transformasi Revolusi Industri 4.0, secara mengejutkan Jepang pada 21 Januari 2019 secara
resmi meluncurkan “Society 5.0” dengan menjadikan manusia sebagai subjek utama (human
centered society) dalam mengendalikan kemajuan ilmu dan teknologi. Bukan sebagai objek yang
bakal terancam atau bahkan tergilas oleh Revolusi Industri 4.0. Salah satu alasannya, Jepang
menghadapi persoalan demografi yang sangat serius. Yakni kelompok usia produktif, sekitar 77 juta
jiwa akan berkurang sebesar 70 persen menjadi 53 juta pada 2050. Sementara itu, populasi di atas
usia 65 tahun akan naik 38,4 persen pada 2065. Bagi mereka, tanpa bantuan teknologi digital akan
sulit untuk melayani dan memenuhi semua kebutuhan masyarakatnya. Mengingat semakin
sedikitnya jumlah populasi produktif. Kesadaran akan geopolitik dan geostrategi yang mereka
bangun tidak muncul tiba-tiba, namun melalui perjalanan panjang mencakup perencanaan dan
imple- mentasiyangfokus danterintegrasi untukkesejahteraandankeamanan bangsa dan negaranya.
Iptek yang menjadi keunggulan kompetitif telah dijadikan momentum dahsyat untuk memengaruhi
dunia global menembus batas imajiner negara. Jepang akan semakin terkenal
diduniadenganmemanfaat- kan internet of things (IoT), big data, artificial intelligence (AI), robot,
dan sharing economy serta berfokus pada humanisme. Ini arah baru perpaduan era Revolusi Industri
4.0 dan Masyarakat 5.0.
Perpaduan Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 hendaknya dapat dijadikan roadmap/blue print
nasional Indonesia. Kita perlu bertindak cepat dan jangan sampai terlambat sehingga terjamin
kepentingan nasional dan keberlanjutanataseksistensibangsa. Karena populasi generasi tua akan
semakin banyak. Sehingga akan terjadi krisis populasi produktif seperti Jepang, Rusia dan Korea
saat ini. Menurut Hehni Adam, pemerintah Indonesia perlu menyiapkan regulasi untuk melindungi
pekerja dari ancaman kehilangan pekerjaan akibat dari revolusi Industri 4.0. Sehingga bonus
demografi yang dihadapi Indonesia dapat dijadikan subjek yang mengendalikan teknologi. Jangan
sampai terbalik manusia menjadi korban teknologi yang tumbuh berkembang. Bonus demografi bagi
Indonesia harus mampu dijadikan peluang melalui peningkatan kapasitas dan kualitasnya agar
memiliki profesionalisme dan nasionalisme tinggi sehingga memiliki daya saing global yang
membanggakan. Hal ini perlu komitmen penyelenggara negara maupun perusahaan untuk fokus dan
mempersiapkan perencanaan dan pembiayaan yang memadai untuk pelaksanaan up skilling, social
security net and funding. Sehingga mampu menjadi agent of technology sebagai sumber daya ma-
nusia (SDM) yang unggul. In paralel, terus dikembangkan industri-industri strategis nasional
termasuk industri digital, yang berbasiskan artificial intelligence (AI), internet atas segala hal
(internet of thing/ IoT), realitas tertambah (augmented reality), pembelajaran mesin (machine
learning), dan pembelajaran dalam (deep learning). Serta berorientasi pada pengembangan SDM
Indonesia, profit dan keberlanjutan.
Perkembangan masyarakat 5.0 membawa dampak cukup positif terhadap pembelajaran SAINS.
Seperti yang kita ketahui pembelajaran sains menekankan pada pembentukan keterampilan
memperoleh pengetahuan dan mengembangkan sikap ilmiah. Hal ini bisa tercapai apabila dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses baik keterampilan proses dasar
maupun keterampilan proses terintegrasi (terpadu). Dengan berkembangnya masyarakat 5.0 akan
mempermudah kita untuk lebih mengembangkan pembelajaran sains agar lebih maju. Pengajar
diharapkan dapat menuntut peserta didik untuk mengembangkan atau membuat teknologi.
Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan
sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi industri 4.0 seperti Internet
on Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big
Data (data dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0
juga dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis
teknologi.
Menghadapi era society 5.0 ini dibutuhkan kemampuan 6 literasi dasar seperti literasi data yaitu
kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan informasi (big data) di dunia digital.
Kemudian literasi teknologi, memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial
intelligence, machine learning, engineering principles, biotech). Dan terakhir adalah literasi
manusia yaitu humanities, komunikasi, & desain
Sebagai Pendidik di era society 5.0, para guru harus memiliki keterampilan dibidang digital dan
berpikir kreatif. Menurut Zulfikar Alimuddin, Director of Hafecs (Highly Functioning Education
Consulting Services) menilai di era masyarakat 5.0 (society 5.0) guru dituntut untuk lebih inovatif
dan dinamis dalam mengajar di kelas (Alimuddin, 2019). Oleh karena itu ada tiga hal yang harus
dimanfaatkan pendidik di era society 5.0. diantaranya Internet of things pada dunia
Pendidikan (IoT), Virtual/Augmented reality dalam dunia pendidikan, Pemanfaatan Artificial
Intelligence (AI) dalam dunia pendidikan untuk mengetahui serta mengidentifikasi kebutuhan
pembelajaran sains yang dibutuhkan oleh pelajar Tenaga pendidik di abad society 5.0 ini
harus menjadi guru penggerak yang mengutamakan murid dibandingkan dirinya, inisiatif untuk
melakukan perubahan pada muridnya, mengambil tindakan tanpa disuruh, terus berinovasi serta
keberpihakan kepada murid. Ketika peserta didik sudah dapat menghadapi masyrakat 5.0 maka
pembelajaran sains kedepannya akan berkembang pesat.
Kelompok kami memaknai masyarakat sains atau society 5.0 pembawa perubahan di abad 21
ini. Dimana Society 5.0 menawarkan masyarakat yang berpusat pada manusia yang membuat
seimbang antara kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui sistem yang sangat
menghubungkan melalui dunia maya dan dunia nyata. Menurut perdana menteri Jepang, Shinzo Abe
menjelasakan dalam World Economic Forum (WEF), “Di society 5.0 itu bukan lagi modal, tetapi
data yang menghubungkan dan menggerakkan segalanya, membantu mengisi kesenjangan antara
yang kaya dan yang kurang beruntung. Layanan kedokteran dan pendidikan, dari tingkat dasar
hingga perguruan tinggi akan mencapai desa-desa kecil."
Jika society 4.0 memungkinkan kita untuk mengakses juga membagikan informasi di
internet. Society 5.0 adalah era di mana semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri.
Internet bukan hanya sebagai informasi melainkan untuk menjalani kehidupan. Sehingga
perkembangan teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah
ekonomi pada kemudian hari. Memang terdengar sangat utopis terjadi. Apalagi, Indonesia
merupakan negara berkembang yang bahkan bisa dikatakan hanya segelintir orang yang mengenal
Revolusi Industri 4.0 ataupun society 5.0. Hanya di kalangan akademis yang melek akan kemajuan
zamannya, pebisnis yang memang punya kepentingan keberlangsungan usahanya, juga pemangku
kebijakan publik yang memperhatikan. Baru hanya segelintir orang. Namun diharapkan dunia
pendidikan kita harus mampu bersikap adil memberikan bekal bagi peserta didik untuk selalu siap
menghadapi tantangan zaman. Kita harus bergerak cepat untuk bisa beradaptasi di era Revolusi
Industri 4.0 dan Society 5.0 saat ini.
Citizen science dapat diartikan sebagai peran serta publik dalam melakukan pendataan sebuah
penelitian yang berbasis ilmiah. Masyarakat umum dapat berkolaborasi dengan ilmuwan-ilmuwan
profesional dalam menganalisis, mengumpulkan, dll yang nantinya akan berguna untuk menambah
pemahaman dalam pengelolaan sumber daya yang ada. Perkembangan komunikasi ilmiah dalam
beberapa waktu ini menunjukkan peningkatan peran aktif citizen science. Salah satu faktor yang
membuat hal itu terjadi adalah kemajuan teknologi yang membuat semua orang dapat dengan
mudah mendapatkan data dan membagikannya.
Peningkatan penggunaan teknologi yang semakin pesat dapat memungkinkan pertukaran
informasi antara ilmuwan dengan non-ilmuwan. Peranan teknologi juga berguna untuk mengelola
sumber daya alam secara berkelanjutan. Pengumpulan data dalam hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan studi pustaka dan dikaji secara objektif, sistematik, dan kuantitatif untuk
mendapatkan kesimpulan yang tepat.
Saat ini salah satu kegunaan citizen science yang dapat kita jumpai dalam aplikasi yang ada di
ponsel pintar yaitu aplikasi Burungnesia. Aplikasi ini memanfaatkan peran para pengamat yang
sedang melakukan pengamatan jenis burung yang ada di sekitar. Lalu para pengamat melakukan
beberapa kegiatan seperti mengumpulkan, mengarsip, menganalisis, dan berbagi data mengenai
biodiversitas. Tujuan dari pengembangan tentang citizen science yaitu untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi, pengetahuan mengenai biodiversitas, dan data-
data yang ada terkait dengan biodiversitas di Indonesia.
Di Indonesia, citizen science juga dilakukan, salah satunya dalam pemantauan populasi
burung air. Namanya Asian Waterbird Census yang diinisiasi Wetland International sejak 1987.
Awalnya, hanya dilakukan di subkontinen India yang terus meluas dari Asia, Afrika, Jepang, Asia
Tenggara hingga Australasia. Ribuan masyarakat dari 27 negara berpartisipasi aktif. Januari 2020
ada kegiatan besar yang melibatkan citizen science di Indonesia. The 2020 Big Month, adalah aksi
pengamatan burung bersama selama satu bulan penuh yang dikemas dalam bentuk kompetisi.
Peserta yang memantau burung dapat mengamati di semua tipe habitat, seperti perumahan,
perkebunan, hingga taman kota.
5. Apakah yang perlu dilakukan untuk mendukung atau mengkritisi terlaksananya science
citizen dalam pembelajaran IPA?
Adapun yang perlu dilakukan untuk mendukung terlaksananya science citizen pada
pembelajaran IPA adalah pengajar perlu memperkenalkan kepada peserta didik apa itu science
citizen. Serta memperkenalkan apa saja contoh aplikasi yang digunakan dalam science citizen dan
cara menggunakannya. Selain itu harus di landasi kompetensi abad 21 dan era industri 4.0 society
5.0 yaitu: 1. Literasi data, kemampuan pemahaman untuk membaca, menganalisis, menggunakan
data dan informasi (big data) di dunia digital. 2. Literasi teknologi, kemampuan memahami cara
kerja mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial intelligence, dan engineering principle). 3. Literasi
manusia, kemampuan pemahaman tentang humanities, komunikasi dan desain. 4. Keterampilan
abad 21 yang menumbuhkan HOTS (High Older Thinking Skill), meliputi Communication,
Collaboration, Critical Thinking, Creative Thinking, Computational Logic, Compassion dan Civic
Responsibility. 5. Pemahaman era industri 4.0 dan perkembangannya 6. Pemahaman ilmu untuk
diamalkan bagi kemaslahatan bersama secara lokal, nasional dan global.
Adapun untuk mengkritisi terlaksananya scince citizen dalam pembelajaran IPA bukan hanya
dipengaruhi faktor internal yaitu guru dari sekolah selaku pemangku kebijakan. Akan tetapi ada juga
faktor eksternal seperti jaringan yang kurang memadai dan fasilitas yang kurang mendukung
terutama di daerah terpencil, serta kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang menguasai IT.