Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN


HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Penelitian yang Relevan

Amalia, dkk (2016) meneliti tentang pengaruh penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD, dimana berdasarkan hasil perhitungan

terhadap hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan skor post-

test kelas eksperimen (82,22) lebih tinggi daripada kelas kontrol (77,88). Hal ini

menunjukan bahwa model belajar kooperatif tipe STAD dengan pendekatan SETS

berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa SMA.

Juraini, dkk (2016), melakukan penelitian tentang hasil belajar fisika

yang menggunakan model pembelajaran tipe STAD (Student Team Achievement

Division) dengan metode eksperiment, dimana dalam ranah kognitif produk yang

diwujudkan dalam bentuk nilai post-test. Dimana kelas eksperimen memperoleh

rata-rata skor hasil belajar sebesar 74,20, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-

rata sebesar 65,78. Analisis ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar

fisika kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Dengan kata lain

model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap hasil belajar

fisika siswa di SMA.

Alam Dkk (2016) meneliti suatu model pembelajaran menggunakan

media puzzle dimana ketika dikaji, kelas yang menggunakan media puzzle (kelas

eksperimen) lebih baik daripada kelas yang menggunkan pembelajaran

konvensional yang biasa digunakan guru (kelas kontrol). Skor rata-rata yang

6
7

diperoleh kelas ekperimen adalah 70 dan untuk kelas kontrol adalah 65. Hal ini

menunjukan media puzzle berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa.

Ratniati, dkk (2013) dalam penelitiannya yang berjudul meningkatkan

hasil belajar IPA fisika melalui pendekatan kontekstual berbantuan jigsaw puzzle

competition pada siswa kelas VII B SMP Negeri 2 Biromaru, dilihat dari hasil

analisi data bahwa penggunaan model pembelajaran menggunakan puzzle

meningkatkan hasil belajar siswa. Dimana setelah diberikan perlakuan meningkat

sebanyak 7,79 %, yang awalnya 10,39% menjadi 18.18%. ini menunjukan bahwa

pendekatan kontekstual berbantuan puzzle berpengaruh terhadap hasil belajar

fisika siswa.

Riska (2018) melakukan penelitian dengan menggunakan model

pembelajaran STAD dimana dilihat berdasarkan uji statistik, hasil belajar siswa

dengan memberikan tes diketahui skor rata-rata untuk kelas eksperimen 7,01 dan

untuk kelas kontrol 6,64. Namun setelah diberi perlakuan, kemampuan akhir

siswa dengan memberikan post-test diketahui skor rata-rata untuk kelas

eksperimen sebesar 17,93 dan untuk kelas kontrol dengan penerapan model

konvensional diperoleh nilai sebesar 16,76. Hasil ini menunjukan terdapat

perbedaan skor antara dua kelas, dimana skor rata-rata kelas eksperimen lebih

tinggi dibandingkan dengan kelas control. Sehingga dapat diambil kesimpulan

bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih berpengaruh

secara signifikan terhadap hasil belajar siswa dibandingkan dengan penggunaan

model pembelajaran konvensional.

Harahap (2013) dalam penelitiannya yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dilihat dari hasil belajar setelah diberikan
8

perlakuan, kemampuan akhir siswa dengan memberikan post-test diperoleh skor

rata-rata kelas ekperimen (82,98) lebih tinggi dari skor rata-rata kelas kontrol

(78,40). Dari nilai ini menunjukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

STAD memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Model Pembelajaran Kooperatif.

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai salah satu pendekatan yang

diterapkan oleh guru kepada peserta didik untuk mencapai keberhasilan dalam

kegiatan pembelajaran. Menurut Komalasari, Kokom (2010) model pembelajaran

pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai

akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Trianto (2010) mengemukakan

maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para

perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar

mengajar.

Cooperative learning jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia yang

berarti pembelajaran kooperatif. Menurut Sugandi (2002) Cooperative learning

merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan pada anak didik untuk

bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok.

Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar berkelompok atau kerja

kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang
9

bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka

dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok.

2.2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division

2.2.2.1 Pengertian Pembelajaran Pembelajaran Kooperatif Tipe Student


Team Achievement Division

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu model pembelajaran

yang melatih siswa dalam menjalin kerjasama dalam satu kelompok kecil dan

saling membantu dalam memecahkan masalah, sehingga dalam penguasaan materi

pelajaran memperoleh pemahaman yang sama.

Menurut Asma (2006) model pembelajaran kooperatif tipe STAD

membantu menumbuhkan kompetensi siswa, berpikir kritis dan mengembangkan

sikap sosial sehingga dapat meningkatkan motivasi, dan aktivitas belajar siswa.

Model pembelajaran ini memiliki lima komponen utama yaitu presentasi kelas,

kerja tim, pemberian kuis, skor perbaikan individu, penghargaan tim/reward.

Menurut Slavin (1995) siswa akan lebih mudah untuk menemukan dan memahami

konsep- konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep

itu dengan temannya untuk saling bekerjasama dan saling ketergantungan dalam

struktur tugas, tujuan dan hadiah.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari

model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil

dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali

dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan

kelompok kuis dan penghargaan kelompok. Slavin (2008) menyatakan bahwa

pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggota 4-5 orang yang

merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru
10

menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan

bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh

siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak

diperbolehkan saling membantu.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini terdiri dari enam

langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran in dapat dilihat pada table 2.1

berikut.

Table 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

No Fase Kegiatan Guru


Fase 1 Menyampaiakan tujuan pembelajaran yang ingin
Penyampaian Tujuan dicapai pada pembelajaran tersebut dan
1 dan Memotivasi memotivasi siswa untuk belajar
Siswa

Fase 2 Membagi siswa kedalam beberapa kelompok,


Pembagian dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 orang
2 Kelompok siswa yang memprioritaskan keragaman kelas
dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin,
rasa atau etnik
Fase 3 Menyampaikan materi pelajaran yang akan di
3
Persentase dari Guru pelajari pada pertemuan dengan terlebih dahulu
Fase 4 Mengarahkan siswa belajar dalam kelompok yang
Kegiatan Belajar telah dibentuk. Menyiapkan lembaran lembaran
dalam Kelompok kerja kelompok, sehingga semua anggota
4
(Kerja Tim) menguasai dan masing-masing memberikan
kontribusi. Membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mengerjakan tugas
Fase 5 Mengevaluasi pembelajaran siswa melalui
5
Kuis (Evaluasi) pemberian kuis secara individual
Fase 6 Memberikan penghargaan yang dilihat dari skor
6 Penghargaaan yang diperoleh tim pada pemberian kuis secara
Prestasi Tim individual.
11

Pemberian penghargaan dilakukan setelah diketahui kelompok terbaik. Hal

ini diketahui setelah diperoleh hasil kuis, kemudian dihitung skor peningkatan

individual berdasarkan selisih perolehan skor kuis terdahulu (skor dasar) dengan

skor kuis terakhir. Slavin (2008) menjelaskan pedoman untuk memberikan skor

perkembangan individu disajikan pada tabel 2.2 berikut ini.

Table 2.2. Skor Perkembangan Individu

No Skor Siswa Skor perkembangan


1 Lebih dar 10 poin dibawah skor awal 5 Poin
2 10 hingga 1 poin dibawah skor awal 10 Poin
3 Skor awal sampai 10 poin diatasnya 20 Poin
4 Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30 Poin
5 Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30 Poin

Pemberian penghargaan kepada kelompok yang memperoleh poin

perkembangan kelompok tertinggi ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

∑ PA
N=
∑A

Keterangan :

N : Perkembangan Kelompok

∑PA : Jumlah total perkembangan anggota

∑A : Jumlah anggota kelompok yang ada

Slavin (2008) menyebutkan penghargaan kepada kelompokyang

berprestasi berdasarkan rata-rata skor peningkatan atau perkembangan tiap

anggota kelompok, dengan kategori kelompok baik, kelompok hebat dan


12

kelompok super. Penghargaan kelompok diberikan dengan berpedoman pada table

2.3 di bawah ini.

Table 2.3. Penghargaan Kelompok Berdasarkan Rata-rata Skor

No Kategori Kelompok Skor Rata-rata


1 Kelompok Baik 15
2 Kelompok Hebat 20
3 Kelompok Super 30

2.2.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD

1) Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD adalah sebagai berikut :

1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi

normanorma kelompok

2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama

3. Aktif berperan sebagai tutor supaya untuk lebih meningkatkan

keberhasilan kelompok

4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka

dalam berpendapat.

Menurut Isjoni (2010), kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD yaitu melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial

disamping kecakapan kognitif dan peran guru juga menjadi lebih aktif serta lebih

terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator.

2) Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


13

Adapun kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD yaitu :

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai

target kurikulum

2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya

guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif

3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat

melakukan pembelajaran kooperatif; dan

4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

2.2.3 Media Kartu Soal Berbentuk Puzzle

1) Pengertian puzzle

Media pembelajaran sangat berperan penting dalam proses pembelajaran.

Disamping itu media juga merupakan bahan ajar yang diberikan pada siswa untuk

memahami inti dari pembelajaran. Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat

membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan

rangsangan kegiatan belajar, bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa

(Hamalik, 1986).

Media Puzzle adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan dengan

cara menyambungkan bagian satu dengan yang lainnya sehingga membentuk

suatu gambar.

Secara garis besar media Puzzle merupakan media visual berupa gambar

utuh yang dipotong menjadi beberapa bagian. Media ini merupakan salah satu

bahan ajar untuk melatih keterampilan berbicara pada siswa. Media ini berukuran

sedang antara 20x30 cm atau sesuai dengan keinginan pengajar.


14

Media pembelajaran kartu soal berbentuk puzzle merupakan media

pembelajaran bentuk permainan yang menantang daya kreatifitas dan ingatan

siswa. Permainan ini lebih berkesan saat pembelajaran dikarenakan munculnya

motivasi siswa untuk senantiasa mencoba memecahkan masalah, namun tetap

menyenangkan sebab bisa diulang-ulang. Tantangan dalam permainan ini akan

selalu memberikan efek ketagihan untuk selalu mencoba, mencoba dan terus

mencoba hingga berhasil. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak

untuk berpikir dan bertindak imajinatif serta penuh daya khayal yang erat

hubungannya dengan perkembangan kreatifitas peserta didik kita.

2) Kelebihan dan kelemahan media puzzle

Sebagai salah satu media pembelajaran, media puzzle memiliki kelebihan

diantaranya meningkatkan keterampilan kognitif, meningkatkan keterampilan

motorik halus, meningkatkan keterampilan sosial dalam bekerja sama serta

peserta didik lebih tertarik dan berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar,

karena media ini salah satu permainan yang sangat menghibur dan sebagai alat

untuk menghilangkan ketegangan dalam belajar yang banyak menguras

konsentrasi. Selain memiliki kelebihan, media puzzle juga memiliki kelemahan,

yaitu menimbulkan sedikit kesulitan bagi siswa yang berkemampuan bagi yang

memiliki kemampuan rendah, membutuhkan persiapan instrument lama, dan

gambar kurang maksimal bila diterapkan dalam kelompok besar.

2.2.4 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team


Achievement Division Disertai Media Kartu Soal Berbentuk Puzzle

Pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai media kartu soal berbentuk

puzzle merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
15

menggunakan kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang

siswa secara heterogen, yang dalam pembelajarannya berbantuan media puzzle

dalam bentuk soal.

Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif tipe Student Team

Achievement Division disertai media kartu soal berbentuk puzzle dapat dilihat

pada gambar tabel dibawah ini :

Tabel 2.4. Sintaks model pembelajaran Kooperatif Learning Tipe Student Team
Achievement Division Disertai Media Kartu Soal Berbentuk Puzzle

No Fase Kegiatan Guru


Fase 1 Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin
1 Penyampaian Tujuan dicapai pada pembelajaran tersebut dan
dan Memotivasi Siswa memotivasi siswa untuk belajar
Fase 2 Membagi siswa kedalam beberapa kelompok,
Pembagian Kelompok dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5
2
orang siswa yang memprioritaskan
heterogenitas
Fase 3 Menyampaikan materi pelajaran yang akan di
3
Persentase dari Guru pelajari pada pertemuan dengan terlebih dahulu
Fase 4 Mengarahkan siswa belajar dalam kelompok
Kegiatan Belajar dalam yang telah dibentuk, guru membagikan kartu
4 Kelompok (kerja tim) soal yang berbentuk potongan puzzle pada
dan membagikan kartu setiap kelompok, kemudian Siswa menyusun
soal berbentuk puzzle potongan puzzle dengan bimbingan dari guru
Fase 5 Mengevaluasi pembelajaran siswa melalui
5
Kuis (Evaluasi) pemberian kuis secara individual
Fase 6 Setelah diperoleh hasil kuis, guru memberikan
Penghargaaan Prestasi penghargaan berupa hadiah yang akan diberikan
6
Tim kepada kelompok yang memperoleh nilai
terbaik.

2.2.5 Pembelajaran Direct Intruction (DI)

Pembelajaran konvensional yang dimaksud disini adalah model

pembelajaran langsung (Direct instruction). Model pembelajaran langsung atau

Direct instruction juga dikenal dengan istilah ekspositori dan whole class
16

teaching. Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang

tediri dari penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap

siswa. Pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran yang dirancang

khusus untuk menunjung proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan

deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik, dapat

diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah (Trianto,

2009).

Menurut Sriyono (1992), metode ceramah adalah penuturan dan

penjelasan guru secara lisan. Dimana dalam pelaksanaannya guru dapat

menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan

kepada murid-muridnya. Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik

lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan

tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta didik. Yang sering

digunakan pada pembelajaran konvensional antara lain metode ceramah, metode

tanya jawab, metode diskusi, metode penugasan.

Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara

lain adalah ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan

pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia

berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya

jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama

peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau

belum mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual,

menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau klasikal. Langkah
17

langkah model pembelajaran Direct instruction dapat dilihat pada tabel 2.4 sintaks

model pembelajaran Direct instruction.

Namun perlu diketahui bahwa pembelajaran dengan model ini dipandang

cukup efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:

1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain

2. Menyampaikan informasi dengan cepat

3. Membangkitkan minat akan informasi

4. Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan

5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran model ini antara lain sebagai

berikut:

1. Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta

didik. Tugas guru adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima.

2. Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan.

Peserta didik merupakan penerima pengetahuan yang pasif.

3. Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik.

4. Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses.

5. Memacu peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta

didik bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat

dia yang menang.

Langkah-langkah pembelajaran langsung menurut Kresma (2014),

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Sintaks model pembelajaran Direct instruction

Fase Indikator Peran guru


18

Menyampaikan tujuan dan Guru menjelaskan tujuan, materi prasyarat,


1
menyiapkan siswa memotivasi dan memperisapkan siswa
Mendemonstrasikan Guru Mendemonstrasikan keterampilan
2 pengetahuan atau dengan benar atau menyajikan informasi
keterampilan tahap demi tahap
Guru merencanakan dan memberikan
3 Membimbing pelatihan
bimbingan pelatihan awal
Mengecek pemahaman Guru mengecek apakah siswa telah
4 dan memberikan umpan melakukan tugas dengan baik dan
balik memberikan umpan balik
Mempersiapkan kesempatan melakukan
Memberikan kesempatan
pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus
5 untuk pelatihan lanjutan
kepada situasi lebih kompleks dalam
dan penerapan
kehidupan sehari hari.

2.2.6 Sintaks Model Pembelajaran Direct Intruction (DI) Disertai Media


Kartu Soal Berbentuk Puzzle

Model pembelajaran langsung atau Direct instruction disertai media kartu

soal berbentuk puzzle merupakan suatu model pembelajaran yang tediri dari

penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa yang

didalamnya akan diberikan suatu soal berbentuk puzzle. Adapun sintaks model

pembelajaran direct instruction disertai media kartu soal berbentuk puzzle dapat

dilihat pada gambar tabel dibawah ini:

Tabel 2.6: Sintaks model pembelajaran Direct Instruction Disertai Media


Kartu Soal Berbentuk Puzzle

Fase Peran guru


Fase 1
Guru menjelaskan tujuan, materi prasyarat,
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi dan memperisapkan siswa
menyiapkan siswa
Fase 2 Guru Mendemonstrasikan keterampilan
19

Mendemonstrasikan
dengan benar atau menyajikan informasi
pengetahuan atau
tahap demi tahap
keterampilan
Guru merencanakan dan memberikan
Fase 3
bimbingan pelatihan awal
Membimbing pelatihan
Membagikan kartu soal berbentuk puzzle
Membagi kelompok
kepada setiap kelompok
Fase 4 Guru mengecek apakah siswa telah
Mengecek pemahaman dan melakukan tugas dengan baik dan
memberikan umpan balik memberikan umpan balik
Fase 5
Guru memberikan soal kepada siswa
Latihan mandiri

2.2.7 Hasil Belajar Fisika

Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Apabila terjadi perubahan tingkah laku pada diri seseorang, maka seseorang dapat

dikatakan telah berhasil dalam belajar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Hamalik (2007) yaitu evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan

pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan

pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai

oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan.

Hasil belajar peserta didik juga dapat dilihat dari kemampuan peserta didik

dalam mengingat pelajaran yang telah disampaikan guru selama proses

pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar mereka. Hal ini sesuai

dengan pendapat Hamalik (2007), “hasil belajar menunjuk pada prestasi,

sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan

tingkah laku siswa”. Jadi hasil belajar merupakan tingkah laku yang timbul,

misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pertanyaan baru, perubahan
20

dalam tahap kebiasaan keterampilan, kesanggupan menghargai, perkembangan

sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani.

Sudjana (2008) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil

belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Berdasarkan dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar dapat diukur melalui peninjauan dari ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan terhadap

penguasaan tingkat kompetensi sebagai capaian pembelajaran. Jadi bukan

kompetisi.

Berdasarkan teori taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka studi

dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.

1. Ranah kognitif ; berkenan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6

aspek yaitu pengetahuan, penerapan, pemahaman, analisis, sintesis, dan

penilaian

2. Ranah afektif ; Berkenaan dengan sikap terdiri dari 5 aspek kemampuan yaitu

menerima, menjawab (reaksi), menilai, organisasi, dan internalisasi.

3. Ranah Psikomotor ; Berkenaan dengan hasil belajar yang meliputi

keterampilan, kemampuan, gerakan refleks, keharmonisan, koordinasi

neuromuscular

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan hasil belajar fisika adalah kemampuan-kemampuan tentang fisika yang

dimiliki siswa setelah belajar fisika yang memiliki sifat kognitif yang meliputi

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi (penerapan) dan analisa, afektif

dan psikomotor.
21

2.2.8 Materi Tekanan

1) Tekanan Zat Padat

Tekanan merupakan suatu ukuran yang terdiri dari besarnya gaya yang

bekerja pada suatu benda untuk setiap satu satuan luas permukaan bidang tekan.

Tekanan pada zat padat adalah perbandingan besar gaya dengan luas permukaan

bidang pada zat padat. Tekanan dapat dinotasikan sebagai simbol P (pressure).

Satuan tekanan yang lain adalah N/m2 atau Pascal (Pa).

Konsep tekanan sama dengan penyebaran gaya pada suatu permukaan.

Sehingga, apabila gaya yang diberikan pada suatu benda (F) semakin besar.

Sebaliknya, semakin luas permukaan suatu benda, tekanan yang dihasilkan

semakin kecil. Secara matematis, besaran tekanan dapat dituliskan dalam

persamaan sebagai berikut.

F
P= ………………………………………………(1)
A

Keterangan :

P = Tekanan (N/m2 yang disebut juga satuan Pascal (pa))

F = Gaya (Newton)

A = Luas Bidang (m2)

Tekanan dapat dihasilkan oleh benda padat, benda cair dan gas. Jika benda

mendapat gaya dan benda tersebut dihadang oleh permukaan suatu bidang, maka

timbul tekanan. Jika benda dikenai gaya, tetapi tidak ada permukaan yang

menghadangnya, maka benda tidak melakukan tekanan. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi tekanan :


22

1. Faktor yang mempengaruhi tekanan zat padat yaitu luas suatu

permukaan bidang, berat ringannya suatu benda, dan gaya yang bekerja.

2. Faktor yang mempengaruhi tekanan zat cair yaitu massa jenis zat cair,

kedalaman ketinggiannya suatu benda, dan luas alas suatu permukaan

benda

3. Faktor yang mempengaruhi tekanan udara yaitu tinggi rendahnya suatu

tempat, semakin tinggi tempatnya semakin besar tekanannya, dan

terbuka atau tertutupnya ruang.

2) Tekanan Zat Cair

Tekanan zat cair juga disebut tekanan hidrostatis.

a. Tekanan Hidrostatis

Gambar 2.1 Tekanan Hidrostatis

Tekanan Hidrostatis merupakan tekanan yang diberikan oleh air ke semua

arah pada titik ukur manapun dan mengakibatkan adanya gaya gravitasi. Tekanan

hidrostatis juga akan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman diukur

dari permukaan air.

Tekanan hidrostatis memiliki arti yaitu tekanan yang diakibatkan oleh zat

cair yang diam pada suatu kedalaman tertentu. Besarnya tekanan hidrostatis juga

tergantung dari ketinggian zat cair, massa jenis zat cair, dan percepatan gravitasi

bumi.
23

Tekanan Hidrostatis pada titik kedalaman berapapun tidak akan

dipengaruhi oleh berat air, luasan permukaan air, ataupun bentuk bejana air.

Tekanan hidrostatis tersebut akan menekan ke segala arah. Satuan tekanan adalah

Newton per meter kuadrat (N/m2) atau Pascal (Pa).

P = ρ x g x h = ρ . g . h……………………………(2)

dengan :

 P = Tekanan Hidrostatik (N/m2).

 ρ = Massa Jenis Zat Cair (kg/m3).

 g = Percepatan Gravitasi (m/s2).

 h = Kedalaman Dari Permukaan Zat Cair (m).

Tekanan Hidrostatis juga memiliki sifat – sifat tertentu, yaitu antara lain :

1. Semakin dalam letak suatu titik dari permukaan zat cair, tekanannya

semakin besar.

2. Tekanan hidrostatik akan bergantung pada kedalaman.

3. Tekanan zat cair ke segala arah sama besar.

4. Pada kedalaman yang sama, tekanannya juga sama.

5. Tekanan hidrostatis akan sangat bergantung pada gravitasi.

6. Tekanan hidrostatik tidak akan bergantung pada bentuk wadah.

7. Tekanan hidrostatik juga akan bergantung pada massa jenis zat cair.

b. Hukum Archimedes
24

Gambar 2.2 Hukum Archimedes

Seorang ahli fisika yang bernama Archimedes mempelajari hal ini dengan

cara memasukkan dirinya ke dalam bak mandi. Ternyata Archimedes merasakan

beratnya menjadi lebih ringan ketika di dalam air. Gaya ini disebut dengan gaya

apung (Fa). Gaya apung sama dengan berat benda di udara dikurangi dengan berat

benda di dalam air.

Fa = wu – wa……………...………………………………………………(3)

Sehingga, wa = wu – Fa……………………………………………..(4)

dengan :

 Fa = gaya apung (N)

 wu = gaya berat benda di udara (N)

 wa = gaya berat benda di air (N)

Besarnya gaya apung tergantung pada banyaknya air yang didesak oleh

benda. Semakin besar air yang didesak, maka semakin besar pula gaya apungnya.

Hasil penemuan ini dikenal dengan Hukum Arcihemedes, yang menyatakan :

“jika suatu benda dicelupkan ke dalam zat cair, baik sebagian atau

seluruhnya, maka benda akan mendapatkan gaya apung (gaya ke atas) yang

besarnya sama dengan berat zat cair yang desak oleh benda tersebut.”
25

Archimedes (287 SM – 212 SM) adalah seorang berkebangsaan yunani yang

terkenal sebagai ahli matematika, astronomi, dan insinyur. Menurut dia benda

menjadi lebih ringan bila diukur dalam air dari pada di udara, karena di dalam air

benda mendapat gaya ke atas, ketika di udara, benda memiliki berat mendekati

yang sesungguhnya. Karena berat zat cair yang didesak atau dipindahkan benda

adalah :

wcp = mcp x g dan mcp = ρ c x Vcp…………………………..(5)

Sehingga berat air yang didesak oleh benda adalah :

wcp = ρ c x Vcp…..…………………………………………(6)

Berarti, menurut hukum Archimedes, besar gaya ke atas adalah :

Fa = ρ c x g x Vcp.…………………………………………(7)

Dengan :

Fa = Gaya apung (N)

ρ c = Massa jenis zat cair (kg/m2)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

Vcp = Volume zat cair yang dipindahkan (m3)

 Tenggelam, melayang, dan terapung

1. Benda tenggelam 
26

Benda dikatakan tenggelam, jika benda berada di  dasar zat cair. Sebuah

benda akan tenggelam ke dalam  suatu zat cair apabila gaya ke atas yang bekerja

pada  benda lebih kecil dari pada berat benda.

Gambar 2.3 Benda tenggelam

Benda tenggelam karena berat benda lebih besar dari pada gaya ke atas.

2. Melayang

Benda dikatakan melayang jika seluruh benda tercelup ke dalam zat cair,

tetapi tidak menyentuh dasar zat cair. Sebuah benda akan melayang dalam zat cair

apabila gaya ke atas yang bekerja pada benda sama dengan berat benda.

Gambar 2.4 Benda Melayang


3. Terapung

Benda dikatakan terapung jika sebagian benda tercelup di dalam zat cair.

Jika volume yang tercelup sebesar V f , maka gaya ke atas oleh zat cair yang

disebabkan oleh volume benda yang tercelup sama dengan berat benda.
27

Gambar 2.5 Benda Terapung

Benda terapung karena berat benda lebih kecil daripada gaya ke atas

c. Hukum Pascal

Blaise Pascal yang lahir pada 19 juni 1623 adalah seorang ahli matematika

dan geometri yang juga mendalami ilmu filsafat dan agama. Tekanan yang

diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah

dengan besar yang sama. Hal ini merupakam bunyi hukum Pascal (1623-1662).

Penerapan hukum Pascal dalam kehidupan sehari-hari yaitu dongkrak hidrolik,

seperti pada gambar di bawah:

Gambar 2.6 Dongkrak Hidrolik

Jika pada luas penampang dengan luas A1 diberi gaya dorong F1, maka

akan dihasilkan tekanan P dapat di rumuskan :

............................................................(8)
28

Menurut hukum Pascal tekanan p tersebut diteruskan ke segala arah

dengan sama besar, termasuk ke luas penampang A2, pada penampang A2 muncul

gaya angkat F2 dengan tekanan :

………………………………………….(9)

Secara matematis diperoleh persamaan pada dongkrak hidrolik sebagai

berikut.

………………………………(10)

Dengan :

P = Tekanan (N/m2)

F1 dan F2 = gaya yang diberikan (N)

A1 dan A2 = luas penampang (m2)

3. Tekanan Gas

Seorang ahli Fisika berkebangsaan Inggris bernama Robert Boyle (1627-

1691) melakukan percobaan pemampatan udara. Hasil percobaan menyatakan

bahwa;

“Hasil kali tekanan dan volume gas dalam ruang tertutup selalu tetap,

asalkan suhu gas tidak berubah”

Pernyataan tersebut dikenal dengan Hukum Boyle. Hukum Boyle dapat

ditulis dalam bentuk rumus berikut ini :

p x V = c………………………………………………(11)
29

dengan :

p = tekanan

V = volume

c = bilangan tetap (konstanta)

Karena, p x V = c, berarti

p1.V1 = p2.V2…………………………………………..(12)

dengan :

p1  = tekanan udara mula-mula

V1 = volume udara mula-mula

p2  = tekanan udara akhir

V2  = volume udara akhir

Untuk menghitung tekanan zat gas pada ketinggian tertentu digunakan

persamaan sebagai berikut ini :

h= (76 cmHg- Pbar) x100 m………………………(13)

Pgas = (Pbar ± h) cmHg………………………………(14)

dengan :

Pgas = tekanan gas

Pbar = tekanan pada barometer

h = ketinggian tempat (m)

Alat untuk mengukur tekanan zat gas di ruang tertutup dan terbuka yaitu :

1) Tekanan zat gas dalam ruang terbuka dipakai barometer


30

2) Tekanan gas dalam ruang tertutup dapat diukur dengan manometer.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pembelajaran fisika disekolah sering kita jumpai guru menggunakan

model pembelajaran konvensional, yang mengandalkan metode ceramah,

sehingga pembelajaran berpusat pada guru. Peran guru yang terlalu berdampak

pada siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran. Akibatnya hasil belajar

siswa yang kurang maksimal.

Rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada materi fisika disebabkan

karena siswa kurang minat dan motivasi dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran fisika saat ini sering mengalami kendala yang disebabkan oleh

siswa yang cenderung pasif dikelas karena masih banyak guru yang menggunakan

pembelajaran konvensional dan monoton.

Usaha yang diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa yaitu

diperlukan inovasi dan kreativitas guru untuk memilih dan menerapkan model

pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran fisika sehingga menambah minat

belajar siswa.

Begitu banyak model pembelajaran yang dapat digunakan untuk siswa

lebih aktif sehingga pembelajaran berpusat pada siswa, salah satu model

pembelajaran ialah model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai media

puzzle. Model pembelajaran ini siswa dituntut dapat menerima teman-temannya

yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar dan menghargai ide atau

pendapat teman-temannya serta mampu dalam berkelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu model pembelajaran

yang melatih siswa dalam menjalin kerjasama dalam satu kelompok kecil dan
31

saling membantu dalam memecahkan masalah, sehingga dalam penguasaan materi

pelajaran memperoleh pemahaman yang sama.

Kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Teori
Pembelajaran

Berpusat Pada Berpusat Pada


Guru Siswa

Pembelajaran Pembelajaran kooperatif tipe


Konvensional Student Team Achievement Division
(STAD) disertai media kartu soal
berbentuk puzzle

Siswa cenderung pasif dalam


Siswa lebih aktif dalam proses
proses pembelajaran
pembelajaran
siswa kurang memahami materi
Siswa lebih memahami materi
pelajaran
pelajaran
Hasil Belajar
siswa meningkat
Hasil belajar
siswa rendah

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini yaitu

“Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Student Team

Achievement Division (STAD) disertai media kartu soal berbentuk puzzle terhadap

hasil belajar fisika siswa kelas VIII SMP Labschool UNTAD Palu.

Anda mungkin juga menyukai