Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Metode STAD
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya
menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai
keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial (Anita,
2007).
Menurut Muslimin, dkk. (2007), pembelajaran kooperatif
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut beliau pembelajaran kooperatif memiliki prinsip
dasar, yaitu: setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya; setiap anggota
kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama; setiap anggota kelompok (siswa) harus
membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota
kelompoknya; setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi; setiap
anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; dan setiap
anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Beberapa tipe pembelajaran kooperatif menurut Trianto (2007), yaitu


sebagai berikut: tipe Jigsaw, tipe NHT (Number Heads Together), tipe TAI
(Team Assited Individualization), dan tipe STAD (Student Teams Achievement
Divisions). Slavin, dkk (1995) Pembelajaran tipe STAD merupakan
pembelajaran yang paling sederhana dan dapat digunakan untuk memberikan
pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut
telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat
pembelajaran yang lain.

8
9

Trianto (2007) mengatakan bahwa pada pembelajaran tipe STAD


siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 siswa yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.
Trianto juga mengatakan, apabila dalam kelas terdiri atas jenis kelamin,
ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok
hanya didasarkan pada prestasi akademik siswa. Penelitian ini
menggunakan teori model pembelajaran tipe STAD yang dikemukakan
oleh Trianto.

2.1.1.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Tipe STAD


Model pembelajaran tipe STAD pada dasarnya memiliki tahap yang
hampir sama dengan tipe pembelajaran lainya. Menurut Rusman (2011:
215), langkah-langkah model pembelajaran tipe STAD, yaitu: guru
menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran
tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar; siswa dibagi ke dalam
beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa
yang memperioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi
akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik; guru menyampaikan
materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok
bahasan tersebut dipelajari; siswa belajar dalam kelompok dan
penyampain hasil kerja kelompok; guru memberikan evaluasi hasil
belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari secara
individu dan melakukan penilaian terhadap hasil kerja masing-masng
kelompok; dan guru memberikan penghargaan pada kelompok yang
memiliki nilai tertinggi. Cara yang dilakukan adalah guru memberikan
penilaian dari tes yang dikerjakan oleh siswa secara individu, setelah itu
masing-masing nilai individu dalam anggota kelompok tersebut
dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah anggota kelompok.

Trianto (2007), juga mengemukakan langkah-langkah pembelajaran


kooperatif tipe STAD. Langkah-langkah pembelajaran tipe STAD ini ini,
terdiri atas enam langkah seperti yang telihat dalam tabel 2.1.
10

Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran Tipe STAD

Langkah-langkah Kegiatan Guru


Langkah 1 Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
Menyampaikan tujuan dan ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa memotivasi siswa untuk belajar.
Langkah 2 Menjelaskan materi pada siswa dengan
Menyajikan atau metode ceramah, demonstrasi atau lewat
menyampaikan materi. bahan bacaan.
Langkah 3 Menjelaskan kepada siswa apa tujuan
Mengorganisasikan siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok.
dalam kelompok- Masing-masing beranggotakan 4-5 siswa
kelompok belajar. yang merupakan campuran menurut tingkat
prestasi, jenis kelamin, dan suku.
Apabila dalam kelas terdiri atas jenis
kelamin, ras dan latar belakang yang relatif
sama, maka pembentukan kelompok hanya
didasarkan pada prestasi akademik siswa.
Langkah 4 Membimbing kelompok-kelompok belajar
Membimbing kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas.
bekerja dan belajar.
Langkah 5 Masing-masing perwakilan dari kelompok
Persentasi dan evaluasi mempersentasikan hasil kerjanya dan
memberikan soal evaluasi secara individu
dari materi yang dipelajari.
Langkah 6 Memberikan penghargaan dengan tujuan
Memberikan penghargaan untuk menghargai hasil belajar individu dan
kelompok.

Penelitian ini menggunakan langkah-langkah model pembelajaran tipe


STAD yang dikemukakan oleh Trianto.
11

2.1.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Tipe STAD


Setiap penggunaan model dalam pembelajaran memiliki kelebihan
dan kekurangan, begitu pula dengan penggunaan mode pembelajaran tipe
STAD.
Kelebihan dari pembelajaran tipe STAD (Trianto, 2007) yaitu: aktivitas
siswa dan guru selama kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi atau
kerjasama; siswa cenderung aktif dalam pembelajaran; dapat
meningkatkan peahaman siswa terhadap konsep, kemampuan kerjasama
siswa terbangun; meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik dan membantu siswa menumbuhkan berpikir kritis.

Slavin (1995) juga mengemukakan kelebihan model pembelajaran


tipe STAD, yaitu: siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan
menjunjung tinggi norma-norma kelompok; siswa aktif membantu dan
memotivasi semangat untuk berhasil bersama; siswa aktif berperan
sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok;
dan interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka
dalam berpendapat.

Menurut Rusman (2011), model pembelajaran tipe STAD juga


memiliki kekurangan, yaitu: membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum; membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau
menggunakan pembelajaran kooperatif; membutuhkan kemampuan
khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran
kooperatif; dan menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka
bekerja sama.

Kekurangan dari model pembelajaran STAD, juga dikemukakan


oleh Trianto (2007) yaitu: siswa tidak terbiasa dengan pembelajaran tipe
STAD; alokasi waktu kurang mencukupi; guru mengalami kesulitan
dalam menciptakan situasi belajar yang kondusif; siswa kurang dapat
bekerjasama dengan teman yang kurang akrab dan adanya dominasi dari
siswa yang pandai.
12

2.1.2 Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui
keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang hasil belajarnya tinggi dapat
dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar, demikian pula sebaliknya.
Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil belajar dari proses belajar
mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal
maupun faktor eksternal.
Menurut Darsono (2000) hasil belajar siswa merupakan perubahan-
perubahan yang berhubungan dengan pengetahuan/kognitif, keterampilan/
psikomotor, dan nilai sikap/afektif sebagai akibat interaksi aktif dengan
lingkungan. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar
dapat dilihat dari tingkah laku siswa dari aspek kognitif, psikomotorik,
dan afektif setelah mereka memperoleh pengalaman belajar.

Menurut Hamalik (2004) hasil belajar adalah bila seseorang telah


belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009), hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari
sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru,
adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik
dan siswa bisa menerimanya.

2.1.3 Pembelajaran IPA


Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) berhubungan dengan cara mencar tahu tetang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
13

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi


dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk
inquiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat
diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak
berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada
penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan
membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja
ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara
inquiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek
penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta
didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri
yang difasilitasi oleh guru.
2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran IPA
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
14

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang


bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.3.2 Ruang Lingkup IPA
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
2.1.4 Gender
Menurut Santrok (2007), gender adalah dimensi psikologis dan
sosiokultural yang dimiliki karena seseorang adalah lelaki atau
perempuan. Ada dua aspek penting dari gender yaitu identitas gender dan
peran gender. Identitas gender adalah perasaan menjadi laki-laki atau
perempuan, yang biasanya dicapai anak berusia 3 tahun. Peran gender
adalah sebuah set ekspektasi yang menggambarkan bagaimana pria atau
wanita seharusnya berfikir, bertindak atau merasa.
15

Dayakisni dan Yuniardi dalam Marisa (2010) mendefisikan gender


sebagai perilaku dan pola-pola aktifitas yang dianggap cocok atau pantas bagi
pria dan wanita oleh suatu masyarakat atau budaya. Dalam penelitian ini
gender didefinisikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan perbedaan karakteristik biologis dan perbedaan peran sosialnya.
Gender merupakan peran dan perbedaan status sosial di mana peran
laki-laki dan peran perempuan ditentukan yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan nilai budaya yang berlaku
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Katalina (2008) dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) Siswa Kelas 4 SD Negeri Kecandran 01 Gugus
Gajahmada Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran
2011/2012” menarik kesimpulan bahwa ada pengaruh yang positif dan
signifikan, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Keberhasilan ini dapat dilihat dari hasil rata-rata (mean) menunjukan
bahwa prestasi belajar siswa kelas eksperimen sebesar 80,5600 sedangkan
nilai rata-rata siswa kelas kontrol sebesar 67.8571. Hal tersebut menunjukan
ada pengaruh pada kelas yang diberi perlakuan (treatment) dengan kelas yang
tidak diberikan perlakuan (treatmen).
Pangestuti (2008) dalam penelitian “Pengaruh Penerapan Pembelajaran
Kooperatif tipe TGT (Team Game Turnament) Terhadap hasil belajar
Matematika Berdasarkan Gender siswa kelas IV SD Negeri Krapyak Gugus
Mendhut Kabupaten Wonogiri Semester 2 Tahun Pelajaran 20011/2012”
menarik kesimpulan bahwa ada pengaruh penerapan pembelajaran TGT
(Team Game Turnament) terhadap hasil belajar siswa tetapi gender tidak
berperan menentukan hasil belajar.
16

Keberhasilan ini dilihat dari hasil posttest yang didapat dari kedua
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan
bahwa terdapat pengaruh penerapan pembelajaran TGT terhadap hasil belajar
siswa. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai rata – rata siswa kelas eksperimen
78,79 dan nilai rata – rata kelas kontrol 69,84. Nilai rata – rata 78,79 > 69,84,
di mana selisih 8,95 yang berarti kelompok eksperimen dengan pembelajaran
kooperatif tipe TGT lebih baik daripada kelompok kontrol yang menggunakan
pembelajaran konvensional, dengan kata lain perlakuan yang diberikan dalam
pembelajaran mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa.
Pengujian hipotesis pengaruh penerapan pembelajaran kooperatif TGT
dapat meningkatkan hasil belajar siswa berdasarkan gender berdasarkan tabel
between-subject effect menunjukkan nilai sig 0,770 di mana sig 0,770 > 0,05
artinya tidak ada pengaruh penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa berdasarkan gender. Dengan kata lain
gender tidak berperan menentukan hasil belajar.
Selvia Yeni (2008) dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division
(STAD) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV Semester II pada Mata
Pelajaran IPA SD Negeri Dukuh 02 Salatiga Kecamatan Sidomukti Tahun
Pelajaran 2011/2012” menarik kesimpulan bahwa pengaruh yang yang
signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap
hasil belajar IPA kelas IV di SD Negeri Dukuh 02 Salatiga Tahun Pelajaran
2011/2012.
Uji t menunjukkan Sig (2-tailed) (0,000) < α (0,05), terdapat rata-rata hasil
belajar antara kelas control dan kelas eksperimen. Hal ini dapat dilihat dari
nilai rata-rata hasil posttest kelas eksperimen yaitu 79,44 lebih tinggi daripada
nilai rata-rata hasil posttest kelas kontrol 69,92.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
tipe STAD efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
17

2.3 Kerangka Pikir


Kerangka pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa
adalah dari metode pembelajaran yang digunakan yang berpengaruh terhadap
hasil belajar anak karena metode pembelajaran sangat penting dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar.
Pada pembelajaran tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
ditekankan pada kegiatan pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan
aktifitas seluruh siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar IPA
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen akan dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Sedangkan
pada kelas kontrol akan dilakukan pembelajaran seperti biasa guru mengajar
(metode konvensional). Untuk soal pretest akan diambil dari alat evaluasi yang
telah diuji coba pada kelas uji coba. Hasil pretest di kelas eksperimen dan kelas
kontrol dilakukan uji beda rata-rata dan harus menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan. Kemudian setelah dilakukan pembelajaran STAD di
kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol maka hasil
belajar dari kedua kelompok tersebut di lakukan uji beda rata-rata hasil posttest
untuk melihat apakah ada pengaruh dengan penggunaan model pembelajaran
STAD dan dalam penelitian ini hasil belajar siswa akan didasarkan pada
gender.
18

Alur kerangka pikir ini dapat dilihat pada gambar 2.1 :

Kelas Pembelajaran
Kontrol pretest menggunakan Posttest
Metode
Konvensional

Hasil uji anova apakah ada


Hasil pretest tidak ada pengaruh penerapan model
perbedaan yang signifikan STAD terhadap hasil
belajar, dan hasil belajar
berdasarkan gender

Pembelajaran
menggunakan
Kelas Pretest Posttest
model
Eksperimen
pembelajaran
STAD

Gambar 2.1
Alur Kerangka Pikir
19

2.4 Hipotesis
Apakah ada pengaruh penerapan pembelajaran tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) dalam pembelajaran IPA siswa kelas 4 SD
Negeri II Ngadipiro Gugus Kalasan Kabupaten Wonogiri Semester II Tahun
Pelajaran 2012/2013.
H0 : diduga tidak ada pengaruh penerapan pembelajaran STAD (Student
Teams Achievement Division) terhadap hasil belajar IPA berdasarkan gender
siswa kelas 4 SD Negeri II Ngadipiro Kabupaten Wonogiri Semester II
Tahun Pelajaran 2012/2013.
H1 : diduga ada pengaruh penerapan pembelajaran STAD (Student Teams
Achievement Division) terhadap hasil belajar IPA berdasarkan gender siswa
kelas 4 SD Negeri II Ngadipiro Kabupaten Wonogiri Semester II Tahun
Pelajaran 2012/2013.

Anda mungkin juga menyukai