KATA PENGANTAR
Senandung puji dan syukur hanya kepada Allah SWT yang masih
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah di Pascasarjana Universitas
Tadulako.
Kesempatan kali ini kelompok I diamanahkan berupa tugas untuk
membuat dan menyajikan makalah yang berjudul Bebas Nilai dalam Sains
dan Tanggung Jawab Sains. Ucapan terima kasih kepada Dosen Pengampuh
mata kuliah Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah yang telah memberi arahan
terlebih dahulu dalam penyusunan makalah.
Sumbang pemikiran dan saran dalam proses penyajian makalah ini
sangatlah penting untuk menambah khasana keilmuan karena isi makalah
yang tersaji ini belum sepenuhnya menggambarkan muatan materi yang
berkaitan dengan Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah.
Kelompok I
2
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban manusia sejalan atau berbanding lurus
dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan (sains) diberbagai aspek
kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan (sains) berkontribusi dalam
membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupan. Dalam
perkembangan manusia modern memandang ilmu pengetahun (sains) itu
bebas nilai, dalam artian bebas dipergunakan untuk segala keperluan dalam
mencapai tujuan mereka.
2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah terkait dengan materi Bebas Nilai dalam
Sains dan Tanggung Jawab Sains dalam makalah kali ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana urgensi bebas nilai dalam ilmu pengetahuan sains; dan
2. Bagaimana tanggung jawab sains dalam perkembangan kehidupan
3. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan terkait dengan materi Bebas Nilai dalam Sains
dan Tanggung Jawab Sains dalam makalah kali ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami hakikat urgensi bebas nilai dalam ilmu
pengetahuan sains;
2. Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab sains dalam
perkembangan kehidupan;
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta.
Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11
2
perilaku dan cara berbicaranya diatur dengan universalisme, komunalisme,
skeptisisme yang teratur dan komunalisme. Ilmu pengetahuan sebagai proses
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam mencari
penemuan dan pemahaman dunia alami apa adanya bukan sebagaimana yang
dikehendaki.
2.1.2 Nilai
Ilmu yang bebas nilai sering disebut netral, yang artinya ilmu
pengetahuan dan teknologi itu otonom. Sains sama sekali tidak ada
hubungannya dengan nilai secara otonom. Tidak bernilai artinya segala
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian ilmiah harus didasarkan pada
hakikat ilmu itu sendiri. Sains menolak intervensi faktor-faktor eksternal yang
pada dasarnya tidak ditentukan oleh sains itu sendiri.
1. Sains harus bebas dari kontrol nilai. Intinya ilmu pengetahuan harus
bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologi, agama, budaya
dan sosial.
2. Kebebasan bertindak ilmiah diperlukan untuk menjamin otonomi ilmu
pengetahuan. Kebebasan mengacu pada pilihan yang tersedia dan
2
penentuan nasib sendiri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis, yang sering
dituding menghambat kemajuan ilmu pengetahuan karena nilai-nilai
etika itu sendiri bersifat universal.
Ilmu yang tidak lepas dari nilai (value bond) menganggap bahwa ilmu
selalu dikaitkan dengan nilai dan harus dikembangkan dengan
memperhatikan aspek nilai. Kinerja tidak dapat dipisahkan dari nilai ekonomi,
sosial, agama dan lainnya.
Salah satu filosof yang memahami teori keterikatan nilai, yaitu Jürgen
Habermas, berpendapat bahwa sains, termasuk sains alam, tidak bisa bebas
nilai karena semua sains selalu memiliki kepentingan. Ia juga membedakan
pengetahuan menjadi 3 jenis, sesuai dengan minatnya masing-masing;
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu selalu berkaitan
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan nilai-nilai.
Jelas bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai politik,
ekonomi, sosial, agama, lingkungan, dll
Kata ilmu bebas nilai sering diganti dengan istilah ilmu netral. Kata
netral sendiri sering diartikan tidak memihak. Ini berarti bahwa sains tidak
berpihak pada kebaikan atau kejahatan. Yang disebut sains netral itu bebas
2
nilai, sedangkan kebalikannya adalah sains yang terikat nilai.2 Jadi mana yang
benar, haruskah sains itu bebas nilai atau terikat nilai? Pertanyaan lain
adalah apa manfaat memiliki ilmu yang netral (tidak menghakimi) dan apa
manfaat ilmu tidak netral (terbatas)?
Adapun filsafat ilmu, nilai-nilai itu objektif, tetapi pada akhirnya kadang
subjektif. Objektif dikatakan ketika nilainya tidak tergantung pada subjek atau
hati nurani yang menilai. Tolok ukur sebuah ide ada pada objeknya, bukan
pada subjeknya. Kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, tetapi
pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif ketika subjek
berperan dan memberikan penilaian. Nilai subjektif selalu memperhatikan
berbagai pandangan pikiran manusia, seperti perasaan yang mengarah pada
suka atau tidak suka. sedangkan pada tahap penerapan konsep terdapat
masalah moral aksiologi ilmiah. Ontologi diartikan sebagai penyelidikan
tentang hakikat realitas dari objek yang diteliti dalam pembangkitan
pengetahuan, sedangkan aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan
2
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan… hal. 46
3
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan ….. hal. 46-47
2
dengan kegunaan pengetahuan yang diperoleh. Semua pengetahuan,
termasuk pengetahuan ilmiah, diketahui memiliki tiga landasan, yaitu
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi membahas perolehan
pengetahuan, yang dikenal sebagai metode ilmiah dalam kegiatan ilmiah.4
4
Amtsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu….., hal.168
2
lain-lain, harus memperhatikan nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai
kebiasaan, dan lain-lain. Jadi jika kita memilih pemahaman sains yang netral
(bebas nilai), sisi negatifnya adalah melanggar keyakinan, seperti yang berasal
dari agama. Hal lain yang lebih merusak kehidupan manusia adalah ketika
ilmu pengetahuan bebas nilai telah menerapkan pemahamannya pada aspek
aksiologis, ia dapat menggunakan hasil penelitiannya untuk tujuan apa pun,
terlepas dari nilainya. Misalnya, membuat bom atom pada dasarnya tidak
bersalah, tetapi jika bom atom digunakan untuk menghancurkan bagian lain,
maka orang telah menghancurkan dirinya sendiri. Pertanyaan penting tentang
sifat kebenaran ilmu (sains) yang bebas nilai atau tidak bebas nilai tidak
terletak pada kehendak bebas manusia mengenai penggunaannya, apakah
kebenaran itu untuk kebaikan atau tidak. Dari perspektif ini, diasumsikan
bahwa makna nilai kebenaran bebas ilmu (sains) sering disalahgunakan untuk
kepentingan sekelompok orang tertentu. Namun, yang dimaksud dengan non-
judgment dalam sains adalah bahwa seorang ilmuwan harus bebas
menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen. Kebebasan ini
kemudian dapat mengukur kualitas keterampilannya.
Penelitian ilmiah dan sains itu sendiri adalah hasil dari faktor-faktor
berikut: (i) Keputusan setiap ilmuwan tentang masalah mana yang ingin dia
selidiki atau pecahkan sangat ditentukan oleh singularitas masing-masing.
ilmiah, untuk kepentingan, nilai, latar belakang etnis-agama, kepentingan, dll.
dari ilmuwan yang bersangkutan. (ii) Keputusan berbagai lembaga penelitian
tentang jenis penelitian yang mereka lakukan jelas dipengaruhi oleh nilai,
minat, bidang kegiatan lembaga dan orang-orang yang membentuknya. Setiap
lembaga akan memiliki keunikannya masing-masing dan mau tidak mau akan
mempengaruhi hasil penelitian lembaga tersebut. (iii) Keputusan lembaga
pemberi dana juga dipengaruhi oleh kepentingan, nilai, dan ideologi lembaga.
(iv) Keputusan dan kebijakan dalam masyarakat yang terlibat. Setiap
masyarakat memiliki apresiasi dan minat yang berbeda terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan.
Begitu sains telah mencapai otonomi bebas dari semua nilai dogmatis,
sains dapat berkembang secara bebas baik dalam bentuk abstrak maupun
5
Amtsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu …., hal.169-170
2
konkret, seperti teknologi. Teknologi memang bermanfaat bagi manusia, tapi
bagaimana dengan teknologi yang mengarah pada proses dehumanisasi.
6
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2005), hal. 274
2
di tengah kehidupan dan perilaku modern tidak lagi mencari pengobatan dari
dukun jika sakit, tetapi dari dokter dan sangat berorientasi pada ilmu
pengetahuan dan teknologi.7
7
Conny R. Semiawan dkk, Dimensi KreatifDalam Filsafat Ilmu (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
hal. 112-113
2
BAB III
PENUTUP
1. SIMPULAN
Dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai berfungsi serupa dengan
agama, yang menjadi pedoman hidup manusia. Teori nilai mencakup tujuan
bagaimana orang mengalami kehidupan dan memberi makna pada kehidupan
itu. Nilai bukanlah sesuatu yang tidak ada, sesuatu yang benar-benar realitas,
yang bersembunyi di balik realitas yang terlihat, terlepas dari realitas lain,
mutlak dan tidak berubah.
Dalam filsafat ada dua pandangan tentang ilmu, yaitu ilmu yang bebas
nilai dan ilmu yang terikat nilai/tidak bebas nilai. Ilmu pengetahuan bebas
nilai mengisyaratkan bahwa tidak ada hubungan antara ilmu pengetahuan
dan nilai, keduanya berdiri sendiri-sendiri. Sesuai dengan visi ilmu bebas
nilai, dengan tujuan mengembangkan ilmu pengetahuan, kita diperbolehkan
menjelajahi alam tanpa batas dan kita tidak perlu memikirkan nilai-nilai yang
ada, karena nilai hanya akan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.
2. SARAN
2
Sumbang saran yang membangun untuk kebaikan sangat dibutuhkan
dalam menambah khasanah keilmuan utamanya terkait dengan tema Bebas
Nilai dalam Sains dan Tanggung Jawab Sains.
2
DAFTAR PUSTAKA