Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TANGGUNG JAWAB KEILMUAN DAN MASA DEPAN ILMU

Dosen Pengampu:

Abdullah Firdaus, L.c, Ph.D

Disusun Oleh:

Revan Gunawan (NIM: 803230036)

Tessya Yunita Siregar (NIM: 803230033)

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM PIDANA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim..

Dengan segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami
kemudahan dan karena atas taufik dan rahmat Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul; Tanggung Jawab Keilmuaan dan Masa Depan Ilmu
dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa saya sanjungkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW dan semoga kita termasuk dari golongan
yang kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak bapak Abdullah


Firdaus, L.c, Ph.D selaku pengampu bidang studi serta teman- teman sekalian.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurang di dalamnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Jika terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis meminta
maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Kami ucapkan Terima


kasih.

Jambi , Januari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

COVER…………………….…………................................................................i

KATA PENGANTAR……………………..........................................................ii

DAFTAR ISI…………………………….......................…….............................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah………….......................................…………..................2

C. Tujuan..................................................……..................................................2

D. Metode.............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Keilmuan...................................................................7


B. Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan............................................10
C. Agama, Ilmu dan Masa Depan Ilmu....................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………….........……………................14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….........15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia,
karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa
terpenuhi secara cepat dan mudah. Tanggung jawab merupakan hal
yang ada pada setiap makhluk hidup. Hal demikian dapat dilihat pada
manusia yang menunjukkan tanggung jawabnya dengan merawat dan
mendidik anaknya sampai dewasa. Tanggung jawab terdapat juga pada
bidang yang ditekuni oleh manusia, seperti negarawan, budayawan, dan
ilmuwan. Tanggung jawab tidak hanya menyangkut subjek dari
tanggung jawab itu sendiri, seperti makhluk hidup atau bidang yang
ditekuni oleh manusia akan tetapi juga menyangkut objek dari tanggung
jawab, misalnya sosial, mendidik anak, memberi nafkah dan
sebagainya. Jika dinyatakan bahwa ilmu bertanggung jawab atas
perubahan sosial, maka hal itu berarti (1) ilmu telah mengakibatkan
perubahan sosial dan juga (2) ilmu bertanggung jawab atas sesuatu
yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab tersebut bersangkut paut
dengan masa lampau dan juga masa depan. Yang perlu diperhatikan
ialah bahwa apa yang telah terjadi sebenarnya tidak mutlak harus terjadi
dan apa yang bakal terjadi tidak perlu terjadi; hal itu semata-mata
bergantung kepada keputusan manusia sendiri.
Agama dan ilmu dalam beberapa hal berbeda, namun pada sisi
tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitas
dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual) cenderung ekslusif, dan
subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru. Tidak perlu terikat
dengan etika progresif. Agama memberikan ketenangan dari segi batin
karena ada janji kehidupan setelah mati, sedangkan ilmu memberi
ketenangan dan sekaligus kemudahan bagi kehidupan di dunia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di buat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah Tanggung jawab keilmuan itu?
2. Bagaimana yang dimaksud kemajuan ilmu dan krisis
kemanusiaan?
3. Bagaimana yang dimaksud agama, ilmu dan masa depan
manusia?

C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas bertujuan untuk;
1. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab
keilmuan.
2. Untuk Mengetahui bagaimana kemajuan ilmu dan krisis
kemanusiaan.
3. Untuk Mengetahui bagaimana yang dimaksud agama, ilmu dan
masa depan manusia.
D. Jenis dan Metode
Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam
penelitan ini maka penulis menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu
menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis
yang diamati. Pendek-atan kualitatif penulis gunakan untuk
menganalisis kajian tanggung jawab moral ilmuan dan netralitas ilmu,
maka dengan sendirinya penga-nalisaan data ini lebih difokuskan pada
Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca,
menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat
kaitannya dengan masalah yang dibahas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Tanggung Jawab Sosial Keilmuan di Masyarakat
Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan saja
karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara
langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
Fungsi-nya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan
keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar
produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Ilmu
merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji
secara terbuka oleh lapisan masyarakat. Penciptaan ilmu bersifat
individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat
sosial. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial
yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan
secara efektif.
Di bidang etika, tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan
lagi memberi informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil
didepan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima
kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang
dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini beserta
sifat-sifat lainnya, merupakan implikasi etis dari berbagai proses
penemuan ilmiah. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil
penelitiannya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis
yang tepat. Seorang ilmuwan secara moral tidakakan membiarkan hasil
penelitian atau penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa
lainnya meskipun yang mempergunakan adalah bangsanya sendiri.
2. Sikap Ilmiah Yang Harus Dimiliki Ilmuwan
Di Indonesia Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang di
dalam dirinya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis, obyektif, dan
terbuka. Hal ini merupakan suatu keharusan bagi seorang ilmuwan untuk
melakukannya. Namun selain itu juga masalah mendasar yang dihadapi
ilmuwan setelah ia membangun suatu bangunan yang kokoh kuat adalah
masalah kegunaan ilmu bagi kehidupan manusia. Memang tak dapat
disangkal bahwa ilmu telah membawa manusia kearah perubahan yang
cukup besar. Akan tetapi dapatkah ilmu yang kokoh, kuat, dan mendasar
itu menjadi penyelamat manusia bukan sebaliknya. Disinilah letak
tanggung jawab seorang ilmuwan, masalah moral dan akhlak amat
diperlukan.
Sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan bukanlah membahas tentang
tujuan dari ilmu, melainkan bagaimana cara untuk mencapai suatu ilmu
yang bebas dari prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan
secara sosial untuk melestarikan dan keseimbangan alam semesta ini,
serta dapat dipertanggungawabkan kepada Tuhan. Artinya selaras
dengan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan. Sikap ilmiah yang
perlu dimiliki para ilmuwan menurut Abbas Hamami M., (1996)
sedikitnya ada enam , yaitu :
1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap
yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif
dengan menghilangkan pamrih ataukesenangan pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para
ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap pelbagai hal yang
dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-
masing menunjukkan kekuatannya masing-masing, atau , cara
penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing
menunjukkan akurasinya.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan
maupun terhadap alat-alat indera serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief)
dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori
yang terdahulu telah mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus
selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga
selalu ada dorongan untuk riset, dan riset sebagai aktivitas yang
menonjol dalam hidupnya.
6. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang
selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu
dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan
bangsa dan negara.Norma-norma umum bagi etika keilmuan
sebagaimana yang dipaparkan secara normatif tersebut berlaku bagi
semua ilmuwan. Hal ini karena pada dasarnya seorang ilmuwan tidak
boleh terpengaruh oleh sistem budaya, sistem politik, sistem tradisi, atau
apa saja yang hendak menyimpangkan tujuan ilmu.
Tujuan ilmu yang dimaksud adalah objektivitas yang berlaku
secara universal dan komunal. Para ilmuwan khususnya di Indonesia
adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR RI Nomor
VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, khususnya etika
keilmuan dijelaskan bahwa etika keilmuan dimaksudkan untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya,
berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan
sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara
pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin
dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif, dalam
kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta
menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
B. Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan
yang besar dalam tatanan kehidupan manusia mulai dari cara berpikir,
bersikap dan berperilaku. Perubahan tersebut berdampak pada krisis nilai -
nilai kemanusiaan, karena manusia tidak sanggup mengantisipasi adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakibat pada timbulnya
perubahan-perubahan sosial dan keagamaan, termasuk perubahan dari
tradisional ke modern. Salah satu hasil dari perkembangan ilmu
pengetahuan adalah media sosial.
Era modern (yang menurut Islam), telah menciptakan krisis
kemanusiaan atau penyakit psikis yang akut, yaitu kehampaan spiritual
(spiritual emptiness). Krisis kemanusiaan itu adalah antara lain,
individualistis, konsumeristis, materialistis, hedonistis, kompetisi tidak
sehat, permisif, kecemasan.
Wujud Krisis Kemanusiaan
1. Individualistis
Salah satu produk buruk era modern ialah indidividualist
(memenitingkan diri-sendiri). Nurcholish Madjid mengatakan, Era modern
yang dinakodai oleh sistem industrialisasi yang zaklijk, fungsional dan tak
kenal pribadi (impersonal) karena mengejar untung setinggi-tingginya
(profit making), menyebakan tumbuh kembangnya kepribadiaan ketidak-
manusiawian (dehumanization), yaitu alienasi seseorang dari diri dan
kemanusiaannya sendiri. 1 Era modern telah menimbulkan abrasi sosial
yang amat parah, yaitu dengan mengerdilkan semangat kebersamaan,
kegotong-royongan dan tolong-menolong dalam kehidupan masyarakat.
Sekarang ini, sering terdengar jargon : Urus saja Diri Sendiri – Tidak Usah
Urus Orang Lain.

1
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Cet. I; (Bandung : Mizan,
1983), h. 154
2. Konsumeristis
Penyakit lain era modern ialah konsumeristis (menempatkan harta
satu-satunya sarana kebahagiaan). Jean P Baudillard mengatakan, saat in di
sekitar kita terjadi kenyataan yang luar biasa tentang konsumsi dan
kelimpah-ruahan yang dibentuk oleh melimpahnya obyek jasa dan barang-
barang material yang kemudian membentuk satu jenis mutasi fundamental
dalam ekologi kemanusiaan.2 Dalam zaman ini, tema-tema pengeluaran,
kesenangan dan tanpa perhitungan seperti beli sekarang bayar kemudian,
telah menggantikan tema-tema orang-orang puritan tentang kerja,
penghematan dan warisan (patrimone).3
3. Materialistis
Penyakit Era modern yang senyawa dengan penyakit konsumeristis
ialah materialistis (hamba materi). Suparlan Suhartono mengatakan, akibat
era modern yang dengan kekuatan sistem ekonomi liberalis-kapitalistiknya
yang telah bergeliat dalam rentang sekian lama, kini hampir sebagian besar
manusia di dunia ini terjebak di dalam suatu krisis moral yang parah dan
sulit diatasi, yaitu materialisme (pandangan over cinta terhadap harta
duniawi).4 Machasin mengatakan, kini, untuk memperoleh materi, orang
tidak jarang mengabaikan penghormatan atas martabat.5
4. Hedonistis
Penyakit lain pula era modern ialah hedonistis (mencari kenikmatan
jasmaniah belaka). Afzalur-Rahman mengatakan, kini terjadi perubahan
obyek dan perubahan kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat tidak lagi
berorientasi pada hanya obyek yang berfungsi atau bersifat pemenuhan
kebutuhan pokok dan kebutuhan kenyamanan, tetapi sekaligus berorientasi

2
Jean P Baudrillard, La societe de consommation, terj. Abdullah Sumrahadi, Masyarakat
Konsumsi, Cet. I; (Jakarta : Kreasi Wacana, 2004,), h. 3
3
Jean P Baudrillard, La societe de consummation............h. 92
4
Suparlan Suhartono, Konsep Dasar Filsafat Ilmu Pengetahuan; (Ujung Pandang:
Universitas Hasanuddin, 1977), h. 3.

5
Machasin, Islam Teologi Aplikatif, Cet. I; (Sleman-Yogyakarta : Pustaka Alief, 2003),
h. 161.
pada obyek yang berfungsi atau bersifat pemenuhan kebutuhan
kemewahan.6 Masyarakat sudah amat mengutamakan pola hidup nikmat di
atas perilaku konsumtif (kemewahan). Jean P Baudrillard mengatakan,
zaman sekarang, masyarakat memaknai perilaku konsumtif sebagai wahana
kenikmatan jasmaniah yang eksklusif (hedonistis).
Masyarakat menganggap dirinya sebuah sisi-depan kenikmatan,
ibarat sebuah proyek kenikmatan dan kepuasan yang mengekspresikan rasa
bahagia, penuh cinta, terpuji, menawan hati, euforis dan dinamis seraya
menjadi prinsip maksimalisasi eksistensi melalui penggunaan secara
intensif tanda-tanda dengan obyek melalui eksploitasi secara sistematis
semua potensi kenikmatan. 7
5. Kompetisi Tidak Sehat
Kehidupan modern tidak dapat dipungkiri membawa implikasi
psikis yang besar terhadap pola kehidupan manusia. Ketatnya persaingan
dari pelbagai segi kehidupan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup,
merupakan karakteristik yang paling menonjol dalam masyarakat modern.
Ketatnya persaingan pada gilirannnya membawa dampak pada pola hidup
yang materialistik, individualistik dan hedonistik. Akibat logis dari realitas
itu, tidak sedikit manusia modern mengalami split personality (kepribadian
terbelah), yang pada akhirnya membawa dampak dengan semakin sulitnya
manusia memperoleh ketenangan dan kebahagiaan hidup. 8Di tengah-tengah
masyarakat lahir paradigma, jika ingin digolongkan dalam kelompok elite,
maka harus memilki rumah mewah, mobil mewah dan barang modern
mewah lainnya. Lebih dari itu, terbangun sebuah kebudayaan eksplosif atau
kebudayaan tegangan tinggi (hight tension culture).9

6
Afzalur-Rahman, Economic : Doctrine of Islam, terj. Nastangin Soerojo, Doktrin
Ekonomi Islam, Jilid III, Edisi Khusus; (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal.91.
7
Afzalur-Rahman, Economic : Doctrine of Islam, terj. Nastangin Soerojo, ...........hal.89.

8
Qualita Ahsana (Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Keislaman), dalam Nur Hamim, Solusi
Kesehatan Mental Islami Terhadap Problem Psikologis Kehdupan Modern; IAIN Aunan Ampel
Surabaya, Vol. 1 No. 2 Oktober 1999, h. 115.
9
Kartini Kartono, Psikologi Sosial, Jilid I, Cet. VIII; (Jakarta : RajaGrafindo Persada,
2003), h. 233.
6. Permisif
Era modern melahirkan pula gaya kehidupan baru dilihat dari
perspektif agama, teristimewa Islam, yaitu gaya hidup permisif (terbuka,
longgar, serba boleh). Jean P Baudrillard yang orang Barat non-Muslim
mengatakan, kini masyarakat membiarkan berjalan miring semua liturgi
Kristiani, Budha, Lamais, Dewi Cinta, Surgawi, Kebangkitan Kembali,
Surga Di Bumi, Puji-Pujian Hindu dan Toleransi Sosial.
7. Kecemasan
Kaum psikolog antara lain Eric Fromm, Carlk Gustav Jung, Rollo
May melansir, bahwa kehidupan modern telah menghancurkan tatanan
kejiwaan manusia. Manusia modern ternyata telah dilanda oleh kecemasan-
kecemasan dan ketegangan-ketegangan jiwa.
C. Agama, Ilmu Pengetahuan, dan Masa Depan Manusia
Sebagaimana ilmu dan teknologi, agama mendapat tantangan dari
rasionalitas manusia yang telah membuktikan diri mampu mengubah
penampilan dunia fisik. Perwujudan dari kearifan religius yang
unspeakable dikalahkan oleh rasionalitas yang senantiasa melihat persoalan
secara teknis sebatas alam fisik. Pada tingkat praktis, “agama kuno”
memiliki apresiasi terhadap kehidupan yang lebih dan ini mengacu kepada
jiwa yang lebih ksatria dan mulia; sedangkan “agama modern" mewakili
sikap egoistis manusia terhadap lingkungannya, jika bukan memamerkan
cara mengesahkan keserakahan, sekadar untuk tidak dianggap kuno.
Semangat yang berlebihan dalam beragama justru akan merugikan
dan merusak makna agama itu sendiri. Di satu pihak, penerapan
rasionalitas dalam agama yang dilakukan oleh mereka yang ingin
memodernisasi agama agar sesuai dengan kemajuan zaman, atau
berpretensi untuk membersihkan agama dari berbagai bid’ah akan
memiskinkan agama sekadar pelayan materialisme, karena rasionalitas
hanya dapat bekerja pada wilayah logis yang speakable dan bukan wilayah
reflektif dari pengetahuan manusia di mana wilayah rasionalitas harus
bekerja dua kali dan dengan demikian mengingkari dirinya.
Dalam pandangan agama, ilmu, dan teknologi bukan merupakan
aspek kehidupan umat manusia yang tertinggi. Tidak juga merupakan
puncak kebudayaan dan peradaban umat manusia di dalam evolusinya
mencapai kesempurnaan hidup (perfection of existence). Banyak kaum
rasionalis yang materialistis menganggap bahwa abad modern, abad ilmu
pengetahuan dan teknologi sekarang adalah puncak dari peradaban dan
kebudayaan manusia. Karena dengan akalnya yang tajam manusia modern
dapat menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
mengagumkan, dan menganggap manusia zaman dahulu adalah lebih
rendah peradaban dan kebudayaannya karena terlalu diliputi oleh
kehidupan yang tidak rasional, takhayul, dan terbelenggu oleh kepercayaan
agama yang dogmatis.
Sinergi agama dan ilmu dalam konteks ini dapat dilakukan demi
terwujudnya keseimbangan peradaban manusia. Sebab, kalau masing-
masing pihak masih tetap mempertahankan ego, maka masa depan umat
manusia tidak dapat diramalkan. Di sinilah ilmu dan teknologi tidak harus
dilihat dari aspek yang sempit, tetapi harus dilihat dari tujuan jangka
panjang dan untuk kepentingan kehidupan yang lebih abadi. Kalau visi ini
yang diyakini oleh para ilmuwan dan agamawan, maka harapan kehidupan
ke depan akan lebih cerah dan sentosa. Tentu saja pemikiran-pemikiran
seperti ini perlu dukungan dari berbagai pihak untuk terwujudnya masa
depan yang cerah dan harmonis.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Albert Einstein dalam pesannya
kepada mahasiswa California Institute of Technology bahwa “ilmu tanpa
agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan saja
karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara
langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan
secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk
keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebagai
pertanggungjawaban moral dan sosial seorang ilmuwan harus memiliki
sikap-sikap ilmiah yaitu tidak ada rasa pamrih karena pengetahuan ilmiah
harus obyektif, bersikap selektif, adanya rasa percaya yang layak baik
terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indra dan budinya, adanya
dorongan dari dalam diri untuk selalu melakukan kegiatan riset, dan harus
memiliki sikap etis yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu
untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia.
Di dalam perkembangan pembangunan bangsa Indonesia, moral
Pancasila seyogyanya dipertimbangkan sebagai landasan moral bagi para
ilmuwan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena ilmuwan Indonesia itu
mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membangun bangsa dan
Negara. Ilmu pengetahuan mendorong kemajuan teknologi. Kemajuan
teknologi dapat berakibat positif maupun negatif. Supaya ilmu pengetahuan
dan teknologi berdampak positif bagi manusia perlu dikendalikan oleh
etika. Etika merupakan penilaian terhadap kebudayaan. Perubahan
kebudayaan dapat terjadi akibat perkembangan ilmu dan teknologi.
Perubahan kebudayaan dapat mengakibatkan terjadinya krisis etika
sehingga dapat terjadi krisis kemusiaan.
DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri. (2000). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan.

Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Cet. I; (Bandung :


Mizan, 1983).

Jean P Baudrillard, La societe de consommation, terj. Abdullah Sumrahadi,


Masyarakat Konsumsi, Cet. I; (Jakarta : Kreasi Wacana, 2004).

Suparlan Suhartono, Konsep Dasar Filsafat Ilmu Pengetahuan; (Ujung Pandang:


Universitas Hasanuddin, 1977).

Machasin, Islam Teologi Aplikatif, Cet. I; (Sleman-Yogyakarta : Pustaka Alief,


2003).

Afzalur-Rahman, Economic : Doctrine of Islam, terj. Nastangin Soerojo, Doktrin


Ekonomi Islam, Jilid III, Edisi Khusus; (Yogyakarta : Dana Bhakti
Wakaf, 1995).

Anda mungkin juga menyukai