Disusun Oleh :
Kelompok 7
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung untuk membantu menyelesaikan
makalah ini. Makalah yang penulis buat ini secara garis besar dengan judul
“Tanggung Jawab Ilmuwan Muslim dalam Berbangsa dan Bernegara”.
Besar harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik
dalam proses pembelajaran maupun sebagai referensi untuk membantu pengetahuan
bagi siapa yang memerlukan informasi dalam makalah ini. Penulis menyadari masih
terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami
memohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar makalah
ini menjadi perbaikan dalam penyusunan makalah di masa yang akan datang.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN............................................................................................1
II. PEMBAHASAN..............................................................................................4
III. PENUTUP......................................................................................................23
3.1 Kesimpulan......................................................................................................23
3.2 Pesan................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................26
I
PENDAHULUAN
1
Manusia dalam kehidupannya perlu akan konsep hidup, yang akan
memberikan gambaran secara jelas tentang bagaimana manusia dalam berkehidupan
yang harmonis dengan Tuhan serta alam sekitarnya. Konsep hidup ini bekerja secara
berkesinambungan dan mengalami pembaharuan dalam implikasinya sesuai dengan
tuntutan zamannya.
Ilmu sebagai cahaya pencerah akal manusia pada kebenaran, maka ilmu akan
senantiasa membawa manusia pada pribadi yang bernilai. Manusia yang bernilai
adalah manusia yang melakukan kerja kemanusiaan atau amal. Ilmu akan menjadi
hidup dengan membumikan ilmu dalam pola pikir dan pola tindak manusia.
2
1.2 Rumusan Masalah
3
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmuwan
Ensiklopedia Islam mengartikan ilmuwan sebagai orang yang ahli dan banyak
pengetahuannya dalam suatu atau beberapa bidang ilmu. Sedangkan, menurut
Webster Dictionary, Ilmuwan (Sciantist) adalah seorang yang terlibat dalam kegiatan
sistematis untuk memperoleh pengetahuan (ilmu).
Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang
dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan
sebagai profesi. Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu.
Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui
kebenaran. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis
tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari
4
atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah
penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus
menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama. Banyak yang mengartikan ilmuwan
sama dengan intelektual, namun pada dasarnya berbeda. Intelektual adalah pemikir-
pemikir yang memiliki kemampuan penganalisaan terhadap masalah tertentu.
“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh, Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “
5
DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang
ilmuwan muslim, yaitu:
1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap
ada (tidak hilang),
2. Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar
ilmu itu menjadi meningkat,
3. Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,
4. Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya,
agar ilmu itu menjadi bersih (terbayar zakatnya),
5. Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar
manfaat ilmu itu semakin luas,
6. Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan
memikulkan agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan
pertama sekali
7. Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata,
agar ilmu itu diterima oleh Allah SWT.
Ilmu merupakan hasil karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikaji secara
luas oleh masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka
karya ilmiah itu, akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat
luas. Maka jelaslah jika ilmuwan memiliki tanggung jawab yang besar, bukan saja
karena ia adalah warga masyarakat, tetapi karena ia juga memiliki fungsi tertentu
dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan, tidak hanya sebatas penelitian bidang
keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil penelitiannya agar dapat
6
digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam mengawal hasil
penelitiannya agar tidak disalah gunakan.
Selain itu pula, dalam masyarakat seringkali terdapat berbagai masalah yang
belum diketahui pemecahannya. Maka ilmuwan sebagai seorang yang terpandang,
dengan daya analisisnya diharapkan mampu mendapatkan pemecahan dari masalah
tersebut. Seorang ilmuwan dengan kemampuan berpikirnya mampu mempengaruhi
opini masyarakat terhadap suatu masalah. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial
untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna.
Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar:
untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat
dimungkinkan.
Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan adalah dalam bidang
etika. Dalam bidang etika ilmuwan harus memposisikan dirinya sebagai pemberi
contoh. Seorang ilmuwan haruslah bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan
pendapat orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya.
Semua sifat ini beserta sifat-sifat lainnya, merupakan implikasi etis dari berbagai
proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang
biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak atau
menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Disinilah
kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang awam.
Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang
menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada
masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang
membikin mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga apa yang harus dibayar
untuk kekeliruan itu.Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang ilmuwan
sebagai suri tauladan dalam masyarakat.
7
Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka
sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis
dan esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam.
Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya
namun juga integritas kepribadiannya.
Sebagai seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun
dan sungguh-sungguh, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sebagai penyeru
ke jalan Allah SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi mungkar).
“Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi
cahaya yang menerangi”
8
E. Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa
ع ْن
حته سأ ع ْب ٍد ٌَ ْو َم « ََل ت ل َقد: رسول َّلالِ صل َّلالُ علَ وسله َن: ل، ِ ً َسل َع ْن َأ ًِب ْ ز َسة
ى َل ال ِق ٍَا َه ِت ُشو َها ٍْ ِو ه َقا ال ِو َاأل
ى
ِ و ٍ َ َل (رواه ْ ،ع ُو ِ ٍف َوا أَ ْف ْ ِ و ٍ َ عل ْ ِ ل ه ْ ن ْ ك س ِ ٍف أَ ْنَفَقُو
ِو َن ُه» َأ ن َف ن ِو أَ ٌْ َ ن َت َبو َن، ن ِو َن،ُنَ اه ِ ز ِه
ْب جس وع و ا وع ها وع ع
ْل
)]7142[ ص ح حس ح ىذ: وقال،التزهذي
ٍِح ن ٌِدث ا
Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser
kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang
umurnya; dalam hal apa ia menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam hal apa ia
berbuat, tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal apa ia
membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia mempergunakannya”.
(HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan shahih”, hadits no. 2417).
1
b. Aspek politik
c. Aspek ekonomi
Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi
yang adil dan merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup
bangsa. Maka para ilmuwan merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan cermat dan
dapat memberikan solusi agar pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta tercipta
kesetiakawanan agar terhindar dari kecemburuan.
1
2.2 Epilog : Iman, Imu dan Amal Sebagai Pilar Peradaban
A. Iman
Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut
istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan,
dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman
kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada
dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu
diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Sebagai sumber nilai, maka sesuatu itu harus tidak berubah, menjadi sumber
segala nilai dan esa, serta secara bersamaan merupakan kebenaran hakiki. Sumber
nilai tersebut adalah Tuhan, karena sifat Tuhan yang tidak berubah dan menjadi satu
1
titik kebenaran itu sendiri. Tuhan adalah subjek bagi sekalian alam dan dunia, sedang
alam adalah objek yang digerakkan melalui kehendak berpikir bebas. Kehendak
berpikir bebas hanya dimiliki manusia,dipandang dalam segi biologi, manusia
termasuk dalam klasifikasi homo sapiens (yang memiliki arti "manusia yang tahu")
yang merupakan primata dalam golongan mamalia yang memiliki kemampuan
berpikir tinggi (Wikipedia, 2014). Tan Malaka dalam Madilog, mengartikan manusia
lebih sederhana, yaitu hewan yang berakal. Dua pengertian diatas mengisyaratkan
bahwa manusia merupakan kesempurnaan atas penciptaan Tuhan di bumi, hal ini
sesuai dengan konsep Islam bahwa manusia diturunkan sebagai Khalifah di muka
bumi (Lihat: Al Quran 2: 30). Dalam segi rohani yang berkorelasi dengan
kebudayaan, bahwa manusia adalah pembawa peradaban dengan ke"agama"an yang
dibawahnya. Agama disini berarti kepercayaan, yang dijadikan sumber nilai tersebut.
Agama sebagai pedoman, sering juga agama sebagai peradaban yang ekslusif.
Agama menjadi pengikat atas cara-cara yang dianggap paling mendekatkan pada
kebenaran, maka tidak jarang pertentangan dan konfrontasi agama-agama yang
memiliki kencenderungan yang sama dan berbeda sekaligus. Agama sebagai peletak
peradaban menjadi penting karena dalam agama aspek kultur dan doktrin menjadi
satu, hingga muncul peradaban seperti Islam Syah, Protestan dan lain sebagainya.
Sebaga upaya pendekatan diri pada kebenaran, bentuk kepercayaan atau iman
juga tidak jauh dari pandangan keagamaan tentang konsep ke-Tuhan-nan itu sendiri.
Dalam kajian filsafat yang mengunakan metode rasio, mengalami kebuntuhan tentang
rasio yang mencoba mendiskripsikan tuhan. Al Ghazali membawa suatu perubahan
pada semangat metafisika, peletak atas keterbatasan rasio pada kebenaran hakiki
tersebut. Maka agama memang tidak jauh dari doktrin, namun manusia yang
memiliki keutamaan dalam berpikir memberikannya ruang pada pencarian-pencarian
pada segi ontologis tersebut.
1
Dalam Islam, bahwa manusia sudah memiliki kepercayaan pada Tuhan sejak
masa tiga bulan dalam kandungan, ikatan primodial ini termaktub dalam Al Quran.
Sedang Karel Amstrong mengatakan bahwa sejak 4.300 tahun yang lalu manusia
sudah menyadari bahwa ada kekuatan yang melebihi apapun di dunia ini. Cara
berkepercayaan itupun muncul dalam bentuk mitologi, hingga dalam bentuk
kebatinan.
Tentu sangat tidak mungkin bahwa manusia akan mampu mengetahui sesuatu
yang melebihi batas kemampuannya, maka harus ada penghubung, dan Tuhan
sebagai subjek atas dunialah yang semestinya mengenalkan Dia pada objeknya.
Pengenalan ini dalam sejarah tiga agama besar - dan hampir memiliki kemiripan
sejarah atau masih satu rumpun - melalui pembawa pesan sebagai mediator, fungsi ini
dipegang oleh para nabi atau rasul. Hingga tidak ada upaya pengambaran Tuhan
secara mitologi.
Rasul dan Nabi menjadi pembawa pesan dan memberikan peringatan tentang
kesalahan penafsiran atas kebenaran, hingga tidak ada fitnah diantara yang lain,
kebenaran hanya tertuju pada ke-Esa-an Tuhan semata. Maka sikap percaya harus
berlandaskan pada kebenaran yang pendekatan yang tidak bertentangan dengan nilai-
nilai yang ada, dari situ peradaban manusia akan tercipta dan bernilai.
1
B. Ilmu
Kata ilmu berasal dari kata kerja „alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu,
mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah „ulum, artinya
ialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan
pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan
pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai
ilmu tapi miskin amalnya maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.
Bahwa ilmu akan mengangkat derajat manusia pada tingkat yang lebih tinggi,
sudah menjadi suatu kenyataan yang koheren, karena seorang yang berilmu secara
bersamaan akan berada pada kedekatannya kepada kebenaran. Ilmu menjadi alat
manusia dalam upaya-upaya kebenaran, meski dalam penafsiran ilmu dengan alam
pikiran dan pengalaman manusia masih memiliki ruang kenisbiaan, karena manusia
yang dalam keterbatasannya sebagai objek Tuhan. Enstein meletakkan teori
relativitas, bahwa setiap manusia memiliki pandangan yang subjetif dengan objek
yang dipandangnya. Dalam hal ini ilmu memiliki ruang relativitas, karena subjek
(manusia) yang jamak serta upaya pendekatannya yang berbeda-beda.
1
dan anti-thesis, ujung yang seakan tidak akan bertemu pada satu titik yang
berlawanan pada thesis yang telah mampan. Seakan menggambarkan kerelativan ilmu
sebagai pendekatan atas kebenaran.
Kebenaran adalah sumber nilai, ia menjadi fondasi untuk peradaban, maka ilmu
disini bersifat implikatif. Ilmu adalah pengembangan nilai, karena nilai bersifat tetap,
maka implikasi bersifat untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang mengalami
perkembangan sesuai dengan arus yang selalu mengalami perubahan. Upaya
pendekatan pada nilai, juga menjadi upaya pendekatan pada implikasi. Maka dari itu
ilmu tidak bersifat inheren, ilmu koheren dengan kebenaran karena sumber kebenaran
adalah penopang peradaban.
C. Amal
Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau
tindakan, sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal
saleh ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan
balasan pahala yang berlipat di akhirat.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap
perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam
Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya
terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup
semua yang bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu
sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka
memberikan dampak yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan
sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga
1
pengembangan ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah-
masalah di masyarakat.
Penerapan ilmu dinamakan alam perbuatan, maka ilmu akan membumi nilainya
jika manyetuh realita (amal perbuatan). Objek dan tujuan ilmu adalah relaita. Realita
merupakan perubahan atas arus perkembangan zaman, mulai dari perkembangan
sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.
“Katakanlah: „Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu?‟ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).
1
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada
siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu,
benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.”
(QS. Al-Baqoroh [2] : 269).
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-
anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu
diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-
Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin,
Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).
Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi
kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan.
Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak.
Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman
berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi
pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya.
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat
menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati.
Akidah sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman,
1
yaitu iman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul
Allah, hari qiamat, dan takdir.
Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Serta dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan
perintah Allah SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga
tidak menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya
adalah dengan selalu mempelajari agama (Islam).
Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya.
Dengan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang
berilmu dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk
kepentingan pribadi bahkan untuk membuat kerusakan.
Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorana. Artinya orang yang
beriman kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal
sholeh. Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Mereka bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang.
Iman tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
1
Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan
keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya.
Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam
bentuk amal sholeh yang menunjukkan nilai nilai keislaman.
Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah
pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila
didasari dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan
ilmu baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang
itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika
dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna
jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia.
Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah
berilmu lalu beramal.
Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental dengan
nuansa–nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat
penting dalam ajaran islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi
pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu
berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa takut kepada
Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh.
Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan
membuahkan amal–amal shaleh. Maka dapat disimpulkan bahwa keimanan dan amal
perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidup yang kokoh. Ilmu, iman dan
amal shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.
1
Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal
perbuatan tanpa iman” [HR. Ath-Thabrani] . Kemudian dijelaskannya pula bahwa,
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al
Baihaqi] . Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya
ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya
dilakukan orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan
kepada suatu yang diciptakan untuknya" [HR. Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan
apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum
diketahuinya.” [HR. Abu Na‟im] . ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah
Allah Ta‟ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang
bermanfaat.” [HR. At Tirmidzi] . ”Seseorang itu tidak menjadi „alim (ber-ilmu)
sehingga ia mengamalkan ilmunya.” [HR. Ibnu Hibban].
Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan
pertanyaan: ”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab
Rasulullah Saw : “Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula
“Ilmu apa yang Nabi maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw : ”Ilmu Pengetahuan tentang
Allah Subhanaahu wa Ta‟ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw
salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan,
sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya
sedikit amalan akan berfaedah (berguna) bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan
banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR.Ibnu
Abdil Birrdari Anas]. Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan
dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang
2
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka
kerana keimanannya QS.[10]:9.
Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta
isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt
“Qur‟aniyah”
Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk
berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut ayat
Allah “Kauniyah”
2
Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada
Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah
: 11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang
berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya,
sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak
manfaat kepada orang lain.
Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu
menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya,
karena dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak
mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim
dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan
dan lindungan Allah swt. Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh,
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
2
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, begitupun seorang
ilmuwan. Seorang ilmuwan memiliki komitmen yang tinggi untuk membina dan
membangun masyarakat. Sebagian tanggung jawab moralnya terhadap keilmuan yang
dimiliki serta tanggung jawab perannya sebagai bagian dari masyarakat. Sebagai
seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-
sunggu, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sebagai penyeru ke jalan Allah
SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi mungkar).
Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta
isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt
“Qur‟aniyah”
2
Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt
untuk berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut
ayat Allah “Kauniyah”
Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada
Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah
: 11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang
berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya,
sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak
manfaat kepada orang lain.
Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu
menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya,
karena dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak
mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim
dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan
dan lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Sumber pokok ilmu pengetahuan menurut
Islam adalah wahyu dan akal yang keduanya tidak boleh dipertentangkan karena
manusia diberi kebebasan dengan mengembangkan akalnya dengan catatan dalam
pengembangan tersebut tetap, terikat dengan wahyu dan tidak akan bertentangan
dengan syariat Islam. Sehingga ilmu pengetahuan dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu
ilmu yang bersifat abadi yang tingkat kebenarannya bersifat mutlak dan ilmu yang
bersifat perolehan yang tingkat kebenarannya bersifat nisbi. Menuntut ilmu
pengetahuan mendalami ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan
24
mengembangkan agama islam agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh
masyarakat.
3.2 Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Said al Qahthani (2005). Al Wala‟ wal Bara‟. Solo: Era Intermedia.