Anda di halaman 1dari 21

2

KATA PENGANTAR

Senandung puji dan syukur hanya kepada Allah SWT yang masih
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah di Pascasarjana Universitas
Tadulako.
Kesempatan kali ini kelompok I diamanahkan berupa tugas untuk
membuat dan menyajikan makalah yang berjudul Bebas Nilai dalam Sains
dan Tanggung Jawab Sains. Ucapan terima kasih kepada Dosen Pengampuh
mata kuliah Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah yang telah memberi arahan
terlebih dahulu dalam penyusunan makalah.
Sumbang pemikiran dan saran dalam proses penyajian makalah ini
sangatlah penting untuk menambah khasana keilmuan karena isi makalah
yang tersaji ini belum sepenuhnya menggambarkan muatan materi yang
berkaitan dengan Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah.

Palu, November 2021

Kelompok I

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................2


DAFTAR ISI............................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN HALAMAN


1.1. Latar Belakang ............................................................................4
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................5
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................5

BAB II PEMBAHASAN HALAMAN


2.1. Korelasi Ilmu Pengetahuan dan Nilai ..........................................6
2.2. Problematika Bebas Nilai Ilmu Pengetahuan Sains .....................9
2.3. Tanggung Jawab Sains..............................................................16

BAB III PENUTUP HALAMAN


3.1. Simpulan .................................................................................19
3.2. Saran .......................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban manusia sejalan atau berbanding lurus
dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan (sains) diberbagai aspek
kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan (sains) berkontribusi dalam
membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupan. Dalam
perkembangan manusia modern memandang ilmu pengetahun (sains) itu
bebas nilai, dalam artian bebas dipergunakan untuk segala keperluan dalam
mencapai tujuan mereka.

Ilmu pengetahuan (sains) terbebas dari sebuah sistem nilai dengan


kata lain bersifat netral. Perkembangan ilmu pengetahuan pada era sekarang
ini begitu sangat pesat, salah satu faktor pendukungnya adalah adanya
pemahaman ilmu pengetahuan bebas nilai maka tidak ada faktor di luar
ilmu pengetahuan yang dapat menghambat dan membatasinya. Pemahaman
terkait ilmu pengetahuan sains yang bersifat netral berimplikasi pada
dinamika kehidupan manusia utamanya berkaitan dengan pola pikir
masyarakat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Sekaitan dengan masalah ilmu pengetahuan yang bebas akan nilai


maka sebagian golongan mempertanyakan manfaat dari ilmu pengetahuan
itu sendiri dengan kata lain apa kegunaan dari ilmu pengetahuan dan
sampai dimana saja batas tentang keilmuan ini dibahas serta ke arah mana
saja ilmu tersebut dikembangkan. Masalah ini kemudian sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan di abad globalisasi saat ini, ilmuwan
mencoba menjawab permasalahan ini dengan mengesampingkan hakikat
moral. Sehingga menyebabkan ilmu berada dalam perspektif yang berbeda-
beda. Karena pada saat itu, manusia mencoba mencari rasional yang jelas
tentang alam dan dirinya.
2
Berdasarkan uraian singkat di atas maka, permasalahan tersebut perlu
diuraikan lebih lanjut dalam makalah melalui tema : “Bebas Nilai dalam Sains
dan Tanggung Jawab Sains.”.

2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah terkait dengan materi Bebas Nilai dalam
Sains dan Tanggung Jawab Sains dalam makalah kali ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana urgensi bebas nilai dalam ilmu pengetahuan sains; dan
2. Bagaimana tanggung jawab sains dalam perkembangan kehidupan

3. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan terkait dengan materi Bebas Nilai dalam Sains
dan Tanggung Jawab Sains dalam makalah kali ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami hakikat urgensi bebas nilai dalam ilmu
pengetahuan sains;
2. Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab sains dalam
perkembangan kehidupan;

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KORELASI ILMU PENGETAHUAN DAN NILAI

2.1.1 Ilmu Pengetahuan

Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan (Inggris: science) adalah usaha-


usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini
dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.1

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum


sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat
secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang
ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia
berusaha berpikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu
pengetahuan adalah produk dari epistemologi, dengan kata lain ilmu
terbentuk dari 3 cabang filsafat yakni ontologi, epistemologi dan aksiologi, jika
ketiga cabang itu terpenuhi berarti sah dan diakui sebagai sebuah ilmu.

Mengutip pandangan dari Daoed Joesoef, bahwa ilmu pada hakikatnya


mengacu pada tiga hal, yaitu ilmu pengetahuan sebagai produk, ilmu
pengetahuan sebagai masyarakat, dan ilmu pengetahuan sebagai proses. Ilmu
pengetahuan sebagai produk diartikan sebagai ilmu yang telah diketahui dan
diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Ilmu pengetahuan sebagai
masyarakat diartikan sebagai dunia komunikasi yang segala tindakan,

1
Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta.
Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11
2
perilaku dan cara berbicaranya diatur dengan universalisme, komunalisme,
skeptisisme yang teratur dan komunalisme. Ilmu pengetahuan sebagai proses
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam mencari
penemuan dan pemahaman dunia alami apa adanya bukan sebagaimana yang
dikehendaki.

2.1.2 Nilai

Filsafat sebagai “filsafat kehidupan” mengkaji nilai-nilai yang ada dalam


kehidupan dan berperan sebagai pengendali ilmu pengetahuan manusia. Teori
nilai bekerja dengan cara yang hampir sama dengan agama yang memandu
kehidupan manusia. Teori nilai mencakup tujuan bagaimana orang mengalami
kehidupan dan memberi makna pada kehidupan itu.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak ada, sesuatu yang benar-benar realitas,
bersembunyi di balik realitas yang tampak, tidak bergantung pada realitas
lain, mutlak dan tidak pernah berubah (pembawa nilai dapat berubah).

2.1.3 Nilai Bebas

Ilmu yang bebas nilai sering disebut netral, yang artinya ilmu
pengetahuan dan teknologi itu otonom. Sains sama sekali tidak ada
hubungannya dengan nilai secara otonom. Tidak bernilai artinya segala
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian ilmiah harus didasarkan pada
hakikat ilmu itu sendiri. Sains menolak intervensi faktor-faktor eksternal yang
pada dasarnya tidak ditentukan oleh sains itu sendiri.

Josep Situmorang menyatakan bahwa paling tidak ada 3 faktor yang


menjadi indikator bahwa ilmu tidak memiliki nilai, yaitu:

1. Sains harus bebas dari kontrol nilai. Intinya ilmu pengetahuan harus
bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologi, agama, budaya
dan sosial.
2. Kebebasan bertindak ilmiah diperlukan untuk menjamin otonomi ilmu
pengetahuan. Kebebasan mengacu pada pilihan yang tersedia dan
2
penentuan nasib sendiri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis, yang sering
dituding menghambat kemajuan ilmu pengetahuan karena nilai-nilai
etika itu sendiri bersifat universal.

Dari sudut pandang ilmu pengetahuan yang bebas nilai, penjelajahan


alam tanpa batas dapat dibenarkan karena bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
itu sendiri, yang terkadang dapat merugikan lingkungan. Contohnya adalah
AC yang berdampak pada pemanasan global dan memperlebar lubang ozon,
namun ilmu pembuatan AC semata-mata untuk mengembangkan teknologi ini
tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan. Dalam ilmu bebas nilai,
tujuan ilmu adalah ilmu. Yang dimaksud dengan nilai adalah pernyataan di
mana kami mengusulkan aktivitas ilmiah apa pun yang didasarkan pada sifat
sains itu sendiri. Orang-orang yang mendukung sains bebas nilai akan terlibat
dalam kegiatan ilmiah berdasarkan nilai-nilai tertentu yang terkandung dalam
sains. Karena kebenaran dihargai sebagai suatu nilai, maka dikejar secara
murni dan mengenyampingkan nilai lainnya.

2.1.4 Nilai Tidak Bebas

Ilmu yang tidak lepas dari nilai (value bond) menganggap bahwa ilmu
selalu dikaitkan dengan nilai dan harus dikembangkan dengan
memperhatikan aspek nilai. Kinerja tidak dapat dipisahkan dari nilai ekonomi,
sosial, agama dan lainnya.

Salah satu filosof yang memahami teori keterikatan nilai, yaitu Jürgen
Habermas, berpendapat bahwa sains, termasuk sains alam, tidak bisa bebas
nilai karena semua sains selalu memiliki kepentingan. Ia juga membedakan
pengetahuan menjadi 3 jenis, sesuai dengan minatnya masing-masing;

1. Pengetahuan pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara


empiris dan analitis. Ilmu ini mempelajari fenomena alam secara empiris
dan menyajikan hasil kajiannya untuk kepentingan manusia. Dari ilmu
2
ini, teori-teori ilmiah juga dikembangkan untuk memperoleh
pengetahuan terapan yang bersifat teknis. Pengetahuan teknis ini
menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia untuk mengelola dunia
atau alam.
2. Pengetahuan kedua, tidak seperti yang pertama, karena tidak
menyelidiki dan tidak menghasilkan apa-apa, melainkan memahami
orang-orang sebagai sederajat dan memfasilitasi hubungan sosial. Aspek
sosial yang dibahas adalah hubungan atau interaksi sosial, sedangkan
kepentingan yang dikejar oleh pengetahuan ini adalah pemahaman.
3. Pengetahuan ketiga, teori kritis. Artinya, kurangi penindasan dan
biarkan orang dewasa dalam otonomi mereka sendiri. Kesadaran diri
sangat penting di sini. Aspek sosial yang mendasari adalah domain
kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau
emansipasi manusia.

Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu selalu berkaitan
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan nilai-nilai.
Jelas bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai politik,
ekonomi, sosial, agama, lingkungan, dll

2.2 PROBLEMATIKA BEBAS NILAI ILMU PENGETAHUAN SAIN S

Bebas nilai dalam ilmu pengetahuan adalah tuntutan agar ilmu


pengetahuan itu dikembangkan tidak didasarkan olehi nilai-nilai di luar nilai-
nilai ilmu pengetahuan itu sendiri. Olehnya ilmu pengetahuan tidak boleh
memperhatikan nilai-nilai sosial, nilai-nilai agama, kepentingan politik, dan
nilai-nilai lainnya. Ilmu pengetahuan sains di dasarkan pada nilai kejujuran
dan nilai kebenaran.

Kata ilmu bebas nilai sering diganti dengan istilah ilmu netral. Kata
netral sendiri sering diartikan tidak memihak. Ini berarti bahwa sains tidak
berpihak pada kebaikan atau kejahatan. Yang disebut sains netral itu bebas
2
nilai, sedangkan kebalikannya adalah sains yang terikat nilai.2 Jadi mana yang
benar, haruskah sains itu bebas nilai atau terikat nilai? Pertanyaan lain
adalah apa manfaat memiliki ilmu yang netral (tidak menghakimi) dan apa
manfaat ilmu tidak netral (terbatas)?

Jika ilmu pengetahuan dianggap bebas nilai, hal ini memiliki


keunggulan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan maju pesat, karena tidak
ada yang menghalangi atau menghalangi peneliti dalam pemilihan dan
penetapan objek penelitian, penentuan jenis penelitian dan penggunaan
penelitian/produk. Di sisi lain, orang yang menganggap sains tidak netral
(terikat) terkendala oleh nilai-nilai yang baik ketika memilih topik penelitian,
jenis penelitian, dan penggunaan hasil penelitiannya. Misalnya, ketika
menyelidiki bagaimana hati manusia bekerja, orang yang tidak bebas nilai
(terikat) mengambil hati hewan yang lebih mirip dengan hati manusia sebagai
subjek penelitian, karena hati manusia yang asli dianggap pelanggaran. dari
nilai-nilai. , Agama dan budaya. Orang yang berpegang teguh pada gagasan
ilmu bebas nilai akan mengambil hati manusia yang mati sebagai objek kajian
terlepas dari apakah itu melanggar nilai-nilai agama atau tidak.3

Adapun filsafat ilmu, nilai-nilai itu objektif, tetapi pada akhirnya kadang
subjektif. Objektif dikatakan ketika nilainya tidak tergantung pada subjek atau
hati nurani yang menilai. Tolok ukur sebuah ide ada pada objeknya, bukan
pada subjeknya. Kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, tetapi
pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif ketika subjek
berperan dan memberikan penilaian. Nilai subjektif selalu memperhatikan
berbagai pandangan pikiran manusia, seperti perasaan yang mengarah pada
suka atau tidak suka. sedangkan pada tahap penerapan konsep terdapat
masalah moral aksiologi ilmiah. Ontologi diartikan sebagai penyelidikan
tentang hakikat realitas dari objek yang diteliti dalam pembangkitan
pengetahuan, sedangkan aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan

2
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan… hal. 46
3
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan ….. hal. 46-47
2
dengan kegunaan pengetahuan yang diperoleh. Semua pengetahuan,
termasuk pengetahuan ilmiah, diketahui memiliki tiga landasan, yaitu
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi membahas perolehan
pengetahuan, yang dikenal sebagai metode ilmiah dalam kegiatan ilmiah.4

Sehubungan dengan objektivitas ilmu pengetahuan, sudah menjadi


aturan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu pengetahuan
harus objektif. Salah satu faktor yang membedakan pernyataan ilmiah dari
asumsi umum adalah objektivitasnya. Seorang ilmuwan perlu melihat realitas
empiris dengan mengesampingkan kesadaran ideologis, agama, dan budaya.
Seorang ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk menentukan subjek
penelitiannya, untuk dapat melakukan eksperimen ilmiah secara bebas. Oleh
karena itu, ketika seorang ilmuwan bekerja, ia hanya berfokus pada proses
kerja ilmiah dan tujuannya adalah agar penelitiannya berhasil. Nilai obyektif
hanyalah tujuan utama, tidak terikat dengan nilai subyektif.

Kebenaran sains dan teknologi, dengan objektivitasnya, pertanyaan


tentang ketidakbernilaian sangat bergantung pada "prinsip kegunaan".
Contohnya adalah pisau, pisau yang digunakan untuk segala hal yang ingin
dilakukan pengguna. Pisau dapat digunakan untuk membunuh (salah satu
perbuatan buruk) dan juga untuk tindakan yang bermanfaat. Ini adalah teori-
teori sains, mereka dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan
tergantung pada penggunanya. Artinya, sains tidak berpihak pada kebaikan
atau kejahatan.

Dalam konteks di atas, pertanyaan apakah sains terikat pada nilai-nilai


tertentu atau bebas tergantung pada langkah-langkah ilmiah dan bukan pada
proses ilmiah secara keseluruhan. Begitu sains memperoleh otonomi bebas
dari semua nilai dogmatis, sains berkembang secara bebas dalam bentuk
abstrak dan konkret seperti teknologi. Penerapan ilmu yang dihasilkan oleh
para ilmuwan, baik berupa teknologi atau teori emansipasi masyarakat, dan

4
Amtsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu….., hal.168
2
lain-lain, harus memperhatikan nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai
kebiasaan, dan lain-lain. Jadi jika kita memilih pemahaman sains yang netral
(bebas nilai), sisi negatifnya adalah melanggar keyakinan, seperti yang berasal
dari agama. Hal lain yang lebih merusak kehidupan manusia adalah ketika
ilmu pengetahuan bebas nilai telah menerapkan pemahamannya pada aspek
aksiologis, ia dapat menggunakan hasil penelitiannya untuk tujuan apa pun,
terlepas dari nilainya. Misalnya, membuat bom atom pada dasarnya tidak
bersalah, tetapi jika bom atom digunakan untuk menghancurkan bagian lain,
maka orang telah menghancurkan dirinya sendiri. Pertanyaan penting tentang
sifat kebenaran ilmu (sains) yang bebas nilai atau tidak bebas nilai tidak
terletak pada kehendak bebas manusia mengenai penggunaannya, apakah
kebenaran itu untuk kebaikan atau tidak. Dari perspektif ini, diasumsikan
bahwa makna nilai kebenaran bebas ilmu (sains) sering disalahgunakan untuk
kepentingan sekelompok orang tertentu. Namun, yang dimaksud dengan non-
judgment dalam sains adalah bahwa seorang ilmuwan harus bebas
menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen. Kebebasan ini
kemudian dapat mengukur kualitas keterampilannya.

2.2.1 Bebas Nilai dalam Penelitian

Tujuan ilmu pengetahuan (sains) untuk menjawab masalah yang di


pahami. Ilmu pengetahuan ditujukan untuk menjelaskan problem-problem
yang dihadapi. Olehnya niali-nilai diluar ilmu pengetahuan tidak boleh masuk
dalam penjelasan-penjelasan ilmiah dan ilmu pengetahuan hanya untuk
menjelaskan kebenaran yang diperoleh ketika ingin memahami masalah yang
sedang dikaji (sedang diteliti). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ilmu
pengetahuan dalam pandangan Puritan elitis bebas nilai. Dalam perspektif
berbeda Pragmatis berpandangan bahwa bahwa tujuan ilmu pengetahuan
(sains) untuk menjawab masalah yang di pahami. Namun, selain menjelaskan
terkait kebenaran juga mengkaji asas manfaatnya/kegunaannya dari ilmu
pengetahuan itu sendiri. Dalam kecenderungan pragmatis sangat
2
memperhatikan nilai kegunaan. Dalam konteks kegunaan inilah bahwa ilmu
pengetahuan tidak bebas nilai.

Kepuasan seorang ilmuwan terletak pada penemuan teori-teori hebat


yang mampu menjelaskan semua masalah, teka-teki, dan fenomena alam ini,
terlepas dari berguna atau tidaknya sains bagi kehidupan praktis manusia.
Oleh karena itu, untuk tendensi puritan dan elitis, pembahasan link and
match tidak relevan. Tidak ada hubungan dan kebetulan karena sains hanya
bertujuan untuk mencapai penjelasan dan pemahaman tentang masalah-
masalah alam. Mereka tidak mempersoalkan penerapannya dalam kehidupan
konkrit.

Posisi dasar dari kecenderungan kaum Puritan adalah bahwa ilmu


pengetahuan harus bebas dari nilai-nilai. Ilmu harus lepas dari segala
pertimbangan lain di luar ilmu, termasuk pertimbangan nilai guna ilmu.
Kebenaran harus ditegakkan terlepas dari konsekuensi dan kegunaan praktis
ilmu pengetahuan. Karena tujuan sains adalah untuk menemukan kebenaran,
untuk menemukan penjelasan yang objektif tentang segala sesuatu. Oleh
karena itu, sains tidak boleh tunduk pada otoritas lain di luar sains.

Kecenderungan pragmatis juga beranggapan bahwa ilmu pengetahuan


dikembangkan untuk mencari dan memperoleh penjelasan atas berbagai
persoalan di alam semesta ini. Ilmu pasti menemukan kebenaran. Tapi bagi
mereka, sains tidak berhenti di situ. Yang juga penting adalah bahwa sains
pada akhirnya berguna bagi kehidupan manusia, yaitu sains berguna bagi
manusia untuk memecahkan berbagai masalah yang mereka hadapi dalam
hidupnya. Jadi ilmu pengetahuan dikembangkan tidak hanya untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk menjawab berbagai
permasalahan dalam kehidupan manusia. Yang disebut kebenaran ilmiah
tidak hanya logis dan empiris, tetapi juga pragmatis, yaitu kebenaran yang
berguna untuk menjawab berbagai persoalan. masalah kehidupan manusia.
Contoh: penggunaan telekomunikasi, kedokteran, ekonomi, dll. Oleh karena
2
itu, manusia modern bersemangat untuk terus mengembangkan sains saat
ini.

Berlawanan dengan kecenderungan puritan, bagi kecenderungan


pragmatis, sains tidak bisa tanpa nilai. Ilmu sarat dengan nilai-nilai. Sains,
karena kecenderungan pragmatisnya yang kuat, sarat dengan nilai-nilai;
sains, suka atau tidak suka, berkaitan dengan masalah penderitaan manusia,
berkaitan dengan keselamatan manusia, dengan martabat manusia.

Konteks discovery di mana pengetahuan itu ditemukan. Sains tidak


terjadi, ia ditemukan dan dikembangkan dalam ruang hampa. Ilmu
pengetahuan selalu ditemukan dan berkembang dalam konteks ruang dan
waktu tertentu, dalam konteks sosial tertentu. Adalah fakta bahwa sains lahir
dan berkembang untuk memecahkan masalah yang dihadapi manusia. Untuk
alasan ini, manusia mengembangkan kegiatan ilmiah

Penelitian ilmiah dan sains itu sendiri adalah hasil dari faktor-faktor
berikut: (i) Keputusan setiap ilmuwan tentang masalah mana yang ingin dia
selidiki atau pecahkan sangat ditentukan oleh singularitas masing-masing.
ilmiah, untuk kepentingan, nilai, latar belakang etnis-agama, kepentingan, dll.
dari ilmuwan yang bersangkutan. (ii) Keputusan berbagai lembaga penelitian
tentang jenis penelitian yang mereka lakukan jelas dipengaruhi oleh nilai,
minat, bidang kegiatan lembaga dan orang-orang yang membentuknya. Setiap
lembaga akan memiliki keunikannya masing-masing dan mau tidak mau akan
mempengaruhi hasil penelitian lembaga tersebut. (iii) Keputusan lembaga
pemberi dana juga dipengaruhi oleh kepentingan, nilai, dan ideologi lembaga.
(iv) Keputusan dan kebijakan dalam masyarakat yang terlibat. Setiap
masyarakat memiliki apresiasi dan minat yang berbeda terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan.

Konteks justification adalah konteks pembuktian ilmiah hasil penelitian


dan kegiatan ilmiah. Ini adalah konteks di mana kegiatan ilmiah dan hasilnya
diuji dengan kriteria dan kategori ilmiah yang ketat. Dimana data dan fakta
2
sebagaimana adanya, serta keabsahan metode ilmiah yang digunakan tanpa
mempertimbangkan kriteria dan pertimbangan lain selain itu.

Dalam rangka pengujian suatu hipotesis atau teori, yang hanya


menentukan faktor dan kriteria ilmiah. Semua faktor ilmiah tambahan harus
ditinggalkan. Satu-satunya hal yang penting adalah bukti empiris dan
penalaran logis untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis atau teori.
Dengan kata lain, satu-satunya nilai yang diterapkan dan yang terpenting
adalah nilai kebenaran.

Dalam context of discovery ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Tetapi,


dalam context of justification, ilmu pengetahuan harus bebas nilai. Tujuan
pembedaan ini adalah untuk melindungi objektivitas hasil akhir kegiatan
ilmiah. Artinya, meskipun dalam proses penemuan suatu hukum atau teori
ilmiah terdapat berbagai nilai, faktor dan pertimbangan ekstra-ilmiah yang
turut menentukan, ketika sampai pada tahap pengujian, kebenaran hukum
atau teori tersebut tidak boleh ditentukan. dari faktor-faktor yang tidak
berhubungan dengan sains

Pertanyaan relevan yang menggelitik adalah: bagaimana dengan temuan


penelitian yang terbukti benar berdasarkan kriteria ilmiah murni, tetapi
bertentangan dengan nilai-nilai moral agama tertentu. Contohnya adalah
kloning. Dari segi konteks pembenaran, dari segi kriteria kebenaran tidak
dapat disangkal. Dari sudut pandang ilmiah, hasil ini tidak dapat disangkal,
valid secara ilmiah. Namun, dalam konteks penemuan, pertanyaannya adalah
apakah temuan sains bermanfaat. Jika tidak berguna, jika merendahkan
martabat manusia, hasil ini harus ditolak. Namun penolakan terhadap hasil
ini bukan karena tidak benar, melainkan karena tidak ada gunanya bagi
kehidupan manusia. Pada titik ini, para ilmuwan yang memiliki perasaan
moral dapat memutuskan sendiri apakah akan terus mengembangkan
pengetahuan mereka yang berbahaya bagi masyarakat, bahkan jika mereka
benar, atau bahkan menghentikannya.
2
2.3 TANGGUNG JAWAB SAINS

Pada dasarnya secara metafisik ilmu pengetahuan sains ingin


mempelajari alam sebagaimana adanya tanpa ada faktor eksternal yang turut
mempengaruhi, namun dilain sisi, terdapat keinginan agar ilmu pengetahuan
mendasarkan kepada nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran- ajaran di luar
bidang keilmuan, di antaranya adalah agama, social, dan kepentingan politik.

Pada Tahun 1473-1543 seorang ilmuan bernama Copernicus


menyampaikan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan
bahwa “bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya
seperti apa yang dinyatakan oleh ajaran agama,. konflik yang bersumber
pada penafsiran metafisik ini yang menyebabkan pengadilan Galileo pada
Tahun 1633, yang oleh pengadilan dipaksa untuk mencabut
pernyataannya yang mengatakan bahwa bumi berputar mengitari
matahari.

Peristiwa di atas kemudian kurang lebih dua setengah abad


mempengaruhi proses perkembangan peradigma di Eropa. Selama periode ini
para ilmuan berjuang untuk menegakkan ilmu berdasarkan
penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan “ilmu yang bebas
nilai”. Setelah pertarungan itulah ilmuan mendapatkan kemenangan dengan
memperoleh keotonomian ilmu. Artinya kebebasan dalam melakukan
penelitiannya dalam rangka mempelajari alam sebagaimana adanya.5

Begitu sains telah mencapai otonomi bebas dari semua nilai dogmatis,
sains dapat berkembang secara bebas baik dalam bentuk abstrak maupun

5
Amtsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu …., hal.169-170
2
konkret, seperti teknologi. Teknologi memang bermanfaat bagi manusia, tapi
bagaimana dengan teknologi yang mengarah pada proses dehumanisasi.

Ketika sains dan teknologi melalui proses sekularisasi tanpa nilai-nilai


ketuhanan, seperti sains Barat pada umumnya, maka tujuan akhir sains
hanyalah utilitas, baik fisik dan kenikmatan, keindahan dan kenyamanan,
serta kepuasan dan kebanggaan intelektual. Sedangkan tingkat keuntungan
relatif dan pada hakekatnya sangat sulit dicapai. Oleh karena itu,
perkembangan ilmu pengetahuan cenderung sangat liar dan sulit
dikendalikan.

Masalah tanggung jawab moral dan sosial ilmuwan tidak dapat


dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Sains itu sendiri
adalah tindakan berpikir untuk memperoleh pengetahuan yang benar, atau
lebih sederhananya, sains bertujuan untuk mengalami kebenaran. Kriteria
kebenaran dalam ilmu pengetahuan itu jelas, yang tercermin dalam ciri-ciri
pemikiran. Kriteria kebenaran pada dasarnya bersifat otonom dan bebas dari
struktur kekuasaan di luar ranah ilmiah. Artinya dalam menentukan benar
atau tidaknya suatu pernyataan, seorang ilmuwan akan mendasarkan
kesimpulannya pada argumen-argumen yang terkandung dalam pernyataan
tersebut dan bukan pada pengaruh dari segi kekuasaan institusi yang
membuat pernyataan tersebut. Hal ini sering menempatkan para ilmuwan
dalam posisi konflik dengan mereka yang berkuasa yang mungkin memiliki
kriteria kebenaran yang berbeda.6

Sementara itu, kemajuan di bidang ilmu pengetahuan melalui


penemuan-penemuan ilmiah telah menjadi indikator kenaikan kemanusiaan.
Hal ini ditunjukkan dengan berbagai penemuan yang pada intinya
menunjukkan bahwa perkembangan peradaban manusia tetap bertahan dan
memiliki kemampuan untuk memanipulasi lingkungannya, yang pada masa
lalu telah menguasai dan menentukan arah kehidupan manusia. Masyarakat

6
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2005), hal. 274
2
di tengah kehidupan dan perilaku modern tidak lagi mencari pengobatan dari
dukun jika sakit, tetapi dari dokter dan sangat berorientasi pada ilmu
pengetahuan dan teknologi.7

Pengetahuan manusia, menurut Polanyi merupakan relasi antara


manusia sebagai subjek dan data-data pengetahuan sebagai objek (Apa yang
ditangkap indra). Pengetahuan tidak bisa dikhususkan hanya pada objek
semata atau sebaliknya hanya pada subjek, melainkan melalui peran subjek
dalam meneliti dan memahami objek. (manusia sebagai subjek adalah tuan
sebagai pengetahuan. Manusia berperan besar dalam penelitian-penelitian
ilmiah yang memunculkal beragam pengetahuan baru.

Setiap ilmu pengetahuan sains yang dihasilkan dari penelitian ilmiah


kemudian memiliki tanggung jawab moral di dalamnya. Penelitian yang
hasilnya tidak memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat merupakan
sains yang tidak layak dipublikasikan.

7
Conny R. Semiawan dkk, Dimensi KreatifDalam Filsafat Ilmu (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
hal. 112-113
2
BAB III
PENUTUP

1. SIMPULAN
Dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai berfungsi serupa dengan
agama, yang menjadi pedoman hidup manusia. Teori nilai mencakup tujuan
bagaimana orang mengalami kehidupan dan memberi makna pada kehidupan
itu. Nilai bukanlah sesuatu yang tidak ada, sesuatu yang benar-benar realitas,
yang bersembunyi di balik realitas yang terlihat, terlepas dari realitas lain,
mutlak dan tidak berubah.

Dalam filsafat ada dua pandangan tentang ilmu, yaitu ilmu yang bebas
nilai dan ilmu yang terikat nilai/tidak bebas nilai. Ilmu pengetahuan bebas
nilai mengisyaratkan bahwa tidak ada hubungan antara ilmu pengetahuan
dan nilai, keduanya berdiri sendiri-sendiri. Sesuai dengan visi ilmu bebas
nilai, dengan tujuan mengembangkan ilmu pengetahuan, kita diperbolehkan
menjelajahi alam tanpa batas dan kita tidak perlu memikirkan nilai-nilai yang
ada, karena nilai hanya akan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.

Menurut pandangan bahwa sains terikat nilai/tidak bebas nilai, sains


selalu terkait nilai. Perkembangan ilmu pengetahuan selalu memperhatikan
aspek nilai-nilai yang berlaku. Kinerja tidak dapat dipisahkan dari nilai
ekonomi, sosial, agama dan lainnya.

2. SARAN
2
Sumbang saran yang membangun untuk kebaikan sangat dibutuhkan
dalam menambah khasanah keilmuan utamanya terkait dengan tema Bebas
Nilai dalam Sains dan Tanggung Jawab Sains.

2
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi


Pengetahuan, Cet. I, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Amtsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004.
Conny R. Semiawan dkk, Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004.
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Cet. I, Yogyakarta: Ar-
Ruzz, 2005.
Van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B.
Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, , Bandung:
Pustaka Sutra 2008.
http://enosrudy-enru.blogspot.com/2011/06/ilmu-pengetahuan-vs-
bebas-nilai.html. 07 November 2021

Anda mungkin juga menyukai