Anda di halaman 1dari 27

FILSAFAT ILMU

ILMU SEBAGAI PROSES DAN METODE ILMIAH

DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd.
I Putu Wina Yasa Pramadi, S.Pd., M.Pd.

OLEH
Isra Aisya Haq (1913021019)
Purmia Sari (1913021026)
Wardah Nur Isna (1913021029)
I N Widya Artha (1913021030)
Rizky Ananda Hidayat Putri (1913021032)

KELAS VII B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN FISIKA DAN PENGAJARAN IIPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas berkat rahmat-Nya, makalah yang berjudul “Ilmu
Sebagai Proses dan Metode Ilmiah” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapat bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd. dan I Putu Wina Yasa Pramadi, S.Pd., M.Pd.
sebagai dosen pengempu mata kuliah Filsafat Ilmu.
2. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis sadari
bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Tidak
lupa penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kesalahan.

Singaraja, 25 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................... 3

2.1 Ilmu Sebagai Proses ................................................................................. 3

2.2 Ciri-ciri Ilmu............................................................................................. 5

2.3 Metode Ilmiah .......................................................................................... 8

2.4 Sikap Ilmiah............................................................................................ 17

BAB 3 PENUTUP ............................................................................................. 22

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 22

3.2 Saran ....................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengertian ilmu dengan pengetahuan sering di sama artikan oleh banya
orang, padahal keduanya terletak pada tataran dan juga memiliki ciri yang berbeda.
Untuk mengetahui secara rinci tentang perbedaan di antara keduanya perlu
dikemukakan terlebih dahulu pengertian ilmu, kemudian baru dipaparkan ciri-ciri
ilmu sehingga karakteristik ilmu itu sendiri lebih mudah diidentifikasi. Akhirnya,
yang sangat penting adalah metode-metode yang dipakai dalam bidang ilmu pada
umumnya (Siswimohardjo,dkk, 1997).
Metode yang digunakan dalam bidang keilmuan umumnya adalah metode
ilmiah. Metode ilmiah memiliki langkah-langkah yang bisa digunakan oleh siapa
saja dan bersifat objektif. Sehingga metode ini sering dipakai oleh para ilmuan
dalam penelitian. Namun apakah metode ilmiah dapat dipakai oleh semua cabang
ilmu? Setiap metode yang digunakan biasanya harus sesuai dengan objek yang
akan diteliti, oleh karena itu metode yang berbeda digunakan sesuai dengan objek
yang akan diteliti.
Di samping itu, dalam metode ilmiah diperlukan juga sikap ilmiah yang
mendukung terlaksananya suatu penelitian ilmiah. Tanpa adanya sikap ilmiah maka
metode ilmiah yang digunakan tidak akan ada artinya. Sikap ilmiah ini harus
dimiliki oleh setiap peneliti agar memperoleh hasil yang benar dan berkualitas.
Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai ciri ilmu, ilmu sebagai proses,
metode ilmiah, dan sikap ilmiah secara lebih menyeluruh dengan penjelasan yang
mendukung serta bermanfaat. Tentu saja akan menjawab pertanyaan apa itu metode
ilmiah dan hal-hal yang berkaitan.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Pengertian ilmu sebagai proses ?
2. Apa saja ciri-ciri ilmu ?
3. Bagaimana langkah-langkah metode ilmiah ?
4. Apa saja macam-macam sikap ilmiah ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan dan menggambarkan ilmu sebagai proses.
2. Untuk menjelaskan mendeskripsikan ciri-ciri ilmu.
3. Untuk menjelaskan langkah-langkah metode ilmiah
4. Untuk mendeskripsikan sikap-sikap ilmiah.

1.4. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis yakni sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini melatih penulis dalam membuat makalah dan
menambah wawasan penulis mengenai filsafat sebagai proses, ciri-ciri ilmu,
metode ilmiah dan sikap ilmiah.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi pembaca mengenai
filsafat sebagai proses dan metode ilmiah serta menambah wawasan bagi
pembaca mengenai perkembangan ilmu pengetahuan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Ilmu Sebagai Proses
2.1.1 Pengertian Ilmu
Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris: science.
Kata science ini berasal dari kata latin Scientia yang berarti pengetahuan. Kata
science ini berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya mempelajari,
mengetahui. Pada mulanya cakupan ilmu (science) secara etimologis menunjuk pada
pengetahuan semata-mata, pengetahuan mengenai apa saja. Pada pertimbangan
selanjutnya pengertian ilmu (science) ini mengalami perluasan arti sehingga
menunjuk pada segenap pengetahuan sistematis (Systematic Knowledge).
Pemakaian secara luas dari kata ilmu ini diteruskan dalam Bahasa Jerman dengan
istilah wissenschaft yang berlaku terhadap kumpulan pengetahuan apapun yang
teratur, termasuk di dalamnya Naturwissenschaften yang mencakup ilmu-ilmu
kealaman maupun Geisteswissenschaften yang dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai
the humanities (pengetahuan kemanusiaan).
1. Naturwissenschaften
Istilah Naturwissenschaften berarti ilmu alam. Ilmu alam mengkaji
tentang objek fisik alam, dan fenomena-fenomena alam yang terjadi. Yang
termasuk ilmu alam adalah fisika, kimia, dan biologi, juga ilmu pengkhususan
dari ilmu-ilmu tersebut. Ciri-ciri dari ilmu kealaman adalah bersifat pencirian dari
aspek-aspek alam. Pencirian ini maksudnya adalah ilmu alam menjelaskan secara
jelas sifat-sifat dan perilaku objek kajian ilmu alam tersebut. Ilmu alam sangat
menjungjung data empirik yang didapatkan melalui sebuah peneletian. Data
tersebut mewakili variabel-variabel yang diamati. Ilmu alam mengkaji tentang
objek riil yang ada di semesta, baik dapat dilihat mata ataupun tidak dapat dilihat
mata.
2. Geisteswissenschaften
Definisinya merupakan ilmu sosial dan humanstik. Kehidupan mahluk
hidup tidak hanya sebuah fenomena objek alam seperti bergerak dan bertahan
hidup. Mahluk hidup sering menjalani kehidupan secara berkelompok. Terutama

3
manusia yang sering disebut sebagai mahluk sosial, atau mahluk yang tidak bisa
hidup sendiri.
Dalam kehidupan sosial, budaya merupakan aspek penting yang dimiliki.
Ilmu yang termasuk dalam ilmu-ilmu sosial humanistik ini, antara lain Ekonomi,
Sejarah, Sosioligi, Antropologi Sosial/Budaya, Ilmu Hukum, Psikologi (untuk
sebagian), Ilmu Bahasa, dan Ilmu Komunikasi. Objek yang dikaji oleh ilmu sosial
merupakan tingkah laku sosial baik dalam hal empirik, maupun fenomena tentang
kehidupan sosial. Ilmu-ilmu sosial dan humanistik pada umumnya menggunakan
metodologi yang disebut metode linier. Metode linier memilki tiga tahap, yaitu:
a. Persepsi, adalah penangkapan data melalui Indra
b. Konsepsi, adalah pengolahan data dan penyusunannya dalam suatu sistem
c. Prediksi, adalah penyimpulan dan skaligus peramalan.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara
sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu
tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha
berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.

2.1.2 Ilmu Sebagai Proses


Ilmu merupakan sebuah bentuk aktivitas manusia dalam hal sadar, dan
memberikan sebuah dampak baik bagi manusia. Ilmu merupakan sebuah perjuangan
besar manusia dalam mencari dan membentuk perubahan untuk kehidupan manusia.
Perubahan yang diinginkan manusia merupakan menuju hal yang lebih baik, dan
merupakan sebuah bekal untuk perubahan yang akan dipersiapkan lagi di masa
depan.
Segala bentuk aktivitas ilmiah manusia itu menjadi tanda bahwa manusia
sangat butuh untuk mengisi kehausan intelektualitasnya sehingga setelah proses
penciptaan metode-metode dalam pencarian ilmu pengetahuan maka lahirlah
beberapa disiplin ilmu pengetahuan yang betul-betul diakui dan ilmiah, sehingga
menjadi sandaran dalam proses menjalani hidup.
Dengan demikian, proses keilmuan yang dilakukan oleh manusia senantiasa
berkembang dari cara yang konvensional (sederhana) menuju proses yang formal

4
(sesuai metode yang disepakati). Perubahan ini menghasilkan metode-metode dan
langkah-langkah runtun untuk segala proses keilmuan.
Maka dari itu, ilmu sebagai proses merupakan bagaimana proses manusia
dalam mencari kebenaran yang akan menjadi sebuah ilmu, bagaimana proses
manusia dalam memberikan kajian riil mengenai ilmu yang akan dikembangkan,
bagaimana proses manusia dalam pengkajian fenomena semesta yang terjadi secara
ilmiah. Rangkaian aktivitas manusia dalam keilmuan mencerminkan bahwa ilmu
merupakan sebuah proses perkembangan manusia dalam kehidupannya.

2.2 Ciri-ciri Ilmu


Ciri-ciri yang terkandung dalam pengertian ilmu dapat diuji untuk lebih
memahami sida dinamis ilmu. Salah satu ciri khas ilmu adalah sebagai bentuk aktivitas,
yaitu sebagai bentuk kegiatan secara sadar manusia. Ilmu tidak hanya merupakan
aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas, sehingga dengan demikian
merupakan suatu proses. Proses dalam rangkaian aktivitas ini bersifat intelektual, dan
mengarah pada tujuan-tujuan tertentu.
Aktivitas intelektual berarti kegiatan yang memerlukan kemampuan berfikir
untuk melakukan penalaran logis atas hasil-hasil pengamatan empiris. Ciri kognitif ilmu
ini adalah sebagai berikut (Ladislav dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu, 127:2010).
“Tujuan terpenting ilmu bertaluan dengan apa yang telah dicirikan sebagai fungsi
pengetahuan atau kognitif dari ilmu; dengan fungsi itu ilmnu memusatkan perhatian
terkuat pada pemahaman kaidah-kaidah ilmiah yang baru dan tidak diketahui sebelumnya
atau pada penyempurnaan keadaan pengetahuan dewasa ini mengenai kaidah-kaidah
semacam itu”
Ilmu dikembangkan pada dasarnya memang untuk mencapai kebenaran atau
memperoleh pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar ini akan membawa
manusia memperoleh pemahaman yang benar mengenai alam semesta, dunia
sekelilingnya, serta masyarakat lingkungannya, dan bagkan untuk lebih memahami diri
sendiri. Paul Freedman (dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2010) menjelaskan sebagai
berikut.
“Ilmu adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang melalui pelaksanaannya umat
manusia memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman tentang alam yang senantiasa

5
lebih cermat dan lebih singkat, pada suatu kemampuan yang meningkatkan untuk
menyesuaikan sendriri terhadapnya dan mengubah lingkungannya dan mengubah ciri-
cirinya sendiri”
Ilmu dapat diartikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang merupakan hasil
berfikir manusia. Hasi lyang berupa pengetahuan ilmiah menjadi ciri kedua dari ilmu,
yaitu sebagai suatu produk. Kedua ciri dasar ilmu, yaitu wujud aktivitas manusia dan
hasil aktivitas tersebut, merupakan sisi yang tidak terpisahkan dari ciri ilmu yang ketiga,
yaitu sebagai metode.
Penelitian sebagai suatu rangkaian aktivitas mengandung prosedur tertentu,
yakni serangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara
dan langkah ini dalam dunia keilmuan disebut metode. Untuk menegaskan bidang
keilmuan itu sering kali dipakai istilah metode ilmiah (scientific method).
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran,
pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau
memperkembangkan pengetahuan yang ada. Prosedur yang merupakan metode ilmiah
meliputi pengamatan, percobaan, analisis, deskripsi, penggolongan, pengukuran,
perbandingan, dan survei. Oleh karena ilmu merupakan suatu aktivitas kognitif yang
harus mematuhi berbagai kaidah pemikiran yang logis, maka metode ilmiah juga
berkaitan sangat erat dengan logika.
Ilmu sebagai pengetahuan ilmiah, berbeda dengan pengetahuan biasa, memiliki
beberapa ciri, yaitu:
1. Sistematis; para filsuf dan ilmuan sepaham bahwa ilmu adalah pengetahuan atau
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Ciri sistematis ilmu
menunjukkan bahwa ilmu merupakan berbagai keterangan dan data yang tersusun
sebagai kumpulan pengetahuan tersebut mempunyai hubungan-hubungan saling
ketergantungan yang teratur (pertalian tertib). Pertalian tertib dimaksud
disebabkan, adanya suatu azas tata tertib tertentu di antara bagian-bagian yang
merupakan pokok soalnya.
2. Empiris; bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
pengamatan serta percobaan-percobaan secara terstruktur di dalam bentuk
pengalaman-pengalaman, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Ilmu
mengamati, menganalisis, menalar, membuktikan, dan menyimpulkan hal-hal

6
empiris yang bersifat faktawi (faktual), baik berupa gejala atau kebathinan,
gejala-gejala alam, gejala kejiwaan, gejala kemasyarakatan, dan sebagainya.
Semua hal faktai dimaksud dihimpun serta dicatat sebagai data (datum) sebagai
bahan persediaan bagi ilmu. Ilmu, dalam hal ini, bukan sekedar fakta, tetapi fakta-
fakta yang diamati dalam sebuah aktivitas ilmiah melalui pengamalaman. Fakta
bukan pula data, berbeda dengan fakta, data lebih merupakan berbagai keterangan
mengenai sesuatu hal yang diperoleh melalui hasil pencerapan atau sensasi
inderawi.
3. Obyektif; bahwa ilmu menunjuk pada bentuk pengatahuan yang bebas dari
prasangka perorangan (personal bias), dan perasaan-perasaan subyektif berupa
kesukaan atau kebencian pribadi. Ilmu haruslah hanya mengandung pernyataan
serta data yang menggambarkan secara terus terang atau mencerminkan secara
tepat gejala-gejala yang ditelaahnya. Obyektifitas ilmu mensyaratkan bahwa
kumpulan pengetahuan itu haruslah sesuai dengan obyeknya (baik obyek material
maupun obyek formal-nya), tanpa diserongkan oleh keinginan dan kecondongan
subyektif dari penelaahnya.
4. Analitis; bahwa ilmu berusaha mencermati, mendalami, dan membeda-bedakan
pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terpecinci untuk memahami berbagai
sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian tersebut. Upaya pemilahan atau
penguraian sesuatu kebulatan pokok soal ke dalam bagian-bagian, membuat suatu
bidang keilmuan senantiasa tersekat-sekat dalam cabang-cabang yang lebih
sempit sasarannya. Melalui itu, masing-masing cabang ilmu tersebut membentuk
aliran pemikiran keilmuan baru yang berupa ranting-ranting keilmuan yang terus
dikembangkan secara khusus menunju spesialisasi ilmu.
5. Verifikatif; bahwa ilmu mengandung kebenaran-kebenaran yang terbuka untuk
diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah (valid) dan
disampaikan kepada orang lain. Kemungkinan diperiksa kebenaran (verifikasi)
dimaksud lah yang menjadi ciri pokok ilmu yang terakhir. Pengetahuan, agar
dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka untuk diuji atau
diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan akhirnya diakui benar.
Ciri verifikasif ilmu sekaligus mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa
mengarah pada tercapainya kebenaran. Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk

7
menemukan suatu nilai luhur dalam kehidupan manusia yang disebut kebenaran
ilmiah. Kebenaran tersebut dapat berupa azas-azas atau kaidah-kaidah yang
berlaku umum atau universal mengenai pokok keilmuan yang bersangkutan.
Melalui itu, manusia berharap dapat membuat ramalan tentang peristiwa
mendatang dan menerangkan atau menguasai alam sekelilingnya. Contohnya,
sebelum ada ilmu maka orang sulit mengerti dan meramalkan, serta menguasai
gejala atau peristiwa-peristiwa alam, seperti; hujan, banjir, gunung meletus, dan
sebagainya. Orang, karena itu, lari kepada tahyul atau mitos yang gaib. Namun,
demikian, setelah adanya ilmu, seperti; vulkanologi, geografi, fisis, dan kimia
maka dapat menjelaskan secara tepat dan cermat bermacam-macam peristiwa
tersebut serta meramalkan hal-hal yang akan terjadi kemudian, dan dengan
demikian dapat menguasainya untuk kemanfaatan diri atau lingkungannya.
Berdasarkan kenyataan itu lah, orang cenderung mengartikan ilmu sebagai
seperangkat pengetahuan yang teratur dan telah disahkan secara baik, yang
dirumuskan untuk maksud menemukan kebenaran-kebenaran umum, serta tujuan
penguasaan, dalam arti menguasai kebenaran-kebenaran ilmu demi kepentingan
pribadi atau masyarakat, dan alam lingkungan.
Selain, kelima ciri ilmu di atas, masih terdapat beberapa ciri tambahan lainnya,
misalnya; ciri instrumental dan ciri faktual. Ciri instrumental, dimaksudkan bahwa ilmu
merupakan alat atau sarana tindakan untuk melakukan sesuatu hal. Ilmu, dalam hal ini
sukar namun, juga amat muda dalam arti, senantiasa merupakan sarana tindakan untuk
melakukan banyak hal yang mengagumkan dan membanjiri dunia dengan ide-ide baru.
Ilmu berciri faktual, dalam arti, ilmu tidak memberikan penilaian, baik atau buruk
terhadap apa yang dikaji, tetapi hanya menyediakan fakta atau data bagi manusia.

2.3 Metode Ilmiah


Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan
pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru
atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada. Metode secara etimologi berasal dari
kata yunani meta yang berarti sesudah dan hodos yang berarti jalan. Jadi, metode berarti
langkah-langkah yang diambil menurut urutan tertentu untuk mencapai pengetahuan yang
benar, yaitu sesuatu tata cara, teknik, atau jalan yang telah direncanakan dan dipakai

8
dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apa pun, baik pengetahuan humanistik dan
historis, maupun pengetahuan filsafat dan ilmiah (Bakker dalam Siswomihardjo, 1997:
80).
Menurut Almadk, metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle berpendapat
bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu
interelasi.
Metode ilmiah dapat dikatakan suatu pencarian terhadap kebenaran yang diatur
oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh
interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk
mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian
sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat
sekali, jika tidak dikatakan sama. Dengan adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan
dalam mencari dalil umum akan mudah terjawab, seperti menjawab seberapa jauh,
mengapa begitu, apakah benar, dan sebagainya.

2.3.1 Ciri-Ciri, Sifat, Karakterisasi, dan Kriteria Metode Ilmiah


1. Ciri-Ciri Metode Ilmiah
Metode ilmiah memiliki ciri-ciri keilmuan, yaitu:
a. Rasional yaitu sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran
manusia.
b. Empiris yaitu menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati dengan
menggunakan panca indera
c. Sistematis yaitu menggunakan proses dengan langkah-langkah logis.
2. Sifat Metode Ilmiah
Metode Ilmiah memiliki beberapa sifat yaitu:
a. Efisien dalam penggunaan sumber daya (tenaga, biaya, waktu).
b. Terbuka (dapat dipakai oleh siapa saja).
c. Teruji (prosedurnya logis dalam memperoleh keputusan).
3. Karakterisasi Metode Ilmiah
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek
investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat

9
utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini
juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan
yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang
cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol,
seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau
dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering
memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, galvanometer, atau
voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan
penemuan peralatan semacam itu.
Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel,
digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan
perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi. Pengukuran dalam karya
ilmiah biasanya juga disertai dengan estimasi ketidakpastian hasil pengukuran
tersebut. Ketidakpastian tersebut sering diestimasikan dengan melakukan
pengukuran berulang atas kuantitas yang diukur

4. Kriteria Metode Ilmiah


Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode
ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Berdasarkan Fakta
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik
yang akan dikumpulkan dan yang dianalisa haruslah berdasarkan fakta-
fakta yang nyata. Janganlah penemuan atau pembuktian didasarkan
pada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda atau kegiatan sejenis.
b. Bebas dari Prasangka
Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan jauh
dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan
alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.
c. Menggunakan Prinsip Analisa
Dalam memahami fenomena yang kompleks, harus digunakan prinsip
analisa. Semua masalah harus dicari sebab serta pemecahannya dengan
menggunakan analisa yang logis. Fakta yang mendukung tidaklah

10
dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja.
Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan
analisa yang tajam.
d. Menggunakan Hipotesa
Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir
dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk menunjukkan
persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai
sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan
tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan
pikiran peneliti.
e. Menggunakan Ukuran Obyektif
Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran yang
objektif. Ukuran tidak boleh dengan merasa-rasa atau menuruti hati
nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif dan
dengan menggunakan pikiran yang logis.
f. Menggunakan Teknik Kuantifikasi
Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus
digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat
dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm,
kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan. Jauhi ukuran-ukuran
seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang rokok,
dan sebagainya Kuantifikasi yang termudah adalah dengan
menggunakan ukuran nominal, ranking dan rating.

2.3.2 Tujuan Metode Ilmiah


Tujuan dalam mempelajari metode ilmiah adalah salah satu bentuk harapan
untuk masa depan. Oleh karena itu, dalam penulisan ilmiah tidak diperbolehkan asal
menulis atau tidak mengindahkan kaidah-kaidah dalam penulisan ilmiah. Dalam
penulisan ilmiah, harus mempunyai metode agar tulisan dapat dipahami dan dimengerti
oleh pembaca dikemudian hari. Berikut beberapa tujuan dalam mempelajari metode
ilmiah.
1. Meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasikan menyajikan fakta secara

11
sistematis
2. Meningkatkan keterampilan dalam menulis berbagai karya tulis
3. Meningkatkan pengetahuan tentang mekanisme pevulisan karangan ilmiah.

2.3.3 Pendekatan Metode Ilmiah


Terdapat dua macam pendekatan metode ilmiah, yaitu:
1. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif adalah pendekatan secara teoritik untuk
mendapatkan konfirmasi berdasarkan hipotesis dan observasi yang telah
dilakukan sebelumnya. Suatu hipotesis lahir dari sebuah teori, lalu hipotesis
ini diuji dengan dengan melakukan beberapa observasi. Hasil dari observasi
ini akan dapat memberikan konfirmasi tentang sebuah teori yang semula
dipakai untuk menghasilkan hipotesis. Langkah penelitian seperti ini biasa
juga disebut pendekatan ‘dari atas ke bawah’. Pendekatan deduktif dapat
digambarkan seperti bagan di bawah ini.

Teori

Hipotesis

Observasi

Konfirmasi

Bagan 1. Pendekatan ‘dari atas ke bawah’


Pendekatan deduktif ini umumnya dilakukan secara matematik lalu
dibuktikan dan dikonfirmasi kembali terhadap rumusan matematik tersebut.
2. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif adalah pendekatan yang dilakukan untuk
membangun sebuah teori berdasarkan hasil pengamatan atau observasi.
Suatu observasi yang dilakukan berkali-kali akan membentuk sebuah pola

12
tertentu. Dari pola tersebut akan lahir hipotesis sementara atau hipotesis
tentatif. Hipotesis yang terbentuk berasal dari pola pengamatan yang
dilakukan. Setelah dilakukan berulang-ulang, barulah diperoleh sebuah
teori. Langkah penelitian seperti ini disebut sebagai pendekatan ’dari bawah
ke atas’. Pendekatan induktif dapat digambarkan seperti bagan berikut ini.

Teori

Hipotesis
sementara

Pola

Observasi

Bagan 2. Pendekatan ‘dari bawah ke atas’

Pendekatan induktif ini lebih sering dilakukan daripada pendekatan


deduktif. Penelitian dengan metode ilmiah merupakan gabungan dari pendekatan
deduktif dan pendekatan induktif. Penentuan hipotesis merupakan proses
deduktif, mengumpulkan data adalah proses induktif sedangkan menentukan data
yang diambil dan diteliti merupakan proses deduktif.

2.3.4 Langkah Metode Ilmiah


Buku kepustakaan tidak ada yang menunjuk ke suatu pendapat mengenai jumlah,
macam, dan urutan langkah yang pasti sebagai penentu suatu prosedur yang disebut
metode ilmiah. Langkah-langkah itu semakin bervariasi dalam ilmu pengetahuan sesuai
bidang spesialisasi yang semakin banyak. Kadang-kadang orang berpendapat bahwa
macam metode ilmiah yang digunakan bergantung pada ilmu khusus tersebut, khususnya
bersangkutan dengan objek formalnya. Berdasarkan Langkah-langkah yang digunakan

13
dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, sekurang-kurangnya ada lima langkah yang
dapat dikatakan sebagai pola umum, yaitu.
1. Perumusan masalah
Perumusan masalah adalah langkah awal dalam melakukan kerja
ilmiah. Masalah adalah kesulitan yang dihadapi yang memerlukan
penyelesaiannya atau pemecahannya. Masalah penelitian dapat di ambil dari
masalah yang ditemukan di lingkungan sekitar kita, baik benda mati
maupun makhluk hidup. Misalnya, saat kamu berada di pantai dan
mengamati ombak di lautan. Pada saat itu di pikiranmu mungkin timbul
pertanyaan, mengapa terjadi ombak? Atau, bagaimanakah cara terjadinya
ombak? Atau bagaimanakah hubungan antara tegangan dan hambatan?
Untuk dapat merumuskan permasalahan dengan tepat, maka perlu
melakukan identifikasi masalah. Agar permasalahan dapat diteliti dengan
seksama, maka perlu dibatasi. Pembatasan diperlukan agar kita dapat fokus
dalam menyelesaikan penelitian kita.
Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam merumuskan masalah,
antara lain sebagai berikut :
a. Masalah hendaknya dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya.
b. Rumusan masalah hendaknya singkat, padat, jelas dan mudah dipahami.
Rumusan masalah yang terlalu panjang akan sulit dipahami dan akan
menyimpang dari pokok permasalahan.
c. Rumusan masalah hendaknya merupakan masalah yang kemungkinan dapat
dicari cara pemecahannya. Permasalahan mengapa benda bergerak dapat
dicari jawabannya dibandingkan permasalahn apakah dosa dapat diukur.
2. Perumusan dugaan sementara (hipotesis)
Ketika kita mengajukan atau merumuskan pertanyaan penelitian,
maka sebenarnya pada saat itu jawabannya sudah ada dalam pikiran.
Jawaban tersebut memang masih meragukan dan bersifat sementara, akan
tetapi jawaban tersebut dapat digunakan untuk mengarahkan kita untuk
mencari jawaban yang sebenarnya. Pernyataan yang dirumuskan sebagai
jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian disebut sebagai hipotesis
penelitian.

14
Hipotesisi penelitian dapat juga dikatakan sebagai dugaan yang
merupakan jawaban sementara terhadap masalah sebelum dibuktikan
kebenarannya. Oleh karena berupa dugaan maka hipotesis yang kita buat
mungkin saja salah. Oleh karena itu, kita harus melakukan sebuah
percobaan untuk menguji kebenaran hipotesis yang sudah kita buat. Contoh
hipotesis misalnya: tegangan berbanding lurus dengan hambatan.
3. Pengumpulan data
Pengumpulan data pada langkah-langkah metode ilmiah ini dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dengan
menggunakan alat indra, seperti indra penglihatan (mata), indra penciuman
(hidung), indra pengecap (lidah), indra pendengaran (telinga), dan indra
peraba (kulit). Contohnya adalah ketika kita melakukan pengamatan buah
mangga maka data kualitatif yang dapat kita peroleh adalah mengenai rasa
buah, warna kulit, dan daging buah, serta wangi atau aroma buah.
b. Data kuantitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran
sehingga akan diperoleh data berupa angka-angka. Contohnya adalah data
besarnya hambatan.
4. Perumusan kesimpulan
Setelah pengolahan data melalui analisis selesai dilakukan maka kita
dapat mengetahui apakah hipotesis yang kita buat sesuai dengan hasil
penelitian atau mungkin juga tidak sesuai. Selanjutnya kita dapat
mengambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan
yang kita peroleh dari hasil penelitian dapat mendukung hipotesis yang kita
buat, tetapi kesimpulan yang kita ambil harus dapat menjawab
permasalahan yang melatarbelakangi penelitian
Penarikan kesimpulan merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis
yang diajukan itu ditolak atau diterima. Hipotesis yang diterima dianggap
sebagai bagian dari pengetahuan ilmiah, sebab telah memenuhi persyaratan
keilmuan. Syarat keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang
konsisten dengan pengetahuan sebelumnya serta telah teruji

15
kebenarannya. Melalui kesimpulan maka akan terjawab rumusan masalah
dan hipotesis yang diajukan dapat dibuktikan kebenarannya
5. Verifikasi data
Verifikasi data dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan dan
pembetulan terhadap adanya kesalahan dalam penuangan data baik data
kuantitatif maupun data kualitatif sehingga data yang disajikan menjadi
rasional. Verifikasi data dimaksudkan untuk memeriksa data yang ada dan
membetulkan jika ada kesalahan sehingga data tersebut menjadi baik dan
benar atau berkualitas.

Perumusan
masalah

hipotesis

Pengumpulan Data
hipotesis
di tolak
Perumusan
Kesimpulan
hipotesis
di terima

Verifikasi Data

Bagan 3. Langkah-langkah metode ilmiah


Pada dasarnya pola umum dalam metode ilmiah ini dapat dipakai dengan melihat
sejarah perkembangan ilmu itu sendiri yang telah berlangsung dari abad- ke abad.
Sekaligus dengan melihat sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tersebut, dapat
dipahami bahwa tersebarnya ilmu pengetahuan menjadi banyak cabang ilmu-ilmu
khusus, antara lain bersangkutan dengan metode ilmiah yang digunakan. Ilmu-ilmu
terutama satu sama lain karena digunakannya metode-metode yang sangat berlainan
utntuk menyelidiki, melukiskan, dan mengerti realitas.

16
Bidang keilmuan terutama metodeloginya secara langsung menyangkut objeknya.
Sifat-sifat objek yang berbeda membawa konsekuensi logis pada adanya perbedaan yang
mendasar di bidang metodologi bagi masing-masing ilmu pengetahuan tersebut. Masing-
masing ilmu memiliki objek formalnya tersendiri dan metode yang digunakan didasarkan
pada susunan dan hukum-hukum seperti yang ada pada objek tersebut.

2.4 Sikap Ilmiah


Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah attitude
sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental
yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Sikap ilmiah didefinisikan sebagai suatu
pendirian (kecendrungan) pola tindakan terhadap suatu stimulus tertentu yang selalu
berorientasi pada ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Yang dimaksud dengan metode
ilmiah disini adalah cara khusus yang digunakan seorang ilmuwan untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya.

2.4.1 Pengertian Sikap Ilmiah Menurut Para Ahli


a. Menurut Ndraka
Sikap ilmiah merupakan sikap yang dimiliki oleh golongan orang yang
tidak menerima begitu saja tentang suatu hal, melainkan memandang hal itu
menimbulkan tanda tanya, dan memerlukan suatu jawaban. Dengan kata lain
bahwa sikap ilmiah merupakan sikap yang memungkinkan seseorang untuk
berfikir dan bertindak secara ilmiah.
b. Menurut Berkowitz
Sikap merupakan respon evaluative. Respon akan timbul apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual.
Sikap sebagai respon evaluative merupakan sikap yang didasari oleh proses dalam
individu yang memberi kesimpulan nilai terhadap suatu stimulus dalam bentuk
baik atau buruk, positif atau negative, menyenangkan atau tidak menyenangkan,
suka atau tidak suka yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap
suatu objek sikap. Potensi reaksi yang sudah terbentuk dalam individu pada situasi
bebas akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikap yang
sebenarnya.

17
c. Menurut Kartini
“Sikap (attitude) merupakan kecendrungan untuk memberi respon baik
positif maupun negatif terhadap orang-orang, benda-benda atau situasi tertentu”.
Attitude dapat pula diterjemahkan sebagai sikap terhadap objek tertentu atau dapat
diartikan sebagai sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut
disertai oleh kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek
tadi.
d. Menurut Baharuddin
Baharuddin mengemukakan bahwa sikap ilmiah pada dasarnya adalah
sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan
sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain kecendrungan individu untuk
bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis
melalui langkah-langkah ilmiah.
Berdasarkan pengertian sikap ilmiah yang telah dijelaskan di atas maka
sikap ilmiah dapat didefinisikan sebagai bentuk sikap positif yang biasa dikaitkan
dengan keilmuwan, sehingga sikap ilmiah dapat diwujudkan dalam bentuk
perilaku yang bersifat keilmuwan terhadap stimulus tertentu.

2.4.2 Ciri-Ciri Sikap Ilmiah


Menurut Sulistyorini (dalam Maulise, 2010) untuk dapat melalui proses penelitian
yang baik dan hasil yang baik pula, peneliti harus memiliki ciri-ciri sikap ilmiah berikut
ini.
1) Mampu Membedakan Fakta dan Opini
Fakta adalah suatu kenyataan yang disertai bukti-bukti ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, sedangkan opini adalah pendapat pribadi dari
seseorang yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya sehingga di dalam melakukan
studi kepustakaan, seorang peneliti hendaknya mampu membedakan antara fakta dan
opini agar hasil penelitiannya tepat dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
2) Berani dan Santun dalam Mengajukan Pertanyaan dan Argumentasi
Peneliti yang baik selalu mengedepankan sifat rendah hati ketika berada dalam
satu ruang dengan orang lain. Begitu juga pada saat bertanya, berargumentasi, atau

18
mempertahankan hasil penelitiannya akan senantiasa menjunjung tinggi sopan santun
dan menghindari perdebatan secara emosi. Kepala tetap dingin, tetapi tetap berani
mempertahankan kebenaran yang diyakininya karena yakin bahwa pendapatnya
sudah dilengkapi dengan fakta yang jelas sumbernya.
3) Mengembangkan Keingintahuan
Peneliti yang baik senantiasa haus menuntut ilmu, ia selalu berusaha
memperluas pengetahuan dan wawasannya, tidak ingin ketinggalan informasi di
segala bidang, dan selalu berusaha mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang
semakin hari semakin canggih dan modern.
4) Kepedulian terhadap Lingkungan
Dalam melakukan penelitian, peneliti yang baik senantiasa peduli terhadap
lingkungannya dan selalu berusaha agar penelitian yang dilakukannya membawa
dampak yang positif bagi lingkungan dan bukan sebaliknya, yaitu justru merusak
lingkungan. Semua usaha dilakukan untuk melestarikan lingkungan agar bermanfaat
bagi generasi selanjutnya.
5) Berpendapat secara Ilmiah dan Kritis
Pendapat seorang peneliti yang baik selalu bersifat ilmiah dan tidak mengada-
ada tanpa bukti yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Di samping itu,
peneliti juga harus kritis terhadap permasalahan yang terjadi dan berkembang di
sekitarnya.
6) Berani Mengusulkan Perbaikan atas Suatu Kondisi dan Bertanggung Jawab
terhadap Usulannya
Peneliti yang baik senantiasa berani dan bertanggung jawab terhadap
konsekuensi yang harus dihadapinya jika sudah mengusulkan sesuatu. Usulan
tersebut selalu dilakukan dengan baik dan dilaksanakan semaksimal mungkin,
kemudian diwujudkannya dalam bentuk nyata sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh
orang lain.
7) Bekerja Sama
Dalam kehidupan sehari-hari, peneliti yang baik mampu bekerjasama dengan
orang lain dan tidak individualis atau mementingkan dirisendiri. Ia meyakini bahwa
dirinya tidak dapat hidup tanpa bantuanorang lain sehingga keberadaannya senantiasa
diharapkan oleh orang lain.

19
8) Jujur terhadap Fakta
Peneliti yang baik harus jujur terhadap fakta dan tidak boleh memanipulasi
fakta demi kepentingan penelitiannya karena penelitian yang baik harus berlandaskan
pada studi kepustakaan yang benar agar kelak jika orang lain melakukan penelitian
yang sama, didapatkan hasil yang sama pula. Apa pun fakta yang diperolehnya, ia
harus yakin bahwa itulah yang sebenarnya.
9) Tekun
Sebuah penelitian kadang kala memerlukan waktu yang pendek untuk
menghasilkan sebuah teori, tetapi kadang kala memerlukan waktu yang sangat lama,
bahkan bertahun-tahun Seorang peneliti yang baik harus tekun dalam penelitian yang
dilakukannya, tidak boleh malas, mudah jenuh, dan ceroboh, juga harus rajin,
bersemangat, serta tidak mudah putus asa. Dengan demikian, ia akan mendapatkan
hasil yang memuaskan.

2.4.3 Aspek-Aspek Sikap Ilmiah


Menurut Nasar (dalam Maulise, 2010) aspek-aspek sikap ilmiah yang
dikembangkan dalam pembelajaran sains disekolah, diantaranya:
1) Sikap ingin tahu
Aspek sikap ingin tahu meliputi antusias mencari jawaban, perhatian pada
objek yang diamati, antusias pada proses sains, dan menanyakan setiap langkah
kegiatan.
2) Sikap respek terhadap data/fakta
Aspek sikap respek terhadap data/fakta meliputi objektif/jujur, tidak
purbasangka, mengambil keputusan sesuai fakta, dan tidak mencampur fakta dan
pendapat.
3) Sikap berpikir kritis
Aspek sikap berpikir kritis meliputi meragukan temuan orang lain,
menanyakan setiap perubahan atau hal baru, mengulangi kegiatan yang dilakukan,
dan tidak mengabaikan data meskipun kecil.
4) Sikap penemuan dan kreativitas
Aspek sikap penemuan dan kreativitas meliputi menggunakan fakta-fakta
untuk dasar kesimpulan, menunjukkan laporan berbeda dengan orang lain, merubah

20
pendapat dalam merespon terhadap fakta, menyarankan percobaan-percobaan baru,
dan menguraikan kesimpulan baru hasil pengamatan.
5) Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama
Aspek sikap berpikiran terbuka dan kerjasama meliputi menghargai pendapat
temuan orang lain, mau merubah pendapat jika data kurang, menerima saran dari
orang lain, tidak merasa selalu benar, dan berpartisipasi aktif dalam kelompok.
6) Sikap ketekunan
Aspek sikap ketekunan meliputi melanjutkan kebiasaan meneliti, mengulangi
percobaan meskipun berakibat kegagalan, dan melanjutkan satu kegiatan meskipun
orang lain selesai lebih awal.
7) Sikap peka terhadap lingkungan sekitar
Aspek sikap peka terhadap lingkungan sekitar meliputi perhatian terhadap
peristiwa sekitar, partisipasi pada kegiatan sosial, menjaga kebersihan dan kelestarian
lingkungan.

21
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas antara lain
sebagai berikut.

1. Ilmu merupakan suatu kajian teoritis tentang hal-hal yang ada di semesta Ilmu
merupakan sebuah proses. Ilmu merupakan sebuah bentuk aktivitas manusia
dalam hal sadar, dan memberikan sebuah dampak baik bagi manusia. Ilmu
merupakan sebuah perjuangan besar manusia dalam mencari dan membentuk
perubahan untuk kehidupan manusia. Ilmu memiliki 3 ciri utama yaitu ilmu
sebagai proses, ilmu sebagai produk, dan ilmu sebagai metode.
2. Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan
pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan
baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada.
3. Sikap ilmiah merupakan bentuk sikap positif yang biasa dikaitkan dengan
keilmuwan, sehingga sikap ilmiah dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku yang
bersifat keilmuwan terhadap stimulus tertentu. Untuk dapat melalui proses
penelitian yang baik dan hasil yang baik pula, peneliti harus memiliki ciri-ciri
sikap ilmiah, diantaranya: (1) mampu membedakan fakta dan opini; (2) berani dan
santun dalam mengajukan pertanyaan dan argumentasi; (3) mengembangkan
keingintahuan; (4) kepedulian terhadap lingkungan; (5) berpendapat secara ilmiah
dan kritis; (6) berani mengusulkan perbaikan atas suatu kondisi dan bertanggung
jawab terhadap usulannya; (7) bekerja sama; (8) jujur terhadap fakta; dan (9)
tekun. Aspek-aspek sikap ilmiah yang dikembangkan dalam pembelajaran sains
disekolah, diantaranya: (1) sikap ingin tahu; (2) sikap respek terhadap data/fakta;
(3) sikap berpikir kritis; (4) sikap penemuan dan kreativitas; (5) sikap berpikiran
terbuka dan kerjasama; (6) sikap ketekunan; dan (7) sikap peka terhadap
lingkungan sekitar.

22
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah untuk dapat memahami arti dari
ilmu dan ciri-ciri utama ilmu. Memahami hal tersebut akan memberikan pemikiran baru
mengenai bagaimana ilmu dapat terbentuk dan berkembang. Memahami metode ilmiah
dan sikap ilmiah sangat memberikan dampak baik bagi manusia. Melalui pemahaman
metode ilmiah dan sikap ilmiah, manusia dapat mengatur segala hal dengan lebih rinci
dan lebih runtut agar tidak terjadi kesalahan karena tidak teraturnya sebuah prosedur.
Mempunyai sikap ilmiah sangatlah baik bagi manusia yang berguna untuk memberikan
sebuah dorongan akan mempelajari hal baru.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ayamuhayati, 2015. “Makalah Metode Ilmiah”.


https://id.scribd.com/doc/262683224/Makalah-Metode-Ilmiah Diakses pada 25
November 2022

Maulise, Shelly. 2010. “Sikap Ilmiah”. Tersedia pada


http://id.scribd.com/doc/40750397/Sikap-Ilmiah Diakses pada 27 November
2022

Siswomihardjo, dkk. 1997. “Filsafat Ilmu”. Klaten: Intan Pariwara.

Tim Dosen Filsafat Ilmu. 2010. “Filsafat Ilmu”. Yogyakarta:Liberty Yogyakatra.

Watloly, A. 2012. “Filsafat Ilmu – Pertemuan ke-9”. Terdapat pada


http://kuliah.unpatti.ac.id/mod/page/view.php?id=13 Diakses pada tanggal 26
November 2022

24

Anda mungkin juga menyukai