Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Metodologi Studi Islam

Pendekatan Saintis, Historis dan Sosiologis

Dosen Pengampu : Suherman Priatna, S.Hum,.M.Pd.I

Disusun oleh :

221360102 Muhammad Rija

221360103 Nurul Amalia Puspita

BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN MAULANA HASANUDIN

BANTEN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan karunia-
Nya penulis penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari
makalah ini adalah “ Pendekatan saintis, sejarah dan Sosiologis.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada


pak Suherman Priatna, S.Hum,.M.Pd.I selaku dosen pengampu yang telah membantu dan
membimbing dengan memberikanmemberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak lain yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar karya tulis ilmiah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
serta penyusunan makalah ini karena keterbatasan waktu, pengetahuan, dan pengalaman penulis.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Serang, 20 Mei 2023


Tertanda,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................

Latar Belakang....................................................................................................
Rumusan Masalah...............................................................................................
Tujuan Masalah..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

Pendekatan Saintis .............................................................................................


Pendekatan Historis............................................................................................
Pendekatan Sosiologis.........................................................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................................

Kesimpulan..........................................................................................................
Saran.....................................................................................................................
BAB 1

PNDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya
sekadar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam kotbah,
melainkan secara konsepsional me- nunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam
memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman
agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan saintis, sejarah dan sosiologis
dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara
operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Berkenaan dengan pemikiran di atas, maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk
mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal
demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara
fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai
pendekatan terse out, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak
fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan
hal ini tidak boleh terjadi.
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang se- lanjutnya digunakan dalam
memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama
dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena
itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian
legalistik atau penelitian filosofis.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam makalah ini, yaiu:
1. Apa definisi dari pendekatan sains?
2. Apa saja fakta ilmiah islam dan sains?
3. Apa pengertian dari pendekatan historis?
4. Apa saja ruang lingkup dari kajian historis?
5. Apa pengertin pendekatan sosiologis?
6. Apa objek studi islam dalam pendekatan sosiologis?

C. Tujuan Penulis
Dalam pembuatan makalah ini, tentunya terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh penulis.
Adapun tujuannya antara lain :
1. Untuk memahami definisi dari pendekatan saintis.
2. Untuk mengetahui fakta-fakta ilmiah sains dalam Islam.
3. Untuk memahami pengertian dari pendekatan historis.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup dari kajian historis.
5. Untuk memahami pengertin dati pendekatan sosiologis.
6. Untuk mengetahui objek stui islam dalam pendekatan sosiologis.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Saintis
1. Definisi antara Science, Sains dan Ilmu
Science dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “al-Ilmu”.Dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan “ilmu”atau “sains”. Al-Ilmu secara bahasa maknanya adalah pemahaman,
pengetahuan, isyarat, atau tanda.Al-Ilmu adalah anonim dari kata al-jahl(kebodohan).
Menurut Hasan Hito secara istilah al-ilmudidefinisikan sebagai, “Pengetahuan yang
mutlak, sesuai dengan fakta, dan berdasarkan bukti (data)” (Hito 1990, 26) Atau ilmu adalah,
“Memahami sesuatu sesuai faktadengan pemahaman mutlak” (Ya’qub 2011). Ilmu adalah
mengetahui atau memahami sesuatu sesuai fakta, atau sifat untuk mengungkap sesuatu yang
diinginkan dengan sebenar-benarnya. Ilmu yg dimaksud dalam hal ini adalah ilmu yang
iktisabi, atau ilmu yang didasarkan pada penelitian dan percobaan.
Sedangkan science secara terminologi adalah, “Pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara sistematis, atau pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen dan observasi”.
Atau “Sains adalah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian,
dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang
diselidiki, dipelajari, dan sebagainya” (Nurmayani 2013).
Ziauddin Sardar berpendapat bahwa ilmu atau sains adalah “Cara mempelajari alam
secara obyektif dan sistematik serta ilmu merupakan suatu aktifitas manusia.Kemudian
menurut John Biesanz dan Mavis Biesanz dua sarjana ilmu sosial, mereka mendefinisikan
ilmu sebagai suatu cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan (an organized way of
oftening knowledge) dari pada sebagai kumpulan teratur pada pengetahuan. Jadi ilmu adalah
merupakan suatu metode (Gie 2000, 198). Kemudian menurut Muslim A. Kadir, “Ilmu
merupakan kumpulan sistematis sejumlah pengetahuan tentang alam semesta yang diperoleh
melalui kegiatan berfikir” (Kadir 2003, 201).
Dari istilah-istilah ini maka orang mengenal Ilmu agama disebut “Theologi”, Ilmu Alam
disebut “Physics”, ilmu tentang bumi disebut Geography, ilmu tentang hukum disebut
Jurisprudence dst.
Selain definisi di atas kita juga mengenal istilah knowledge atau ma’rifah. Kata science
memiliki perbedaan dengan kata knowledge yang artinya “pengetahuan” “kepandaian” atau
“fakta yang diketahui”. Kata knowledge maknanya sama dengan “ma’rifat” dalam bahasa
Arab. Knowledge atau ma’rifat adalah pengetahuan secara parsial (juz’i). Sedangkan science
atau al-ilmu adalah pengetahuan atau pemahaman secara global (kulli).
2. Minat Para Ilmuan dan Pengembangan Sains
Sains Islam sudah lama dikembangkan oleh kaum intlektual Muslimin sejak Abad 2
Hijriah. Sains Islam merupakan salah satu pencapaian besar dalam sejarah peradaban Islam.
Tanpa itu, bukan hanya tidak ada sains pada abad pertengahan, tapi tidak akan ada Renaisans
dan Barat. Sains islam juga menjadi salah satu studi paling penting mengenai alam dalam
kaitannya sebagai semesta religius.
Selama kurang lebih tujuh ratus tahun, sejak abad Islam kedua hingga kesembilan hijriah,
peradaban Islam merupakan peradaban paling produktif dibandingkan dengan peradaban
manapun di wilayah sains, dan sains Islam berada di garda terdepan diberbagai kegiatan
keilmuan mulai dari kedokteran sampai astronomi.
Sains Islam secara mandiri memiliki karakteristik yang berbeda dengan sains pada
umumnya. Sains Islam menelaah watak fenomena, kausalitas, hubungan antar berbagai
bentuk obyek mulai dari macam-macam mineral hingga tumbuhan dan hewan, makna
perubahan dan perkembangan di alam serta akhir dan tujuan alam ini. Seluruh obyek ini
ditelaah oleh sains Islam di bawah cahaya ajaran al-Qur’an dan Hadits. Hasil temuan saintis
Muslim tersebut memiliki kualitas prima serta menjadi dasar dan tolak ukur pengetahuan
keilmuan sampai hari ini.
Di era modern saat ini sains islam kembali menjadi perhatian para ilmuan, baik ilmuan
muslim maupun non muslim. Kajian dan konsentrasi para ilmuan bisa dibilang hampir pada
semua disiplin ilmu pengetahuan, baik dalam bidang kedokteran, kosmologi, sejarah, dan
sebagainya. Bahkan tak sedikit dari para ilmuan non muslim menyatakan kekaguman, takluk,
bahkan tak sedikit yang mengikrarkan keislamannya, dan kemudian mewarnai penelitiannya
dengan studi al-Quran dan sunnah nabi sebagai referensi utama.
3. Fakta Ilmiah Keserasian antara Islam dan Sains
Dari hasil kajian para ilmuan muslim dan non muslim kontemporer terhadap teks-teks al-
Quran dan sunnah, dijumpai bahwa terdapat keserasian fakta-fakta ilmiah antara al-Quran
dan Hadits dengan keilmuan masa kini atau sains. Penemuan ini sangat menarik untuk dikaji
secara akademis. Kajian dan penelitan telah dilakukan dalam berbagai bidang sains, meliputi;
Astronomi (Falak), Ilmu Geologi, Arkeologi, Geografi, Agronomi Dan Botani, Zoologi,
Entomologi (Serangga), Biologi, Kedokteran, Genetika, Anatomi, Kesehatan Makanan,
Sosiologi, Metafisika, Pengobatan Islami dan Psikoterapi Islam.
a. Fakta Terbelahnya Bulan Antara Islam Dan Sains
Diantara contohfakta-fakta ilmiah yang diakui ilmuan Barat adalah tentang kenyataan
terbelahnya bulan. Allah SWT berfirman,“Hari Kiamat semakin mendekat, dan bulan pun
terbelah )(QS. Al-Qamar: 1).
Dalam islam fenomena terbelahnyabulan terjadi pada masa Nabi SAW, sebagai salah satu
bukti dan mukjizat kebenaran risalah dan kenabian Rasulullah Muhammad SAW. Dalam
sejarah diceritakan bahwa kaum Quraisy meminta bukti kebenaran kenabian SAW. Maka
Allah memberikan mukjizat kepada nabi berupa terbelahnya bulan. Satu bagian diatas bukit
yang satu dan sebagian lagi diatas bukit yang lain. Dalam nalar manusia modern kisah ini
sempat diragukan. Apa benar bulan pernah terbelah menjadi dua bagian?
Kenyataannya parailmuwan NASA telah menemukan adanya belahan pada bulan yang
panjangnya mencapai ratusan kilometer. Mereka juga menemukan adanya sejumlah belahan
lain pada permukaan bulan. Apa pun sebab belahan-belahan ini, faktor apa pun yang
membentuknya, jelas bahwa ilmuwan tidak meragukan lagi adanya belahan-belahan ini. Ini
adalah bukti nyata atas terjadinya belahan di permukaan bulan. Cukup Al-Qur’an yang
memberi isyarat. Dan, suatu hari ilmu pengetahuan pasti akan menyingkap kenyataan, agar
mukjizat ini menjadi saksi atas kebenaran agama (Shehab 2013, 132).
b. Terbelahnya Laut Merah Sejarah dan Sains
Diantara mukjizat Nabi Musa AS, adalah membelah laut merah. al-Quran mengisahkan
mukjizat Nabi Musa itu dalam Surat Asy Syu’ara’ ayat 63, “Lalu Kami wahyukan kepada
Musa, “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap
belahan adalah seperti gunung yang besar” (QS. Asy-Syu’araa’: 63).
Peristiwa terbelahnya laut merah terjadi pada hari senin tanggal 10 Muharram. Fakta
sejarah mencatat bahwa Nabi Musa diperintahkan Allah untuk menyelamatkan Bani Israel
dari kekejaman Fir’aun. Pada peristiwa itu tercatat bahwa Musa membawa sekitar 600 ribu
kaumnya untuk keluar dari wilayah Mesir. Namun Fir’aun tidak dengan mudah melepas
Musa dan kaumnya.
Setelah Musa dan kaumnya berangkat meninggalkan Mesir, maka Fir’aun dengan
tentaranya yang berjumlah 1.200.000 tentara berkuda menyusul dan mengejar Musa dan
kaumnya. Sejumlah ilmuwan Amerika Serikat menemukan proses ilmiah terbelahnya laut
merah setelah melalui serangkain riset. Dengan simulasi komputer, mereka menemukan
bahwa hembusan angin yang kuat bisa membelah laut merah hingga bisa dilalui untuk
menyeberang. Penelitian itu kemudian dipublikasikan ke jurnal Plos One.
Para peneliti menunjukkan bahwa angin timur yang berhembus kuat di malam hari, bisa
mendorong air laut ke kedalaman hingga tercipta jalur yang bisa dilalui untuk menyeberang.
Jika angin itu berhembus selama 12 jam, maka laut merah “terbelah” selama empat jam dan
setelah itu menutup kembali. Carl Drews dari US National Center for Atmospheric Research
(NCAR) sebagaimana yang dilansir BBC pada 21 September 2010 mengatakan,
“Terbelahnya perairan dapat dipahami melalui dinamika fluida. Angin menggerakkan air
dengan cara yang sesuai dengan hukum-hukum fisika, membentuk jalur penyeberangan yang
aman dengan air pada dua sisi dan kemudian tiba-tiba menutup kembali dengan segera.”
Berhembusnya angin timur di malam itu, sungguh sangat sesuai dengan kisah Nabi Musa
dalam Surat Thaha yang menyebutkan bahwa perjalanan mereka terjadi di malam hari dan
pada malam hari itu pula laut merah terbelah. Nabi Musa dan kaumnya berhasil menyeberang
dengan selamat, sedangkan Firaun dan bala tentara yang menyusul di belakang mereka
akhirnya tenggelam saat laut merah tiba-tiba menutup kembali. “… Dan sesungguhnya telah
Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di
malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir
akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)”(QS. Thaha: 77). Said bin Jubair
berkata, “Laut saat itu dalam keadaan tenang, tidak bergerak, ketika malam musa
memukulkan tongkatnya terjadilah pasang surut (As-Suyuthi 2003, 256).
Dari hasil fakta ilmiah tersebut terdapat bahwa keserasian fakta-fakta ilmiah antara al-
Quran dan Hadits dengan keilmuan masa kini atau sains. Hal ini karena Sains Islam berasal
dari Allah SWT, yang menciptakan alam semesta, tentu Allah lebih tahu tentang rahasia
dibalik semua ciptaannya. Maka dari itu tidak ada pertentangan antara penemuan manusia
dengan al-Quran dan hadits-hadits nabi. Bahkan keduanya mengilhami manusia, membuka
jalan terang terhadap kebuntuan, dan memberikan solusi ilmiah kepada para ilmuan dan para
peneliti sains.

B. Pendekatan Historis
1. Pengertian Pendekatan Historis
Istilah sejarah berasal dari bahasa Arab syajarah yang artinya pohon, istilah berkaitan
dengan kenyataan, bahwa sejarah menyangkut tentang, syajarat al- nasab, pohon
genealogis yang dalam masa disebut sejarah keluarga (familyhistory), atau kata kerja
syajara juga punya arti to happen, to occurred dan to develop. Dalam perkembanganya
sejarah dipahami mempunyai makna yang sama dengan tarikh (Arab), istora (Yunani),13
history atau geschichte (jerman), yang secara sederhana berarti kejadian-kejadian
menyangkut manusia pada masa silam.
Dalam memaknai kata historis para sejarawan memiliki pendapat yang beragam,
Edward Freeman, misalnya menyatakan historis adalah politik masa lampau (history is
past politics). Sementara Ernst Bernheim, menyebut historis sebagai ilmu tentang
perkembangan manusia dalam upaya-upaya mereka sebagai makhluk sosial. 15 Dan
menurut Hasan, historis atau tarikh adalah suatu seni yang membahas tentang kejadian-
kejadian waktu dari segi spesifikasi dan penentuan waktunya, tema-nya manusia dan
waktu, permasalahaannya adalah keadaan yang menguraikan bagian-bagian ruang lingkup
situasi yang terjadi pada manusia dalam suatu waktu.
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas ber- bagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dar.i
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan
peristiwa itu terjadi, di mana apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang
bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di
alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena itu
sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang
mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika
ia mempelajari Alquran, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya
kandungan Alquran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep
dan bagian kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep-konsep, kita mendapati banyak sekali istilah
Alquran yang merujuk kepada pengertian-pengertian normatif yang khusus, doktrin-
doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-
istilah atau singkatnya pernyataan- pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep
yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu Alquran diturunkan atau bisa jadi
merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep
religius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas, istilah-istilah itu kemudian
diintegrasikan ke dalam pandangan dunia Alquran, dan dengan demikian lalu menjadi
konsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama ini kita mengenal banyak sekali konsep, baik yang bersifat
abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah konsep tentang malaikat, tentang akhirat,
tentang ma'ruf, munkar, dan ebagainya adalah konsep-konsep yang abstrak. Sementara itu
juga ditunjukkan konsep-konsep yang lebih menunjuk kepada fenomena konkret dan
dapat diamati (obser vable), misalnya konsep tentang fuqara (orang-orang fakir), dhu'afa
(orang lemah), mustadl'afin (kelas tertindas), zbalimun (para tiran), aghniya (orang kaya),
mustakbirun (penguasa), mufasidun (koruptor-koruptor), dan sebagainya.
Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep-konsep Alquran bermaksud
membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai- nilai Islam, maka pada
bagian kedua yang berisi kisah-kisah dan per-umpa- maan, Alquran ingin mengajak
dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah Melalui kontemplasi terhadap
kejadian-kejadian atau peristiwa- peristiwa historis dan juga melalui kiasan-kiasan yang
berisi hikmah tersembunyi, manusia diajak merenungkan hakikat dan makna kehidupan.
Banyak sekali ayat yang berisi ajakan semacam ini, tersirat maupun tersurat, baik
menyangkut hikmah historis ataupun menyangkut simbol-simbol. Misal- nya simbol
tentang rapuhnya rumah laba-laba, tentang luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari
pengamatan Tuhan atau tentang keganasan samudera yang menyebabkan orang-orang
kafir berdoa.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki ke- adaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa Dari sini, maka seseorang tidak
akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu
akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami Alquran
secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajan sejarah turunnya Alquran
atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya Alquran yang selanjutnya disebut
sebagai Ilmu Asbab al-Nuzul (limu tentang Sebab-sebab Turunnya Ayat Alquran) yang
pada intinya berisi sejarah turunnya ayat Alquran. Dengan ilmu asbabun nuzul ini
seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang
berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan
memahaminya.
2. Ruang Lingkup Kajian Historis
Kajian islam sangat hangat di perbincangkan era modern ini karena pergumulannya
tak pernah kunjung selesai sampai kapanpun yakni dari aspek historis-empiris partikular
dari agama-agama dan aspek meaning (makna) keberagamaan umat manusia yang
mendasar dan universal-transedental, yang pada gilirannya ingin dijembatani dan
dikawinkan oleh pendekatan fenomenologi agama. Jadi dalam bentuknya yang historis-
empiris, agama selalu menjadi bagian dari setting historis dan sosial komunitasnya. Untuk
memahami lebih dalam mengenai historis dalam kajian islam setidaknya kita harus
mendudukkan permasalahan ini pada ruang lingkup yang lebih sempit diantaranya:
a. Islam sebagai Doktrin dari Tuhan, yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah
final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. Bahwa islam itu terdapat dua macam
nilai yakni islam berdimensi normatif dan islam berdimensi historis. Kedua aspek ini
terdapat hubungan yang menyatu, tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Pertama;
aspek normatif yakni wahyu harus diterima sebagaimana adanya, mengikat semua pihak
dan berlaku universal. Kedua aspek historis yakni, kekhalifahan senantiasa dapat berubah,
menerinma diskusi karena produk zaman tertentu, dan hal itu bukan hal yang sakral.
b. Islam sebagai Gejala Budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia
dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
c. Islam sebagai Interaksi Sosial, yaitu realitas umat islam.
d. Islam sebagai Peroduk Historis, adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari
kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang
terangkai dengan konteks kehidupan pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan
selalu berada dibawah realitas ke-Tuhan-an. Berbicara tentang sejarah, biasanya akan
segera menghubungkannya dengan cerita, yaitu cerita tentang pengalaman-pengalaman
manusia di waktu yang lampau. Bahwasanya sejarah pada hakekatnya adalah sebuah cerita
kiranya tidak bisa disangkal lagi. semuanya mencerminkan gagasan bahwa sejarah itu
hakekatnya adalah tidak lain sebagai suatu bentuk cerita. Kendati begitu, hal yang perlu
sekali disadari adalah kenyataan bahwa sebagai cerita, sejarah bukanlah sembarang cerita.
Cerita sejarah tidaklah sama dengan dongeng ataupun novel. bermula dari pencarian dan
penemuan jejak-jejak sejarah, mengujji jejak-jejak tersebut dengan metode kritik yang
ketat (kritik sejarah) dan diteruskan dengan interpretasi fakta-fakta untuk akhirnya disusun
dengan cara-cara tertentu menjadi sebuah cerita yang menarik tentang pengalaman masa
lampau manusia itu.
e. Historis/Sejarah sebagai Peristiwa, sebagai Kisah sebagai ilmu. Sejarah dapat
digolongkan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu pengetahuan
atau syarat-syarat ilmiah. Itulah setidaknya fakta yang telah kami temukan sebagai ruang
lingkup kajian historis islam yang menarik dikaji dari asfek sejarah.
3. Urgensi Pendekatan Sejarah dalam Pengkajian Pendidikan Islam
Para ahli sejarah memberikan definisi tentang sejarah menurut berbagai sudut pandang
dancenderung berdasarkan keahlian merekadalam bidang sejarah tertentu. Di antara para
ahli itu, yang relative memberikan definisi lebih menyeluruh akan makna sejarah menurut
W. Bauer sebagaimana yang dikutip oleh Dudung, bahwa sejarah adalah salah satu ilmu
pengetahuan yang berikhtiar melukiskan dan menjelaskan fenomena kehidupan sepanjang
terjadinya perubahan karena adanya hubungan antara manusia terhadap masyarakatnya.
Melihat dampaknya pada masa-masa berikutnya atau yang berhubungan dengan kualitas
mereka yang khas dan berkonsentrasi pada perubahan-perubahan yang temporer dan di
dalam hubungan terhadap yang tidak dapat diproduksikan kembali.
Oleh karena itu penekanan pada arti sejarah sebagai ilmu pengetahuan, sesungguhnya
ia merupakan "pengetahuan tentang peristiwa masa lalu umat manusia, di dalam
perubahan-perubahannya yang unik, dan peristiwa itu berdampak pada masa-masa
sesudahnya". Jadi kekhasan masa lalu itu dapat diinterpretasikan karena dipandang
memberikan pengaruh unik pada masa kini dan masa mendatang.
Dalam pengertiannya secara konvensional, sejarah adalah cerita (narative) tentang
peristiwa di masa lalu. Di dalam cerita semacam ini terungkap fakta mengenai apa, siapa,
kapan, di mana, dan bagaimana sesuatu telah terjadi. Sejarah naratif ini mudah didapatkan
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya yang diungkapkan juru kunci tempat- tempat
bersejarah, para Abdi Dalem Kraton, atau para penceramah agama yang mengkisahkan
contoh-contoh keteladanan para tokoh agama. Model pengkisahan sejarah seperti itu lebih
menekankan pada kemampuan penggunaan gaya bahasa yang menarik dan memikat
perhatian pembaca atau pendengar. Sejarah naratif bisa dihasilkan oleh penulis bukan ahli
sejarah, dan juga bisa ditulis tanpa memakai teori dan metodologi.
Berbeda dengan sejarah naratif di atas, ialah apa yang disebut "sejarah analitis
(kritis)". Pendekatan sejarah seperti ini ditunjukkan di dalam penulisan masa lampau itu
tidak semata-mata bermaksud menceritakan kejadian, tetapi juga menerangkan kejadian-
kejadian itu dengan mengkaji kausalitasnya. Dalam hal ini peristiwa masa lalu itu dianalisis
secara mendalam tentang faktor-faktor kausal, kondisional, kontekstual serta unsur-unsur
yang merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang dikaji. Oleh karena itu
untuk mengkaji pendidikan Islam dalam perspektif sejarah secara analitis diperlukan alat-
alat bantu, yakni secara metodologis dibutuhkan pendekatan tertentu, dalam rangka
memahami karakteristik pendekatan sejarah dalam menelaah olentisitas pendidikan Islam.
Proses aktualisasi sejarah sebenarnya tergantung pada bentuk pengungkapan kembali,
yakni berupa pernyataan (statement) tentang kejadian itu. Dan inilah sebetulnya yang
disebut "fakta sejarah" yang merupakan produk dari proses mental (sejarawan) atau
memori yang merupakan hasil konstruksi subjek. Perlu diketahui, bahwa fakta tidak sama
dengan data, sebab yang disebut terakhir adalah bahan yang memerlukan pengolahan,
penyeleksian, pengkategorisasian, yang kesemuanya berdasarkan kriteria seleksi tertentu,
tergantung kepada subjek yang melakukan pengkajian.
Ciri tertentu lainnya di dalam pendekatan sejarah, ialah berkenaan dengan objek
penelitiannya. Para ahli sejarah menjadikan objek dimaksud pada manusia (man), waktu
(time) dan ruang (space) atau tempat. Karena itu yang dijadikan sasaran dalam kajian
sejarah ialah semua usaha manusia pada suatu waktu dan pada suatu tempat tertentu.
Sehubungan dengan objek sejarah seperti itu, maka sedikitnya terdapat lapangan hidup
yang dibahas dalam ilmu sejarah:
1) Keluarga/seksualitas,
2) Jasmani,
3) Ekonomi,
4) Politik,
5) Ilmu Pengetahuan/pendidikan,
6) Kesenian, dan
7) Agama.

Ketujuh objek sejarah ini di dalam pengkajian pada segi manusiannya dapat dilakukan
secara individual dan kolektil, sedangkan pada segi tempatnya bisa berdasarkan batasan
negara, kawasan, wilayah, daerah, dan seterusnya. Pembatasan objek berdasarkan ruang itu
juga biasa disebut sebagai unit sejarah. Adapun pembatasan objek-objek tersebut dari segi
waktu akan terkait dengan periodesasi sejarah. Perjalanan sesuatu unit sejarah 16 memang
selalu mengalami pasang surut, maka mempelajarinya akan mengalami kesulitan jika tidak
dibagi dalam tahapan yang mempunyai ciri khusus dan merupakan satu kebulatan untuk
satu jangka waktu. Rangkaian dari tahapan-tahapan sejarah yang termuat dalam satu
kerangka itulah yang dinamakan periode sasi sejarah.

4. Metode dan Pendekatan Sejarah dalam Pengkajian Pendidikan Islam


Setidaknya ada dua kenyataan yang dijumpai dalam hidup ini. Pertama, kenyataan
yang disepakati (agreed reality), yaitu segala sesuatu yang dianggap nyata karena kita
bersepakat menetapkannya sebagai kenyataan; kenyataan yang dialami orang lain dan kita
akui sebagai kenyataan. Kedua, kenyataan yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri
(experienced reality). Berdasarkan adanya dua jenis kenyataan itu, pegetahuan pun terbagi
menjadi dua macam; pengetahuan yang diperoleh melalui persetujuan dan pengetahuan
yang diperoleh melalui pengalaman langsung atau observasi. Pengetahuan pertama
diperoleh dengan cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar
segala sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.
Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, tetapi ada satu hal yang mesti diingat, bahwa
setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) agar orang membangun apa yang
diketahui menjadi sesuatu yang sahih (valid) atau benar (true). Kesahihan pengetahuan
banyak bergantung pada sumbernya. Ada dua sumber pengetahuan yang diperoleh melalui
agreement: tradisi dan autoritas Sumber tradisi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui
warisan atau transmisi dari generasi ke generasi (al-tawatur). Sumber pengetahuan kedua
adalah autoritas (authority), yaitu pengetahuan yang dihasilkan melalui penemuan-
penemuan baru oleh mereka yang mempunyai wewenang dan keahlian di bidangnya.
Penerimaan autoritas sebagai pengetahuan bergantung pada status orang yang
menemukannya atau menyampaikannya." Berbeda dengan pengetahuan, ilmu dalam arti
science menawarkan dua bentuk pendekatan terhadap kenyataan (reality), baik agreed
reality maupun experienced reality, melalui penalaran personal, yaitu pendekatan khusus
untuk menemukan kenyataan itu Ilmu menawarkan pendekatan khusus yang disebut
metodologi, yaitu ilmu untuk mengetahui yang terbaik untuk memperoleh pengetahuan
adalah metode ilmiah (scientific method). Untuk memahami metode ini terlebih dahulu
harus dipahami pengertian ilmu. Ilmu dalam arti science dapat dibedakan dengan ilmu
dalam arti pengetahuan (knowledge). Ilmu adalah pengetahuan yang sistematik. Ilmu
mengawali penjelajahannya dari pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman
itu. Ilmu dalam pengertian ini tidak mempelajari ihwal surga maupun neraka karena
keduanya berada diluar jangkauan pengalaman manusia. Demikian juga mengenai keadaan
sebelum dan sesudah mati, tidak menjadi obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal seperti ini
menjadi kajian agama. Namun demikian, pengetahuan agama yang telah tersusun secara
sistematik, terstruktur, dan berdisiplin, dapat juga dinyatakan sebagai ilmu agama.
Menurut Ibnu Taimiyyah ilmu apapun mempunyai dua macam sifat: tabi' dan matbu.
Ilmu yang mempunyai sifat yang pertama ialah ilmu yang keberadaan obyeknya tidak
memerlukan pengetahuan si subyeknya tentang keberadaan obyek tersebut. Sifat ilmu yang
kedua, ialah ilmu yang keberadaan obyeknya bergantung pada pengetahuan dan keinginan
si subyek.
Berdasarkan teori ilmu di atas, ilmu di bagi kepada dua cabang besar. Pertama ilmu
tentang Tuhan, dan kedua ilmu tentang makhluk- makhluk ciptaan Tuhan. Ilmu pertama
melahirkan ilmu kalam atau teology, dan ilmu kedua melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits,
fiqh, dan metodologi dalam arti umum. Ilmu-ilmu kealaman dengan menggunakan metode
ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu kedua ilmu ini.
Ilmu pada kategori kedua, menurut Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan dengan ilmu
menurut pengertian para pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas prosedur
metode ilmiah dan kaidah- kaidahnya. Yang dimaksud metode di sini adalah cara
mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematik. Sedangkan kajian mengenai
kaidah-kaidah dalam metode tersebut disebut metodologi. Dengan demikian metode ilmiah
sering dikenal sebagai proses logico-hipotetico- verifikas yang merupakan gabungan dari
metode deduktif dan induktif. Dalam kontek inilah dimu agama dalam Studi Islam (Islamic
Studies) yang menjadi disiplin ilmu tersendurs, harus dipelajari dengan menggunakan
prosedur ilmiah Yakni harus menggunakan metode dan pendekatan yang sistematis, terukur
menurut syarat-syarat ilmiah.
Untuk mengkaji pendidikan Islam, diperlukan pemahaman dan penguasaan metode
yang tepat. Penguasaan dan ketepatan pemilihan metode tidak dapat dianggap sepele.
Karena penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang dapat
mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode
hanya akan menjadi konsumen ilmu, dan bukan menjadi produsen. Oleh karenanya disadari
bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan
kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat
dikembangkan.
Diantara metode studi Islam-pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya- yang
pernah ada dalam sejarah, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua. Pertama, metode
komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang
ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainnya. Dengan cara yang demikian akan
dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh. Kedua metode sintesis, yaitu suatu
cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang
rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normatif. Metode ilmiah
digunakan untuk memahami pendidikan Islam yang nampak dalam kenyataan historis, dan
sosiologis. Sedangkan metode teologis normatif digunakan untuk memahami pendidikan
Islam yang terkandung dalam al- Qur'an dan hadis.
Metode-metode yang digunakan untuk memahami pendidikan Islam itu suatu saat
mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang
harus terus digali oleh para pembaharu Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan
(approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik
penelitian. Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama.
Diantaranya adalah pendekatan teologis normatif. antropologis, sosiologis, psikologis,
historis, kebudayaan, dan pendekatan filosofis.
Adapun pendekatan yang dimaksud di sini bukan dalam konteks penelitian, tetapi cara
pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan
dalam memahami pendidikan Islam. Dalam hubungan ini. Jalaluddin Rahmat,
menandasakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma.
Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka
paradigmanya. Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu
social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic.
Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis talak menguraikan secara keseluruhan
pendekatan yang ada, melainkan hanya pendekatan historis sesuai dengan judul di atas.
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan
peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat
empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan
histories.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam pengkajian pendidikan Islam,
karena pendidikan Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan
dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan
studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan
sejarah. Ketika ia mempelajari al-Qur'an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada
dasarnya kandungan al-Qur'an itu terbagi menjadi dua bagian Bagian pertama, berisi
konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah- kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah al-
Qur'an yang merujuk kepada pengertian- pengertian normatif yang khusus, doktrin-doktrin
etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau
singkainya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep konsep yang telah
dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al-Qur'an atau bisa jadi merupakan istilah-istilah
baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin
diperkenalkannya Yang jelas istilah itu kemudian dintegrasikan ke dalam pandangan dunia
al-Quran dan dengan demikian, lalu menjadi konsep-konsep yang otentik.
Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep, al-Quran bermaksud membentuk
pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua
yang berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur'an ingin mengajak dilakukannya perenungan
untuk memperoleh hikmah.Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk
memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini
maka seseorag tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang
yang ingin memahami al- Qur'an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus
memahami sejarah turunnya al-Qur'an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-
Qur'an yang selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi
sejarah turunnya ayat al-Qur'an. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah
yang terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan
untuk memelihara syari at dari kekeliruan memahaminya.

C. Pendekatan Sosiologi
1. Pengertian Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan bersama dalam masyarakat dan
menyelidiki ikatan antara orang-orang yang mengatur kehidupan mereka. Sosiologi
berusaha untuk memahami sifat dan tujuan hidup bersama, dan cara-cara di mana
kehidupan itu terbentuk, berkembang dan berubah serta pula kepercayaannya, keyakinan
yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup
manusia. Sementara Ir. Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetap
kan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk
yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.
Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial mengingat bahwa
pengetahuan perihal struktur masya- rakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran
yang nyata mengenai kehidupan bersama dari manusia.
Seperti yang terlihat dari kedua definisi tersebut, sosiologi adalah ilmu yang
menggambarkan keadaan sosial dengan struktur hierarkis dan berbagai fenomena sosial
lainnya yang saling terkait. Berbekal pengetahuan ini, fenomena sosial dapat dianalisis
dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya relasional, mobilitas
sosial, dan keyakinan yang mendasari proses tersebut.
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama
yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa
bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf
yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir. Mengapa dalam
melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus dibantu oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi
contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat
ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa
tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi
sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebaga mana disebutkan di
atas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah
sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong
kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam
bukunya berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan berapa besarnya
perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan
lima alasan sebagai berikut.
Pertama, dalam Alquran atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum
Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni dalam
bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang dikutip Jalaluddin Rahmat, dikemukakan bahwa
perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial
adalah satu berbanding seratus-untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalab
(masalah sosial) Ciri-ciri orang mukmin sebagaimana disebutkan dalam surat Al-
Mukminun ayat 1-9 misalnya adalah orang yang salatnya khusyu', menghindarkan din dari
perbuatan yang tidak bermanfaat, menjaga amanat dan janjinya dan dapat menjaga
kehormatannya dari perbuatan maksiat.
Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya
kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang
penting, maka ibadah boleh diperpendek stau ditangguhkan (tentu bukan dininggalkan),
melainkan dengan tetap dikerja kan sebagaimana mestinya.
Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diber lebih besar
daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu salat yang dilakukan secara
berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada salat yang dikerjakan sendirian (munfarid)
dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna
atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaramya (tebusannya) ialah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu
dilakukan misalnya, jalan keluamya adalah dengan membayar fidyab dalam bentuk
memberi makan bagi orang miskin. Bila suami bercampur siang hari di bulan Ramadhan
atau ketika isteri dalam keadaan haid, tebusannya adalah memberi makan kepada orang
miskin. Dalam hadis qudsi dinyatakan bahwa salah satu tanda orang yang diterima
salatnya ialah orang yang menyantuni orang-orang yang lemah, menyayangi orang miskin,
anak yatim, janda, dan yang mendapar musibah.
Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan
mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah Dalam hubungan ini kita misalnya
membaca hadis yang artinya sebagai berikut.
"Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah seperti
pejuang di jalan Allah (atau aku kira beliau berkata) dan seperti orang yang terus menerus
salat malam dan terus menerus berpuasa." (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadisnya yang lain, Rasulullah Saw menyatakan sebagai berikut.
"Maukah kamu aku beritahukan derajat apa yang lebih utama daripada salat, puasa,
dan sadaqah (sahabat menjawab), tentu Yaitu mendamaikan dua pihak yang bertengkar."
(HR Abu Daud Turmudzi, dan ibn Hibban).
Melalui pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena
agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam Al-Qur’an misalnya kita
jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-
sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa, dan sebab-sebab yang
menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang
memahami nya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.
2. Teori Umum Dalam Pendekatan Sosiologis
Ada tiga teori yang bisa digunakan dalam penelitian, yaitu: teori fungsional, teori
interaksional, dan teori konflik. Tapi, ada juga yang menambahkan dua teori lainnya, yaitu
teori peranan dan teori kepentingan.
Pertama, Teori Fungsional. Merupakan teori yang mengasumsikan bahwa masyarakat
sebagai organisme ekologi yang mengalami perubahan. Semakin besar pertumbuhan yang
terjadi, maka semakin kompleks pula masalah-masalah muncul. Pada gilirannya akan
membentuk kelompok-kelompok atau bagian-bagian tertentu yang mempunyai fungsi
sendiri. Setiap unsur di masyarakat memiliki peran dan fungsi sehingga masyarakat
tampak harmonis, kompak, equilibrium.
Kedua, teori interaksional. Teori ini dididasarkan pada suatu pandangan bahwa
prinsip-prinsip yang mengembangkan bagaimana individu menyikapi sesuatu atau apa saja
yang ada di lingkungan sekitarnya, memberikan makna pada fenomena tersebut
berdasarkan interaksi sosial yang dijalankan dengan individu lain. Makna tersebut
difahami dan dimodifikasi oleh individu melalui proses interpretasi atau penafsiran yang
berhubungan dengan hal-hal yang dijumpainya.
Ketiga, teori konflik. Teori ini yang percaya bahwa manusia memiliki kepentingan dan
kekuasaan yang merupakan pusat dari segala hubungan Nilai dan gagasan-gagasan yang
selalu digunakan untuk melegimitasi kekuasaan yang merupakan pusat dari segala
hubungan manusia.

3. Obyek-Obyek Studi Islam dalam Pendekatan Sosiologis


Pertama, mempelajari pengaruh agama terhadap perubahan sosial. Bentuk kajian Islam
ini berusaha memahami sejauh mana pola budaya suatu masyarakat, seperti menilai
sesuatu itu baik atau buruk, didasarkan pada nilai-nilai agama. Seberapa jauh struktur
sosial yang didasarkan pada ajaran agama tertentu (misalnya supremasi laki-laki). Sejauh
mana perilaku masyarakat, seperti pola konsumsi atau cara berpakaian, bersumber dari
ajaran tertentu dalam agama.
Kedua, mengkaji dampak struktur dan perubahan sosial terhadap pemahaman ajaran
agama atau konsep-konsep keagamaan. Seperti; letak geografis antara Basra dan Mesir
melahirkan qaul qadim dan qaul Jadid Imam Syafi'i. Bagaimana fatwa yang dikeluarkan
ulama yang dekat dengan penguasa tentu berbeda dengan ulama independen yang tidak
dekat dengan penguasa?Hal ini karena perbedaan struktur sosial.
Ketiga, mempelajari tingkat pengalaman keagamaan masyarakat, yang dapat
digunakan untuk menilai pola transmisi agama dan sejauh mana ajaran agama
dipraktikkan. Studi evaluasi juga digunakan untuk menguji dan mengukur efektivitas
program. Misalnya, apa dampak penerapan UU No 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 untuk menekan angka perceraian.
Keempat, studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat
melemahkan atau menunjang kehidupan beragama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologis adalah
suatu pendekatan atau pendekatan yang pembahasannya mencakup objek-objek berbasis
sosial, dengan fokus pada interaksi antara agama dan masyarakat. Oleh karena itu, kami
berharap dapat merespon fenomena keagamaan masyarakat dalam konteks perilaku sosial
masyarakat di masa mendatang.

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai macam pendekatan dalam studi islam sangatlah dibutuhkan agar dapat
memudahkan manusia dalam memahami dan mendalami islam agar tidak terjadi
kegagalan dan kesalah pahaman.
Pendekatan saintis membuktikan bahwa islam itu rasional, pendekatan sejarah
menunjukan bahwa islam itu agama yang munasabah, dan pendekatan sosial menegaskan
bahwa islam juga selaras dengan keadaan social pada masyarakat.

B. Saran
Penulis menyarankan kepada para pembaca agar tidak merasa puas terhadap pembahasan
dalam makalah ini, karena penulis menyadari bahwasannya masih ada kekurangan dalam
isi pembahasan terkait judul yang penulis dapat. Maka dari itu, diharapkan kepada para
pembaca untuk mencari lebih banyak sumber terkait judul dalam makalah ini.
Terimakasih atas perhatiannya.

Daftar Pustaka
Prof. Dr. H. Abuddin. 2013. Metodologi studi islam. PT RajaGrafindo.

file:///C:/Users/ACER/AppData/Local/Temp/927-Article%20Text-1484-1-10-20191104.pdf
http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20334/1/11470020_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-
PUSTAKA.pdf

https://www.studocu.com/id/document/universitas-islam-negeri-sunan-kalijaga-yogyakarta/
approach-to-islamic-studies/pendekatan-historis-dalam-studi-islam/39780318

https://www.academia.edu/35103507/
METODE_STUDI_ISLAM_KAJIAN_ISLAM_HISTORIS

Anda mungkin juga menyukai