Anda di halaman 1dari 34

Hari/Tanggal : Selasa/ 1 Oktober 2019

Tugas :2

MAKALAH TUGAS 2
FILSAFAT ILMU
“ANALISIS ILMU FISIKA BERDASARKAN DESKRIPSI KAJIAN
FILSAFAT ILMU”

OLEH:
Cici Dwi Tisa Haspen 18175006

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. H. Ahmad Fauzi, M. Si
Dr. H. Asrizal, M. Si

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan judul “Analisis Ilmu Fisika
Berdasarkan Deskripsi Kajian Filsafat Ilmu”. Mata kuliah ini dibimbing oleh
Bapak Dr. H. Ahmad Fauzi, M.Si dan Bapak Dr. H. Asrizal, M.Si. Makalah ini
bersumber dari buku maupun dari internet dengan membuat gagasan dari
beberapa sumber tersebut.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis menemui beberapa kendala.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Padang, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan........................................................................................ 2
BAB II KAJIAN TEORI....................................................................................... 3
A. Hakikat Fisika.............................................................................................. 3
B. Tujuan Fisika ...............................................................................................
C. Objek Fisika................................................................................................. 4
D. Ruang Lingkup Fisika.................................................................................. 4
E. Metodelogi Fisika......................................................................................... 5
F. Pendekatan dalam Fisika.............................................................................. 8
G. Analisis Dimensi Ontologi........................................................................... 8
H. Analisis Dimensi Epistimologi.................................................................... 10
I. Analisis Dimensi Aksiologi........................................................................... 11
J. Substansi Filsafat Fisika................................................................................ 11
K. Perkembangan Fisika ..................................................................................
BAB III PENUTUP............................................................................................... 16
A. Ontologi dalam Materi Fisika...................................................................... 16
B. Epistimologi dalam Materi Fisika................................................................ 27
C. Aksiologi dalam Materi Fisika..................................................................... 27
D. Keterkaitan Antara Substansi Filsafat Fisika dengan Materi Fisika............ 98
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan makalah ini, maka rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan hakikat fisika?
2. Apa tujuan dari ilmu fisika?
3. Apa saja yang menjadi objek kajian ilmu fisika?
4. Apa saja ruang lingkup dalam ilmu fisika?
5. Bagaimana metodelogi dalam ilmu fisika?
6. Apa pendekatan yang bisa digunakan dalam mempelajari ilmu fisika?
7. Bagaimana kajian dimensi ontologi dalam ilmu Fisika?
8. Bagaimana kajian dimensi epistimologi dalam ilmu fisika?
9. Bagaimana kajian dimensi aksiologi dalam ilmu fisika?
10. Apa saja substansi filsafat ilmu fisika?
11. Bagaimana perkembangan ilmu fisika?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan hakikat fisika
2. Menjelaskan tujuan dari ilmu fisika
3. Menjelaskan objek kajian ilmu fisika
4. Menjelaskan ruang lingkup dalam ilmu fisika
5. Menjelaskan metodelogi dalam ilmu fisika
6. Menjelaskan pendekatan yang digunakan dalam ilmu fisika
7. Menjelaskan kajian dimensi ontologi, epistemologi, aksiologi dalam ilmu
fisika
8. Menjelaskan substansi filsafat ilmu fisika
9. Menjelaskan perkembangan ilmu fisika

1
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
untuk :
1. Bagi pembaca dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan
2. Bagi mahasiswa dapat membantu memahami analisis ilmu fisika
berdasarkan deskripsi kajian filsafat ilmu
3. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Landasan Ilmu
Pendidikan Program Studi Magister Pendidikan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. HAKIKAT FISIKA
Fisika (bahasa Yunani: (physikos), “alamiah”, dan (physis), “alam”) adalah
sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika adalah bangun
pengetahuan yang menggambarkan usaha, temuan, wawasan, dan kearifan yang
bersifat kolektif dari umat manusia (wartono, 2003:18). Menurut Mundilarto
(2010:4), fisika sebagai ilmu dasar memiliki karakteristik yang mencakup bangun
ilmu yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, postulat, dan teori serta
metodologi keilmuwan. Jadi, fisika dapat diartikan sebagai ilmu yang terbentuk
melalui prosedur baku atau biasa disebut sebagai metode ilmiah.
Pada hakikatnya, ilmu fisika merupakan sebuah kumpulan pengetahuan
atau jalan berfikir dan cara untuk penyelidikan. Dalam jurnalnya, Supahar (2014)
menyatakan bahwa Nature of Physics atau hakikat fisika terdiri atas (1) physics as
a product aspect or a body of knowledge, (2) physics as an attitude aspect or a
way of thinking, and (3) physics as a process aspect or a way of investigating.
Maksud dari pernyataan berikut yaitu bahwa fisika sebagai produk atau body of
knowledge, fisika sebagai sikap atau a way of thinking, dan fisika sebagai proses
atau a way of investigating.

Gambar 1. Hakikat Fisika (Sutrisno,2006)

1. Fisika Sebagai Produk


Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia, terjadi interaksi antara
manusia dengan alam lingkungannya. Interaksi ini memberikan pembelajaran

1
kepada manusia sehinga menemukan pengalaman yang menambah wawasan,
pengetahuan dan kemampuannya yang ditandai dengan adanya perubahan
perilaku. Dalam wacana ilmiah, hasil-hasil penemuan dari berbagai kegiatan
penyelidikan yang kreatif dari para ilmuwan diinventarisir, dikumpulkan dan
disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan yang kemudian
disebut sebagai produk atau “body of knowledge”. Pengelompokkan hasil-hasil
penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan
yang kemudian disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika, kumpulan
pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan
model.

Gambar 2. Fisika Sebagai Produk (Sutrisno, 2006)

a. Fakta
Fakta adalah keadaan atau kenyataan yang sesungguhnya dari segala
peristiwa yang terjadi di alam. Fakta merupakan dasar bagi konsep, prinsip,
hukum, teori atau model. Sebaliknya kita juga dapat menyatakan bahwa,
konsep, prinsip, hukum, teori, dan model keberadaannya adalah untuk
menjelaskan dan memahami fakta. Seperti misalnya air selalu mengalir dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Fenomena alam
tersebut adalah sebagian contoh peristiwa fisika yang terjadi di alam ini,
sebuah fakta yang dapat dibuktikan, dikembangkan, dievaluasi dan kemudian
dirumuskan.
b. Konsep
Konsep adalah abstraksi dari berbagai kejadian, objek, fenomena dan
fakta. Contoh konsep Fisika adalah: Suhu, Kecepatan, Momentum, dll.
Menurut Bruner, Goodnow dan Austin 4 (collette dan chiappetta: 1994)

2
konsep memiliki lima elemen atau unsur penting yaitu nama, definisi, atribut,
nilai (value) dan contoh. Yang dimaksud dengan atribut itu misalnya adalah
warna, ukuran, bentuk, bau dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan
intelektual anak, keabstrakan dari setiap konsep adalah berbeda bagi setiap
anak. Menurut Herron dan kawan-kawan (dalam Collette dan Chiappetta
1994), konsep fisika dapat dibedakan atas konsep yang baik contoh maupun
atributnya dapat diamati, konsep yang contohnya dapat diamati tetapi
atributnya tidak dapat diamati dan konsep yang baik contoh maupun
atributnya tidak dapat diamati.
c. Prinsip dan Hukum
Istilah prinsip dan hukum sering sering digunakan secara bergantian
karena dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta atau
fakta-fakta dan konsep atau konsep-konsep. Ini sangat perlu dipahami bahwa
hukum dan prinsip fisika tidaklah mengatur kejadian alam (fakta), melainkan
kejadian alam (fakta) yang dijelaskan keberadaannya oleh prinsip dan atau
hukum.
d. Rumus
Rumus adalah pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip,
hukum dan teori. Dalam rumus kita dapat melihat saling keterkaitan antara
konsep-konsep dan variable-variabel. Pada umumnya prinsip dan hukum
dapat dinyatakan secara matematis.
e. Teori
Teori disusun untuk menjelaskan sesuatu yang tersembunyi atau tidak
dapat langsung diamati, misalnya teori atom, teori kinetik gas, teori
relativitas. Teori tetaplah teori tidak mungkin menjadi hukum atau fakta.
Teori bersifat tentatif sampai terbukti tidak benar dan diperbaiki. Hawking
(1988) yang dikutip oleh Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa
“Kita tidak dapat membuktikan kebenaran suatu teori meskipun banyak hasil
eksperimen mendukung teori tersebut, karena kita tidak pernah yakin bahwa
pada waktu yang akan datang hasilnya tidak akan kontradiksi dengan teori
tersebut, sedangkan kita dapat membuktikan ketidakbenaran suatu teori cukup
dengan hanya satu bukti yang menyimpang. Jadi, teori memiliki fungsi yang
berbeda dengan fakta, konsep maupun hukum”.

3
f. Model
Model adalah sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak
dapat dilihat. Model sangat berguna untuk membantu memahami suatu
fenomena alam juga berguna untuk membantu memahami suatu teori.
Sebagai contoh, model atom Bohr membantu untuk memahami teori atom.

2. Fisika Sebagai Proses


Menurut Sutrisno, pemahaman fisika sebagai proses sangat berkaitan
dengan kata-kata kunci fenomena, dugaan, pengamatan, pengukuran, penyelidikan
dan publikasi. Pemebelajaran yang merupakan tugas guru termasuk ke dalam
bagian mempublikasikan itu. Dengan demikian pembelajaran fisika sebagai proses
hendaknya berhasil mengembangkan keterampilan proses sain pada diri siswa.
Menurut Franz dalam Collette & Chiappetta (1994: 36) aspek yang dapat
dikembangkan dalam hakikat the way of investigating yaitu: (1) observing, (2)
collecting data, (3) developing a hypothesis, (4) experimenting, (5) concluding.
Dan menurut Sutrisno, jenis keterampilan proses dan indikator dari setiap
keterampilan Fisika sebagai proses adalah (1) mengamati (observasi), (2)
mengklasifikasi /Kategorisasi / seriasi, (3) mengukur / melakukan pengukuran, (4)
mengajukan pertanyaan, (5) merumuskan hipotesis, (6) merencanakan
penyelidikan / percobaan dan (7) menginterprestasi / menafsirkan informasi.

Gambar 3. Fisika Sebagai Proses (Sutrisno, 2006)

3. Fisika Sebagai Sikap


The way of thinking merupakan hakikat fisika dimana gagasan kreatif, atau
ide-ide untuk menjelaskan suatu gejala alam dapat disusun. Sikap tersebut mampu
mendasari dalam setiap kegiatan pengukuran, penyelidikan, dan percobaan.

4
Dalam Collette &Chiappetta (1994) dijelaskan sikap tersebut meliputi rasa
percaya diri, rasa ingin tahu. Menurut Sutrisno, Fisika sebagai sikap adalah sikap
ilmiah yang terdiri dari (1) sikap ingin tahu, (2) peduli, (3) bertanggung jawab, (4)
jujur, (5) terbuka, dan (6) bekerja sama. Sikap tersebut muncul setelah diawali
dengan kegiatan-kegiatan kreatif seperti pengamatan, pengukuran dan
penyelidikan atau percobaan, yang kesemuanya itu memerlukan proses mental
dan sikap yang berasal dan pemikiran. Jadi dengan pemikirannya orang bertindak
dan bersikap, sehingga akhirnya dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah itu.

Gambar 4. Fisika Sebagai Sikap (Sutrisno,2006)

B. TUJUAN FISIKA
Berikut ini adalah beberapa tujuan mempelajari fisika antara lain:
1. Mengetahui bagian dasar dari benda dan mengerti interaksi antar benda-
benda
2. Berfikir Logis
3. Mengikuti perkembangan teknologi
4. Mengetahui kejadian fenomena alam misalnya gerhana
5. Penelitian sebagian besar Astronot
6. Sebagai riset untuk masa depan
7. Melatih logika

C. OBJEK FISIKA

5
Objek adalah wilayah garap suatu ilmu. Objek filsafat ilmu juga luas.
Namun demikian keluasan tersebut dapat digolongkan, hingga mempermudah
penggunaanya. Menurut Adib (2010), filsafat ilmu memiliki objek material dan
objek formal.
1. Objek material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yakni pengetahuan
ilmiah “Scientific knowledge” yang telah disusun secara sistematis dengan
metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya
secara umum.
2. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya
filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu
pengetahuan.
Sejalan dengan itu Muhadjir (2011:9) mengemukakan objek dalam filsafat
ilmu terdiri dari objek material dan objek formal.
1. Objek material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri yaitu pengetahuan
yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga
dapat dipertanggung jawabkan. Objek material filsafat ilmu adalah fakta dan
kebenaran dalam semua diseiplin ilmu.
2. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya
filsfat ilmu lebih menaruh perhatian problema mendasar ilmu pengetahuan.
Objek formal filsafat ilmu akan menelaah masalah konfirmasi dan logika
D. RUANG LINGKUP FISIKA
Menurut Sumarsono (2009) ruang lingkup Fisika terbagi atas tiga yaitu
sebagai berikut.
1. Arti Fisika
Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti "alam". Fisika adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari sifat dan gejala pada benda-benda di alam. Gejala-
gejala ini pada mulanya adalah apa yang dialami oleh indra kita, misalnya
penglihatan menemukan optika atau cahaya, pendengaran menemukan pelajaran
tentang bunyi, dan indra peraba yang dapat merasakan panas.
Pentingnya kita mempelajari Fisika, karena Fisika menjadi ilmu
pengetahuan yang mendasar, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur
benda, khususnya benda mati. Bidang ilmu ini telah dimulai berabad-abad yang

6
lalu, dan berkembang pada zaman Galileo dan Newton. Galileo merumuskan
hukum-hukum mengenai benda yang jatuh, sedangkan Newton mempelajari gerak
pada umumnya, termasuk gerak planet-planet pada sistem tata surya.
Pada zaman modern seperti sekarang ini, ilmu Fisika sangat mendukung
perkembangan teknologi, industri, komunikasi, termasuk rekayasa (engineering),
kimia, biologi, kedokteran, dan lain-lain. Ilmu Fisika dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan mengenai fenomena-fenomena yang menarik. mengapa Bumi dapat
mengelilingi Matahari? Bagaimana udara dapat menahan pesawat terbang yang
berat? Mengapa langit tampak berwarna biru? Bagaimana siaran/tayangan TV
dapat menjangkau tempat-tempat yang jauh? Mengapa sifat-sifat listrik sangat
dibutuhkan dalam sistem komunikasi dan industri? bagaimana peluru kendali
dapat diarahkan ke sasaran yang jaraknya sangat jauh, bahkan antarbenua? Dan
akhirnya, bagaimana pesawat dapat mendarat di Bulan? Ini semua dipelajari
dalam berbagai bidang ilmu fisika.
Bidang fisika secara garis besar terbagi atas dua kelompok, yaitu fisika
klasik dan fisika modern. Fisika klasik bersumber pada gejala-gejala yang
ditangkap oleh indra. Fisika klasik meliputi mekanika, listrik magnet, panas,
bunyi, optika, dan gelombang yang menjadi perbatasan antara fisika klasik dan
fisika modern. Fisika modern berkembang sejak abad ke-20, sejak penemuan teori
relativitas Einstein dan radioaktivitas oleh keluarga Curie.

2. Hubungan Ilmu Fisika dengan Ilmu Pengetahuan Lain


Tujuan mempelajari ilmu fisika adalah agar kita dapat mengetahui bagian
bagian dasar dari benda dan mengerti interaksi antara benda-benda, serta mampu
menjelaskan mengeai fenomena-fenomena alam yang terjadi. Walaupun fisika
terbagi atas beberapa bidang, hukum fisika berlaku universal. Tinjauan suatu
fenomena dari bidang fisika tentu akan memperoleh hasil yang sama jika ditinjau
dari bidang fisika lain. Selain itu konsep-konsep dasar fisika tidak hanya
mendukung perkembangan fisika sendiri, tetapi juga perkembangan ilmu lain dan
teknologi. Ilmu fisika menunjang riset murni maupun terapan. Ahli-ahli geologi
dalam risetnya menggunakan metode-metode gravimetri, akustik, listrik, dan
mekanika. Penerapan teknologi di banyak rumah sakit juga menerapkan konsep

7
fisika. Ahli-ahli astronomi memerlukan optik spektografi dan teknik radio.
Demikian juga ahli-ahli meteorologi (ilmu cuaca), oseanologi (ilmu kelautan), dan
seismologi memerlukan ilmu fisika.
3. Pengukuran
Fisika lahir dan berkembang dari hasil percobaan dan pengamatan.
Percobaan (eksperimen) dan pengamatan (observasi) memerlukan pengukuran
(measurement) dengan bantuan alat-alat ukur, sehingga diperoleh data/hasil
pengamatan yang bersifat kuantitatif. Sebagai contoh, hasil pengukuran pada
suatu percobaan diperoleh panjang terukur 4 meter, volume air 10 cm 3 pada suhu

15 C. Dalam fisika, panjang, volume, dan suhu adalah sesuatu yang dapat diukur.

Sesuatu yang dapat diukur itu disebut besaran. Besaran mempunyai 2 komponen
utama, yaitu nilai dan satuan. Dalam ilmu fisika perlu diingat bahwa tidak semua
besaran fisika mempunyai satuan, sebagai contohnya indeks bias dan massa jenis
relatif.

E. METODOLOGI FISIKA
Metode ilmiah atau disebut juga metode penelitian adalah prosedur
ataulangkah-langkah sistematisdalam mendapatkan pengetahuan. Menurut
Sugiyono (2015:) Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Ritchie Calder (dalam
Suriasumantri, 2007) proses kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu.
1. Karakteristik Metode Ilmiah :
a. Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanyaproses yang
tepat untuk mengidentifikasi masalah danmenentukan metode untuk
pemecahan masalah.
b. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah.Kesimpulan
yang dibuat secara rasional berdasarkanbukti-buktiyang tersedia.

8
c. Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan laindalam studi yang
sama dengan kondisi yang sama pula.
d. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankandengan
pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapatdipertanggungjawabkan.
e. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkanpada fakta di
lapangan.

2. Langkah-Langkah Metode Ilmiah


a). Menyusun Rumusan Masalah
Suatu masalah dapat berupa gejala alam atau sosial yang menarik
perhatian seseorang peneliti yang menggugahnya untuk diselami lebih lanjut.
Langkah pertama yang harus ia yakin bahwa gejala atau fenomena yang yang
diamatinya itu masih aktual dan relevan untuk diteliti. Dalam hal ini ia dapat
melihat kepada dua sumber, yaitu khazanah ilmu pengetahuan berupa kepustakaan
atau literatur. Sumber lain ialah konsultasi dengan tokoh ilmuwan senior, terlebih-
lebih yang dipandang telah mempunyai otorita wibawa akademik dalam displin
ilmunya. Setelah aktualitas dan relevansinya dikonfirmasi, maka perlu
masalahnya dirumuskan dalam bentuk tema sentral masalah. Untuk menemukan
sentral masalah beberapa sumber dapat ditelusuri seperti jurnal atau majalah
ilmiah. Dalam perumusan masalah termasuk beberapa hal penting seperti betapa
pentingnya dilakukan penelitian, bahkan dalam waktu dekat. Kedua, masalahnya
menyangkut kepentingan bukan saja beberapa pihak , melainkan masayarakat
yang sedang membangun. Ketiga, tujuan positifnya dapat diamankan. Keempat,
dampak negatifnya dapat ditekan dan tidak berlarut-larut. Argumentasi yang
mendasari nilai kegunaan penelitian dan tingkat urgensi dilakukannya penelitian.

b). Menyusun Kerangka Pemikiran.


Perlu diingat bahwa ilmu pengetahuan tidak dimulai dengan halaman
kosong, melainkan merupakan lanjutan dari akumulasi saham hasil karya ilmiah
para pakar terdahulu. Sejalan dengan itu teori demi teori diuji ketahanan
kebenaran ilmiahnya. Sehingga ada yang berguguran dan silih berganti diisi oleh

9
yang baru, namun ada pula yang bertahan terus dan menjadi hukum. Dengan
sendirinya, dalam menyusun kerangka pemikiran itu, hanya dengan menggunakan
teori-teori yang paling relevan dan masih berlaku. Adapun pilihan teori tersebut
dipandu oleh kata-kata kunci, yaitu faktor-faktor yang terlihat sebagaimana yang
tersurat dan tersirat dalam perumusan tema sentral masalah. Dengan kata lain,
kerangka pemikiran itu merupakan rangkuman ringkas mengenai faktor-faktor
yang terlibat, karakteristik masing-masing dan sifat pengaruhnya terhadap
masalah. Juga meliputi bagaimana hubungan faktor yang satu dengan yang lain
dalam pengaruh gabungannya terhadap masalah. Menurut genre sastra kerangka
pemikiran dapat digolongkan kepada esei (essay) argumentasi, yaitu menampilkan
sikap dan pandangan peneliti yang kritis dan analitik dalam mengkaji masalah
yang bersangkutan. Dengan demikian, kerangka pemikiran itu benar-benar
merupakan argumentasi dasar dukungan dasar teoretis yang kuat. Keyakinan akan
logika kerangka teoretis ilmiah yang mendasari esei argumentasi tersebut menjadi
makin kuat, dengan menyajikan premis-premis yang bersangkutan secara
eksplisit. Ini seolah-olah kerangka pemikiran itu menjadi pengantar ke arah
kelengkapan dan ketajaman penguasaan “the state of affairs” tentang masalah
yang dihadapi dari tingkat perkembangan disiplin ilmu dan teknologi. Kemudian
sebagai penutup dituangkanlah secara kronologis serangkaian premis-premis.
Adapaun materi premis itu berupa pernyataan tentang esensi hasil penelitian pakar
terdahulu yang telah teruji kebenaran ilmiahnya, lagipula belum dibantah oleh
pihak lain.

c). Merumuskan hipotesis


Pada asasnya hipotesis sama dengan premis. Yaitu berfungsi juga sebagai
landasan teoretis yang memandu ke arah persiapan operasionalisasi penelitian
dalam rangka mengungkap data empiris, relevan dengan pengaruh dan
keterlibatan factor-faktor yang terkandung dalam hipotesis yang bersangkutan.
Bedanya hanya dalam perumusan saja, yaitu hipotesis berupa perumusan eksplisit
dan sederhana yang bersifat deklaratif (menyatakan) tentang apa yang
diantisipasinya sebagai jawaban tentatif (sementara) terhadap masalah yang

10
digarap. Makin banyak premis yang tersedia, makin banyak pula peluang untuk
mengembangkan hipotesis. Pada hakikatnya hipotesis merupakan upaya
sumbangan teori baru kepada pengembangan ilmu yang harus duji lebih lanjut
melalui penelitian. Di samping itu memberi identitas kepada peneliti dalam
spesifikasi tingkat orisinalitas penelitiannya yang membedakanya dari penelitian-
penelitian terdahulu. Hipotesis hendaknya dirumuskan secara efektif dan efisien
dengan sifat-sifat diantaranya eksplisit, konkrit, sederhana, deklaratif dan
sekaligus prediktif (meramalkan) atau antisipatif (menduga-duga kejadian). Agar
dihindarkan bentuk yang berbelit-belit dan mengandai-andai atau yang
mengambang.

d). Pengujian hipotesis


Pengujian hipotesis merupakan tindak lanjut dan konsekuensi logis dari
fungsi dan peran hipotesis, yaitu sebagai jawaban tentatif terhadap masalah yang
digarap. Selain itu, dalam hipotesis terkandung acuan-acuan landasan teoretis
yang memandu ke arah persiapan penelitian untuk mengungkap data-data empiris
pendukung. Ini berarti apakah tindak lanjut untuk membuat rancangan rancangan
penelitian, sesuai dengan faktor-faktor yang terlibat, sifat pengaruh masing-
masing faktor, hubungan pengaruh gabungan faktor. Sekaligus menentukan
metode penelitian dan teknik pengambilan datanya. Setelah data hasil penelitian
dianalisis dan diinterpretasi, kemudian dikelompokkan mana yang mendukung
dan mana yang tidak mendukung hipotesis. Proses menata data empiris yang
tersebar dan kini terhimpun ke dalam kelompok yang memungkinkan dilakukan
suatu generalisasi disebut logika induktif yang menganut asas korespodensi.
Adapun asas korespondensi ialah kesesuaian antara hipotesis sebagai hasil
pemikiran rasional (bersifat abstrak) dengan dukungan data empiris. Bila semua
data empiris mendukung, berarti hipotesis diverifikasi sebagai dapat diterima.
Sebaliknya bila data empiris tidak mendukungnya, maka hiportesis difalsifikasi
atau ditolak.
e). Penarikan kesimpulan
Pengujian hipotesis mengundang untuk melakukan langkah terakhir
metode ilmiah untuk menarik kesimpulan yang menentukan kesahan ilmiahnya.

11
Dalam hal ini hipotesis yang diterima beserta dukungan fakta lain yang koheren
memberikan kelayakan inferensi ilmiah berupa kesimpulan umum. Sesuai ruang
lingkup penelitiannya, maka kesimpulan umum dapat lebih dari satu jumlahnya,
untuk selanjutnya dijabarkan menjadi kesimpulan-kesimpulan khusus. Perlu
dikemukakan bahwa kesimpulan umum itu sifatnya cenderung kualitatif,
sedangkan kesimpulan khusus merupakan penjabaran yang bersifat kuantitatif.

F. PENDEKATAN DALAM FISIKA


Adapun macam-macam pendekatan pembelajaran yang efisien bagi
pembelajaran fisika :
a. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivis
Landasan teori dari pendekatan ini adalah bahwa siswa sendirilah yang
harus membangu pengetahuannya,bukan guru atau orang lain. Menurut
pandangan ahli konstruktivisme, setiap siswa mempunyai peranan dalam
menentukan apa yang dipelajari. Penekanan diberi kepada siswa agar dapat
membentuk kemahiran dan pengetahuan yaitu dengan mengaitkan pengalaman
yang terdahulu dengan kegunaannya di masa depan. Siswa tidak hanya diberikan
penekanan terhadap fakta atau konsep tetapi juga diberikan penekanan terhadap
proses berpikir serta kemahiran berkomunikasi.
Epistemologi konstruktivis menganggap bahwa peserta didik membangun
pengetahuan mereka sendiri atas dasar interaksi dengan lingkungan mereka.
Empat asumsi epistemologis berada di jantung dari apa yang kita sebut sebagai
"pembelajaran konstruktivis."
1) Pengetahuan secara fisik dibangun oleh peserta didik yang terlibat dalam
pembelajaran aktif.
2) Pengetahuan dibangun secara simbolis oleh peserta didik yang membuat
representasi sendiri tindakan;
3) Pengetahuan sosial yang dibangun oleh peserta didik yang menyampaikan
makna mereka membuat orang lain;
4) Pengetahuan secara teoritis dibangun oleh peserta didik yang mencoba untuk
menjelaskan hal-hal yang tidak sepenuhnya mengerti.

12
Driver dalam Fraser and Walberg (1995) telah menciptakan prosedur
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme, memfasilitasi pebelajar
membangun sendiri konsep-konsep baru berdasarkan konsep lama yang telah
dimiliki.
Adapun penerapannya dalam pembelajaran fisika yaitu Praktikum, dimana
praktikum itu tidak selalu berlangsung di laboratorium dengan menggunakan alat-
alat yang canggih, melainkan bisa juga berlangsung di alam sekitar dan
masyarakat. Kegiatan praktikum hendaknya diarahkan untuk membekali pebelajar
dengan: keterampilan praktikum dasar pengenalan alat-alat dan teknik
pengukuran standar keterampilan melakukan pengamatan intrepretasikan data
penulisan laporan keterampilan merencanakan percobaan minat terhadap ilmu,
dengan praktikum, siswa dapat membangun pengetahuannya melalui penemuan
dari hasil percobaanya.
Bisa juga dlam diskusi yang tujuannya untuk memecahkan masalah, dengan
diskusi siswa dapat secara aktif mengelurkan pendapat yang dimilkinya terkait
masalah yang ingin dipecahka, dan dari diskusi siswa dapat berinteraksi
disekitarnya, sehingga dapat membangun sendiri pengetahuannya.
b. Pendekatan Keterampilan Proses
Belajar bukan suatu proses tunggal akan tetapi merupakan suatu proses yang
kompleks. Menurut Uzer Usman (1995: 5) belajar diartikan sebagai proses
perubahan tingkah lakupada diri individu berkat adanya interaksi antara individu
dan individu denganlingkungannya. Dalam pengertian ini perubahan yang
dimaksud adalah bahwa seseorang,setelah mengalami suatu proses belajar, akan
mengalami perubahan tingkah laku, baikaspek pengetahuannya, keterampilannya,
maupun aspek sikapnya. Kriteria keberhasilandalam belajar diantaranya ditandai
dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Pendapat serupa dikemukakan Nana Sudjana (1995: 28) belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan
sebagai hasil dari proses belajar dapat ditujukan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,

13
kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada
individu yang belajar.
Adapun penerapannya dalam pembelajaran fisika yaitu saat praktikum di
laboratorium,di mana siswa dituntut dalam memperoleh pengetahuan, harus
melakukan proses-psoses yang sistematis sehingga dapat memperoleh
pengetahuan dan di publikasikan kepada semua orang,misalnya mengetahui
persamaan hukum hook,siswa harus melakukan proses-proses sains dari
pengamatan sampai interpretasi data sehingga di peroleh persamaan hukum
Hooke.
c. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of
Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar,
manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Siswa akan
menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti.
Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang
memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan
berusaha untuk meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam
mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada
memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih
diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru
harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori
yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang dan pengalaman
hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari
lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan
mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran

14
kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori
yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan
lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa,
dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran
dan pelaksanaannya.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya
pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks 3)
Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4)
Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara
mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-
beda. 6) Menggunakan penilaian otentik. Menurut Depdiknas untuk
penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuh komponen utama,
yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya
(Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling),
refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic).

G. ANALISIS DIMENSI ONTOLOGI


Endraswara (2012) mengatakan bahwa ontologi berasal dari kata yunani,
yaitu: ontos : being, dan logos. Ontologi adalah the theory of being qua being
(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau bisa juga disebut ontologi
sebagai ilmu tentang yang ada. Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh
Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakikat yang ada bersifat
metafisika.
Menurut Bakhtiar (2012) bahwa dalam persoalan ontologi manusia
menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang
ada, dimana orang pertama kali dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan.
Pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang
berupa rohani (kejiwaan). Ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang
membicarakan tentang hakikat ilmu pengetahuan. Muhadjir (2011) menjelaskan

15
bahwa ontologi itu ilmu yang membicarakan tentang yang ada, jadi ontologi
adalah ilmu yang membahas seluk beluk ilmu.
Secara etimologi ilmu berasal dari bahasa inggris yaitu Science. Pengetahuan
berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu Knowledge. Dalam Encyclopedia of
Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang
benar. Ontologi itu ilmu yang menelusuri tentang hakikat ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan adalah keberadaan suatu fenomena kehidupan yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Ontologi membahas masalah ada. Ilmu itu ada, tentu ada asal-muasalnya.
Ilmu itu ada yang nampak dan ada yang tidak tampak. Dengan berpikir ontologi,
manusia akan memahami tentang eksistensi sebuah ilmu. Eksistensi
membicarakan masalah ada, misalnya cara manusia ada. Manusia ada ketika dia
sadar diri, pada saat memahami tentang “aku”. Ada semacam ini, menjadi wilayah
garap ontologi keilmuan.

Susanto (2015) mengatakan bahwa objek telaahan ontologi adalah yang ada,
yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, dan tidak terbatas, ada universal, ada
mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun
sumber segala yang ada, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, pencipta dan pengatur serta
penentu alam semesta. Studi tentang yang ada, pada tataran studi filsafat pada
umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan
ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Endraswara (2012)
mengatakan bahwa objek ontologi terdiri dari dua macam, yaitu objek formal dan
objek material.
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkat abstraksi dalam ontologi, yaitu
abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik.

1) Abstraksi fisik, menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek


2) Abstraksi bentuk, mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua
sesuatu yang sejenis, dan
3) Abstraksi metafisik, mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari
semua realitas.

16
Menurut Suriasumantri (1985) menyatakan bahwa ontologi membahas
tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan
kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan
1. Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
2. Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
3. Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

H. ANALISIS DIMENSI EPISTIMOLOGI


Secara bahasa, kata Epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme dan
logos. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori, uraian, atau
alasan, maka berdasarkan bahasa Epistimologi adalah sebuah teori tentang
pengetahuan atau theory of knowledge (Naim, 2009: 74). Epistimologi adalah
salah satu cabang pokok bahasa dalam wilayah filsafat yang memperbincangkan
seluk beluk “pengetahuan”. Epistimologi tidak dapat meninggalkan persoalan-
persoalan yang terkait dengan sumber ilmu pengetahuan dan beberapa teori
tentang kebenaran.
Istilah Epistimologi sendiri pertama kali muncul pada pertengahan abad XIX
oleh J.F. Rarrier dalam bukunya “Institute of Metaphysics”. Persoalan
Epistimologi sebenarnya sudah di mulai dalam pertentangan antara Heraclitus
(535-475 SM) melawan Parmenindes (504-475 SM) yang pada dasarnya
merupakan sengketa fundamental, sebab yang mereka persoalkan sudah berupa
masalah kebenaran pengetahuan (Syukur, 2007: 42-43).
Epistimologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Epistimologi adalah
cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan.
Epistimologi secara istilah, meminjam penjelasan Dagobert D. Runes dalam
bukunya, Dictionary of Philoshopy, adalah cabang filsafat yang menyelidiki
tentang keaslian pengertian, struktur, mode dan validitas pengetahuan. Pendapat
lain dikemukakan oleh D.W Hamlyn yang mendefinisikan Epistimologi sebagai
cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar

17
dan pengandaian-pengandaiannya, serta secara umum hal itu dapat diandalkan
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Epistimologi atau teori ilmu pengetahuan, membahas secara mendalam
segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang
dinamakan metode keilmuan. Epistimologi meliputi sumber, sarana dan tatacara
menggunakan sarana untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Menurut Prof. Kunto,
akal (verstand), akal budi (vernun) pengalaman, atau kombinasi antara akal dan
pengalaman, merupakan sarana yang dimaksud dalam Epistimologi seperti
rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme, fenomenologi dengan berbagai
variasinya
Menurut Garna (2008) Ada lima pertanyaaan mendasar dalam epistemologi
yang harus di perhatikan, yaitu :
1. bagaimana prosedurnya
2. hal apa yang diperhatikan agar memperoleh pengetahuan yang benar
3. apa yang disebut kebenaran
4. apa kriteria kebenaran itu
5. cara, teknik, sarana apa yang membantu memperoleh pengetahuan yang
disebut ilmu itu

I. ANALISIS DIMENSI AKSIOLOGI


Aksiologi dalam bahasa Yunani berasal dari kata axios artinya nilai dan logos
artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika (Wihadi, 1998). Dalam Encyclopedia of Philosophy (dalam
Amsal:164) dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation. Nilai
digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti
baik, menarik dan bagus. Sedangkan, pengertian yang lebih luas mencakup
sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian (Bakhtiar,
2009).

18
Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai
atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai,
seperti nilainya atau nilai dia (Salam, 1997). Nilai juga dipakai sebagai kata kerja
dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai. Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran
atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri
adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Dari definisi
aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utamanya adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Berikut pertanyaan mendasar tentang aksiologi:
1. Untuk apa hukum archimedes yang berupa ilmu itu digunakan
2. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah
moral?
3. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
4. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral?
J. SUBSTANSI FILSAFAT FISIKA
Telaah tentang substansi filsafat ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya
dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan : (1) fakta atau
kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.
1. Fakta atau Kenyataan
Kata Fakta berasal dari bahasa Latin “factus” yang berarti segala sesuatu
yang telah dilakukan atau dikerjakan. Fakta (fact) dan kebenaran (truth) sering
kali disamakan, tetapi terdapat perbedaan yang penting dan praktis di antara
keduanya. Kamus Oxford Dictionary mendefinisikan “fakta” sebagai “sesuatu
yang tidak dapat dibantah/disangkal dalam suatu kejadian”. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), fakta merupakan hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan
kenyataan, sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.
Fakta adalah sebagai faktor nyata atau suatu realitas yang ada di suatu
tempat dan dalam waktu tertentu tentang apa yang kita amati (lihat, dengar, raba,

19
cicip dan cium). Realitas yang kita amati itu bisa berupa kejadian, benda, simbol
sifat, dan lain sebagainya. Fakta dapat dipahami dalam tiga bentuk. Pertama,
fakta yang berupa benda seperti batu, pohon, orang dan sebagainya. Kedua,
berupa situasi atau kondisi seperti panas, kotor, bising dan sebagainya. Ketiga,
peristiwa atau kejadian seperti kebakaran, perkelahian dan proses lainnya.
Sebuah informasi yang kita peroleh dari sebuah pengamatan. Boleh juga
sebagai situasi atau kondisi yang telah terjadi yang diperoleh dari pengalaman
inderawi. Fakta sangat bersifat objektif. Jenis fakta yang paling sederhana adalah
fakta atomik, yakni fakta paling dasar dan tidak dapat direduksi. Ia tidak dapat
dibagi kedalam komponen-komponen, tetapi merupakan kombinasi dari benda-
benda dan objek pengertian. Pada dasarnya fakta atomik tidak dapat dipakai untuk
membuktikan adanya fakta atomik lainnya. Boleh juga dipakai istilah lain yakni
fakta nuklir (inti atom) yang tidak mungkin diurai lagi. Suatu kejadian, niscaya
sebuah fakta berkaitan dengan fakta-fakta lainnya dengan berbagai bentuk relasi
atau hubungan, seperti hubungan sebab dan akibat. Oleh karena itu, berbagai fakta
akan sangat penting artinya jika digunakan sebagai bukti sebuah penalaran.
Biasanya gambaran penuh dari interelasi fakta-fakta dijelaskan didalam deskripsi
ilmiah.
Fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu betul atau salah. Fakta
menurut Russel (dalam Sofyan, 2010:425) adalah sesuatu yang ada. Fakta
berbentuk konkret dapat ditangkap panca indera, dapat diketahui dan dapat diakui
kebenarannya Gazalba (dalam Sofyan, 2010:425). Fakta atau kenyataan memiliki
pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang
melandasinya

2. Kebenaran (Truth)
Kebenaran adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia. Sebagai
nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau
martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu
kebenaran. Berdasarkan skop potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran
itu menjadi :

20
1) Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan
pertama yang dialami manusia.
2) Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping
melalui indara, diolah pula dengan rasio.
3) Tingkat filosofis, rasio dan instrumen murni, renungan yang mendalam
mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4) Tingkatan instrumen, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang
Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan
kepercayaan.
Terdapat banyak pandangan mengenai teori kebenaran dalam kaitannya
dengan pengembangan ilmu, di antaranya adalah kebenaran empiris, kebenaran
rasional, kebenaran ilmiah, kebenaran intuitif dan kebenaran religius.

3. Konfirmasi
Secara etimotologis, konfirmasi berasal dari kata confirmation dalam bahasa
Inggris yang artinya mempertegas dan memperkuat untuk mencari kepastian.
Konfirmasi berupaya mencari hubungan yang normatif antara hipotesis
(kesimpulan/dugaan sementara) yang sudah diambil dengan fakta-fakta.
Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah menjelaskan,
memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi tersebut
lebih bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu. Pemaknaan
tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik.
Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau
axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi, tidak salah bila mengeksplisitkan
asumsi dan postulatnya. Sedangkan, untuk membuat penjelasan, prediksi atau
pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara
induktif, deduktif, ataupun reflektif.

4. Logika Inferensi
Logika dalam filsafat ilmu sangat dibutuhkan untuk menjelaskan dan
memahami sebuah gejala keilmuan. Menurut Endraswara logika berasal dari kata
Yunani yaitu “logos” yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu
(Betand:2013). Secara leksikal, Oxford Advanced Learner’s Dictionary

21
mendefinisikan logika sebagai (1) the science of thinking about or explaining the
reasons for something, (2) a particular method or system of reasoning, dan (3) a
way of thinking or explaining something, whether right or wrong. Karomani juga
mendefinisikan logika sebagai suatu kajian tentang bagaimana seseorang mampu
untuk berpikir dengan lurus (Betand:2013). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), logika berarti pengetahuan tentang kaidah berfikir, jalan fikiran
yang masuk akal.
Logika adalah ilmu atau cara tertentu yang digunakan seseorang dalam
rangka berpikir lurus guna mencari alasan, penjelasan, dan jawaban atas sebuah
permasalahan. Inferensi berarti simpulan, sehingga logika inferensi atau logika
inferensial dapat didefinisikan sebagai “berfikir dengan akal yang sehat untuk
memperoleh kesimpulan”.

I. PERKEMBANGAN FISIKA
Menurut Richtmeyer dalam Sumarsono (2009), sejarah perkembangan fisika
terbagi kedalam empat periode, yaitu:
1. Periode Pertama (600 SM-1550 M)
Pada periode ini, sudah ada pengamatan tentang gerak benda langit
(termasuk bumi), jarak, dan ukuran benda langit. Selain itu, sudah ada pula
hipotesis Democritus yang menyatakan bahwa materi terdiri dari atom-atom dan
Archimedes sudah mulai mengkaji teori fisika matematika untuk menjelaskan
sistem katrol, hukum-hukum hidrostatika, dan sebagainya. Teori fisika
matematika ini terus berlanjut sampai sekarang.
Pada tahun 530 M - 1450 M, ilmu pengetahuan di Eropa mengalami
kemunduran. Sebaliknya, di Timur Tengah mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Dalam kurun waktu tersebut, kalkulus, teknik observasi, dan trigonometri
yang menjadi bagian dari kerja astronomi mengalami perkembangan. Selain itu,
lahirlah “Almagest” karya Ptolomeous yang menjadi teks standar untuk
astronomi.
Dalam ilmu fisik, muncul pendapat Aristoteles bahwa gerak dapat terjadi
jika ada sesuatu yang mendorong secara terus menerus. Kemagnetan, eksperimen

22
optika, dan ilmu kimia (Alchemy) turut mengalami perkembangan. Selanjutnya,
pada tahun 1450 M - 1550 M terdapat publikasi teori heliosentris dari Copernicus
yang menjadi titik penting dalam revolusi saintifik. Pada tahap ini, sudah ada arah
penelitian yang sistematis.

2. Periode Kedua (1550 M – 1800 M)


Pada periode ini, Galileo mulai mengembangkan metode penelitian yang
sistematis. Oleh karena itu, Galileo dikenal sebagai pencetus metode saintifik
dalam penelitian. Hasil pengembangan tersebut menciptakan kerja sama antara
eksperimental dan teoritis yang menghasilkan teori baru pada gerak planet.
Newton juga telah meneruskan kerja Galileo terutama dalam bidang mekanika
hingga menghasilkan hukum-hukum gerak yang sampai sekarang masih
digunakan.
Selain hukum-hukum Newton, dalam mekanika juga dihasilkan persamaan
Bernoulli, teori kinetik gas, vibrasi transversal dari batang, kekekalan momentum
sudut, dan persamaan Lagrange. Dalam fisika panas, terdapat penemuan
termometer, asas Black, dan kalorimeter. Dalam gelombang cahaya, terdapat
penemuan aberasi dan pengukuran kelajuan cahaya. Dalam kelistrikan, terdapat
klasifikasi konduktor dan nonkonduktor, penemuan elektroskop, pengembangan
teori arus listrik yang serupa dengan teori penjalaran panas, dan hukum Coulomb.
3. Periode Ketiga (1800 M – 1890 M)
Pada periode ini, telah dirumuskan konsep-konsep dasar fisika yang
sekarang kita kenal dengan sebutan fisika klasik. Rumus-rumus umum dalam
mekanika, fisika panas, listrik magnet, dan gelombang telah berhasil disusun.
Dalam mekanika, telah dirumuskan persamaan Hamiltonian, persamaan gerak
benda tegar, teori elastisitas, dan hidrodinamika.
Dalam fisika panas, telah dirumuskan hukum-hukum termodinamika, teori
kinetik gas, penjalaran panas, dan sebagainya. Dalam listrik magnet, telah
dirumuskan hukum Ohm, hukum Faraday, dan teori Maxwell. Dalam gelombang,
telah dirumuskan teori gelombang cahaya, prinsip interferensi, difraksi dan
sebagainya.
4. Periode Keempat (1890 M - sekarang)

23
Pada akhir abad ke-19, ditemukan beberapa fenomena yang tidak bisa
dijelaskan melalui fisika klasik. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan
konsep fisika yang lebih mendasar lagi. Konsep tersebut dikenal sebagai fisika
modern. Fisika modern membahas teori-teori yang berkaitan dengan kecepatan
yang sangat tinggi (teori relativitas) atau yang berkaitan dengan partikel yang
sangat kecil (teori kuantum). Teori relativitas yang dipelopori oleh Einstein
menghasilkan beberapa hal penting, di antaranya adalah kesetaraan massa dan

energi, .

Kesetaraan tersebut dipakai sebagai salah satu prinsip dasar dalam


transformasi partikel. Teori kuantum yang dipelopori oleh Planck dan Bohr dan
selanjutnya dikembangkan oleh Schrödinger, Pauli, dan Heisenberg melahirkan
teori-teori tentang atom, inti, partikel sub atomik, molekul, dan zat padat yang
sangat besar peranannya dalam pengembangan ilmu dan teknologi.

24
25
BAB III
PENUTUP

A. Ontologi dalam Materi Fisika


Materi yang dikaji adalah Suhu dan Kalor

B. Epistimologi dalam Materi Fisika


Materi yang dikaji adalah Suhu dan Kalor

C. Aksiologi dalam Materi Fisika


Materi yang dikaji adalah suhu dan Kalor

D. Keterkaitan antara Subtansi Filsafat Fisika dengan Materi Fisika

1
2
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.

Betand, Andy. 2013. Logika dan Kebenaran.http://bettand90.blogspot.co.id.

Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu: Konsep, Sejarah, dan Pengembangan


Metode Ilmiah. Yogyakarta: CAPS.

Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu (Materi Kuliah). Bandung: (Terbitan Khusus).

Judistira K. Garna. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Program Pasca Sarjana


UNPAD.

Muhadjir, Noeng. 2011. Filsafat ilmu, Positivisme, Post Positivisme dan Post
Modernisme. Yogyakarta: Rakesarin.

Mulyani, Sri dan Tiara Dhila Luhmalla. (2015). Hakikat Fisika Dan Prinsip-
Prinsip Pengukuran. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Mundilarto. 2010. Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta: P2IS UNY.


Naim, Ngainun. 2009. Pengantar Studi Islam. Yoyakarta: TERAS

Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:


Reneka Cipta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian & Pengembangan Research and Development.


Bandung: Alfabeta.

Supahar. 2014. The Estimation of Inquiry PerformanceTest Items of Hight School


Physics Subject with Quest Program. Procceding of International
Conference on research, Implementation and Education on of Mathematics
and science 2014. Yogyakarta state University.

Sumarsono. Joko, Fisika untuk SMA/MA kelas X, Depdiknas, 2009

Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Suriasumantri, S.J. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.


Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,

1
Susanto. 2015. Filsafat Ilmu: Suatu kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis, dan Aksiologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sutrisno. 2006. Hakikat Fisika dan Pembelajarannya. Bandung:

Syukur, Suparman. 2007. Epistimologi Islam Skolastik. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Wartono. 2003. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: Universitas Negeri


Malang.

Wihadi, Admojo., et.al. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai