Berdasarkan pengertian tersebut dapat dimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu
pola yang dipilih guru sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Apabila dalam proses pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran
yang inovatif maka proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Shoimin (2014:203) menyatakan TGT adalah model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan
peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Rusman (2014:224) mendefinisikan TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6
orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Teams Games
Tournament (TGT) adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang berisi turnamen
akademik dengan melibatkan aktivitas seluruh siswa yang memiliki kemampuan, jenis
kelamin dan suku atau ras yang berbeda.
2. Kelompok (teams)
Kelompok biasanya terdiri atas 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat
dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan
anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Games
Games terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakn game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan
mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnament
Turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan
presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru
membagi siswa ke dalam beberapa meja turnmen. Tiga siswa tertinggi prestasinya
1. Class Presentation
Guru menyampaikan materi, tujuan pembelajaran, pokok materi, dan penjelasan singkat LKS
dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah. Siswa harus benar-benar memahami
materi untuk membantu mereka dalam kerja kelompok maupun game.
2. Teams
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota antara 4 sampai 5 orang
berdasarkan kriteria kemampuan dari ulangan harian, jenis kelamin, etnik, dan ras. Kelompok
ini bertugas mempelajari lembar kerja. Kegiatannya berupa mendiskusikan masalah-masalah,
membandingkan jawaban, memeriksa, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep
temannya jika teman satu kelompok melakukan kesalahan.
3. Games
Dimainkan pada meja turnamen oleh 3 orang siswa yang mewakili tim atau kelompoknya
masing-masing. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan mendapat skor. Skor ini yang
nantinya dikumpulkan untuk turnamen atau lomba mingguan.
4. Tournament
Dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas
dan kelompok sudah mengerjakan LKS. Siswa dibagi ke dalam beberapa meja turnamen.
Tiga peserta didik tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga peserta didik
selanjutnya pada meja II, dan seterusnya.
6. Team Recognition
Guru mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing kelompok akan mendapat
hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Kelompok yang
mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 50 atau lebih, “Great Team” apabila rata-
rata mencapai 50-40 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 40 ke bawah. Hal ini dapat
menyenangkan para peserta didik atas prestasi yang telah mereka buat.
1. Model TGT tidak hanya membuat siswa yang cerdas lebih menonjol dalam pembelajaran,
tetapi siswa yang berkemampuan lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan
penting dalam kelompoknya.
2. Model pembelajaran TGT, akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai
sesama anggota keompoknya.
3. Model pembelajaran TGT, membuat siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran.
Karena dalam pembelajaran ini, guru menyajikan sebuah penghargaan pada siswa atau
kelompok terbaik.
4. Model pembelajaran ini, membuat siswa menjadi lebih senang dalam mengikuti
pelajaran karena ada kegiatan permainan berupa turnamen.
Berdasarkan beberapa kekurangan dari model Teams Games Tournament tersebut dapat
diminimalisir dengan cara guru benar-benar memaksimalkan waktu belajar yang tersedia
semaksimal mungkin, pembelajaran menggunakan model TGT ini digunakan pada mata
pelajaran PKn materi Globalisasi karena materinya luas dapat dibuat menjadi games dan
tournament sehingga siswa mudah menerima pelajaran tersebut, dan guru sebagai wali kelas
sudah mengetahui kemampuan akademis siswanya dengan baik.
Dari beberapa kelebihan model pembelajaran Teams Games Tournament tersebut, dapat
disimpulkan bahwa model tersebut baik untuk diterapkan pada pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan pada materi Globalisasi untuk meningkatkan semangat dan kerjasama
antar siswa sehingga materi pelajaran akan mudah diterima atau dimengerti.
Referensi
Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta : Diva Press
Suprijono, Agus. 2015. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran. Bandung: PT Raja Grafindo Persada.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Slavin, Robert E. 2015. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Posted by Rizkq Aeni
Pada postingan kali ini saya akan mengulas tentang model pembelajaran
kooperatif tipe TGT. Ulasan di bawah ini disadur dari skripsi karya Warid Ardiansyah
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang.
Tujuan pembelajaran dalam kelompok kecil yaitu; (a) member kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional, (b) mengembangkan sikap social
dan semangat bergotong royong (c) mendinamisasikan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga setiap
kelompok merasa memiliki tanggung jawab, dan (d) mengembangkan kemampuan kepemimpinan dalam
kelompok tersebut (Dimyati dan Mundjiono, 2006).
Agar kelompok kecil dapat berperan konstruktif dan produktif dalam pembelajaran diharapkan; (a) anggota
kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok, (b) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa
tanggung jawab, (c) setiap anggota kelompok membina hubungan yang baik dan mendorong timbulnya
semangat tim, dan (d) kelompok mewujudkan suatu kerja yang kompak (Dimyati dan Mundjiono, 2006).
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan
pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini ,
siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan
membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan
menentukan skor kelompok.
2. Kelompok ( team )
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk
lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa
dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai
dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
4. Turnamen
Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian. Siswa yang mendapatkan
nomor terbesar sebagai reader 1, terbesar kedua sebagai chalennger 1, terbesar ketiga sebagai chalenger
2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka
yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader2. Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab
soal pada kesempatan yang pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader1
apabila menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya adalah menjawab soal yang
dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah.
Chalenger 3 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader1,
chalenger 1, chalenger 2 menurut chalenger 3 salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci
jawaban . Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta berubah searah jarum jam. Yang
tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi reader1, chalenger 2 menjadi chalenger 1, chalenger3 menjadi
chalenger 2, reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak
jumlah soal yang disediakan guru.
5. Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat
atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
≥ 45
Super Team
40 – 45
Great Team
30 – 40
Good Team
6) Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja
akademik
7) Kemajuan kelompok dapak diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara
mingguan
Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya
cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh
karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil
dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari
teori pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas
yang sesuai mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa yang
heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan
pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin
dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori,
orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi.
Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan
anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses
implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan
belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka.
Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam
implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif
terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan
pembelajaran TGT, sebagai berikut:
Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih
banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan
bukannya pada keberuntungan.
TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang
lebih sedikit)
Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih
sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok
tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian
khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament
(TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006),
yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain:
1. Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa
lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang
mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada
siswa yang lain.
Kesimpulan
Dari pembahasan materi model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tersebut, maka dapat
disimpulkan
1. Dengan model pembelajaran TGT ( Teams Games Tournaments ) dapat meningkatkan motivasi dan
hasil belajar siswa. Karena siswa dapat belajar lebih rileks, serta dapat menumbuhkan tanggung jawab,
kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
2. Dengan model pembelajaran TGT ( Teams Games Tournaments ) dapat menambah wawasan tentang
berbagai model pembelajaran serta dapat meningkatkan kompetensi guru.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT
Model pembelajaran kooperatif ada berbagai macam dan salah satunya yaitu
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). Model ini pada
mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Model Pembelajaran
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
2. Pemahaman (understanding) yaitu menyangkut kognitif dan afektif yang dimiliki oleh
individu. Di samping memahami materi pelajaran dengan TGT siswa juga dilatih untuk
memahami perasaan orang lain.
3. Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas
atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Kompetensi ini dapat dengan mudah
diperoleh siswa, karena dalam TGT dapat mengembangkan banyak kompetensi
diantaranya membuat pertanyaan dan menjelaskan kepada siswa lain.
4. Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah
menyatu dalam diri seseorang. Kompetensi ini pada TGT terkandung dalam kejujuran
dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan
penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk
menyatukan pendapat yang berbeda.
5. Sikap (attitude) yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi
terhadap suatu rangsangan yang akan datang dari luar. Kompetensi sikap diperoleh siswa
karena dalam TGT siswa belajar dengan kelompok masing-masing tanpa ada tekanan dari
guru, sehingga siswa merasa senang dan santai.
a. Bagi guru
Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu
yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas
secara menyeluruh.
b. Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan
penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah
membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar
dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament terdapat unsur-
unsur yang sangat penting yaitu sebagai berikut.
Syarat-syarat Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) terdiri dari sintaks,
sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak
pengiring.
a. Sintaks (Syntax)
Menurut Slavin (dalam Purwati, 2010) ada 5 komponen utama dalam TGT yang
secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut.
Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan
ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik materi yang
sedang disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang bersangkutan. Pada
kesempatan ini guru harus memberitahu siswa agar cermat mengikuti proses
pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat untuk
bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh sangat
menentukan skor tim mereka.
Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan. Materinya terdiri dari
sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru pada
fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah memperoleh
informasi secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya. Dalam permainan ini, posisi
meja turnamen diatur sebagai berikut (Sumber: Slavin dalam Purwati, 2010).
Tim A
Tim B Tim C
Keterangan gambar:
Peraturan permainan
1. Tiap meja terdiri dari 4-6 orang siswa yang berasal dari kelompok yang
berbeda/heterogen.
2. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan terlebih dahulu pembaca soal dan pemain
pertama dengan cara undian. Pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang
berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan
soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain.
3. Soal dikerjakan secara mandiri oleh penantang dan pemain sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain
akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang.
4. Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain
yang menjawab benar atau penantang yang memberikan jawaban benar. Jika semua
jawaban pemain salah, maka kartu dibiarkan saja.
5. Permainan dilanjutkan dengan kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis
dibacakan, dan posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu
meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain dan penantang.
6. Dalam permainan, pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka
kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban kepada peserta yang
lain.
7. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah
kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang
telah disediakan.
8. Setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh
kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh oleh anggota
kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria
penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
1 X<15 -
a) Membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif
dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran.
c) Harus mampu menciptakan suasana psikologis yang dapat membangkitkan respon siswa.
e) Memberikan bantuan terbatas pada siswa yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut
dapat berupa pertanyan untuk membuka wawasan siswa.
Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses
pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, pola hubungan antara
guru dan siswa yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara
guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain. Proses pembelajaran dalam
model TGT lebih berpusat pada siswa (student centered approach) karena siswa tidak
dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru,
melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuan yang dimiliki sehingga siswa dapat mengembangkan potensi dirinya. Hal ini
dapat dilihat dari kegiatan siswa dalam TGT yang belajar bersama secara berkelompok
dan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya tanpa adanya tekanan dari guru. Dengan
pembelajaran seperti itu, maka akan tercipta suasana belajar yang menyenangkan
sehingga memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa
tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Dalam TGT siswa melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi
dalam sebuah permainan yang melibatkan siswa sebagai tutor sebaya. Dengan aktivitas
semacam ini dan dilaksanakan secara rutin, kemampuan siswa dalam konstruksi
pengetahuan secara mandiri akan meningkat.
Dalam model TGT, informasi (pengetahuan) dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui
aktivitas belajar yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang dikonstruksi sendiri
dapat bertahan lama dalam memori siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih
bermakna.
Pembelajaran dengan TGT memberikan kesempatan kepada siswa dengan berbagai latar
belakang kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk bekerja
sama, saling tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini
memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang
sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
a) Minat (interest)
Dalam pembelajaran yang menggunakan TGT, siswa tidak menerima pengetahuan secara
pasif dari gurunya, tetapi siswa berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian
atau otonomi siswa dalam belajar.
c) Nilai (value)
Pada TGT terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu,
keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat
ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.
Adanya suasana persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat siswa terlibat
aktif dalam pembelajaran, baik dalam mempelajari bahan ajar dan membangun
pengetahuan sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan.
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, maka akan dapat
menumbuhkan sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu.
a. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach)
Hal ini dapat dilihat dari kegiatan siswa dalam TGT yang belajar bersama secara
berkelompok dan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya.
Pendekatan ini memberikan kesempatan luas pada siswa untuk mengembangkan strategi
dan keterampilan belajarnya sendiri.
c. Pendekatan bervariasi
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan
yang dihadapi anak didik dalam belajar adalah bervariasi (Bahri Djamarah, 2006). Dalam
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat digunakan pendekatan yang bervariasi
yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Sehingga dengan cara tersebut akan menjamin
keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk
meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Metode yang dapat digunakan pada Model Pembelajaran Teams Games Tournament
(TGT) ada berbagai macam, beberapa diantaranya yaitu sebagai berikut.
a. Metode Ceramah
Menurut Arikunto (dalam Djamarah, 2005), metode ceramah adalah sebuah cara
melaksanakan pembelajaran yang dilakukan guru secara monolog dan berlangsung satu
arah, yaitu dari guru ke siswa. Pada model pembelajaran TGT, metode ceramah dapat
digunakan pada menjelaskan diawal pelajaran, menyimpulkan materi pembelajaran dan
mengkonfimasi bila ada jawaban siswa yang perlu diperbaiki.
c. Metode Diskusi
Pada model pembelajaran TGT, siswa melakukan diskusi dengan anggota kelompok
masing-masing untuk memecahkan suatu permasalahan.
d. Metode demostrasi
Metode problem solving adalah suatu cara mengajar yang menghadapkan siswa kepada
suatu masalah agar dipecahkan atau diselesaikan (Sriyono, 1992:118). Pada model
pembelajaran TGT, siswa dihadapkan pada suatu masalah yang terdapat pada LKS atau
permasalahan yang diberikan oleh guru untuk dipecahkan dalam kelompok masing-
masing.
Metode pemberian tugas dapat diartikan sebagai suatu format interaksi belajar mengajar
yang ditandai dengan adanya satu atau lebih tugas yang diberikan oleh guru, tugas
tersebut dapat diselesaikan secara individu atau secara berkelompok sesuai dengan
perintahnya (Sriyono, 1992). Pada model pembelajaran TGT, guru memberikan tugas
kepada kelompok masing-masing untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikannya.
e. Metode Eksperimen
Metode eksperimen atau percobaan adalah cara belajar mengajar yang dilibataktifkan
peserta didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan itu
(Sumantri, 1999:157). Pada model TGT dapat digunakan pada langkah pertama yaitu
presentasi klasikal atau penyajian informasi.
C. Simpulan
b) Prinsip reaksi, yaitu membangun ikatan emosional, berperan bukan sebagai sumber
utama dan menekankan pembelajaran kooperatif.
c) Sistem sosial, yaitu intekasi dua arah dan berpusat pada siswa.
d) Sistem pendukung, yaitu meja untuk turnamen, LKS, Lembar Percobaan dan buku
penunjang yang relevan.
c. Strategi yang digunakan pada Model pembelajaran TGT adalah strategi pembelajaran
kooperatif.
d. Metode yang digunakan pada Model Pembelajaran TGT ada berbagai macam beberapa
diantaranya yaitu metode ceramah, kerja kelompok, diskusi, demosntrasi, problem
solving, pemberian tugas, dan eksperimen.
Pada postingan kali ini saya akan mengulas tentang model pembelajaran
kooperatif tipe TGT. Ulasan di bawah ini disadur dari skripsi karya Warid Ardiansyah
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang.
Setelah siswa ditempatkan dalam meja turnamen, maka turnamen dimulai dengan
memperhatikan aturan-aturannya. Aturan-aturan turnamen TGT yaitu:
(1) cara memulai permainan
Untuk memulai permainan, terlebih dahulu ditentukan pembaca pertama. Cara
menentukan siswa yang menjadi pembaca pertama adalah dengan menarik kartu
bernomor. Siswa yang menarik nomor tertinggi adalah pembaca pertama.
(2) Kocok dan ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor
tersebut pada lembar permainan.
Setelah pembaca pertama ditentukan, pembaca pertama kemudian mengocok kartu
dan mengambil kartu yang teratas. Pembaca pertama lalu membacakan soal yang
berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu. Setelah itu, semua siswa harus
mengerjakan soal tersebut agar mereka siap ditantang. Setelah si pembaca memberikan
jawabannya, maka penantang I (siswa yang berada di sebelah kirinya) berhak untuk
menantang jawaban pembaca atau melewatinya.
(3) Tantang atau lewati
Apabila penantang I berniat menantang jawaban pembaca, maka penantang I
memberikan jawaban yang berbeda dengan jawaban pembaca. Jika penantang I
melewatinya, penantang II boleh menantang atau melewatinya pula. Begitu seterusnya
sampai semua penantang menentukan akan menantang atau melewati.
Apabila semua penentang sudah menantang atau melewati, penantang II
memeriksa lembar jawaban dan mencocokkannya dengan jawaban pembaca serta
penantang. Siapapun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya. Jika jawaban
pembaca salah maka tidak dikenakan sanksi, tetapi bila jawaban penantang salah maka
penantang mendapatkan sanksi. Sanksi tersebut adalah dengan mengembalikan kartu
yang telah dimenangkan sebelumnya (jika ada).
(4) Memulai putaran selanjutnya
Untuk memulai putaran selanjutnya, semua posisi bergeser satu posisi kekiri.
Siswa yang tadinya menjadi penantang I berganti posisi menjadi pembaca, penantang II
menjadi penantang I, dan pembaca menjadi penantang yang terakhir. Setelah itu,
turnamen berlanjut sampai kartu habis atau sampai waktu yang ditentukan guru.
(5) Perhitungan poin
Apabila turnamen telah berakhir, siswa mencatat nomor yang telah meraka menangkan
pada lembar skor permainan. Pemberian poin turnamen selanjutnya dilakukan oleh guru.
Teams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards.
Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen.
Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua
anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT
memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games
Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah setelah siswa bekerja dalam tim (sama dengan
TPS).
Dalam TGT siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin
bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada “meja-turnamen”, di mana
ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai IPA terakhir
yang sama. Sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil. Peraih rekor
tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan 60 poin untuk timnya, tanpa menghiraukan dari
meja mana ia mendapatkannya. Ini berarti bahwa mereka yang berprestasi rendah (bermain dengan
yang berprestasi rendah juga) dan yang berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi)
kedua-duanya memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja tertinggi
mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya.
TGT memiliki dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan
saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan
menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game
temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.
Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-
tiap siswa akan mengambil sebuah kartu dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
angka yang tertera. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor
maksimal buat kelompoknya. Turnamen ini juga dapat digunakan sebagai review materi pelajaran.
Dalam Implementasinya secara teknis Slavin (2008) mengemukakan empat langkah utama dalam
pembelajaran dengan teknik TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai
berikut:
1. Guru menentukan nomor urut siswa dan menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang ,
kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 lembar permainan, 1 lbr jawaban, 1 kotak kartu nomor, 1
lbr skor permainan.
2. Siswa mencabut kartu untuk menentukan pembaca I (nomor tertinggi) dan yang lain menjadi penantang
I dan II.
3. Pembaca I menggocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.
4. Pembaca I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan mencoba menjawabnya. Jika jawaban salah,
tidak ada sanksi dan kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan sebagai bukti skor.
5. Jika penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban secara
bergantian.
6. Jika jawaban penantang salah, dia dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang benar (jika
ada).
7. Selanjutnya siswa berganti posisi (sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
8. Setelah selesai, siswa menghitung kartu dan skor mereka dan diakumulasi dengan semua tim.
9. Penghargaan sertifikat, Tim Super untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah), Tim Baik
(kriteria bawah)
10. Untuk melanjutkan turnamen, guru dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan prestasi
pada meja turnamen.
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar
pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang
kuat untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan
kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori
utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori kognitif.
Menurut Slavin (2008), perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan
pada penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa bekerja. Deutsch (1949) dalam Slavin
(2008) mengidentifikasikan tiga struktur tujuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. kooperatif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi konstribusi pada pencapaian
tujuan anggota yang lain.
2. kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota
lainnya.
3. individualistik, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsenkuensi apa pun
bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-
satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka
sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar
kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar
dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-
tugas yang sesuai mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa
yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan
perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi
ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam
memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi
dari materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang
lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan
anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses
implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis,
lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas
mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan
kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi
siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif
terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan
pembelajaran TGT, sebagai berikut:
Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan
lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan
bukannya pada keberuntungan.
TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang
lebih sedikit)
Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih
sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai
kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat
penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.