Anda di halaman 1dari 22

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESA

PENELITIAN

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team

Acchievement Divisions)

2.1.1.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Dalam mewujudkan proses pembelajaran yang berlangsung dengan baik

dan mengaktifkan siswa untuk belajar perlu disusun suatu model pembelajaran

agar tujuan pembelajaran itu tercapai dengan baik. Model pembelajaran adalah

seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum,

sedang, dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang

terkait yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar.

Slavin yang dikutif oleh Priansa (2017:292) mengemukakan bahwa :

“Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model atau acuan pembelajaran di

mana dalam proses pembelajaran yang berlangsung, peserta didik mampu belajar

dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya

terdiri atas 4 sampai 6 orang, dengan stuktur kelompoknya yang heterogen atau

dengan karasteristik yang berbeda-beda”.

Lie (2010:18), system pengajaran cooperative learning bisa didefenisikan

sebagai system kerja atau belajar kelompok yang terstuktur. Yang termasuk di

dalam stuktur ini adalah lima unsur pokok yaitu saling ketergantungan positif,

9
10

tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama dan proses

kelompok.

Selanjutnya menurut Rusman (2011:209) mengemukakan bahwa model

pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran di mana siswa belajar

dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang

berbeda.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, penulis memahami bahwa

pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang berorientasi pada

kelompok di mana siiwa mampu belajar dan bekerja sama dalam kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan

yang berbeda untuk sama sama menuntaskan tugas pembelajaran.

2.1.1.2 Pengertian Model Pembelajaran STAD (Student Team Acchievement

Divisions)

Model pembelajaran merupakan acuan pembelajaran yang secara

sistematis dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu sesuai

dengan kebutuhan dan kepentingan pembelajaran. Model pembelajaran tersusun

atas beberapa komponen, yaitu fokus , sintaks, system social, dan system

pendukung. Salah satu model pembelajaran yang populer digunakan adalah model

pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu

model pembelajaran yang memiliki beberapa tipe, yang dimulai dengan tipe yang

paling sederhana hingga tipe yang paling rumit. Model pembelajaran kooperatif

tipe STAD merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang paling

mudah untuk dilaksanakan karena sifatnya sederhana dan memungkinkan guru


11

pemula untuk mengimplementasikannya di ruang kelas dengan baik. Menurut

Priansa ( 2017:320):

“Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu


metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan
model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru. STAD
merupakan salah satu rangkaian teknik pengajaran yang dikembangkan
dan diteliti di Universitas John Hopkins yang secara umum dikenal sebagai
kelompok belajar peserta didik.

Menurut Miftahul (2014:201) model pembelajaran STAD merupakan

salah satu srategi pembelajaran kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok

kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja

sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran.

Sejalan dengan itu Handayani (2019 : 13-14) mengemukakan bahwa : “

“model pembelajaran STAD atau tim siswa kelompok prestasi yang


beranggotakan empat sampai enam orang dan merupakan campuran
menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan
pelajaran kemudian siswa bekerjasama di dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut”.

Selanjutnya, Fathurrohman (2015:53) mengemukakan bahwa:

“Inti dari STAD (Student Team Achievement Division) adalah guru


menyampaikan suatu materi, sementara para siswa tergabung dalam
kelompoknya yang terdiri atas 4 atau 5 orang untuk menyelesaikan soal-
soal yang diberikan oleh guru, selanjutnya siswa diberi kuis/tes secara
individual, skor hasil kuis/tes tersebut di samping untuk menentukan skor
individu juga digunakan untuk menentukan skor kelompoknya.

Dari ke empat pendapat para ahli di atas tentang STAD maka penulis

dapat memahami bahwa model pembelajaran STAD (Student Teams

Acchievement Divisions) adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang

sederhana dimana siswa ditempatkan dalam tim/kelompok yang beranggotakan 4-

5 orang dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda baik jenis kelamin

maupun suku untuk saling bekerjasama dalam menguasai pembelajaran.


12

2.1.1.3 Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran STAD

Agar pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model STAD

(Student Team Achievement Divisions) terukur dan sistematis, maka harus

mengikuti langkah-langkah yang sesuai dengan kaidah dari penggunaan model

tersebut.

Menurut Fathurrohman (2015:54) langkah-langkah penerapan

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada


siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual
sehingga akan diperoleh skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda ( tinggi, sedang, dan
rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta kesetaraan gender.
4. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok
untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe
STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi.
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan,
dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dipelajari,
6. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan
nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya.

Sejalan dengan itu Shoimin ( 2016:187), mengemukakan langkah-langkah

STAD antara lain yaitu:

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai


kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan
berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran, missal:
dengan metode penemuan terbimbing atau metode ceramah. Langkah
ini tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih
dari satu.
b. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5
anggota, di mana anggota kelompok mempunyai kemampuan
akademik yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika
mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya atau suku yang
berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.
13

c. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi


yang telah diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling
membantu antara anggota lain serta membahas jawaban tugas yang
diberikan guru. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap
kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahan tugas untuk
kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang
diharapkan dapat tercapai.
d. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu.
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan,
dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dipelajari.
f. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan
nilai peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis
berikutnya.

Selanjutnya, Istarani (2014:20) menyebutkan bahwa langkah-langkah

dalam pelaksanaan STAD yaitu sebagai berikut:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang secara heterogen


( prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2. Guru menyajikan pelajaran
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-
anggota kelompok.
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi
6. Kesimpulan.

Sejalan dengan itu, Rusman (2011:215) mengemukakan bahwa langkah-

langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu sebagai berikut:

1. Penyampaian tujuan dan motivasi


Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran
tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Pembagian kelompok
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap
kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan( keragaman)
kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa tau etnik.
3. Presentasi dari guru.
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu
menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan
tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru
member motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di
dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demosntarsi,
pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang
14

diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan


serta cara-cara mengerjakannya.
4. Kegiatan belajar dalam Tim ( kerja Tim)
Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan
lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua
anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi.
Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan
bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini
merupakan cirri terpenting dari STAD.
5. Kuis ( evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi
yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil
kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara
individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk
menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri-
sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor
batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60,75, 84, dan seterusnya
sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.
6. Pengahargaan Prestasi Tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan
diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian
penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru
dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Menghitung Skor Individu
b. Menghitung skor kelompok
c. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok.

Oleh sebab itu dari ke empat langkah langkah yang dikemukakan oleh para

ahli diatas, maka penulis memahami dan menyimpulkan bahwa langkah-langkah

model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan tujuan dan motivasi pembelajaran terhadap

peserta didik

2. Guru membentuk kelompok yang dengan mempertimbangkan

perbedaan peserta didik mulai dari prestasi, jenis kelamin, suku dan

lain-lain

3. Guru menyajikan materi pembelajaran

4. Guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk

dikerjakan bekerjasama oleh anggota kelompok


15

5. Guru memberikan kuis/pertanyaan terhadap masing-masing anggota

kelompok dan anggota kelompok tidak boleh membantu anggota

kelompok lainnya.

6. Guru melakukan evaluasi

7. Guru memberikan penghargaan terhadap tim yang mendapat skor

tertinggi dan tim yang lain untuk lebih berpacu lagi kedepanya

8. Guru memberikan kesimpulan akhir.

2.1.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran STAD

A. Kelebihan Model Pembelajaran STAD

Model pembelajaran ini baik digunakan manakala guru menginginkan

siswa mendalami atau lebih memahami secara rinci dan detail dari apa materi

yang diajarkan kepadanya.

Sehubungan dengan itu, kelebihan model pembelajaran ini menurut

Istarani (2014 : 20) yaitu sebagai berikut:

1. Arah pelajaran akan lebih jelas karena pada tahap awal guru terlebih
dahulu menjelaskan uraian materi yang dipelajari.
2. Membuat suasana belajar lebih menyenangkan karena siswa
dikelompokkan dalam kelompok yang heterogen. Jadi ia tidak cepat
bosan sebab mendapat kawan atau teman baru dalam pembelajaran.
3. Pembelajaran lebih terarah sebab guru terlebih dahulu menyajikan
materi sebelum tugas kelompok dimulai.
4. Dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa, sebab dalam
pembelajarannya siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dalam
suatu kelompok.
5. Dengan adanya pertanyaan model kuis akan dapat meningkatkan
semangat anak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
6. Dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap materi ajar,
sebab guru memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa, dan sebelum
kesimpulan diambil guru terlebih dahulu melakukan evaluasi
pembelajaran.
16

Sejalan dengan itu, Priansa (2017:328), mengemukakan kelebihan model

pembelajaran STAD antara lain yaitu:

1. Peserta didik bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung


tinggi norma-norma kelompok.
2. Peserta didik aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil
bersama.
3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok
4. Interaksi antarpeserta didik seiring dengan peningkatan kemampuan
mereka dalam berpendapat.

Selanjutnya, menurut Roestiyah yang dikutif oleh Priansa (2017:329),

keunggulan ataupun kelebihan model pembelajaran STAD adalah sebagai berikut:

1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan


keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah;
2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih intensif
mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah;
3. Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan
berdiskusi;
4. Memungkinkan guru untuk lebih memerhatikan peserta didik sebagai
individu dan kebutuhan belajarnya;
5. Peserta didik lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan
mereka lebih aktif dalam diskusi;
6. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai
pendapat orang lain.

Dari ketiga pendapat ahli di atas maka penulis memahami bahwa dengan

model pembelajaran STAD memberi banyak keuntungan yang terlihat dari

kelebihan-kelebihan nya yaitu bahwa model pembelajaran STAD mempunyai

kelebihan yaitu sebagai berikut:

1. Arah pembelajaran akan lebih jelas dan terarah karena materi

pembelajaran lebih dulu dijelaskan,

2. Dengan adanya pembelajaran kelompok maka suasana belajar akan

lebih menyenangkan,
17

3. Meningkatkan rasa kerja sama, rasa saling menghargai, saling

memotivasi dan memicu semangat untuk menjawab setiap pertanyaan-

pertanyaan baik itu terhadap kelompok maupun individu.

4. Siswa akan semakin aktif dalam berpendapat,

5. Lebih terampil dalam berdiskusi.

B. Kelemahan Model Pembelajaran STAD

Disamping kelebihan model pembelajaran STAD ini, tidak menutup

kemungkinan tidak memiliki kekurangan ataupun kelemahan dari penggunaan

model itu sendiri.

Seperti yang dituliskan oleh Istarani (2014:20) yang menjadi kelemahan

model pembelajaran ini, yaitu:

1. Tidak mudah bagi guru dalam menentukan kelompok yang heterogen


2. Karena kelompok ini bersifat heterogen, maka adanya ketidakcocokan
diantara siswa dalam satu kelompok, sebab siswa yang lemah merasa
minder ketika digabungkan dengan siswa yang kuat. Atau adanya
siswa yang merasa tidak pas, jika ia digabungkan dengan yang
dianggapnya bertentangan dengannya.
3. Dalam diskusi adakalanya hanya dikerjakan oleh beberapa siswa saja,
sementara yang lainnya hanya sekedar pelengkap saja.
4. Dalam evaluasi seringkali siswa mencontek dari temannya sehingga
tidak murni berdasarkan kemampuannya sendiri.

Selanjutnya, Priansa (2017:329) menyebutkan ada empat kelemahan dari

model pembelajaran STAD antara lain yaitu:

1. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru


dapat melakukan pembelajaran kooperatif;
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada
umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif
3. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk peserta didik sehingga
sulit mencapai target kurikulum;
4. Menuntut sifat tertentu dari peserta didik, misalnya sifat suka bekerja
sama.
18

Dari kedua pendapat ahli di atas maka penulis memahami bahwa di

samping kelebihan model STAD ternyata tidak terlepas juga dari kekurangannya

yaitu sebagai berikut:

1. Untuk membentuk kelompok yang heterogen tidaklah mudah karena

guru harus matang matang untuk memilah milah siswa untuk dijadikan

menjadi sebuah kelompok,

2. Pada saat berdiskusi tidak menutup kemungkinan bahwa diantara

anggota kelompok tidak saling berpartisipasi dalam pengerjaan tugas,

3. Pada saat penilaian akhir biasanya diantara siswa pasti akan banyak

yang saling mencontek,

4. Dalam menjalankan model STAD ini membutuhkan kemampuan atau

keahlian khusus seorang pendidik sehingga tidak semua pendidik yang

bisa menerapkan mode pembelajaran STAD ini.

5. Menuntut sifat tertentu yaitu sifat kerjasama padahal diantara

kelompok belum tentu semua memiliki atau menginginkan sifat

tersebut dikarenakan ke heterogenan mereka itu sendiri.

2.1.1.6 Pengertian Motivasi Belajar

Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi

dalam belajar. Oleh karena itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar

siswa.Motivasi merupakan sebuah kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan

tingkat kemauan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Priansa (2017:111) bahwa motivasi belajar adalah perilaku

dan faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik untuk berperilaku terhadap

proses belajar yang dialaminya. Motivasi belajar merupakan proses yang


19

menunjukkan intensitas peserta didik dalam mencapai arah dan tujuan proses

belajar yang dialaminya.

Sejalan dengan itu Sardiman (2011:75) mengemukakan bahwa motivasi

belajar ialah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan

kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat

tercapai. Dikatakan keseluruhan, karena pada umumnya ada beberapa motif yang

bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar.

Selanjutnya, menurut Daradjat yang dikutip oleh Suparman, (2010:51),

mengatakan bahwa :

“Motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan
motif-motif pada diri murid yang menunjang kea rah tujuan-tujuan belajar.
Hal ini menandakan bahwa untuk mencapai tujuan dan hasil belajar anak
didik yang optimal, maka guru harus senantiasa memunculkan motif-motif
dalam diri anak didik dalam proses pembelajaran, selain dari motif
intrinsic.

Dari ketiga pendapat ahli diatas penulis memahami dan mengambil

kesimpulan bahwa motivasi belajar adalah segala sesuatu baik itu yang sudah

tertanam dalam diri seseorang sebelumnya dan juga faktor faktor yang

mendukung seseorang atau termaksud peserta didik yaitu faktor dari luar diri

peserta didik sehingga mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan-

kegiatan belajar sehingga tercapai tujuan belajar peserta didik itu sendiri.

2.1.1.7 Fungsi Motivasi Belajar

Setiap aktivitas yang dilaksanakan oleh peserta didik tidak terlepas dari

adanya factor motivasi karena motivasi berkaitan erat dengan tujuan. Ada empat

fungsi motivasi bagi peserta didik menurut Priansa (2017:113), yaitu sebagai

berikut:
20

1. Mendorong berbuat
Motivasi mendorong peserta didik untuk berbuat. Artinya, motivasi
merupakan penggerak atau motor yang melepaskan energi peserta
didik.
2. Menentukan arah perbuatan
Motivasi berfungsi sebagai penentu arah perbuatan, yaitu kea rah
tujuan yang hendak dicapai oleh peserta didik.
3. Menyeleksi perbuatan
Menentukan berbagai perbuatan yang harus dikerjakan oleh peserta
didik untuk mencapai tujuan, dengan menyisihkan berbagai perbuatan
yang tidak bermamfaat.
4. Pendorong usaha dan pencapaian prestasi
Peserta didik melaksanakan segala sesuatu karena adanya
motivasi.Motivasi tersebut merupakan pemicu bagi pencapaian
prestasi.

Selanjutnya, Sardiman ( 2011:85), menyebutkan ada tiga fungsi

motivasi antara lain yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor


yang melepaskan energy. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni kea rah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermamfaat bagi tujuan
tersebut.

Sejalan dengan itu, Hamalik (2013:108), juga menyebutkan ada tiga

fungsi motivasi, yaitu:

1. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi


tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah
laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau
lambatnya suatu pekerjaan.

Dari beberapa pendapat tokoh di atas, maka penulis memahami bahwa

fungsi motivasi belajar yaitu untuk mendorong , menggerakkan dan juga

mengarahkan perbuatan- perbuatan ataupun kegiatan kegiatan peserta didik dalam


21

mencapai tujuan belajarnya. Jadi dengan adanya motivasi dalam belajar siswa

maka akan seefektif mungkin dapat menentukan intensitas usaha belajar siswa itu

sendiri.

2.1.1.8 Jenis-Jenis Motivasi


Ada banyak hal yang dapat memotivasi seseorang untuk melakukan

sesuatu di dalam hidupnya termasuk untuk belajar. Oleh sebab itu ada beberapa

jenis jenis motivasi seperti yang dikemukakan oleh Hakim (2008 :28) ada dua

jenis motivasi yaitu:

1. Motif intrinsic
Adalah motif yang mendorong seseorang melakukan suatu kegiatan
tertentu. Jadi motif tersebut terfokus di dalam kegiatan atau objek yang
ditekuninya. Misalnya seorang siswa menekuni pelajaran bilogi
karena ia memang senang dan ingin menguasai pelajaarn tersebut.
2. Motif ekstrinsik
Adalah motif yang mendorong seseorang melakukan kegiatan tertentu,
tetapi motif tersebut terlepas ataun tidak berhubungan langsung dengan
kegiatan yang ditekuninya itu.Motif yang mendorong seseorang
melakukan kegiatan tertentu, tetapi motif tersebut terlepas atau tidak
berhubungan langsung dengan kegiatan yang ditekuninya itu.

Selanjutnya, Priansa (2017:111) menyebutkan ada dua jenis motivasi

yaitu:

1. Motivasi Intrinsik ( Ransangan dari dalam diri peserta didik), adalah


motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi tanpa adanya ransangan
dari luar karena dalam diri setiap peserta didik terdapat dorongan untuk
melakukan sesuatu. Adapun faktor individual yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu tersebut adalah sebagai berikut: -.
Minat, peserta didik merasa terdorong untuk belajar jika kegiatan
belajar tersebut sesuai dengan minatnya. -. Sikap positif, dimana peserta
didik yang mempunyai sifat positif terhadap suatu kegiatan akan
berusaha sebisa mungkin menyelesaikan kegiatan tersebut dengan
sebaik-baiknya. -. Kebutuhan, peserta didik mempunyai kebutuhan
tertentu dan akan berusaha melakukan kegiatan apapun sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Motivasi Ekstrinsik ( Ransangan dari luar peserta didik). Motivasi
ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
ransangan dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat juga diakatakan sebagai
bentuk motivasi yang aktivitasnya dimulai dan diteruskan berdasarkan
dorongan dari luar yang tidak berkaitan dengan dirinya.
22

Dari kedua pendapat ahli diatas tentang jenis jenis motivasi yang dimana

pendapat kedua ahli tidaklah jauh berbeda, oleh sebab itu penulis memahami dan

menyimpulkan bahwa secara dominan atau paling umum jenis motivasi belajar

terdapat dua jenis yaitu

1). Motivasi intrinsic, yang dimana motivasi intrinsic ini adalah jenis

motivasi belajar yang ada atau berasal dari dalam individu siswa itu

sendiri, seperti contoh bagaiamana seorang siswa itu berkeinginan

untuk mendapat keterampilan , informasi dan juga mengembangkan

sikap untuk berhasil terlebih dalam keberhasilan belajar.

2). Motivasi ekstrinsik dimana jenis motivasi ini adalah kebalikan dari

motivasi intrinsic itu sendiri. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

timbul akibat adanya pengaruh dari luar individu siswa itu sendiri.

Contohnya seperti adanya pujian, ajakan sehingga mempengaruhi diri

si individu itu sendiri dalam mencapai sesuatu hal atau tujuan yang

diharapkan.

2.1.1.9 Karasteristik Motivasi Yang dimiliki Peserta Didik

Ada beberapa ciri siswa atau peserta didik yang mempunyai motivasi

belajar yang tinggi. Hal ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di

kelas, sebagaimana yang dikemukakan oleh Priansa (2017: 114) ada tiga macam

karasteristik dasar dari motivasi yang berkenaan dengan peserta didik, yaitu:

1. Usaha (effort), merupakan kekuatan perilaku peserta didik atau


seberapa besar upaya yang dikeluarkan oleh peserta didik dalam
melaksanakan tugasnya.
2. Ketekunan (persistence), yaitu ketekunan peserta didik dalam
menjalankan tugasnya.
3. Arah (direction), yang mengarah pada kualitas belajar peserta didik
dalam perilaku belajarnya.
23

Selanjutnya, Sardiman (2011:83) mengemukakan bahwa motivasi yang

ada pada diri setiap orang itu memiliki cirri atau karasteristik sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas(dapat bekerja terus-menerus dalam waktu


yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b. Ulet menghadapi kesulitan( tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin ( tidak cepat puas
dengan prestasi yang telah dicapainya).
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah
d. Lebih senang bekerja mandiri
e. Cepat bosan pada tugas tugas rutin ( hal hal yang bersifat mekanis,
berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif)
f. Dapat mempertahankan pendapatnya ( kalau sudah yakin akan sesuatu)
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Selanjutnya, menurut Makmun yang dikutif oleh Susanto (2018:45)

mengemukakan bahwa indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut:

a. Durasi kegiatan; berapa lama kemampuan penggunaan waktunya


untuk melakukan kegiatan
b. Frekuensi kegiatan; berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode
waktu tertentu
c. Persistensi; ketepatan dan kelekatannya pada tujuan kegiatan
d. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan
dan kesulitan untuk mencapai tujuan
e. Devosi; pengabdian dan pengorbanan, yang berupa uang, tenaga,
pikiran bahkan jiwanya atau nyawanya untuk mencapai tujuan.
f. Tingkatan aspirasi ( maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target dan
idolanya, yang hendak mencapai dan dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan.
g. Tindakan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai
dari kegiatannya, berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan
atau tidak.
h. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan ( like or dislike), positif atau
negative.

Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang itu selalu

memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat

penting dalam kegiatan belajar-mengajar.

Dari ketiga pendapat tokoh diatas, maka penulis memahami bahwa ciri

atau karakteristik siswa yang memiliki motivasi belajar yaitu memiliki hal-hal
24

sebagai berikut: berusaha untuk melakukan sesuatu, mempunyai ketekunan dalam

setiap usaha yang dilakukan, adanya arah terhadap apa yang dikerjakan, tidak

mudah putus asa, mempunyai minat yang kuat, mandiri, prinsip optimisme, serta

senang memecahkan masalah masalah. Artinya bahwa siswa yang memiliki ciri

ciri demikian dalam dirinya pastinya dia adalah seorang atau contoh siswa yang

telah memiliki motivasi belajar yang baik dan kuat.

2.1.1.10 Upaya-Upaya Menumbuhkan Motivasi Belajar

Motivasi belajar memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran,

untuk memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran maka seorang guru harus

mampu menumbuhkan motivasi belajar siswanya agar selalu aktif dalam proses

belajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Priansa ( 2017:123) berbagai cara yang

dapat dilakukan oleh guru untuk memotivasi peserta didik, yaitu sebagai berikut:

1. Memberi nilai, nilai adalah angka yang diperoleh dari hasil aktivitas
belajar peserta didik yang diberikan sesuai hasil ulangan yang telah
mereka peroleh dari hasil penilaian guru.
2. Hadiah
Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada peserta didik yang
berprestasi berupa uang, beasiswa, buku tulis, alat tulis, atau buku
bacaan lainnya yang dikumpulkan dalam sebuah kotak terbungkus
dengan rapi.
3. Kompetisi
Kompetisi adalah persaingan yang digunakan sebagai alat motivasi
untuk mendorong peserta didik agar mereka bergairah belajar, baik
dalam bentuk individu maupun kelompok untuk menjadikan proses
belajar mengajar yang kondusif.
4. Pujian
Pujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai
alat motivasi. Pujian akan membesarkan jiwa peserta didik dan
mendorongnya untuk lebih bergairah belajar.
5. Hukuman.
Meskipun hukuman sebagai reinforcement negatif, apabila dilakukan
dengan tepat dan bijak, hukuman merupakan alat motivasi yang baik
dan efektif.Hukuman mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap dan
perbuatan peserta didik yang dianggap salah.
25

Sejalan dengan itu Sardiman (2011:73) mengemukakan sebelas bentuk

dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah antara

lain yaitu:

1. Memberi angka. Angka dalam hal ini sebagai symbol dari nilai
kegiatan belajarnya.
2. Hadiah.
3. Saingan/kompetisi. Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai
alat motivasi untuk mendorong belajar siswa.
4. Ego-involvement. Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar
merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan
sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah
sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.
5. Memberi ulangan. Para siswa akan menjadi giat belajar kalau
mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini
juga merupakan sarana motivasi.
6. Mengetahui hasil. Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau
terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar.
7. Pujian. Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan
tugas dengan baik, perlu diberikan pujian.
8. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan
secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
9. Hasrat untuk belajar. Hasrat untuk belajar berarti ada unsur
kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik bila
dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud.
10. Minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat
sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok.
11. Tujuan yang diakui. Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik
oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab
dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat
berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus
belajar.

Selanjutnya, Syaripuddin (2019:4-5) mengemukakan ada empat cara

yang dapat dilakukan guru untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta didik,

yakni :

a. Kehangatan dan keantusiasan


Guru hendaknya memiliki sikap yang ramah, penuh semangat, dan
hangat dalam berinteraksi dengan peserta didik. Sikap demikian akan
menumbuhkan motivasi belajar, rasa senang dan semangat peserta
didik dalam mengikuti pembelajaran dan mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan kepadanya
26

b. Menimbulkan rasa ingin tahu


Untuk membangkitkan rasa ingin tahu dalam diri setiap peserta didik,
guru dapat melakukan berbagai kegiatan, antara lain bercerita, yang
menimbulkan rasa penasaran dan pertanyaan, mendemonstrasikan
suatu peristiwa. Kemudian memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengajukan berbagai pertanyaan berkaitan dengan apa
yang telah diceritakan atau didemonstrasikan. Kegiatan semacam ini
akan sangat efektif untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta
didik.
c. Mengemukakan ide yang bertentangan
Ide yang bertentangan dapat juga dikemukakan untuk memulai
pelajaran. Agar proses pembelajaran dapat menumbuhkan motivasi
belajar, maka apa yang disajikan harus sesuai dengan minat peserta
didik. Karena peserta didik memiliki perbedaan individual, sulit bagi
guru untuk memperhatikan minat setiap peserta didiknya, karena setiap
peserta didik akan memiliki minat yang berbeda dengan peserta didik
lainnya.
d. Memperhatikan minat belajar peserta didik
Agar guru dapat mengajar dengan memperhatikan minat belajar
peserta didik, maka perlu memperhatikan faktor-faktor
tersebut.Misalnya, mengaitkan pelajaran dengan hal-hal yang terjadi di
lingkungannya atau adat istiadat yang dijinjung tinggi masyarakatnya.

Dari ketiga pendapat ahli diatas maka penulis memahami bahwa ada

banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta

didik yaitu:

1. Sikap kehangatan dan keantusiasan dari guru itu sendiri

2. Menimbulkan rasa keingintahuan dari siswa itu sendiri

3. Tujuan yang akan dicapai sehingga setiap siswa termotivasi terhadap

acuan nya masing-masing

4. Mengajak siswa untuk saling mengutarakan pendapatnya masing-

masing.

5. Membuat kompetisi

6. Memberi nilai/hadiah/pujian

7. Hukuman, hukuman yang dimaksud adalah hukuman untuk memacu

semangat peserta didik.


27

Demikian halnya dengan pembelajaran PAK (Pendidikan Agama Kristen),

secara umum tujuan pembelajaran PAK tidaklah terfokus kepada sesuatu

berbentuk tulisan ataupun kognitfnya saja.Namun yang terpenting adalah

bagaimana afektif dan psikomotorik nya dapat terbentuk ke arah yang lebih

diharapkan. Seperti contoh ketika sebelumnya siswa tidak rajin beribadah atau

melakukan kegiatan kegiatan rohani lainnya, namun setelah ia menyadari motivasi

ada dalam dirinya dan juga ditumbuhkembangkan dengan pengaruh motivasi dari

luar(pendidik) dan melalui urapan roh kudus maka peserta didik tersebut sudah

mencapai perubahan rohaninya dengan melihat kegiatan kegiatan yang dia

lakukan mulai dari sikap berdoa yang baik sampai ke hal hal yang lebih religi

lainnya.

2.1.1.11 Dasar Alkitabiah Motivasi

Oemar Hamalik (dalam Istarani dan Intan Pulungan 2012:60)

mengemukakan bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi)

seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai

tujuan. Memberikan motivasi kepada seseorang siswa, berarti menggerakkan

siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Jadi motivasi

merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu.

Dalam hal ini guru PAK (Pendidikan Agama Kristen) adalah pelayan yang

mengetahui karunia-karunia Tuhan baik dalam diri mereka maupun siswa-siswa

yang telah Tuhan percayakan kepada mereka. Tuhan memanggil guru PAK untuk

menuntun anak dalam pengetahuan dan kepekaan yang kemudian memimpin

mereka untuk melayani Tuhan dan sesama manusia. Rasul Paulus mengatakan

bahwa “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayan-Nya diantara


28

kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan

yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani,

kamu mengucap syukur kepada Allah didalam hatimu” (Kolose 3:16). Itulah yang

menjadi dasar tuntutan bagi guru. Untuk menuntun siswa dijalan hikmat

memerlukan lebih dari pada sekedar pemaparan materi. Guru harus menetapkan

harapan yang tinggi namun realistis. Untuk itu guru harus mempertimbangkan

model pembelajaran dan memperlakukan setiap individu sebagai gambar Allah.

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan

daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang

menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki

dapat tercapai.

Sejalan dengan hal itu Alkitab juga menyatakan beberapa dasar yang

menjadi motivasi belajar siswa:

1. Yosua 1:9 “Bukankah telah kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan

teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN,

Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi.”

2. Kolose 3:23 “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan

segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”

3. Pengkhotbah 9:10 “Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk

dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tidak ada pekerjaan,

pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke

mana engkau akan pergi.”

4. Yesaya 41:10 “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,

janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan,


29

bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan

tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.”

Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa dasar motivasi

belajar siswa adalah penyertaan Tuhan dalam hidup manusia melalui setiap

tingkah laku serta perbuatan manusia. Dan segala sesuatu yang dikerjakan

manusia hendaknya demi kemuliaan nama Tuhan.

2.2. Kerangka Konseptual

Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu model

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling

baik untuk permulaan bagi para guru. Pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat

memperhatikan kelompok yang beragam. Hal tersebut dilakukan untuk

menciptakan kerja sama yang baik di antara berbagai peserta didik dalam rangka

membangun saling percaya dan saling mendukung. Keragaman peserta didik

dalam kelompok mempertimbangkan latar belakang peserta didik berdasarkan

prestasi akademis, jenis kelamin, dan suku.

Motivasi belajar peserta didik memiliki peranan yang kuat terhadap

keberhasilan proses ataupun hasil belajar peserta didik. Motivasi bagi perilaku

belajar peserta didik, yaitu memotivasi mendorong meningkatnya semangat dan

ketekunan dalam belajar. Adapun motivasi belajar berperan penting dalam

memberikan gairah, semangat, dan rasa senang dalam belajar sehingga peserta

didik yang mempunyai motivasi tinggi, mempunyai banyak energi untuk

melaksanakan kegiatan belajar sehingga mampu memperoleh prestasi yang lebih

baik.
30

Model pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement

Divisions) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Model pembelajaran

STAD ini tujuan utamanya adalah untuk memotivasi peserta didik untuk saling

mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai pengetahuan yang

diajarkan oleh guru. Jika para peserta didik ingin timnya mendapatkan

penghargaan kelompok, mereka harus membantu teman satu timnya untuk

mempelajari materinya. Oleh sebab itu semakin baik penerapan model

pembelajaran STAD ini maka akan semakin baik pula lah motivasi peserta

didiknya.

2.3. Hipotesa Penelitian

Menurut Sugiyono (2013:64) hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Berdasarkan pendapat tersebut

maka penulis menyimpulkan bahwa hipotesa adalah jawaban sementara atau

dugaan yang kemungkinan besar dianggap menjadi jawaban.

Berdasarkan pendapat yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan

hipotesa dalam penelitian ini adalah: “Persentase Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan Agama

Kristen Siswa Kelas XI SMA Swasta PGRI 20 Siborongborong Tahun

Pembelajaran 2019/2020 75 % Dari Yang Diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai