembangan seni semakin tidak dapat di pisahkan
dari kehidupan manusia. Pada seni yang berdaya guna dalam kehidupan mereka, bahkan
seni menduduki fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan manusia. Nilai dapat di
bedakan atas dua macam yaitu nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai
ekstrinsik ialah nilai yang di kejar manusia demi sesuatu tujuan yang ada di
luar kegiatananya, sedangakan nilai instrinsik yaitu nilai yang di kejar manusia
dari nilai itu sendiri karena keberhargaan, keunggualan atau kebaikan yang
terdapat pada seni itu sendiri.
a. Fungsi kerohanian
Seni di pandang memiliki fungsi kerohanian (spiritual) karena banyak
dimanfaatkan sebagai media bagi manusia untuk mendekatkan diri
denagn sang pencipta. Fungsi ini tampaknya yang tertua dan pokok dari
seni yang bercorak spiritual. Misalnya seperti membaca Al-Quran,
kaligrafi, nyanyian rohani, arsitektur Masjid dll.Karl Barth berpendapat
bahwa sumber keindahan adalah Tuhan. Agama sering dijadikan juga

13
sebagai salah satu sumber inspirasi seni yang berfungsi untuk
kepentingan keagamaan. Pengalaman-pengalaman religi tersebut
tergambarkan dalam bentuk nilai estetika. Banyak media yang mereka
pergunakan. Ada yang memakai suara, gerak, visual dsb. Contoh:
Kaligrafi arab, makam, relief candi, gereja dan lainnya.
b. Fungsi kesenangan
Seni di pandang memiliki fungsi kesenangan hanya untuk kesenangan
yaitu hiburan (peluapan emosi yang menyenangakan). Seorang seniaman akan akan
terhibur ketika berkarya dan akan lebih merasa terhibur jika karyanya
dinyatakan berhasil. Demikian seseorang akan merasa terhibur jika
mendengarkan musik, film yang bagus, lukisan yang menyentuh
perasaan. Dan semuanya kembali kepada sejaauh mana apresiasi
seseorang terhadap karya seni.
c. Fungsi pendidikan
Seni di pandang memiliki fungsi pendidikan karena dapat meningkat
potensialitas manusia seperti keterampilan, kreatifitas, emosionalitas dan
sensibilitas (kepekaan). Beberapa seni lukis misalnya dapat
meningkatkan keterampilan tangan ketajaman penglihatan, daya khayal
sehingga menjadi lebih kreatif. Peningkatan karya seni dapat mengasah
perasaan sesseorang sehingga menjadi lebih sensitif, sensibilitasnya
meningkat, serta penyerapan panca inderanya lebih lengkap, upaya
pendidikan yang sudah umum di lakukan agar menyenangkan dalam seni
contohnya seperti drama yang di aplikasikan dalam pelajaran sejarah,
menyanyi dan bermain musik. Sedangakan pendidikan nonformal dapat
dilakukan oleh pemerintah melalui film, lagu, atau wayang.
d. Fungsi komunikatif
Seni di pandang memiliki fungsi komunikatif karena dapat
menghubungkan pikiran seseorang dengan orang lain. Orang usia lanjut
dan orang muda dapat bertemu melalui seni. Pria dan wanita dapat
berhubungan pada landasan yang sama berupa karya seni bahkan orang-
orang (seniman) yang hidup berabad-abad yang lampau dan di tempat

14
yang ribuan kilometerr jauhnya dapat berkomunikasi dengan orang-orang
sekarang melalui karya seni yang di tinggalkan.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bramel seperti yang dikutip Amsal (2009) membagi aksiologi dalam
tiga bagian, yakni moral conduct, estetic expression, dan socio-political life.
Moral Conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus
yaitu etika. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang arti baik dan
buruk, benar dan salah kemudian manusia menggunakan akal dan hati
nuraninya untuk mencapai tujuan hidup yang baik dan benar sesuai dengan
tujuan yang dikehendaki. Etika atas tiga pendekatan yang lazim, yaitu: etika
deskriptif, etika normatif, dan metaetika. Etika berfungsi untuk membantu
manusia mencari orentasi secara kritis dalam kehidupan dengan moralitas
yang membingungkan. Istilah estetika berasal dari kata Yunani yang
mempunyai arti aesthesis, yang berati pencerapan indrawi, pemahaman
intelektual, atau bisa juga berati pengamatan spiritual. Istilah art berasal dari
kata latin ars, yang berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan. Estetika
memiliki empat fungsi yaitu fungsi kerohanian, fungsi kesenangan, fungsi
pendidikan dan fungsi komunikatif.

B. SARAN
Demikianlah penyusunan makalah ini, kami sadar bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan
kemampuan kami atau kurangnya referensi. Maka dari itu kritik dan saran
yang bersifat membangun dari para pembaca sangat kami harapkan untuk
perbaikan pada makalah selanjutnya.Semoga makalah ini berguna bagi para
pembacanya dan bisa menambah ilmu pengetahuan kita semua.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, W. 1985. Filsafat Estetika. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Praja, Juhaya S. 2010. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana

Sachari, Agus. 2002. Estetika, Makna, dan Simbol Daya. Bandung: ITB Press.

Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan.Jogjakarta: Arruzz Media Group

Sumarna, Cecep. 2006. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy.

Susanto. 2011. Filsafat Ilmu:Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis,


Dan Aksiologis, Jakarta :BUMI AKSARA.

Wiramihardja, Sutardjo A.2009. Pengantar Filsafat:Sistematika dan Sejarah


Filsafat Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi) Metafisika dan Filsafat
Manusia, Aksiologi. Bandung: Refika Aditama.

Wiranata, I Gede A.B. 2005. Dasar-dasar etika dan moralitas : (pengantar kajian
etika profesi hukum). Bandung : Citra Aditya Bakti

17

Anda mungkin juga menyukai