Anda di halaman 1dari 26

13

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan dibahas tentang kajian teori yang digunakan dalam

penelitian ini diantaranya adalah efektifitas model pembelajaran kooperatif tipe

team games tournament (TGT), teori belajar yang mendukung, kemampuan

berpikir kritis, model pembelajaran langsung, ketuntasan belajar, motivasi belajar,

materi aljabar. Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini, juga akan dibahas

beberapa kajian penelitian yang relevan, proses kerangka berpikir, dan rumusan

hipotesis penelitian.

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament)

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran

yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan

bersama (Trianto, 2009:58). Sedangkan menurut Jihad (2012:30) pembelajaran

kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama

diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran

kooperatif dapat merubah peran guru dari peran yang berpusat pada gurunya

kepengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil.

Tujuan yang paling penting dalam pembelajaran kooperatif adalah untuk

memberikan siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang

mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan

memberikan konstribusi (Slavin, 2009:33). Berdasarkan beberapa pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan


14

pembelajaran yang melibatkan siswa berkelompok untuk mencapai tujuan

bersama.

Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif yaitu, dimulai dengan

guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dalam

pembelajaran, menyajikan informasi, mengorganisaikan siswa kedalam kelompok

kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, mengevaluasi hasil

belajar dan yang terakhir memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha

kelompok dan individu (Trianto, 2009:66). Penjelasan dari fase-fase tersebut

dapat dilihat pada Tabel I.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran Kooperatif

Fase dan Indikator Tingkah Laku Guru


Fase -1 Guru menyampaikan semua tujuan Pembelajaran
Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
memotivasi siswa tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
Menyajikan informasi jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
Mengorganisasikan siswa caranya membentuk kelompok belajar dan
ke dalam kelompok- membantu setiap kelompok agar melakukan
kelompok belajar transisi secara efesien
Fase-4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
Membimbing kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas.
bekerja dan belajar
Fase-5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
Memberikan penghargaan upaya maupun hasil belajar individu dan
Kelompok

Satu di antara tipe pembelajaran koperatif adalah tipe TGT (Teams Games

Tournament). Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu strategi

pembelajaran koperatif yang dikembangkan untuk membantu siswa mereview dan


15

menguasai mata pelajaran. Tipe TGT ini juga mempunyai kelebihan karena

pembelajaran disusun dalam bentuk permainan (games) yang dikemas dalam

sebuah turnamen (tournament), sehingga menjadi sebuah pembelajaran yang

menarik. Dengan pembelajaran yang menarik tersebut di harapkan siswa lebih

tertarik dalam pembelajaran sehingga berimbas pada hasil belajar siswa (Huda,

2014:197).

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Games

Tournament) adalah sebagai berikut (Suarjana, 2000:10).

1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.

2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.

3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam.

4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.

5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.

6) Motivasi belajar lebih tinggi.

7) Hasil belajar lebih baik.

Slavin menyatakan ciri-ciri model pembelajaran TGT yaitu sebagai berikut

(dalam Astuti, 2010:34).

a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil


Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 5 sampai 6 orang dengan
kemampuan akademik, jenis kelamin, dan suku yang berbeda. Dengan adanya
heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk
saling membantu antara siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang
berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan
menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara
kooperatif menyenangkan.
16

b. Adanya permainan (Games Tournament)


Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing kelompok yang
berbeda.Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua
anggota kelompok telah menguasai materi.
c. Penghargaan kelompok
Penghargaan diberikan setelah permainan selesai, yang diberikan kepada
kelompok yang memiliki skor tinggi.Tujuan dari penghargaan adalah untuk
membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar.

komponen yang ada pada pembelajaran TGT adalah sebagai berikut (Slavin,

2009:166).

1) persentasi kelas
2) tim (belajar kelompok)
3) games atau turnament
4) penghargaan kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe TGT ini membentuk tim dalam kelompok-

kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki

kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda, dimana siswa

berkompetisi antar kelompok yang dirancang dalam suatu permainan yang

menjadikan siswa aktif dalan penyelesaian masalah.

Sejalan dengan pendapat tersebut Trianto (2009:84) juga menyebutkan

langkah-langkah pembelajaran TGT sebagai berikut: Siswa ditempatkan dalam

tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut

tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyiapkan pelajaran, dan

kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh

anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh siswa dikenai

kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu. Adapun

penjelasan dari komponen pada pembelajaran teams games tournament akan

disajikan pada Tabel I.2 sebagai berikut.


17

Tabel 2.2 Komponen Model Pembelajaran Teams Games Tournament

Langkah Aktivitas guru


Langkah 1: Guru menyampaikan materi aljabar secara
Mengajar (teach) singkat
Langkah 2: Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok dan
Belajar kelompok mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka.
(Teams Study) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan tim
mereka untuk menguasai materi dan memecahkan
masalah bersama,saling memberikan
jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok
yang salah dalam menjawab.
Langkah 3: Guru meminta anggota kelompok untuk mengikuti
Permainan (Games permainan dan para siswa memainkan game
tournament) akademik dalam kemampuan yang homogen dengan
Meja turnamen dan guru memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan
materi aljabar. Anggota kelompok
yang bisa menjawab akan mendapat skor.
Langkah 4: Guru memberikan penghargaan berdasarkan skor
Penghargaan Kelompok yang diperoleh oleh kelompok dari permainan.
(Team Recognition) Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen
anggota tim, Kelompok yang mendapatkan skor
tertinggi, maka mereka mendapatkan hadiah.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif Tipe Teams

Games Tournament (TGT) yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada

Tabel I.3 sebagai berikut.

Tabel 2.3 Tahapan Dalam Pembelajaran Tipe Teams Games Tournament

Tahapan Guru Siswa


Langkah 1: Guru menyampaikan tujuan Mendengarkan tujuan dan
Menyampaikan pembelajaran dan memberi- merasa termotivasi.
Tujuan dan kan motivasi
Memotivasi siswa
Langkah 2: Guru menyampaikan materi Siswa mendengarkan
Menyajikan materi yang disampaikan
Informasi /oleh guru
Mengajar (teach)
Langkah 3: Guru meminta siswa untuk Siswa membentuk kelompok
mengorganisasikan membentuk kelompok dan dan saling berinteraksi dan
18

Siswa kedalam mengerjekan lembar kegiatan berkolaborasi dengan tim


Kelompok- dalam tim mereka. mereka untuk menguasai
Kelompok belajar materi dan memecahkannya
(Teams Study)
Langkah 4: Guru meminta anggota Siswa memainkan game
Membimbing kelompok untuk mengikuti akademik dalam kemampuan
Kelompok bekerja permainan. yang homogen.
Dan belajar dengan
Permainan (Games
Tournament)
Langkah 5: Guru memberikan soal Siswa mengerjakan soal
Evaluasi latihan latihan
Langkah 6: Guru memberikan Siswa menerima penghargaan
penghargaan Penghargaan berdasarkan dari guru.
Kelompok (teams) skor yang diperoleh oleh
Recognition) kelompok.

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran teams games tournament

diatas, maka siswa dilatih untuk mengeluarkan ide dan pendapat yang dimilikinya

secara mandiri maupun berkelompok. Dalam proses pembelajaran siswa akan

berperan aktif sehingga pembelajaran akan berjalan sesuai dengan yang

diharapkan.

Model pembelajaran tipe TGT yang dimaksud dalam penelitian ini suatu

pembelajaran koperatif dimana siswa memainkan permainan dengan anggota-

anggota tim lain untuk memperoleh poin untuk skor tim mereka. Adapun langkah-

langkah pembelajaran TGT (Team Games Tournament) dalam penelitian ini yaitu;

(1) menyajikan informasi/mengajar (Teach); (2) menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa; (3) mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok

belajar (team Study); (4) membimbing kelompok belajar dengan permaianan

(games tournament); (5) evaluasi; (6) memberikan penghargaan kelompok (Team

Recognition)
19

2.1.2 Teori Belajar

Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon

(Budiningsih, 2012:21). Sedangkan pembelajaran adalah segala upaya yang

dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa (Sutikno

2014:12). Teori belajar adalah ungkapan-ungkapan mengenai hubungan antara

kegiatan-kegiatan siswa dengan proses-proses psikologis dalam diri siswa atau

hubungan antara fenomena yang ada dalam diri siswa (Siregar dan Nara,

2010:24). Teori belajar yang mendukung penelitian ini antara lain:

2.1.2.1 Teori Belajar Pendukung Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Piaget adalah seorang tokoh psikolog kognitif yang besar pengaruhnya

terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Piaget menyatakan

perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang

didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf (dalam

Budiningsih, 2012:35). Adapun tahap-tahap perkembangan anak dibagi dalam

beberapa tahap yaitu:

1) Tahap I : Masa sensori-motor (0-2 tahun)


Anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari
permanensi objek.
2) Tahap II : Masa pra-operasional (2-7 tahun)
Anak mengalami tahap pemikiran yang lebih simbolis dari pada tahap
sensori-motor tetapi tidak melibatkan pemikiran operasional, artinya anak
mulai memiliki kecakapan motorik.
3) Tahap III : Konkret-operasional (7-11 tahun)
Tahap operasional konkret.Pemikiran operasional konkret mencakup
penggunaan operasi.Penalaran logika menggantikan intuitif, tetapi hanya
dalam situasi konkret.Kemampuan untuk menggolong golongkan sudah
20

ada, tetapi belum bisa memecahkan masalah-masalah abstrak.Artinya,


anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian kejadian konkret.
4) Tahap IV : Formal-operasional (11- dewasa)
Pada tahap ini, individu sudah memikirkan pengalaman diluar konkret,
dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan logis.Selain memiliki
kemampuan abstrak, pemikir operasional formal juga mempunyai
kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan
kemungkinan-kemungkinan.Mereka menyusun rencana untuk
memecahkan masalah dan secara sistematis menguji solusinya.

Jika dikaitkan dengan kemampuan berpikir kritis matematis dalam

penelitian ini adalah siswa sudah berada pada tahap formal-operasional (11-

dewasa) yang sudah mampu berpikir lebih abstrak atau siswa sudah mulai

memiliki kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan

hipotesa. Hal ini sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis dimana siswa

diharapkan mampu membuat kesimpulan dari informasi yang tersedia dengan cara

membuat langkah-langkah penyelesaian.

2.1.2.2 Teori Belajar Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams

Games Tournament (TGT).

2.1.2.2.1 Teori Belajar Bruner

Jrome Bruner terkenal dengan metode penemuannya yaitu dalam belajar

matematika siswa harus menemukan sendiri. Menurut Burner belajar penemuan

sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan

sendirinya memberi hasil yang paling baik (Trianto, 2009:38). Dalam proses

pembelajaran bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah

laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia

menyatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
21

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,

aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang kita jumpai dalam

kehidupan sehari-hari (Budiningsih, 2012:41). Dapat disimpulkan teori Jrome

Bruner menekankan bahwa dalam proses pembelajaran siswa diberi kesempatan

untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan model

pembelajaran kooperatif TGT karena dalam pembelajaran TGT melibatkan penuh

pesertadidik dalam proses pembelajaran.

2.1.2.2.2 Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky menemukan adanya jaringan-jaringan erat, luas, dan kompleks

didalam dan diantara keluarga. Jaringan-jaringan tersebut berkembang dan

membentuk kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak akan

memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sosial

sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam keluarga

untuk memperoleh dan juga menyebarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah

dimiliki. Ada suatu kerja sama di antara anggota keluarga dalam interaksi tersebut

(dalam Budiningsih, 2012:99).

Disamping itu Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif

seseorang dalam mengkonstruksikan pengetahuannya. Maksudnya, perkembangan

kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga

oleh lingkungan sosial yang aktif pula (Budiningsih, 2012:100). Teori belajar

Vygotsky dalam penelitian ini sangat mendukung penerapan model TGT dalam

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada model pembelajaran TGT ini
22

pembelajaran harus melibatkan diskusi kelompok yang menuntut keaktifan dan

kerjasama siswa dalam mencari informasi, memecahkan masalah dan

mempresentasikan hasil yang diperoleh.

2.1.2.3 Teori Belajar Pendukung Motivasi Belajar Siswa.

Teori belajar Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan

belajar satu diantaranya adalah fase motivasi. Siswa yang belajar harus diberi

motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah

(Dahar, 2011:124). Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi

tentang suatu pokok bahasan akan memenuhi keingintahuan mereka akan berguna

bagi mereka atau dapat menolong mereka untuk memperoleh nilai yang lebih

baik. Sehinga teori belajar Gagne dapat mendukung motivasi belajar dalam

penelitian ini.

2.1.3 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Kemampuan berpikir kritis menurut Ruggiero (dalam Turohmah; 2014:9)

adalah segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan

masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami.

Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk

merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Berpikir

kritis adalah sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa,

mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang

lain (Johnson, 2011:185).


23

Sedangkan Ennis (dalam Turohmah, 2014:10) mengemukakan bahwa

berpikir kritis adalah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang

masuk akal mengenai yang dipercayai dan dikerjakan. Gerhand mendefinisikan

berpikir kritis sebagai proses komplek yang melibatkaan penerimaan dan

penguasaan data, analisis data, evaluasi data, mempertimbangkan aspek kuantitaif

dan kualitatif, serta membuat seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil

evaluasi.

Dari pengertian beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal

tertulis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi

pendapat mereka sendiri dalam memecahkan masalah, membuat keputusan untuk

mencapai pemahaman yang mendalam.

Terdapat beberapa indikator kemampuan berpikir kritis matematis.

Menurut Santock (dalam Turohmah, 2014:11) untuk berpikir secara kritis dalam

memecahkan setiap permasalahan atau untuk mempelajari sejumlah pengetahuan

baru, siswa harus mengambil peran aktif di dalam belajar, dalam artian siswa

harus berupaya mengembangkan sejumlah proses berpikir aktif, diantaranya.

a. Mendengarkan secara seksama


b. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan
c. Mengorganisasi pemikiran-pemikiran mereka
d. Memperhatikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
e. Melakukan deduksi (penalaran dari umum ke khusus)
f. Membedakan antara kesimpulan yang valid dan yang tidak valid secara
logika
g. Belajar bagaimana mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Sedangkan untuk menilai tingkat kemampuan berpikir kritis seseorang

diperlukan suatu indikator berpikir kritis. Pritasari (2011: 9) menyatakan untuk


24

menilai kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan dengan pengukuran melalui

tes yang mencakup lima buah indikator yaitu:

a. Mengenal asumsi
b. Melakukan inferensi
c. Deduksi
d. Interpretasi
e. Mengevaluasi argumen

Ennis mengelompokkan indikator kemampuan berpikir kritis dalam lima

aspek yaitu (dalam Costa, 1985: 55-56).

a. Memberikan penjelasan sederhana


1) Memfokuskan pertanyaan
2) Menganalisis pertanyaan
3) Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau
tantangan
b. Membangun ketrampilan dasar
1) Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak.
2) Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi
c. Menyimpulkan
1) Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
2) Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
3) Membuat dan menentukan nilai pertimbangan
d. Membuat penjelasan lebih lanjut
1) Mendefinisikan istilah dan pertimbangan dalam tiga dimensi
2) Mengidentifikasi asumsi
e. Strategi dan taktik
1) Menentukan tindakan
2) Berinteraksi dengan orang lain

Sementara itu Dinandar (2014:21) mengemukakan indikator kemampuan

berpikir kritis yaitu sebagai berikut.

a. Menentukan konsep yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

b. Memberikan alasan tentang jawaban yang dikemukakan.

c. Membuat kesimpulan dari informasi yang tersedia dengan cara membuat

langkah-langkah dalam penyelesaian.


25

Dari beberapa pendapat mengenai kemampuan berpikir kritis tersebut

maka dapat diketahui bahwa kemampuan berfikir kritis mempunyai makna sebuah

proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan

mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Sebuah proses

terorganisasi yang memungkinkan siswa mengidentifikasi bukti, asumsi, logika

dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain, menganalisisnya dan kemudian

mengevaluasinya. Hal-hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk membentuk

proses berpikir dalam memecahkan masalah. Pada dasarnya kemampuan berpikir

kritis erat kaitannya dengan proses berpikir kritis dan indikator-indikatornya.

Indikator menentukan konsep yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan

menurut Dinandar adalah hasil dari proses memberi penjelasan sederhana dan

membangun keterampilan dasar menurut Ennis. Sementara itu indikator

memberikan alasan tentang jawaban yang dikemukakan merupakan proses dari

indikator mengevaluasi argumen menurut Glaser. Dan indikator membuat

kesimpulan dari informasi yang tersedia dengan cara membuat langkah-langkah

dalam penyelesaian diperoleh dari proses membedakan antara kesimpulan yang

valid dan yang tidak valid secra logika menurut Santock.

Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

memecahkan masalah dengan mencari, menganalisis, dan mengevaluasi alasan-

alasan yang baik agar dapat mengambil keputusan yang terbaik dalam

memecahkan masalah matematika. Adapaun indikator kemampuan berpikir kritis

dalam penelitian ini yaitu; (1) menentukan konsep yang digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan; (2) memberikan alasan tentang jawaban yang


26

dikemukakan, (3) membuat kesimpulan dari informasi yang tersedia dengan cara

membuat langkah-langkah dalam penyelesaian.

2.1.4 Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri

seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah ketrampilan,

pengalaman (Martinis, 2007:219). Selanjutnya Suprijono (2009:163) menjelaskan

motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan

kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh

energi, terarah dan bertahan lama. Sedangkan menurut Djali (2008:101) motivasi

belajar merupakan sebagai keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang

mendorongnya untuk melakukan aktifitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan.

Dari beberapa pengertian di atas maka disimpulkan motivasi merupakan

suatu dorongan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu, dan juga

sebagai pemberi arah dalam tingkah lakunya, salah satunya dorongan seseorang

untuk belajar. Motivasi ini pada dasarnya merupakan keinginan yang ingin

dipenuhi, maka ia timbul jika ada rangsangan, baik karena adanya kebutuhan

maupun minat terhadap sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi belajar dapat

dikatakan sebagai dorongan yang membuat siswa, tekun, ulet, semangat dalam

belajar dan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam belajar guna memperoleh

prestasi atau hasil belajar yang diharapkan.

Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam

kegiatan belajar disekolah, diantaranya sebagai berikut (Makmun, 2002:164).


27

a. Memberi angka
b. Memberi hadiah
c. Saingan atau kompetisi
d. Pujian
Keempat hal tersebut secara tidak langsung terintegrasi dalam

pembelajaran sehingga mempengaruhi motivasi belajar. Faktor-faktor yang

mempegaruhi motivasi belajar menurut Hamalik (2003:121) di antaranya:

a. Tingkat kesadaran siswa akan kebutuhan yang mendorong tingkah


laku/perbuatannya dan kesadaran atas tujuan belajar yang hendak dicapai.
b. Sikap guru terhadap kelas, guru yang bersikap bijak dan selalu merangsang
siswa untuk berbuat kearah suatu tujuan yang jelas dan bermakna bagi kelas.
c. Pengaruh kelompok siswa. Bila pengaruh kelompok terlalu kuat maka
motivasinya lebih cenderung ke sifat ekstrinsik.
d. Suasana kelas juga berbengaruh terhadap muncul sifat tertentu pada
motivasi belajar siswa

Berdasarkan beberapa pendapat diatas sangat erat kaitannya dengan model

pembelajaran TGT dimana pada model pembelajaran TGT siswa berkompetisi

dalam kelompok untuk mendapatkan skor atau nilai tertinggi, sehingga dengan

model pembelajaran TGT dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Menurut

Atmadi dan setyaningsih (2000:7) ada beberapa peranan penting dari motivasi

dalam belajar dan pembelajaran antara lain:

a. Peran Motivasi dalam Menentukan Penguatan Belajar

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak

yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan

hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya.

b. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar

Erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk

belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau

dinikmati manfaatnya bagi anak.


28

c. Motivasi Menentukan Ketekunan Belajar

Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha

mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang

baik. Dalam hal itu, tampak bahwa motivasi belajar menyebabkan seorang tekun

belajar.

Adapun indikator motivasi belajar siswa menurut Uno (2011:23) sebagai

berikut:

a. Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil


b. Adanya penghargaan dalam belajar
c. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
d. Adanya lingkungan belajar yang kondusif

Disamping itu indikator motivasi belajar menurut Lestari dan Yudhanegara

(2015:93) adalah sebagai berikut.

a. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar


b. Menunjukkan perhatian dan minat terhadap tugas-tugas yang diberikan
c. Tekun menghadapi tugas
d. Ulet menghadapi kesulitan
e. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

Berdasarkan pernyataan Uno, Lestari dan Yudhanegara dapat disimpulkan

bahwa indikator motivasi belajar siswa yaitu adanya keinginan dan hasrat untuk

berhasil, siswa memiliki motivasi belajar karena adanya dorongan dan kebutuhan

dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar sehingga siswa

bersemangat dalam belajar, ulet menghadapi tugas, lingkungan belajar yang

kondusif mendukung dalam proses pembelajaran.

Motivasi siswa pada penelitian ini diukur dengan menggunakan angket

motivasi yang memuat pernyataan-pernyataan yang menunjukkan seberapa tinggi

motivasi siswa setelah diberikan model pembelajaran TGT (Teams Games


29

Tournament). Hasilnya akan diketahui dari jawaban siswa mengenai pilihan yang

disediakan berdasarkan skala Likert seperti: sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-

ragu (RR), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Berdasarkan uraian di atas, motivasi belajar dalam penelitan merupakan

suatu ini dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri yang memiliki kekuatan

untuk mengarahkan seseorang agar melakukan suatu tindakan. Motivasi belajar

yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki 6 indikator yaitu; (1) adanya hasrat

dan keinginan untuk berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar;

(3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam

belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan

belajar yang kondusif.

2.1.5 Model Pembelajaran Langsung

Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak

digunakan oleh guru adalah model pembelajaran langsung. Menurut Arends

(dalam Ridho, 2011:1) model pembelajaran langsung merupakan model

pembelajaran yang menggunakan pendekatan mengajar yang dapat membantu

siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh pengetahuan lagkah demi

langkah. Disamping itu juga Arends juga mengemukakan bahwa pembelajaran

langsung adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru, oleh karena itu

kesuksesan pembelajaran langsung tergantung pada guru. Jika guru tidak dapat

berkomunikasi dengan baik maka akan menjadikan pembelajaran menjadi kurang

baik pula.
30

Model pembelajaran langsung ini juga memiliki beberapa karakteristik

atau ciri-ciri tersendiri. Beberapa karakteristik atau ciri-ciri model pembelajaran

langsung yaitu sebagai berikut:

a. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk

prosedur penilaian hasil belajar.

b. Adanya sintaks atau pola keseluruhan kegiatan pembelajaran

c. Adanya sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan

agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat belangsung dengan baik.

Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran langsung disajikan

pada Tabel I.4 sebagai berikut.

Tabel 2.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Langsung

Langkah Aktivitas Guru


1. Sebagai apersepsi, guru mengingatkan kembali
tentang materi yang telah dipelajari yang
berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
Pendahuluan 2. Guru menginformasi materi yang akan disampaikan
3. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran kepada
siswa
4. Guru memberikan motivasi belajar kepada siswa
1. Dengan model langsung, guru membahas atau
menjelaskan materi
Pengembangan
2. Guru memberikan latihan soal, kemudian siswa
mengerjakan soal latihan
1. Guru mengarahkan siswa untuk membuat
Penutup kesimpulan
2. Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang menekankan kepada proses

penyampaian materi secara langsung dari seorang guru kepada sekelompok

peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran
31

secara optimal. Langkah-langkah model pembelajaran langsung dalam penelitian

ini adalah (1) pendahuluan; (2) pengembangan; (3) penutup.

2.1.6 Efektivitas Pembelajaran

Pembelajaran dikatakan efektif apabila mencapai sasaran yang diinginkan,

baik dari segi tujuan pembelajaran maupun prestasi siswa yang maksimal

(Sinambela, 2006:78). Efektivitas pembelajaran adalah adanya kesesuaian antara

orang yang melakukan tugas dengan sasaran yang dituju, dapat di kemukakan

bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok tercapainya

tujuan, ketetapan, waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggota (Mulyasa,

2004:82).

Salah satu indikator keefektifan pembelajaran ketercapaian ketuntasan

belajar (Usman, 2002:21-33) menyatakan lima variabel untuk menciptakan kodisi

belajar mengajar yang efektif yaitu: a) Melibatkan siswa secara aktif; b) Menarik

minat dan perhatian siswa; c) Membangkitkan motivasi siswa; d) Prinsip

individualitas; d) Peragaan dalam pengajaran. Selanjutnya menurut Slameto

(2003:92-93) melaksanakan mengajar yang efektif diperlukam syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Belajar secara aktif baik mental maupun fisik


b. Guru harus menggunakan metode yang bervariasi
c. Motivasi
d. Kurikulum yang baik dan seimbang
e. Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual
f. Membuat perencanaan sebelum belajar.

Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games

Tournament) yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dilihat dari implementasi
32

model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap kemampuan berpikir kritis

siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dikatakan efektif apabila (1)

kemampuan berpikir kritis siswa mencapai ketuntasan minimum (KKM=70) baik

secara individu maupun klasikal; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

berpikir kritis siswa; (3) motivasi belajar siswa tinggi.

2.1.7 Materi Bentuk Aljabar

Pada penelitian ini penulis mengambil materi bentuk aljabar pada Standar

Kompetensi (SK) 3.5 Menjelaskan bentuk aljabar dan melakukan operasi pada

benttuk aljabar ( penjumlahan, penguranga, perkalian dan pembagiab), dengan

indikator pencapaian kompetensi memahami konsep yang digunakan untuk

menyelesaikan operasi penjumlahan, pengurangan dan pekalian dalam bentuk

aljabar.

2.1.7.1 Penjumlahan dan Pengurangan

Ujang memiliki 15 kelereng merah dan 9 kelereng putih. Jika kelereng

merah dinyatakan dengan x dan kelereng putih dinyatakan dengan y maka

banyaknya kelereng Ujang adalah 15 x + 9 y . Selanjutnya, jika Ujang diberikan

kakaknya 7 kelereng merah dan 3 kelereng putih maka banyaknya kelereng Ujang

sekarang adalah 22 x + 12 y . Hasil ini diperoleh dari (15 x + 9 y ) + (7 x + 3 y ).

Amatilah bentuk aljabar 3 x 2−2+3 y + x 2+5 x +10. Suku-suku 3 x 2 dan x 2 disebut

suku-suku sejenis, demikian juga suku-suku -2 x dan 5 x . Adapun suku-suku -2 x

dan 3 y merupakan suku-suku tidak sejenis. Suku-suku sejenis adalah suku yang

memiliki variabel dan pangkat dari masing-masing variabel yang sama.


33

Pemahaman mengenai suku-suku sejenis dan suku-suku tidak sejenis

sangat bermanfaat dalam menyelesaikan operasi penjumlahan dan pengurangan

dari bentuk aljabar. Operasi penjumlahan dan pengurangan pada bentuk aljabar

dapat diselesaikan dengan memanfaatkan sifat komutatif, asosiatif, dan distributif

dengan memperhatikan suku-suku yang sejenis.

2.1.7.2 Perkalian

1) Perkalian suatu bilangan dengan bentuk aljabar

Jika a, b, dan c bilangan bulat maka berlaku a(b + c) = ab + ac. Sifat

distributif ini dapat digunakan untuk menyelesaikan operasi perkalian

bentuk aljabar. Perkalian suku dua (a x + b) dengan bilangan k dinyatakan

sebagai berikut.

K(a x + b) = ka x + kb

Contoh soal:

Tentukanlah cara yang tepat untuk menjabarkan bentuk perkalian berikut

ini:

a. 2(3 x – y )

b. 8(−x 2+ 3 x ¿

Penyelesaian:

a. 2(3 x – y ) = 2 × 3 x + 2 × (- y )

= 6x – 2 y

b. 8(−x 2+ 3 x ¿ = −8 x 2 +24 x

2) Perkalian antara bentuk aljabar dan bentuk alajabar.


34

Perkalian antara bilangan k dengan suku dua (a x + b) adalah k (a x + b) = ka

x + kb. Dengan memanfaatkan sifat distributif, perkalian antara bentuk

aljabar suku dua (a x + b) dengan suku dua (a x + d) diperoleh sebagai

berikut.

(a x + b) (c x + d) = a x (c x + d) + b(c x +d)

= a x (c x ) + a x (d) + b(c x ) + bd

=acx 2 + (ad + bc) x + bd

Sifat distributif dapat pula digunakan pada perkalian suku dua dan suku tiga

sebagai berikut.

(a x + b) (cx 2 + d x + e) = a x (cx 2) + a x (d x ) + a x (e) + b(cx 2) + b(d x ) + b(e)

=acx 3 + ad x 2 + ae x + bc x 2 + bd x + be

= ac x3 + (ad+bc) x 2 + (ae + bd) x + be

Contoh soal:

1. Tentukanlah konsep yang tepat untuk melakukan operasi hitung pada bentuk

aljabar 6 x 2 + 5x + 2 dari 7 x 2 + 2x – 3.

Penyelesaian:

7 x 2 + 2x – 3– (6 x 2 + 5x + 2) = 7 x 2 + 2x– 3 – 6 x 2 – 5x – 2

= x 2 – 3x – 5

2. Tentukanlah cara yang tepat untuk menjabarkan bentuk perkalian berikut ini

(x +2) (x + 3).

Penyelesaian:

Menggunakan sifat distributif.

(x +2) (x + 3) = x (x +3) + 2(x +3)


35

= x 2 + 3x + 2x + 6

= x 2 + 5x + 6

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan

Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang mendukung di

rekomendasikannya Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games

Tournament), untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa :

1. Penelitian oleh Silaningsih (2014) menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil

analisis diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran TGT dan TAI

menghasilkan prestasi belajar lebih baik, dibandingkan pada model

pembelajaran Langsung, sedangkan pada model pembelajaran TGT dengan

TAI tidak ada perbedaan.

2. Penelitian oleh Yuliana (2012) menyimpulkan bahwa (1) Rata-rata skor hasil

belajar siswa kelas IVA Sekolah Dasar Negeri 11 Pontianak pada materi Kelipatan

dan Faktor dengan menerapkan model kooperatif tipe teams games tournament

adalah 83,42 (2) Rata-rata skor hasil belajar siswa kelas IVB Sekolah Dasar

Negeri 11 Pontianak pada materi Kelipatan dan Faktor tanpa menerapkan model

kooperatif tipe teams games tournament adalah 66,94. Ini berarti rata-rata hasil

skor hasil belajar siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

3. Penelitian Rusmawati (2013) menyatakan rata rata prestasi belajar kelompok

siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih besar daripada

rata-rata prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran

langsung.
36

4. Penelitian Muawanah (2015) diperoleh rata-rata hasil belajar peserta didik yang

diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)

pada pokok bahasan bangun ruang sederhana balok dan kubus lebih baik dari rata-rata

hasil belajar peserta didik yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hal ini

berarti bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)

efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pokok bahasan bangun

ruang sederhana balok dan kubus.

Berdasakan analisa penelitian yang pernah dilakukam beberapa penelitian

sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model TGT terbukti efektif

hal ini dapat dilihat dari perbedaan hasil belajar siswa. Dengan analisis tersebut maka

penulis akan melakukan penelitian dengan efektifitas model TGT terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa pada materi garis dan sudut. Berdasarkan hasil

peneliti terdahulu, terlihat bahwa model pembelajaran TGT dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga hasil penelitian tersebut akan dijadikan

sebagai pedoman dalam penelitian ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Banyak hal yang dapat ditemukan dalam pembelajaran matematika, yaitu

siswa sering menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit

dipahami. Siswa masih belum mampu menguasai pelajaran dengan baik, sehingga

proses pembelajaran berlangsung secara pasif, siswa merasa sulit untuk bisa

secara cepat menyerap dan memahami pelajaran matematika. Sehingga dari

masalah tersebut akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang tidak

mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM).


37

Oleh karena itu, guru dituntut dapat melakukan inovasi agar masalah

tersebut tidak berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Banyak hal yang

dapat dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran.

Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah model

kooperatif tipe TGT. Pengalaman belajar yang diperoleh dari model ini melatih

siswa untuk mentransfer pengetahuan yang ia punya kepada orang lain. Dengan

demikian, model pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Adapun skema

kerangka pikir disajikan sebagai berikut.

1. Kemampuan berpikir kritis siswa yang masih tergolong rendah.


2. Ketuntasan belajar siswa masih rendah ditunjukkan dari banyaknya
siswa yang belum mencapai KKM.
3. Pengajar masih menggunakan pembelajaran langsung dalam
proses pembelajaran.
Kondisi 4. Rendahnya aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran
berlangsung.

Tahapan model pembelajaran Team Games Tournament sebagai


berikut.
1. Menyajikan informasi atau mengajar (Teach).
2. Menyampaikan tujuan dan motivasi.
Perlakuan
3. Mengorganisasi siswa dalam kelompok (Team Study).
4. Membimbing kelompok dengan permainan (Games Tournament).
5. Evaluasi.
6. Penghargaan kelompok (Team Recognition)

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara


kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Kondisi 2. Ketuntasan belajar siswa tercapai baik secara individual maupun
klasikal.
3. Motivasi belajar siswa tinggi terhadap pembelajaran matematika.

Gambar K.1 Skema Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Penelitian


38

Menurut Sugiyono (2014:99), hipotesis diartikan sebagai jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Sedangkan secara statistik

hipotesis diartikan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji

kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian. Adapun

hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ketuntasan hasil belajar siswa tercapai (mencapai KKM = 70) baik secara

individual maupun klasikal pada materi bentuk aljabar dengan diterapkannya

model pembelajaran TGT di kelas VII SMP Negeri 12 Singkawang

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara

siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan siswa

yang diberikan pembelajaran langsung pada materi bentuk aljabar di kelas VIII

SMP Negeri 12 Singkawang.

3. Motivasi belajar siswa tergolong tinggi setelah diterapkannya model

pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi bentuk aljabar di kelas VII SMP

Negeri 12 Singkawang.

Anda mungkin juga menyukai