Anda di halaman 1dari 16

“ ILMU dan FILSAFAT”

Makalah ini diajukan sebagai pemenuhan tugas


Mata kuliah Filsafat dan Sejarah Pemikiran MIPA
Dosen : Dr. Suparman IA, M,Sc / Dra. Sumaryati T, M.Pd

OLEH :

NAMA : ABDUL KHOLIK


NPM : 20167270037
KELAS : 1. A

PROGRAM PASCASARJANA MIPA


UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2016
DAFTAR ISI

Hal.
COVER
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. .. ii
KATA PENGATAR …………………………………………………………………. iii
BAB I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah ………………………………………………….. 1
2. Rumusan masalah ……………………………………………………..…. 1
3. Tujuan penulisan …………………………………………………………. 2
BAB II.
PEMBAHASAN …………………………………………………………….. 3
BAB III.
PENUTUP
1. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 12
2. Saran ………….……………………………………………………............ 12
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 13
KATA PENGANTAR

Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
setiap upaya pendidikan.Demikianpun dalam upaya membelajarkan siswa, guru dituntut
memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar yang efektif.Agar dapat
mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa (kuantitas) dan
meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Untuk memenuhi harapan tersebut, terutama yang
berkenaan dengan upaya meningkatkan kualitas guru profesional, maka dalam kesempatan ini
penulis diberikan tugas oleh Dr. Suparman IA, M,Sc / Dra. Sumaryati T, M.Pd untuk membuat
makalah yang berjudul “Ilmu dan Filsafat” pada mata kuliah Filsafat dan sejarah pemikiran
MIPA guna dapat dijadikan salah satu pedoman untuk mengantarkan para pembaca, dan
khusunya sebagai tugas individu. Namun demikian, penulis menyadari bahwa makalah ini tidak
menutup kemungkinan masih ada kekurangan mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan
penulis.Untuk itu tegur sapa, kritik dan saran dinantikan para pembaca. Akhirnya, penulis
persembahkan makalah ini pada pembaca dan semoga bermanfaat.Tak lupa terima kasih atas
segala perhatian pembaca serta atas bimbingan dosen mata kuliah Filsafat dan sejarah pemikiran
MIPA sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Jakarta, 23 September 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-maslah seperti : apa dan bagaimana
suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut
dilahirkan,bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui
teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode
ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta
implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Ilmu dan Filsafat adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara subtansial maupun
historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaiknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Ilmu atau Sains merupakan komponen terbesar yang diajarkan dalam semua tingkat
pendidikan.Walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu, pengetahuan ilmiah tidak
digunakan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Filsafat ilmu diberikan sebagai pengetahuan bagi orang yang ingin mendalami hakikat ilmu
dan kaitannya dengan pengetahuan lainnya. Dalam masyarakat religius ilmu dipandang sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari nilai ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki adalah
Tuhan. Manusa diberi daya fikir oleh Tuhan, dan dengan daya fikir inilah manusia menemukan
teori-teori ilmiah dan teknologi. Pengaruh agama yang kaku dan dokmatiskadang kala
menghambat perkembangan ilmu.
Oleh karenanya, diperlukan kecerdasan dan kejelian dalam memahami kebenaran ilmiah
dengan sistem nilai dalam agama, agar keduanya tidak saing bertentangan.
Dalam filsafat ilmu, ilmu akan dijelaskan secara filosofis dan akademis sehingga ilmu dan
teknologi tidak tercerabut dari nilai agama, kemanusiaan dan lingkungan. Dengan demikian
filsafat ilmu akan memberikan nilai dan orientasi yng jelas bagi stiap ilmu.

B. Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penyusun mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Ilmu
2. Cabang-cabang Ilmu.
3. Munculnya Filsafat dan Pengertian Filsafat
4. Subjek dan Objek Filsafat
5. Cabang-cabang filsafat
6. Pengertian Filsafat ilmu
7. Tujuan filsafat ilmu
8. Implikasi mempelajari filsafat ilmu
C. Tujuan
1. Dapat memahami Pengertian Ilmu.
2. Mengetahui cabang-cabang ilmu
3. Dapat mengetahui dan memahami munculnya filsafat dan Pengertian filsafat
4. Mengetahui . subjek dan objek filsafat
5. Mengetahui cabang-cabang filsafat.
6. Dapat memahami pengertian filsafat
7. Mengetahui tujuan filsafat ilmu
8. Mengetahui implikasi mempalajari filsafat ilmu
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu
Menurut bahasa, arti kata ilmu berasal dari bahasa Arab (‘ilm), bahasa Latin (science),
dan bahasa yunani (logos) yang berarti tahu atau mengetahui atau memahami. Sedangkan
menurut istilah, ilmu adalah pengetahuan yang sistematis atau ilmiah. Perbedaan ilmu dan
pengetahuan yaitu: Secara umum, Pengertian Ilmu merupakan kumpulan proses kegiatan
terhadap suatu kondisi dengan menggunakan berbagai cara, alat, prosedur dan metode ilmiah
lainnya guna menghasilkan pengetahuan ilmiah yang analisis, objektif, empiris, sistematis dan
verifikatif. Sedangkan pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan fakta yang meliputi bahan
dasar dari suatu ilmu, sehingga pengetahuan belum bisa disebut sebagai ilmu, tetapi ilmu pasti
merupakan pengetahuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Ilmu diartikan sebagai pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode ilmiah tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan. Sedangkan dalam
Wikipedia Indonesia, Pengertian Ilmu/ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menemukan, menyelidiki dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai bentuk
kenyataan dalam alam manusia
Ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang
menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses
berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi
objek kajian dari ilmu terkait.
Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indra masing-masing individu dalam menyerap
pengetahuan dan juga cara berfikir setiap individu dalam memproses pengetahuan yang di
perolehnya. Selain itu juga, dalam definisi ilmu bisa berlandaskan aktifitas yang dilakukan ilmu
itu sendiri. Kita dapat melihat hal itu melalai metode yang digunakan.
Dalam pengertian ilmu, ada lima sifat ilmiah sebagai syarat-syarat ilmu yaitu:
1. Sistemis, ilmu harus memiliki keterikatan dan terumuskan dalam hubungan yang logis dan
teratur sehingga suatu system akan membentuk secara utuh, terpadu, menyeluruh dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat yang menyangkut objeknya.
2. Objektif, ilmu harus memiliki objek kajian yang meliputi golongan masalah yang sama dengan
sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Kajian objeknya bersifat ada
atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya (bukan hasil prasangka/dugaan).
3. Analis/metodis. Artinya adanya metode tertentu yang digunakan dan merujuk pada metode
ilmiah atau upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan
yang bertujuan mencari kebenaran ilmiah.
4. Universal, ilmu bersifat umum atau kebenaran yang hendak dicapai.
5. Empiris, ilmu hasil percobaan atau panca indra.
B. Cabang-cabang Ilmu
Adapun cabang-cabang ilmu pengetahuan antara lain adalah Ilmu, dibagi menjadi dua,
Ilmu sosial dan ilmu eksakta, yaitu:
a. Ilmu Eksakta meliputi antara lain berbagai ilmu teknik (seperti teknik permesinan kapal, nuklir,
perminyakan, metalurgi, gas petrokimia, informatika, komputer, planalogi, kelautan, manajemen
industri, pertambangan, kimia, sipil, mesin, elektro, arsitektur, pertanian, geodesi, geologi,
geofisika, dan meteorology), berbagai ilmu kedokteran (seperti Kedokteran gigi, anak, penyakit
dalam, penyakit khusus, bedah dan lainnya), berbagai ilmu alam seperti biologi, astronomi,
ekologi, fisika, geologi, kimia, dan berbagai ilmu matematika seperti ilmu ukur ruang, ilmu ukur
sudut dan aljabar.
b. Ilmu-ilmu sosial meliputi antara lain antropologi, sosiologi, hukum, linguistik, pendidikan,
sejarah, geografi, politik, psikologi dan ilmu administrasi seperti administrasi pembangunan,
niaga, negara, fiscal, kepegawaian, dan perkantoran serta berbagai ilmu ekonomi seperti
ekonomi pertanian, mikro, makro, social, keuangan.
c. Ilmu terapan meliputi ilmu rekayasa, komputer dan informatika.
Ilmu-ilmu eksakta kesemuanya mempunyai objek fakta-fakta dan benda-benda alam serta
hukum-hukumnya pasti dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia sedangkan ilmu-ilmu sosial,
hukum-hukumnya relatif tidak sama pada berbagai ruang dan waktu, dibandingkan ilmu-ilmu
eksakta dalam arti selalu ada perubahan tergantung situasi dan kondisi lingkungan, bahkan bisa
dipengaruhi dan diatur oleh manusia.

2. Filsafat
A. Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira- kira abad ke-7 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat
muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel)
atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta
pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di
pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato,
dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan
ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar- komentar karya
Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
B. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri dari dua kata,
yaitu philos, yang berarti cinta, senang, suka, dan sophia yang berarti hikmat (wisdom), hikmah
atau kebijaksanaan. Sehingga berdasarkan asal katanya itu filsafat dapat diartikan cinta akan
kebijaksanaan/hikmat.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, orang Arab memindahkan kata Yunani
tersebut,philosophia, ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan tabiat bahasa
Arab, yaitu falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari
kata kerja falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Masih menurut Prof. Dr. Harun Nasution, kata filsafat dalam bahasa Indonesia bukan
berasal dari kata Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa Barat (Inggris) philosophy. Di sini ia
masih mempertanyakan apakah fil diambil dari bahasa Inggris dan safah dari bahasa Arab,
sehingga menjadi kata filsafat?
Sedangkan pengertian istilah filsafat secara terminologis ada bermacam-macam. Setiap
filsuf memiliki pengertian dan definisi yang berbeda-beda tentang filsafat. Hal ini antara lain
disebabkan karena :
1. Para filsuf berbeda pendapat dalam menentukan prioritas objek kajian filsafatnya. Ada filsuf
yang menekankan pada alam, ada yang menekankan pada menusia, ada yang menekankan pada
ilmu pengetahuan, dll.
2. Masing-masing definisi dari para filsuf tersebut baru menggambarkan sebagian saja dari sistem
filsafat, tidak menggambarkan system filsafat secara keseluruhan.
3. Sejak berkembangnya ilmu pengetahuan empiris, filsafat mengalami redefinisi dalam hal peran
dan kontribusinya untuk pengetahuan manusia. Filsafat dewasa ini tidak sama dengan filsafat
zaman Yunani kuno. Dan tidak sama pula dengan filsafat barat di zaman modern. Dewasa ini
para filsuf mempersempit kajiannya hanya pada aspek-aspek tertentu di alam semesta.
4. Para filsuf dewasa ini lebih tertarik untuk menganalisi kehidupan manusia secara nyata. Baik
kehidupan manusia sebagai individu, maupun social dan cultural. Mereka tertarik pada masalah-
masalah eksistensial, seperti pengalaman manusia, makna “aku”, makna penderitaan dan
kebahagiaan, makna kebebasan dan keterkungkungan. Ini dimulai terutama sejak Kierkegaard
(1813-1855), Husserl (1859-1938), dan para eksistensialis lainnya seperti Martin Heidegger
(1889-1976) dan Paul Sartre (1905-1980).

Di antara sekian banyaknya pengertian istilah filsafat yang dikemukakan oleh para filsuf, ada
beberapa yang sering dikemukakan, yaitu :
 Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
 Aristoteles berpendapat bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala
benda. Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang umum sekali.
 Imanuel Kant mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan
pekerjaan.
 Fichte menyebut filsafat sebagai wissenschaftslehre atau ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang
umum, yang menjadi dasar segala ilmu.
 Alfarabi mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang ujud karena ia ujud (al ‘ilmu
bi almaujudat bima hiya maujudah).
 E.S. Ames sebagaimana diuraikan oleh Drs. H. Ali Saifullah, merumuskan filsafat sebagai “a
comprehensive view of life and its meaning, upon the basis of results of the various sciences ”
(cara pandang terhadap hidup dan hakikat kehidupan secara menyeluruh, atas dasar hasil dari
berbagai ilmu).

Dalam pengertian yang lebih luas Harol Titus, mengemukakan pengertian filsafat antara lain:
a. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara kritis
b. Filsafat iaalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat
kita junjung tinggi.
c. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
d. Filsafat ialah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti konsep.
e. Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia dan
dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat.

Sedikitnya ada tiga hal yang mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk
berfilsafat, yaitu keheranan, rasa ingin tahu yang sedalam-dalamnya, dan kekaguman. Dari
rasa heran orang akan terdorong untuk mencari jawab atas pertanyaan mengapa demikian.
Adalah suatu naluri manusia untuk mempunyai rasa ingin tahu.
Sebagian dari rasa ingin itu dapat dijawab melalui pengamatan panca-inderanya. Namun
sebagian besar yang lain tidak terjawab. Untuk menjawab pertanyaan itu semua manusia harus
berpikir sedalam-dalamnya melampaui batas panca-inderanya. Pendorong munculnya filsafat
yang ketiga adalah kagum. Orang yang merasa kagum selalu merasa dirinya kecil, lemah,
sedangkan yang dikaguminya adalah besar dan bagus. Hal-hal semacam itulah yang mendorong
orang berpikir tentang betapa besar dan hebatnya yang dikagumi itu. Kemudian mereka juga
berpikir tentang dirinya yang merupakan bagian yang sangat kecil dan mungkin tidak berarti
terhadap apa yang mereka kagumi itu. Jadi pada hakikatnya Filsafat adalah merupakan hasil olah
pikir manusia yang sedalam-dalamnya tentang sesuatu hal. Dengan kata lain, Filsafat adalah
ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran dari segala sesuatu yang
dilami manusia di semesta ini.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang amat luas (komprehensif) yang berusaha untuk memahami persoalan-persoalan yang timbul
di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian diharapkan manusia
dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta
dan tempat manusia di dalamnya.

C. Subjek dan Objek Filsafat


Subjek filsafat adalah seseroang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun (sudut
pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat, yaitu:
a. Obyek material yaitu segala sesuatu yang realitas
1. Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta
2. Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak mutlak, ada yang relatif (nisby),
bersifat tidak kekal yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta
alam semesta)
b. Obyek Formal/ Sudut pandangan
Filsafat itu dapat dikatakan bersifat non-pragmentaris, karena filsafat mencari pengertian
realitas secara luas dan mendalam. Sebagai konsekuensi pemikiran ini, maka seluruh
pengalaman-pengalaman manusia dalam semua instansi yaitu etika, estetika, teknik, ekonomi,
sosial, budaya, religius dan lain-lain haruslah dibawa kepada filsafat dalam pengertian realita.

D. Cabang-Cabang Filsafat
Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti aristoteles (384-322 SM) dan
Imanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam karya-karya
mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar tersebut masing-masing
dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai
adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian epistimologi.
Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya.
Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu :
1. Filsafat umum/murni:
a. Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
Koestenbaum (1968) mendefinisikan metafisika sebagai studi mengenai karakteristik-
karakteristik yang sangat umum dan paling dasar dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate
reality). Metafisika menguji aspek-aspek kenyataan seperti ruang dan waktu, kesadaran, jiwa dan
materi, ada (being), eksistensi, perubahan, substansi dan sifat, aktual dan potensial, dan lain
sebagainya.
Metafisika pada asasnya meneliti perbedaan antara penampakan (appearance) dan
kenyataan (reality). Ada sejumlah aliran yang mencoba mengungkap hakikat kenyataan di balik
penampakan tersebut. Misalnya aliran naturalism dan materialism percaya bahwa kenyataan
paling dasar pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan natural.
Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar filsafat diwarnai oleh pemikiran-pemikiran
metafisik, kendati cukup banyak juga filsuf yang meragukan dan menolak metafisika. Para filsuf
yang menolak metafisika beralasan bahwa metafisika tidak mungkin karena melampaui batas-
batas kemampuan indera untuk membuktikan kebenaran-kebenarannya. Kebenaran-kebenaran
yang dikemukakan oleh metafisika terlalu luas dan spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan
dan diukur kebenarannya. Dalam perkembangannya, metafisika kemudian dibagi lagi menjadi
tiga sub cabang, yaitu :
1. Ontology, mengkaji persoalan-persoalan tentang ada dan tiada.
2. Kosmologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan unsur-unsur
yang membentuk alam semesta.
3. Humanologi , mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan antara jiwa dan
tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia.
4. Teologi (filsafat agama), mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama.
b. Epistemologi (filsafat pengetahuan). Objeknya adalah pengetahuan/ kenyataan.
Istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani, yakni episteme yang berarti pengetahuan
dan logos yang berarti teori. Dengan demikian epistemology adalah suatu kajian atau teori
filsafat mengenai esensi pengetahuan.
Menurut Koestenbaum (1968), secara umum epistemology berusaha untuk mencari
jawaban atas pertanyaan “apakah pengetahuan?”. Tetapi secara spesifik epistemology berusaha
menguji masalah-masalah yang kompleks, seperti hubungan antara pengetahuan dan
kepercayaan pribadi, status pengetahuan yang melampaui panca indera, status ontology dari
teori-teori ilmiah, hubungan antara konsep-konsep atau kata-kata yang bersifat umum dengan
objek-objek yang ditunjuk oleh konsep-konsep atau kata-kata tersebut, dan analisis atas tindakan
mengetahui itu sendiri.

c. Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.


Aksiologi merupakan kajian filsafat mengenai nilai. Nilai sendiri adalah suatu kualitas
yang kita berikan kepada sesuatu objek sehingga sesuatu itu dianggap bernilai atau tidak bernilai.
Pada masa kini objeknya lebih banyak berupa sains dan teknologi. Peradaban manusia masa kini
sangat bergantung pada ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi. Berkat kemajuan pada kedua
bidang ini pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Banyak
sekali penemuan-penemuan baru yang amat membantu kehidupan manusia, seperti misalnya
penemuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Namun di pihak lain, perkembangan-perkembangan tersebut mengesampingkan faktor
manusia. Di mana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan
kebutuhan manusia, namun sering kali kini yang terjadi adalah sebaliknya. Manusialah yang
akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai
sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia, melainkan dia ada bertujuan untuk
eksistensinya sendiri. Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang
mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri.
Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang ada. Masalah nilai moral tidak bisa terlepas dari tekat manusia untuk menemukan
kebenaran. Sebab untuk menemukan kebenaran dan kemudian terutama untuk
mempertahankannya, diperlukan keberanian moral.
Nilai yang menjadi kajian aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi dibagi menjadi dua sub
cabang yaitu :
1. Etika. Kajian filsafat mengenai baik dan buruk, lebih kepada bagaimana seharusnya manusia
bersikap dan bertingkah laku, apa makna etika atau moralitas dalam kehidupan manusia.
2. Estetika. Nilai yang berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk). Mengkaji mengenai
keindahan, kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh keindahan.

2. Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan. Seperti
misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagainya.
a) Interdisipliner adalah interaksi intensif antar satu atau lebih disiplin, baik yang langsung
berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program pengajaran dan penelitian, dengan
tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis.
b) Filsafat Ilmu fisika. Fisika (Bahasa Yunani: φυσικός (physikos), "alamiah", dan φύσις (physis),
"Alam") adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari
gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu.
c) Filsafat matematika adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan.
d) Filsafat Biologi adalah ilmu yang mempelajari aspek fisik kehidupan. Istilah "biologi" dipinjam
dari bahasa Belanda, biologie, yang juga diturunkan dari gabungan kata bahasa Yunani,
βίος, bios ("hidup") dan λόγος,logos ("lambang", "ilmu").
e) Filsafat Ilmu Sosial adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.
f) Filsafat Linguistik adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat. Ilmu ini menyelidiki
kodrat dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan teoretis
linguistik. Filsafat bahasa dibagi menjadi filsafat bahasa ideal dan filsafat bahasa sehari-hari.
g) Filsafat Psikologi adalah Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ψυχή" (Psychē yang
berarti jiwa) dan "-λογία" (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat
diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim
bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula membahas masalah-
masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya tampak
dari filsafat Heidegger.
Dalam bukunya yang terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya
dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa “ada”
hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu,
dalam bukunya itu dia membahas mengenai keotentikan, kecemasan, dan pengalaman-
pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.

3. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut
epistemologi. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat
dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology (on = being, wujud, apa + logos =
teori),ontology (teori tentang apa). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah
dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini
berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah.
Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu
saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa;
sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis dan normatif akademis.
Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu,
atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang
masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara
sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang
diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh
nabi).
Fungsi filsafat ilmu tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni:
 Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
 Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat
lainnya.
 Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
 Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
 Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu
sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:
Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu.
Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang
mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman
inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga
datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan,
tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu
keagamaan. Telaahan kedua adalah dari segi epistemologi, yaitu meliputi aspek normatif
mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode
dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi
langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di
dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaahan ketiga ialah dari segi
aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan kaidah moral pengembangan
penggunaan ilmu yang diperoleh.
Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi
Tahapan Cakupan
Ontologi  Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
(Hakikat  Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Ilmu)  Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
 Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
ilmu?
 Bagaimana prosedurnya?
Epistimologi Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
(Cara ilmu?
Mendapatkan Bagaimana prosedurnya?
Pengetahuan) Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan
dengan benar?
 Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?
 Apa kriterianya?
 Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan
yang berupa ilmu?
Aksiologi  Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?
(Guna  Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah
Pengetahuan) moral?
 Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
 Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?
Teori pengetahuan yang bersifat subjektif akan memberikan jawaban ”TIDAK”, kita
tidak akan mungkin mengetahui, menemukan hal-hal yang ada di balik pengalaman dan ide kita.
Sedangkan teori pengetahuan yang bersifat obyektif akan memberikan jawaban ”YA”. Hal ini
memungkinkan kita mengenali berbagai ilmu pengetahuan yang ada, tanpa mengenal ciri-ciri
tiap pengetahuan dengan benar, maka bukan saja kita dapat memanfaatkannya secara maksimal
namun kadang bisa salah dalam menggunakannya.
Filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul
dalam berbagai lapangan kehidupan manusia, jawaban tersebut merupakan hasil pemikiran yang
sistemis, integral, menyeluruh dan mendasar. Jawaban seperti ini juga dapat digunakan untuk
mengatasi masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk
dalam hal keilmuan.
4. TUJUAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu sebagai suatu cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah
perkembangan ilmu. Metode - metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan oleh para
ilmuan secara umum memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut :
- Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap
kegiatan ilmiahnya. Sehingga terhindar dari sikap tak ada pendapat yang paling benar
- Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, penguji mengkritik asumsi dan metode keilmuan.
Sikap yang diperlukan disini yakni menerapkan metode sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan
karena metode merupakan sarana berfikir bukan merupakan pengikat ilmu pengetahuan.
- Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan secara logis atau rasional.
Pengembangan metode dapat dipertanggungjawabkan agar dapat dipahami dan dipergunakan
secara umum, falidnya suatu metode ditentukan dengan dierimanya suatu metode tersebut secara
umum.
Ada beberapa pentingnya filsafat bagi manusia yaitu :
1. Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena dengan
bertambahnya ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran dan pangangan yang semakin luas
2. Dasar semua tindakan. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang akan
membawa mansuia ke arah suatu kemampuan utnuk merentang kesadarannya dalam segala
tindakannya sehingga manusia akan dapat lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan
lingkungan, lebih sadar terhadap diri dan lingkungan
3. Dengan adanya perkembangan ilmu pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang dengan
kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata
nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral

5. IMPLIKASI MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU


Filsafat ilmu diperlukan pengetahaun dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam
maupun ilmu sosial supaya para ilmuan dapat memiliki landasan berpijak yang kuat. Ilmu alam
secara garis besar mesti dikuasai dengan demikian pula halnya dengan ilmu sosial. Sehingga
antara ilmu yang satu dengan yang lain saling menyapa, bahkan menciptakan suatu harmoni
yang dapat memecahkan persoalan - persoalan kemanusiaan. Kesadaran seorang ilmuan
tidak semata berfikir pada bidangnya saja, tanpa mengaitkan dengan kenyataan diluar dirinya
ini, akan terlihat seperti menara gading, setiap aktifitas keilmuannya tidak terlepas dari konteks
kehidupan sosial kemasyarakatan
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indra masing-masing individu dalam menyerap
pengetahuan dan juga cara berfikir setiap individu dalam memproses pengetahuan yang di
perolehnya. Cabang-cabang ilmu pengetahuan dibagi dua yaitu Ilmu sosial dan ilmu eksakta.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. filsafat adalah ilmu pengetahuan yang amat luas
(komprehensif) yang berusaha untuk memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam
keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia
Subjek filsafat adalah seseroang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.
Filsafat ilmu diperlukan pengetahaun dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam
maupun ilmu sosial supaya para ilmuan dapat memiliki landasan berpijak yang kuat

Saran
Agar manusia tetap memiliki filsafat ilmu yang tidak hanya memiliki tujuan tapi juga prinsip
sehingga dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009
2. http://anandaferin.blogspot.co.id/2012/05/makalah-filsafat-ilmu.html

Anda mungkin juga menyukai