Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

MENGENAI ETIKA DAN ESTETIKA

DISUSUN OLEH:

IMAN ANUGRAH 220 502 010


LUMINTU NINGTYAS 220 502 012
DESRIYANTI SAFITRI NINGSIH 220 502 016
MADE ARIYANTI 220 502 011
STEVANIA PUTRI A.R. 220 502 0

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAKIDENDE

UNAAHA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur mari kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT., serta tak lupa kita

haturkan sholawat dan salam kepada Nabiyullah Muhammad SAW. Berkat kuasa

Allah dan Rasul-Nya lah, penyusun makalah yang kami beri judul “Makalah

Filsafat Pendidikan Mengenai Etika dan Estetika” dapat terselesaikan.

Makalah ini membahas hal-hal seputar etika dan estetik, mulai dari

definisi, pendekatan, fungsi, objek, aliran, hingga manfaat yang diperoleh dari

mempelajarinya dan mempraktekannya. Makalah ini ditujukan guna memenuhi

tugas kelompok mata kuliah filsafat pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia Angkatan 2020, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Lakidende.

Tentunya, kami membuka adanya krtik dan saran dari para pembaca, agar

terjadi peningkatan di waktu yang akan datang bagi kami dalam menyusun suatu

makalah selanjutnya. Semoga makalah yang telah kami susun ini dapat memberi

manfaat kepada pembaca sekalian.

Unaaha, 08 ovember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................2

C. TUJUAN PENULISAN.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. ETIKA...................................................................................................................................3

1. Definisi Etika....................................................................................................................3

2.Pendekatan Etika................................................................................................................4

3.Fungsi Etika.......................................................................................................................6

4.Objek Etika.........................................................................................................................8

5.Aliran Etika........................................................................................................................8

6.Manfaat Etika...................................................................................................................10

B. ESTETIKA..........................................................................................................................11

1.Definisi Estetika...............................................................................................................11

2.Prinsip Estetika.................................................................................................................12

3.Konsep Estetika................................................................................................................12

4.Fungsi Estetika.................................................................................................................13

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN...................................................................................................................15

B. SARAN...............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ada tiga pilar utama dalam filsafat ilmu yang selalu menjadi
pedoman, yaitu, ontologi, epistemologi, dan aksiologi (Suriasumantri :
1987). Ketiga pilar itulah manusia berupaya untuk mencari dan
menggali eksistensi ilmu sedalamdalamnya. Hakikat apa yang ingin
diketahui manusia merupakan pokok bahasan dalam ontologi. Dalam hal
ini manusia ingin mengetahui tentang “ada” atau eksistensi yang dapat
dicerap oleh pancaindera. Epsitemologi merupakan landasan kedua filsafat
yang mengungkapkan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan atau
kebenaran tersebut. Setelah memperoleh pengetahuan, manfaat apa yang
dapat digunakan dari pengetahuan itu. Inilah yang kemudian membawa
pemikiran kita menengok pada konsep aksiologi, yaitu, filsafat yang
membahas masalah nilai kegunaan dari nilai pengetahuan.
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu
“aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Jadi,
aksiologi, merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Dengan kata
lain, aksiologi adalah teori nilai. Suriasumantri (1990) mendefinisikan
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang di peroleh. Aksiologi dalam Kamus Bahasa Indonesia
(1995) adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian
tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono seperti yang dikutip
Surajiyo (2007), aksiologi adalah nilainilai sebagai tolak ukur kebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa
aksiologi disamakan dengan value and valuation.
Bramel seperti yang dikutip Amsal (2009) membagi aksiologi dalam
tiga bagian, yakni moral conduct, estetic expression, dan socio-political life.
Moral Conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus

1
yaitu etika. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan yang mana bidang
ini melahirkan keindahan. Dan terakhir yang mebidani lahirnya filsafat
kehidupan sosial politik. Pada makalah ini akan di bahas tentang etika dan
estetika.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan etika?
2. Apa yang dimaksud dengan estetika?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika
2. Untuk mengerahui apa yang dimaksud dengan estetika

2
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIKA
1. Definisi Etika
Secara historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari
kehancuran moral dilingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun yang
lalu. Karena pandangan- pandangan yang lama tentang baik dan buruk
tidak lagi dipercayai, para filosof mempertanyakan kembali norma-
norma dasar bagi kelakuan manusia, Situasi itu berlaku pada zaman
sekarang juga, bahkan bagi kita masing-masing. Yang dipersoalkan
bukan hanya apakah yang merupakan kewajiban saya dan apa yang
tidak, melainkan manakah norma-norma untuk menentukan apa yang
harus dianggap sebagai kewajiban. Untuk mencapai suatu pendirian
dalam pergolakan pandangan-pandangan moral ini refleksi kritis etika
diperlukan.
Secara etimologi etika pada dasarnya merupakan akar kata yang
berasal dari bahasa Yunani dengan kata ethos. Kata ethos ini dalam
bentuk tunggalnya memiliki banyak makna antara lain: tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat serta watak,
namun jika dalam bentuk jamaknya ta etha artinya adalah adat
kebiasaan. Melirik makna etika dalam konteks tersebut, pada
dasarnya etika dalam sudut pandang keilmuan maupun maknanya
secara istilah digunakan sebagai sudut pandang dalam kehidupan.
Secara filosofis, etika merupakan bagian dari ilmu filsafat
yang mempelajari berbagai nilai (value) yang diarahkan pada perbuatan
manusia, khususnya yang berkaitan dengan kebaikan dan keburukan dari
hasil tindakannya. Dalam berbuat baik, manusia memerlukan
pertimbangan yang bersifat rasional. Pertimbangan rasional artinya
mempertimbangkan berbagai kemungkinan untuk berbuat baik atau

3
4

melakukan tindakan secara jernih, tanpa dilandasi dengan sikap emosional


yang berlebihan. Mempelajari etika harus dilandasi dengan pendekatan
rasional dan kritis, agar etika itu dapat diterapkan pada tindakan
keseharian seseorang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1993), etika
adalah ilmu mengenai apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan
kewajiban (ahlak). Dalam KBBI dibedakan pula antara etika, etik dan
etiket. Etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
ahlak (nilai benar dan salah yang dianut masyarakat/golongan),
misalnya kode etik dokter, dll. Etiket adalah tatacara (adat, sopan
santun, dll.) di masyarakat dalam memelihara hubungan yang baik
sesama manusia. Etiket juga dikenal sebagai label atau penamaan sesuatu
yang dituliskan pada secarik kertas dan dilekatkan pada benda (botol,
kaleng, dll.). Dari ketiganya, yang berhubungan erat dengan nilai dan
moral adalah etika dan etik. Etika sering disebut sebagai filsafat moral,
sedangkan etik tidak berkaitan dengan moral.
(Suhartono, 2007) menjelaskan bahwa etika adalah suatu studi
filosofis mengenai moral (philosophical study of morals), dalam hal
ini berperan sebagai pengaturan dalam kehidupan dengan bentuk tingkah
laku keseharian dari individu kemudian menjadi kebiasaan kolektif dalam
bentuk mesyarakat, bahkan hingga pada skala yang lebih besar seperti
Negara. Mohammad Adib menjelaskan bahwa etika merupakan sistem
moral dan prinsip-prinsip perilaku manusia yang dijadikan sebagai
standarisasi baik buruk, salah benar, serta sesuatu yang bermoral atau
tidak bermoral. Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan
bahwa etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang art i baik dan
buruk, benar dan salah kemudian manusia menggunakan akal dan hati
nuraninya untuk mencapai tujuan hidup yang baik dan benar sesuai
dengan tujuan yang dikehendaki.

4
5

2. Pendekatan Etika
Etika perlu dipahami sebagai satu cabang filsafat yang membahas
moralitas, atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Satu
perumusan lain etika adalah ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral.
Akan tetapi, ada berbagai cara untuk mempelajari moralitas atau berbagai
pendekatan ilmiah tentang tingkah laku moral. Selanjutnya kita mengikuti
pembagian bidang etika atas tiga pendekatan yang lazim, yaitu: etika
deskriptif, etika normatif, dan metaetika (Bertens, 2005: 15-21).
a. Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas,
misalnya: adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk,
tindakan- tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.
Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-
individu tertentu, dalam berbagai kebudayaan atau subkultur tertentu,
dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya. Karena etika deskriptif
hanya melukiskan, maka tidak memberi penilaian. Misalnya, etika
deskriptif melukiskan adat mengayau kepala yang ditemukan dalam
masyarakat yang primitif, tetapi tidak memberikan penilaian moral
bahwa adat semacam itu dapat diterima atau harus ditolak.
b. Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang
di mana berlangsung diskusi paling menarik tentang masalah moral. Etika
normatif dalam hal ini tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti
halnya dalam etika deskriptif, melainkan melibatkan diri dengan
mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Filsuf etika normatif
bukan sekedar melukiskan adat mengayau yang pernah terdapat dalam
kebudayaan pada masa lalu, melainkan menolak adat tersebut karena
bertentangan dengan martabat manusia. Demikian pula, etika normatif
bukan hanya membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam
suatu masyarakat, melainkan menolak prostitusi sebagai suatu lembaga
yang bertentangan dengan martabat wanita, biarpun dalam praktik belum

5
6

tentu dapat diberantas sampai tuntas. Penilaian itu dibentuk atas dasar
norma-norma. Misalnya, norma bahwa “martabat manusia harus
dihormati”.
Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat
umum dan khusus. Etika normatif umum mengkaji norma
etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan etika
normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada
perilaku manusia yang khusus, misalnya etika keluarga, etika profesi
(etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis, dll.), etika politik, dll.
c. Metaetika
Istilah “metaetika” (awalan meta dalam bahasa Yunani berarti
“melebihi” atau “melampaui”) dibuat untuk menunjukkan pembahasan
yang bukan moralitas secara langsung, melainkan mengacu berbagai
konsep yang digunakan dalam bidang moralitas. Metaetika seolah-olah
bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf
“bahasa etis” atau bahasa yang digunakan dalam bidang moral. Sehingga,
konsep pembahasan yang menjadi fokus dalam pembicaraan tentang
lingkup mataetika yaitu merupakan bagian sentral dari segala bentuk
ungkapan dalam penggunaan bahasa manusia dalam kehidupannya untuk
berinteraksi atau bersosialisasi diri.
Contoh dari metaetika adalah bahasa iklan yang berlebihan
dan menyesatkan, seperti pada tayangan iklan obat yang menganjurkan
meminum obat tersebut agar sembuh dan sehat kembali. Ketika orang
mulai mengkritik iklan tersebut, maka dimunculkanlah ucapan etis: “jika
sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis tersebut seolah dihadirkan
oleh sekelompok produsen untuk disampaikan kepada masyarakat agar
lebih bijak dalam meminum obat tersebut.
3. Fungsi Etika
I Gede A.B. Wiranata dalam bukunya menuliskan beberapa
pendapat para ahli tentang fungsi etika, di antaranya adalah Rohaniawan
Frenz Magnis- Suseno, ia menyatakan bahwa etika berfungsi untuk

6
7

membantu manusia mencari orentasi secara kritis dalam kehidupan


dengan moralitas yang membingungkan. Etika adalah pemikiran sistematis
dan yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu
pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Pengertian ini berlandaskan
pemikiran tentang kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik
dan masa transformasi masyarakat menuju modern, proses perbuatan
social berpotensi dan bermoral.
Menurut Susanto (2011), etika berfungsi sebagai:
a. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai
moralitas yang membingungkan,
b. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan
untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.,
c. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam
suasana pluralisme,
d. Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama,
seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini, bukan itu;
e. Etika membantu dalam menginterprestasikan ajaran agama yang saling
bertentangan;
f. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-
masalah baru dalam kehidupan manusia, seperti soal bayi tabung dan
eutanasia, yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja kehidupan
mahkluk.
g. Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika
berdasarkan diri pada argumentasi rasional belaka dan bukan pada wahyu.
h. Selain itu etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu:
i. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat mengemukakan penilaian
tentang perilaku manusia
j. Menjadi alat control atau menja dirambu-rambu bagi seseorang atau
kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai
mahasiswa

7
8

k. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang


kita hadapi sekarang.
l. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam
menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.
m. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan
etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
4. Objek Etika
Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia,
sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau
tidak bermoral (Tim Dosen Filsafat UGM, 2007).
Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah
mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu:
a. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh karena
itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak
mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan
manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam etika.
b. Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja.
Perbuatan manusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan tidak
sengaja maka perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau
dikenakan sanksi oleh etika.
c. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak
sendiri. Perbuatan manusia yang dilakukan dengan paksaan (dalam
keadaan terpaksa) maka perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.
5. Aliran Etika
Menurut Mokh. Sya’roni (2014) terdapat 3 aliran etika yaitu:
a. Hedonisme
Hedonisme bertolak dari pendirian bahwa menurut
kodratnya manusia mengusahakan kenikmatan, yang dalam bahasa
Yunani disebut “hedone”; dari kata inilah timbul istilah “hedonisme”.
Secara negatif usaha ini terungkap dalam sikap menghindari rasa sakit,
dan secara positif terungkap dalam sikap mengejar apa saja yang dapat

8
9

menimbulkan rasa nikmat. Namun hedonisme tidak sekadar


menetapkan kenyataan kejiwaan ini, melainkan juga berpendapat
bahwa kenikmatan benar-benar merupakan kebaikan yang paling
berharga atau yang tertinggi bagi manusia, sehingga dengan
demikian adalah baik baginya apabila mengusahakan kenikmatan.
Seseorang dikatakan baik bila perilakunya dibiarkan ditentukan oleh
pertanyaan bagaimana caranya agar dirinya memperoleh kenikmatan
yang sebesar-besarnya; dengan bersikap dengan itu ia bukan hanya
hidup sesuai dengan kodratnya, melainkan juga memenuhi tujuan
hidupnya.
b. Utilisme
Aliran dijabarkan dari kata Latin “utilis”, yang berarti bermanfaat.
Utilisme mengatakan bahwa ciri pengenal kesusilaan ialah manfaat
suatu perbuatan. Suatu perbuatan dikatakan baik, jika membawa
manfaat, dikatakan buruk, jika menimbulkan mudarat. Utilisme
tampil sebagai sistem etika yang telah berkembang, bahkan juga
sebagai pendirian yang agak bersahaja mengenai hidup.Paham ini
mengatakan bahwa orang baik ialah orang yang membawa manfaat, dan
yang dimaksudkannya ialah agar setiap orang menjadikan dirinya
membawa manfaat yang sebesar-besarnya. Tetapi dalam kenyataannya
sesuatu yang bermanfaat tidak pernah berdiri sendiri; sesuatu hal
senantiasa bermanfaat bagi sesuatu hal yang lain. Umpamanya, suatu
obat bermanfaat untuk memulihkan kesehatan, sebuah kitab bermanfaat
untuk dibaca, sejumlah barang tertentu bermanfaat bagi pertanian, dan
sebagainya.Begitu pula kebalikannya, hal-hal yang merugikan.
c. Deontology
Terdapat pandangan lain sistem etika lain yang tidak mengukur
baik tidaknya suatu perbuatan berdasarkan hasilnya, melainkan semata-
mata berdasarkan maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan
tersebut. Kita bisa mengatakan juga bahwa sistem ini tidak
menyoroti tujuan yang dipilih bagi perbuatan atau keputusan kita,

9
10

melainkan semata-mata wajib tidaknya perbuatan dan keputusan


kita. Teori yang dimaksudkan ini biasanya disebut deontologi (kata
Yunani deon berarti: apa yang harus dilakukan; kewajiban). Pencipta
aliran ini adalah Imanuel Kant (1724-1804). Menurut Kant, yang bisa
disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak yang baik.
Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Kesehatan, kekayaan, atau inteligensi, misalnya, adalah baik jika
digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, tapi jika dipakai oleh
kehendak yang jahat semua hal itu bisa menjadi jelek sekali.Bahkan
keutamaan-keutamaan bisa disalahgunakan oleh kehendak yang jahat.
6. Manfaat Etika
Mokh. Sya’roni (2014) menjabarkan beberapa manfaat etika yang
perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kehidupan konkret, yaitu:
a. Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik
menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan moral yang
bermacam-macam, sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang etika.
Contoh: etika medis tentang masalah aborsi, bayi tabung, kloning, dan
lain-lain
b. Gelombang modernisasi yang melanda di segala bidang kehidupan
masyarakat, sehingga cara berpikir masyarakat pun ikut berubah.
Misalnya: cara berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern, dan lain-
lain.
c. Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologiideologi asing
yang berebutan mempengaruhi kehidupan kita, agar tidak mudah
terpancing. Artinya kita tidak boleh tergesagesa memeluk pandangan
baru yang belum jelas, namun tidak pula tergesa-gesa menolak
pandangan baru lantaran belum terbiasa
d. Etika diperlukan oleh penganut agama manapun untuk menemukan dasar
kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas
wawasan terhadap semua dimensi kehidupan masyarakat yang selalu
berubah

10
11

Dalam bidang keilmuan, etika sangat penting karena pokok


perhatiannya pada problem dan proses kerja keilmuan, sehingga
memunculkan studi etika keilmuan. Etika keilmuan menyoroti aspek
bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan dalam kegiatannya.
Tanggung jawab mereka dipertaruhkan dalam proses kegiatan ilmiahnya.
Pokok perhatian lain dalam etika keilmuan adalah masalah bebas
nilai. Bebas nilai adalah suatu posisi atau keadaan dimana seseorang
ilmuwan memiliki hak berupa kebebasannya untuk melakukan penelitian
ilmiahnya. Mereka bebas meneliti apa saja sesuai dengan keinginan atau
tujuan penelitiannya. Kebalikan bebas nilai adalah tidak bebas nilai, yakni
adanya hambatan dari luar seperti norma agama, norma hukum, norma
budaya yang muncul dalam proses penelitiannya. Norma-norma
tersebut semacam “pagar” yang merintangi kebebasan seorang peneliti
atas dasar tujuan dan kepentingan norma tersebut. Misalnya, pada kasus
penelitian kloning untuk manusia.

B. ESTETIKA
1. Definisi Estetika
Istilah estetika berasal dari kata Yunani yang mempunyai arti
aesthesis, yang berati pencerapan indrawi, pemahaman intelektual, atau
bisa juga berati pengamatan spiritual. Istilah art berasal dari kata latin ars,
yang berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan. Menurut kamus
besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa yang dinamakan estetika adalah
suatu keindahan yang Nampak.
Pengertian mengenai estetika sangat beragam, seperti menurut
Kattsoff dalam buku ( Sachari, 2003:03) bahwa estetika merupakan segala
sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni.
Estetika merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang
berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut
keindahan. Sedangkan menurut Anwar ( 1985:9) estetika dalam arti teknis
ialah ilmu keindahan, ilmu mengenal kecantikan secara umum.

11
12

Menurut Sumarna (2006:199) Esteika merupakan bagian dari tri


tunggal, yakni teori tentang kebenaran (epistomologi), kebaikan dan
keburukan (etika) dan keindahan itu sendiri. Keindahan erat sekali
hubungannya dengan lidah dan selera perasaan. Menurut Thomas Aquinas
(1224-1274) dan Jacques Miaritain, keindahan adalah realitas indah yang
ada pada objek yang kemudian memberikan perasaan enak dan senang
pada objek. Keindahan bersifat objektif, sebaliknya menurut George
Santyana (1863-1952 M), indah adalah perasaan nikmat atau suka dari
subjek pada suatu objek yang kemudian menganggapnya sebagai milik
objek, artinya apa yang disebut indah sangat subjektif ( Katsoff, 1992:
386-388).
Objek dari estetika adalah pengalaman akan keindahan. Sehingga
pada dasarnya estetika yang dicari adalah sebuah hakikat dari keindahan,
bentuk bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan jasmani dan
keindahan rohani, keindahan seni dan keindahan alam), yang
diselidiki oleh emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, agung,
bagus, mengharukan dan sebagainya
2. Prinsip Estetika
Prinsisp estetika yang menjadi bahan pertimbangan ditemukan
pada antikuitas Hellenistik secara umum. Pada prinsip ini diperikan
sebagai prinsip bahwa keindahan mengandung ekspresi imajinatif
mengenai kesatuan dalam kemajemukan. Apakah hakekat keindahan
meruppakan karakteristik presentasi yang dialami?
Pikiran Hellenistik menjawabnya secara formal. Alasannya,
menurut kaum Hellenistik bahwa seni pertama kali muncul sebagai
reproduksi dari realitas. Hal tersebut merupakan alasan yang ditentang
analisis estetik karena berpegang teguh pada signifikan konkret
mengenai keindalahan dalam diri manusia dan alam.
3. Konsep Estetika
Konsep estetika merupaakan konsep-konsep yang berasosiasi
dengan istilah-istilah yang mengangkat kelengkapan estetik yang mengacu

12
13

pada deskripsi dan evaluasi mengenai pengalaman-pengalaman yang


melibatkan objek, satu kejadian artistik dan estetik (Wiramihardja,
2009:176). Filosof Edmund Burke dan David Hume berusaha untuk
menerangkan konsep estetik. Misalnya keindahan secara empiris, dengan
cara menghubungkannya dengan respons-respons fisik dan psikologis
serta mengelompokannya kedalam tipe- tipe penghayatan individual atas
objek-objek dan kejadian-kejadian yang berbeda. Jadi mereka melihat
suatu dasar untuk objektivitas reaksi-reaksi pribadi, Kant menyatakan
bahwa konsep estetik secara esensial berakar pada pribadi mengenai rasa
senang dan sakit. Juga menyatakan bahwa konsep- konsep itu memiliki
objektivitas tertentu dengan dasar pada taraf estetik murni, perasaan
sakit,dan senang merupakan respon yang universal.
4. Fungsi Estetika
Di zaman modern, perkembangan seni semakin tidak dapat di
pisahkan dari kehidupan manusia. Pada seni yang berdaya guna dalam
kehidupan mereka, bahkan seni menduduki fungsi-fungsi tertentu dalam
kehidupan manusia. Nilai dapat di bedakan atas dua macam yaitu nilai
ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik ialah nilai yang di kejar
manusia demi sesuatu tujuan yang ada di luar kegiatananya, sedangakan
nilai instrinsik yaitu nilai yang di kejar manusia dari nilai itu sendiri
karena keberhargaan, keunggualan atau kebaikan yang terdapat pada seni
itu sendiri.
a. Fungsi kerohanian
Seni di pandang memiliki fungsi kerohanian (spiritual) karena
banyak dimanfaatkan sebagai media bagi manusia untuk mendekatkan
diri denagn sang pencipta. Fungsi ini tampaknya yang tertua dan pokok
dari seni yang bercorak spiritual. Misalnya seperti membaca Al-
Quran, kaligrafi, nyanyian rohani, arsitektur Masjid dll.Karl Barth
berpendapat bahwa sumber keindahan adalah Tuhan. Agama sering
dijadikan juga sebagai salah satu sumber inspirasi seni yang
berfungsi untuk kepentingan keagamaan. Pengalaman-pengalaman religi

13
14

tersebut tergambarkan dalam bentuk nilai estetika. Banyak media yang


mereka pergunakan. Ada yang memakai suara, gerak, visual dsb. Contoh:
Kaligrafi arab, makam, relief candi, gereja dan lainnya.
b. Fungsi kesenangan
Seni di pandang memiliki fungsi kesenangan hanya untuk
kesenangan yaitu hiburan (peluapan emosi yang menyenangakan).
Seorang seniaman akan akan terhibur ketika berkarya dan akan lebih
merasa terhibur jika karyanya dinyatakan berhasil. Demikian seseorang
akan merasa terhibur jika mendengarkan musik, film yang bagus,
lukisan yang menyentuh perasaan. Dan semuanya kembali kepada
sejaauh mana apresiasi seseorang terhadap karya seni.
c. Fungsi pendidikan
Seni di pandang memiliki fungsi pendidikan karena dapat
meningkat potensialitas manusia seperti keterampilan, kreatifitas,
emosionalitas dan sensibilitas (kepekaan). Beberapa seni lukis misalnya
dapat meningkatkan keterampilan tangan ketajaman penglihatan, daya
khayal sehingga menjadi lebih kreatif. Peningkatan karya seni dapat
mengasah perasaan sesseorang sehingga menjadi lebih sensitif,
sensibilitasnya meningkat, serta penyerapan panca inderanya lebih
lengkap, upaya pendidikan yang sudah umum di lakukan agar
menyenangkan dalam seni contohnya seperti drama yang di aplikasikan
dalam pelajaran sejarah, menyanyi dan bermain musik. Sedangakan
pendidikan nonformal dapat dilakukan oleh pemerintah melalui film, lagu,
atau wayang.
d. Fungsi komunikatif
Seni di pandang memiliki fungsi komunikatif karena dapat
menghubungkan pikiran seseorang dengan orang lain. Orang usia lanjut
dan orang muda dapat bertemu melalui seni. Pria dan wanita dapat
berhubungan pada landasan yang sama berupa karya seni bahkan orang-
orang (seniman) yang hidup berabad-abad yang lampau dan di tempat

14
15

yang ribuan kilometerr jauhnya dapat berkomunikasi dengan orang-orang


sekarang melalui karya seni yang di tinggalkan.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bramel seperti yang dikutip Amsal (2009) membagi aksiologi
dalam tiga bagian, yakni moral conduct, estetic expression, dan socio-
political life. Moral Conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan
disiplin khusus yaitu etika.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang arti baik dan buruk,
benar dan salah kemudian manusia menggunakan akal dan hati nuraninya
untuk mencapai tujuan hidup yang baik dan benar sesuai dengan tujuan
yang dikehendaki. Etika atas tiga pendekatan yang lazim, yaitu: etika
deskriptif, etika normatif, dan metaetika. Etika berfungsi untuk membantu
manusia mencari orentasi secara kritis dalam kehidupan dengan
moralitas yang membingungkan.
Istilah estetika berasal dari kata Yunani yang mempunyai arti
aesthesis, yang berati pencerapan indrawi, pemahaman intelektual, atau bisa
juga berati pengamatan spiritual. Istilah art berasal dari kata latin ars, yang
berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan. Estetika memiliki empat
fungsi yaitu fungsi kerohanian, fungsi kesenangan, fungsi pendidikan dan
fungsi komunikatif.

B. SARAN
Demikianlah penyusunan makalah ini, kami sadar bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan
kemampuan kami atau kurangnya referensi. Maka dari itu kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan
pada makalah selanjutnya.Semoga makalah ini berguna bagi para pembacanya
dan bisa menambah ilmu pengetahuan kita semua.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, W. 1985. Filsafat Estetika. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Praja, Juhaya S. 2010. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana

Sachari, Agus. 2002. Estetika, Makna, dan Simbol Daya. Bandung: ITB

Press. Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan.Jogjakarta: Arruzz

Media Group

Sumarna, Cecep. 2006. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung:

Pustaka Bani Quraisy.

Susanto. 2011. Filsafat Ilmu:Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis,

Epistemologis, Dan Aksiologis, Jakarta :BUMI AKSARA.

Wiramihardja, Sutardjo A.2009. Pengantar Filsafat:Sistematika dan Sejarah

Filsafat Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi) Metafisika dan Filsafat

Manusia, Aksiologi. Bandung: Refika Aditama.

Wiranata, I Gede A.B. 2005. Dasar-dasar etika dan moralitas : (pengantar

kajian etika profesi hukum). Bandung : Citra Aditya Bakti

16

Anda mungkin juga menyukai