Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif atau dikenal juga dengan cooperative learning

merupakan salah satu model pembelajaran yang sering diterapkan dalam

pendidikan. Tidak hanya di Indonesia, penelitian mengenai penerapan

pembelajaran kooperatif telah dilakukan dibanyak negara dan menunjukkan hasil

yang positif.

Slavin dalam Asma (2009:1) mendefinisikan pembelajaran kooperatif

sebagai suatu pembelajaran dimana peserta didik belajar bersama dalam suatu

kelompok, dimana mereka saling berbagi pemikiran, bekerjasama, dan

bertanggungjawab baik secara individu maupun kelompok dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Lebih lanjut Slavin dalam Fathurrohman (2016:45) mengemukakan

bahwa “cooperative learning refer to a variaty of teaching methods in which

students work in small groups to help one another learn academic content”

dengan kata lain, pembelajaran kooperatif mengkondisikan peserta didik belajar

dalam kelompok kecil untuk saling tolong menolong dalam proses pembelajaran.

Abdurrahman dan Bintoro dalam Wena (2012: 190), mengatakan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis

mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama

peserta didik sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Berdasarkan

penjelasan tersebut dapat disimpulkan pembelajaran koperatif merupakan model

pembelajaran dimana peserta didik belajar dalam suatu kelompok kecil untuk

12
13

bersama-sama mencapai tujuan pembelajaran dan menjadikan teman sejawat

sebagai sumber belajar selain guru.

Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri dan unsur-unsur yang

membedakannya dengan pembelajaran berkelompok. Fathurrohman (2016: 52-53)

menjabarkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut

a. Peserta didik dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi


belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai
b. Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan yang
berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. jika
mungkin anggota kelomok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
serta memerhatikan kesetaraan gender
c. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing
individu.

Johnson & Johnson dalam Asma (2009: 8) menyatakan terdapat lima unsur

dasar yang terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:

a. Saling ketergantungan positif


b. Tanggungjawab perseorangan
c. Interaksi tatap muka
d. Komunikasi antar anggota kelompok
e. Evaluasi proses kelompok

Sanjaya (2009:248) menjelaskan bahwa terdapat empat prosedur dalam

pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) penjelasan materi; (2) belajar dalam

kelompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim.

a. Penjelasan Materi

Tahap penjelasan ini diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok

materi pelajaran sebelum peserta didik belajar dalam kelompok. Tujuan utama

dalam tahap ini adalah pemahaman peserta didik terhadap pokok materi pelajaran.

Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang

harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam


14

pembelajaran kelompok. Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode

ceramah, curah pendapat, tanya jawab, ataupun demonstrasi. Disamping itu, guru

juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian

dapat lebih menarik siswa.

b. Belajar dalam kelompok

Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi

pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-

masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pembagian kelompok dalam

pembelajaran kooperatif bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk

berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya. Dalam hal akademis,

kelompok pembelajaran biasanya terdiri dari satu orang bekemampuan akademis

tinggi, dua orang dengan kemampuan akademis sedang, dan satu lainnya dari

kelompok akademis kurang.

Asma (2009:113) menjelaskan langkah-langkah pembagian kelompok

berdasarkan kemampuan akademis. Langkah pertama, siswa diurutkan

berdasarkan kemampuan akademis dari kemampuan tinggi ke rendah. Kemudian,

siswa dengan kemampuan akademis tertinggi dan dua siswa kemampuan sedang

serta siswa dengan kemampuan akademis terendah akan menjadi kelompok

pertama yang terbentuk. Lebih jelasnya seperti yang terlihat pada gambar 4
15

Gambar 4. Pengelompokkan Heterogen Berdasarkan Kemampuan


Akademis
c. Penilaian

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau

kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individu maupun secara kelompok. Tes

individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa; dan tes

kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir

setiap siswa adalah penggabungan keduanya dibagi dua


16

d. Pengakuan tim

Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau

tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.

Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim

untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.

Berdasarkan empat prosedur itu, Trianto mengembangkan prosedur

tersebut menjadi enam tahapan seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Kooperatif


Tahap Tingkah Laku Guru
(1) (2)
Tahap 1 Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan
Menyampaikan tujuan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan
dan memotivasi peserta pentingnya topik yang akan dipelajari dan
didik. memotivasi peserta didik belajar.
Tahap 2 Guru menyajikan informasi atau materi kepada
Menyajikan informasi. peserta didik dengan jalan demonstrasi atau melalui
bahan bacaan.
Tahap 3: Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana
Mengorganisasikan caranya membentuk kelompok belajar dan
peserta didik ke dalam membimbing setiap kelompok agar melakukan
kelompok kooperatif. transisi secara efektif dan efisien.
Tahap 4: Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
Membimbing kelompok saat mereka mengerjakan tugas mereka.
bekerja dan belajar.
Tahap 5: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
Evaluasi. telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap 6: Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya
Memberikan maupun hasil belajar individu dan kelompok.
penghargaan.
Sumber : Trianto (2012:66)

Menurut Sanjaya (2009 : 249) pembelajaran kooperatif memiliki beberapa

keunggulan, yaitu :

a. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik tidak terlalu bergantung


pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan
17

berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar


dari peserta didik yang lain.
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingan dengan ide-ide orang lain.
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu peserta didik untuk respek
pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan.
d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap peserta
didik untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

Berdasarkan penjelasan tersebut, model pembelajaran kooperatif dapat

diterapkan dalam pembelajaran matematika dan dapat membantu meningkatkan

kemampuan pemahaman konsep peserta didik. Hal ini karena pembelajaran

kooperatif memberikan kesempatan peserta didik untuk meningkatkan

pemahamannya melalui kegiatan belajar secara berkelompok.

2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head

Together

Model pembelajaran Numbered Head Together atau yang biasa disingkat

dengan NHT merupakan model pembelajaran yang pertama kali diperkenalkan

oleh Spenser Kagan pada tahun 1993. Fathurrohman (2016: 82) mendefinisikan

model pembelajaran NHT sebagai bagian dari model pembelajaran kooperatif

struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi peserta didik. NHT dikembangkan sebagai bahan

alternatif dari struktur kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih

dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah

dilontarkan. Suasana ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas karena para peserta

didik saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan.


18

Trianto (2012: 82-83) mengemukakan empat tahap pelaksanaan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT, yaitu sebagai berikut

a. Fase 1: Penomoran
Dalam fase ini, guru membagi peserta didik ke dalam kelompok 3-5
orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1
sampai 5.
b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada peserta didik. Pertanyaan
dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk
3
kalimat tanya. Misalnya, “sebutkan pecahan yang senilai dengan !”
4
“Apa yang dimaksud dengan perbandingan senilai?”
c. Fase 3: Berpikir bersama
Peserta didik menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban
tim.
d. Fase 4: Menjawab/presentasi
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian peserta didik yang
nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Shoimin (2016: 108) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai berikut:

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok. Setiap peserta didik dalam setiap
kelompok mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelopok mengerjakannya.
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
dengan baik
d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan nomor yang
dipanggil keluar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan hasil
kerjasama mereka
e. Tanggapan dengan teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain.
f. Kesimpulan

Pratama (2018: 30) lebih lanjut menjelaskan langkah-langkah model

pembelajaran kooperatif tipe NHT seperti pada tabel 3.


19

Tabel 3. Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran NHT


Kegiatan Pembelajaran Langkah-
langkah NHT
(1) (2)
Pendahuluan
a. Guru mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti proses
pembelajaran.
b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi
peserta didik agar aktif dalam pembelajaran.
c. Guru menyampaikan tentang model pembelajaran yang
akan digunakan, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe
NHT.
Kegiatan Inti
d. Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
e. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok
yang beranggotakan 4 sampai 5 orang. Kemudian, setiap Langkah 1
peserta didik diberi nomor. Penomoran
f. Guru mengajukan pertanyaan atau lembar kerja peserta Langkah 2
didik (LKPD) untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. Mengajukan
pertanyaan
g. Guru meminta peserta didik berdiskusi bersama Langkah 3
kelompoknya untuk berpikir bersama, dan menyatukan Berpikir
pendapat untuk membahas pertanyaan atau LKPD yang bersama
diajukan oleh guru.
h. Setiap kelompok harus memastikan setiap anggota Langkah 4
kelompoknya mengetahui jawabannya. Menjawab
i. Guru meninjau pemahaman peserta didik dengan Pertanyaan
memanggil salah satu nomor peserta didik secara acak,
peserta didik yang dipanggil mempresentasikan hasil
diskusi di depan kelas, jawaban dari peserta didik yang
ditunjuk merupakan wakil dari jawaban kelompok.
j. Guru memanggil nomor kelompok yang lain untuk
memberi tanggapan atas jawaban dari kelompok yang
mempresentasikan jawabannya.
k. Guru memberikan penghargaan berupa tanda bintang pada
kelompok yang menjawab dengan betul.
Kegiatan Penutup
l. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya.
m. Guru memfasilitasi peserta didik membuat rangkuman/
kesimpulan pembelajaran.
n. Guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di
rumah oleh peserta didik.
20

o. Peserta didik dan Guru bersama-sama membaca do’a dan


mengucapkan syukur.

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga

model pembelajaran NHT. Menurut Shoimin (2016:108-109) kelebihan dan

kekurangan model pembelajaran NHT adalah sebagai berikut.

a. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

1)Setiap murid menjadi siap


2)Dapat melakukan interaksi dengan sungguh-sungguh
3)Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai
4)Terjadi interaksi secara intens antar peserta didik dalam menjawab
soal
5) Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena ada
nomor yang membatasi
b. Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

1) Tidak terlalu cocok diterapkan dalam jumlah peserta didik banyak


karena membutuhkan waktu yang lama
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena
kemungkinan waktu yang terbatas.

Dalam penelitian ini penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

adalah sebagai berikut

a. Peserta didik dibagi kedalam kelompok heterogen berdasarkan

kemampuan akademik. Setiap kelompok mendapatkan nomor sesuai

dengan banyak anggota kelompok dan setiap anggota kelompok

mendapatkan satu dari nomor yang telah diberikan

b. Peserta didik memperhatikan guru dalam menjelaskan materi pokok

yang akan dipelajari, menjawab pertanyaan dari guru. Kemudian setiap

kelompok menerima LKPD.


21

c. Setiap kelompok berdiskusi, bekerjasama untuk menyelesaikan

pertanyaan yang terdapat pada kartu pertanyaan dan memastikan setiap

anggota kelompok paham dengan jawaban tersebut.

d. Guru memanggil satu nomor secara acak, setiap anggota kelompok

dengan nomor yang terpanggil maju kedepan. Peserta didik menuliskan

dan menjelaskan hasil diskusinya tentang penyelesaian soal-soal pada

kartu pertanyaan. Setelah semua perwakilan kelompok menuliskan

jawabannya, guru memanggil satu nomor lain untuk memberikan

tanggapan. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil

e. Guru memberikan kesimpulan tentang pembelajaran hari itu.

3. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Kemampuan untuk memahami konsep matematis adalah salah satu tujuan

penting dalam pembelajaran. Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu

pemahaman dan konsep. Pemahaman berasal dari kata paham yang berarti

mengerti. Menurut Sudjana (2011: 24) pemahaman merupakan tingkat

kemampuan yang mengharapkan peserta didik mampu menjelaskan dengan

susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca dan didengarnya, memberi contoh

lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada

kasus lain. Dapat diartikan bahwa seseorang memiliki pemahaman yang baik

mengenai suatu hal apabila mampu menyatakan apa yang dipahaminya dengan

bahasa sendiri yang mudah dimengerti.

Menurut Gagne dalam Suherman (2003: 33) konsep adalah ide abstrak yang

memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan


22

noncontoh. Sedangkan menurut Dahar (2006: 62), konsep merupakan batu

pembangun berpikir dan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk

merumuskan prinsip dan generalisasi dalam matematika. Jadi pemahaman konsep

matematis merupakan suatu kemampuan dasar matematika yang harus dimiliki

peserta didik dalam mempelajari matematika untuk mengukur sejauh mana

peserta didik memahami suatu materi yang dipelajari, merumuskan prinsip dan

mampu menarik kesimpulan secara umum berdasarkan apa yang dipahaminya.

Kemampuan pemahaman konsep matematis merupakan salah satu

kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik. Hal ini berkaitan dengan

karakteristik matematika yang memiliki ketertarikan antar materi. Dengan

memahami materi atau konsep yang menjadi prasyarat sutau konsep atau materi

baru, peserta didik akan lebih mudah untuk memahami materi baru. begitu juga

sebaliknya, apabila peserta didik tidak memahami konsep atau materi prasyarat,

maka akan kesulitan dalam memahami materi baru.

Tingkat kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik, dapat

diketahui dengan melihat dari indikator kemampuan pemahaman konsep

matematis yang mereka penuhi. Menurut NCTM dalam Murizal (2012: 20) dapat

dilihat dari kemampuan peserta didik dalam beberapa indikator:

a. mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan;


b. mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh;
c. menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk
merepresentasikan suatu konsep;
d. mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya;
e. mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep;
f. mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang
menentukan suatu konsep;
g. membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
23

Sedangkan berdasarkan Permendikbud nomor 58 tahun 2014, indikator

yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain:

a. menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari,


b. mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya
persyaratan yang membentuk konsep tersebut,
c. mengidentifikasi sifat-sifat operasi atau konsep,
d. menerapkan konsep secara logis,
e. memberikan contoh atau contoh kontra (bukan contoh) dari konsep
yang dipelajari,
f. menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi
matematika (tabel, grafik, diagram, gambar, sketsa, model
matematika, atau cara lainnya),
g. mengaitkan berbagai konsep dalam matematika maupun di luar
matematika,
h. mengembangkan syarat perlu dan /atau syarat cukup suatu konsep

Peserta didik dikatakan memiliki pemahaman konsep yang baik, apabila

telah menunjukkan semua indikator tersebut pada proses pembelajaran. Indikator-

indikator tersebut berfungsi sebagai acuan dalam mengukur tingkat pemahaman

konsep matematis peserta didik.

Pada penelitian ini, digunakan enam indikator pemahaman konsep

matematis yang ada pada Permendikbud nomor 58 tahun 2014 yakni sebagai

berikut.

a. menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari,

b. mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya

persyaratan yang membentuk konsep tersebut,

c. mengidentifikasi sifat-sifat operasi atau konsep,

d. menerapkan konsep secara logis,

e. memberikan contoh atau contoh kontra (bukan contoh) dari konsep

yang dipelajari,
24

f. mengaitkan berbagai konsep dalam matematika maupun di luar

matematika,

g. mengembangkan syarat perlu dan /atau syarat cukup suatu

konsep

Untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik

digunakan rubrik dengan skala 0,1,2,3, dan 4. Rubrik disusun berdasarkan pada

rubrik skala 4 yang dikembangkan Iryanti dengan beberapa modifikasi.

Modifikasi dilakukan pada penambahan skala 0 dan kriteria umum yang

disesuaikan dengan indikator kemampuan pemahaman konsep matematis peserta

didik.

4. Kaitan Model Pembelajaran NHT dengan Kemampuan

Pemahaman Konsep Matematis

Kemampuan pemahaman konsep matematis merupakan salah satu

kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam pembelajaran matematika.

Memahami konsep dengan baik memungkinkan peserta didik untuk menjelaskan

kembali konsep tersebut dan menerapkannya dalam menyelesaikan suatu

permasalahan. Kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik

dikatakan baik jika memenuhi indikator-indikator pemahaman konsep.

Menurut Trianto model pembejalaran kooperatif tipe NHT terdiri dari empat

langkah yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan

menjawab. Melalui penerapan model NHT ini, peserta didik akan terfasilitasi

untuk berpikir bersama, menyatukan pemikiran untuk menyimpulkan materi yang


25

dipelajari. Dengan demikian, peserta didik dapat meningkatkan pemahamannya

terhadap materi tersebut.

Guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang disusun berdasarkan

indikator pemahmaan konsep matematis untuk meningkatkan kemampuan

pemahaman konsep matematis peserta didik. Misalnya, guru dapat meminta

peserta didik mengklasifikasikan suatu objek tertentu berdasarkan dipenuhi atau

tidaknya konsep yang diberikan. Guru juga dapat memberikan soal atau

permasalahan tertentu pada langkah mengajukan pertanyaan, sehingga peserta

didik dapat menerapkan konsep secara logis untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut.

Kaitan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan

indikator pemahaman konsep matematis peserta didik dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Kaitan Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered


Head Together pada Pembelajaran Matematika Dengan Indikator
pemahaman konsep matematis yang Dapat Ditingkatkan.

Langkah Kegiatan Guru Kegiatan Indikator pemahaman


Peserta Didik konsep matematis
(1) (2) (3) (4)
Langkah 1 Guru membagi Peserta didik
Penomoran peserta didik duduk
kedalam kelompok berdasarkan
yang heterogen kelompok yang
dengan anggota 3 telah dibagi guru
sampai 5 orang, dan memasang
kemudian nomor yang
memberikan nomor diterima
kepada setiap dikepala
peserta didik
Langkah 2 Guru mengajukan Peserta didik a. Menyatakan ulang
Mengajukan pertanyaan dan menjawab konsep
pertanyaan membagikan pertanyaan yang b. Memberikan contoh
Lembar Kerja diberikan guru. dan bukan contoh
Peserta Didik yang dari konsep
26

memungkinkan
untuk
meningkatkan
kemampuan
(1) (2) (3) (4)
pemahaman konsep
peserta didik
Langkah 3 Guru mengawasi Peserta didik a. Menyatakan ulang
Berpikir peserta didik dalam menyatukan konsep
bersama menyelesaikan pikiran dan b. Mengklasifikasikan
LKPD dan berkerjasama objek berdasarkan
memastikan setiap dalam terpenuhi atau
anggota kelompok menyelesaikan tidaknya syarat suatu
ikut dalam kegiatan LKPD yang konsep
diskusi diberikan guru c. Memberikan contoh
dan bukan contoh
dari konsep
d. Menerapkan konsep
secara logis
Langkah 4 Guru memanggil Peserta didik a. menyatakan ulang
Menjawab salah satu nomor yang memiliki konsep
Pertanyaan nomor yang b. mengklasifikasika
dipanggil akan objek-objek
maju kedepan berdasarkan
dan mempre- dipenuhi tidaknya
sentasikan persyaratan yang
jawabannya membentuk konsep
tersebut
c. mengidentifikasi s
sifat operasi atau
konsep
d. menerapkan konse
secara logis.
e. memberikan conto
atau contoh kontra
(bukan contoh) dari
konsep yang
dipelajari

5. Pembelajaran Konvensional
27

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah

pembelajaran dengan menggunakan model yang biasa digunakan guru. Model

pembelajaran yang diterapkan di sekolah yang terlihat yaitu menggunakan

pembelajaran langsung (direct instruction).

Model pembelajaran langsung atau direct instruction merupakan model

pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru memberikan pengetahuan yang

dimilikinya sedangkan peserta didik memperhatikan. Arends (Aris, 2016: 63)

mengemukakan bahwa “The direct instruction model was specifically designed to

promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge

that is well structures and can be taught in a step-by-step fashion”. Menurut

Arends, model pembelajaran langsung dirancang khusus untuk menunjang proses

belajar peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif atau

pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang diajarkan selangkap

demi setahap.

Model pembelajaran langsung terdiri atas 5 tahap yakni orientasi,

demosntrasi, latihan terbimbing, mengecek pemahaman dan memberikan umpan

balik, dan latihan mandiri. Adapun gambaran secara umum fase pembelajaran

langsung terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Tahap Pembelajaran Langsung

Tahap Peran Guru


(1) (2)
Tahap 1 Guru memberikan kerangka pembelajaran
Orientasi atau penyampaian tujuan dan orientasi terhadap materi pembelajaran
Tahap 2 Guru menyajikan materi pembelajaran, baik
Demonstrasi atau presentasi berupa konsep atau keterampilan
Tahap 3 Guru merencanakan dan memberikan
Latihan terbimbing bimbingan kepada peserta didik untuk
28

melakukan latihan-latihan
Tahap 4 Guru mengecek apakah peserta didik telah
Mengecek pemahaman dan paham dengan materi yang disampaikan
memberikan umpan balik dan telah berhasil melakukan tugas yang
(1) (2)
diberikan dengan baik atau tidak, serta
memberikan memberikan umpan balik.
Tahap 5 Guru memberikan kesempatan peserta didik
Latihan mandiri untuk mengerjakan latihan secara mandiri
dengan cangkupan yang lebih kompleks
seperti permasalahan sehari-hari.
Sumber: Shoimin, Aris (2016: 63-66)

Setiap model pembelajaran yang dirancang pasti memiliki kelebihan dan

kelemahan, begitu juga dengan model pembelajaran langsung. Menurut Shoimin

(2016:66-67) model pembelajaran langsung memiliki beberapa kelebihan dan

kekurangan.

a. Kelebihan model pembelajaran langsung

1) Guru lebih dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi


yang diterima peserta didik
2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kecil
3) Merupakan cara yang efektif untuk mengajarkan konsep dan
keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada peserta didik yang
berprestasi rendah sekalipun
4) Peserta didik dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan
jelas
5) Kinerja peserta didik dapat dipantau dengan cermat

b. Kekurangan model pembelajaran langsung

1) Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan


pembelajaran ini bergantung pada image guru.
2) Sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang
kurang baik cendrung menjadikan pembelajaran yang kurang baik
pula
3) Jika terlalu sering digunakan, model ini akan membuat peseta didik
percaya bahwa guru akan memberitahu peserta didik semua yang
perlu diketahui. Hal ini akan mengurangi rasa tanggungjawab
mengenai pembelajaran pada diri peserta didik.
29

B. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan telah dilakukan oleh beberapa peneliti baik dalam

skala nasional maupun internasional. Penelitian tingkat nasional dan internasional

yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Aspadela (2018) dengan judul “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Numbered Heads Together Untuk Peningkatan Pemahaman Konsep

Matematika Peserta Didik”. Penelitian ini menyimpulkan kemampuan

pemahaman konsep matematis peserta didik yang belajar dengan model

pembelajaran NHT lebih baik daripada peserta didik yang belajar dengan

pembelajaran konvensional. Perbedaan penelitian ini yaitu pada populasi dan

materi yang diajarkan

2) Rahmawati dan Gusmania (2017) dengan judul ” Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap

Pemahaman Konsep Matematis Peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 53

Batam”. Penelitian ini menyimpulkan kemampuan pemahaman konsep

matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran NHT lebih

baik daripada peserta didik yang belajar dengan pembelajaran konvensional.

Perbedaan penelitian ini yaitu pada populasi dan materi yang diajarkan

3) Puspida (2016) dengan judul “Pengaruh model pemebelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan representasi

matematis peserta didik kelas VII SMPN 3 Ujungbatu”. Penelitian ini


30

menyimpulkan kemampuan representasi peserta didik yang belajar dengan

model NHT lebih baik daripada kemampuan representasi peserta didik yang

belajar dengan model pembelajaran konvensional. Perbedaan penelitian ini

yaitu pada kemampuan matematis

4) Noviani (2013) dengan judul “ Pengaruh Model pembelajaran kooperatif

dengan pendekatan Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan

komunikasi matematis siswa” Penelitian ini menyimpulkan kemampuan

komunikasi matematis peserta didik yang belajar dengan model NHT lebih

baik daripada kemampuan komunikasi peserta didik yang belajar dengan

model pembelajaran konvensional. Perbedaan penelitian ini yaitu pada

kemampuan matematis

5) Koyumah dan Budi (2016) dengan judul “ Pengaruh model Numbered Heads

Together berbantuan geogebra terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematis”. Penelitian ini menyimpulkan kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik yang belajar dengan model NHT lebih baik daripada

kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang belajar dengan model

pembelajaran konvensional. Perbedaan penelitian ini yaitu pada kemampuan

matematis

6) Abbas (2010) dengan judul penelitan “The Effect of Cooperative Learning

on the Academic Achievement and Retention of the Mathematics Concepts at

the Primary School in Holy Makkah”. Penelitian abbas dilakukan pada

peserta didiksekolah dasar di kota Mekkah. Abbas menyimpulkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara peserta didik yang belajar dengan
31

model pembelajaran kooperatif dengan peserta didik yang belajar dengan cara

tradisional. Peserta didik yang belajar dengan model kooperatif memiliki

hasil belajar yang lebih baik, lebih memahami materi pelajaran dan aktif

dalam proses pembelajaran. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada model

pembelajaran dan kemampuan yang akan dilihat

7) Remillard (2015) dengan judul “The Effect of Cooperative Learning On

Middle School Math Students”. Penelitian yang dilakukan Remillard pada

peserta didik kelas enam sampai kelas delapan di sekolah khusus

menunjukkan pengaruh positif model pembelajaran kooperatif terhadap

pembelajaran matematika dan peserta didik. Peserta didik selama belajar

dengan model pembelajaran kooperatif bersikap lebih aktif, membangun

hubungan yang kuat dengan sesama teman, dan nilai akademik peserta didik

dalam pembelajaran matematika meningkat. Perbedaan pada penelitian ini

adalah pada model pembelajaran dan kemampuan yang akan dilihat

8) Anderson (2003) dengan judul “The effect of cooperative learning on the

mathematical achievement of fifth grade students”. Anderson menyimpulkan

pembelajaran kooperatif mengurangi rasa takut pada Diri peserta didik

terhadap pembelajaran matematika dan meningkatkan ketertarikan peserta

didik kepada matematika serta meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Perbedaan pada penelitian ini adalah pada model pembelajaran dan

kemampuan yang akan dilihat

9) Margareth dan Syahputra (2017) dengan judul “The Difference of Students’

Ability on Mathematics Communication Through Numbered Heads Together


32

Combined with Inductive Deductive Approach and Expository Method”.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kemapuan komunikasi

matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran NHT lebih

baik daripada peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran

tradisional. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada model pembelajaran

dan kemampuan yang akan dilihat

10) Timoney (2007) dengan judul “Increasing Conceptual Learning through

Student Participation”. Timoney menyimpulkan dengan meningkatkan

partisipai peserta didik dalam proses pembelajaran, dapat meningkatkan

pemahaman konsep, kemampuan komunikasi dan kepercayaan diri peserta

didik. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada model pembelajaran dan

kemampuan yang akan dilihat

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, baik model pembelajaran

kooperatif ataupun model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan

pengaruh postif terhadap hasil belajar ataupun peningkatan kemampuan

matematis peserta didik. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe

NHT diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep peserta

didik.

C. Kerangka Konseptual

Salah satunya tujuan pembelajaran matematika ditingkat sekolah menengah

adalah agar peserta didik mampu mengembangkan kemampuan pemahaman

konsep matematis. Kemampuan pemahaman konsep matematis mencakup

kemampuan untuk menjelaskan kembali suatu konsep, menjelaskan ketertarikan


33

antar konsep dan menerapkan konsep secara logis. Kemampuan pemahaman

konsep sangat penting, mengingat bahwa materi matematika bersifat terkait satu

sama lain. Memahami materi atau konsep prasyarat dari suatu materi, akan

mempermudah peserta didik untuk memahami materi tersebut. Peserta didik yang

memahami konsep dengan baik akan mudah menerapkan atau menggunakan

konsep untuk menyelesaikan permasalahan yang bervariasi.

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kemampuan pemahaman konsep

matematis peserta didik yang masih rendah sehingga menyebabkan peserta didik

kesulitan dalam menerapkan konsep untuk menyelesaikan permasalhan yang

diberikan. Kesulitan ini pada akhirnya menyebabkan hasil belajar peserta didik

menajdi rendah. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematis peserta

didik disebabkan karena peserta didik belum terfasilitasi untuk

mengembangkannya secara optimal. Peserta didik juga tidak dibiasakan untuk

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

Berdasarkan masalah tersebut, guru sebagai perancang pembelajaran

diharapkan dapat menciptakan kondisi belajar yang dapat memfasilitasi peserta

didik untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri serta meningkatkan

partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan

sebuah model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep

matematis peserta didik, yakni melalui penerapan model pembelajaran NHT.

Secara ringkas kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.


34

Gambar 5. Kerangka Penelitian

D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah kemampuan pemahaman

konsep matematis peserta didik yang belajar menggunakan model pembelajaran

NHT lebih baik daripada kemampuan pemaham konsep matematis peserta didik

yang belajar menggunakan model pembelajaran langsung di kelas VII SMPN 4

Padang.

Anda mungkin juga menyukai