Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

Dosen Pengampu : Novan Hardiyanto, MM.

Tanggung Jawab Ilmuwan Muslim dalam Berbangsa dan Bernegara

Disusun Oleh :
Kelompok 7

Awalina Rifqi (221641054)


Dinah Sholikhah (221641048)
Hury Labdha (221641055)
Khaeriyah (221641025)
M. Reza Pahlevi (221641031)
Peni Yuliyah (221641017)
Windri Susilawati (221641037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung untuk membantu menyelesaikan
makalah ini. Makalah yang penulis buat ini secara garis besar dengan judul
“Tanggung Jawab Ilmuwan Muslim dalam Berbangsa dan Bernegara”.

Besar harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik
dalam proses pembelajaran maupun sebagai referensi untuk membantu pengetahuan
bagi siapa yang memerlukan informasi dalam makalah ini. Penulis menyadari masih
terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami
memohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar makalah
ini menjadi perbaikan dalam penyusunan makalah di masa yang akan datang.

Cirebon, Desember 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

I. PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Maksud dan Tujuan.........................................................................................3

II. PEMBAHASAN..............................................................................................4

2.1 Tanggung Jawab Ilmuwan Muslim dalam Berbangsa dan Bernegara............4


2.2 Definisi Iman, Ilmu, dan Amal........................................................................11
2.3 Hubungan Iman, Ilmu, dan Amal....................................................................17

III. PENUTUP......................................................................................................23

3.1 Kesimpulan......................................................................................................23
3.2 Pesan................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................26
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Allah menciptakan manusia untuk hidup di dunia agar senantiasa selalu


menyembah dan menyebut asma-Nya, sehingga manusia diberi petunjuk oleh Allah
SWT bahwa dalam hidup ada dua jalan yaitu, jalan baik dan jalan yang buruk. Allah
SWT berfirman dalam QS. Al-Balad ayat 10 yang artinya “ Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan ( kebaikan dan keburukan)”, dan pada QS. Al- Mudattsir ayat
38 yang artinya “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah
dilakukannya”. Dari konteks ayat ini yakni kita dapat mengetahui bahwa Allah SWT
menciptakan manusia dengan segala potensinya memiliki “tugas” untuk tunduk dan
patuh terhadap hukum-hukum Allah SWT dan suatu saat nanti pada saat yang
ditentukan oleh Allah semua manusia akan diminta pertanggung jawabannya sebagai
bukti bahwa manusia sebagai pengemban amanah Allah SWT.

Proses menerima petunjuk ini adalah bagaimana manusia mengembangkan


kemampuan potensi akal ( ratio ) nya dalam memahami “alam” yang telah diciptakan
dan disediakan oleh Allah SWT sebagai saran dan sumber belajar, kemudian ketika
“ilmu” sudah dimiliki diharapkan manusia dapat berkarya (beramal) dengan ilmunya
untuk terus membina hubungan vertical dan horizontal.

Manusia yang mau mengembangkan potensi akalnya dapat memanfaatkan


pengetahuannya tersebut untuk pencerahan dirinya dan memiliki tanggung jawab
moral dan menyebarkan kepada sesama, mereka biasa disebut ilmuwan, cendikiawan
atau intelektual.

1
Manusia dalam kehidupannya perlu akan konsep hidup, yang akan
memberikan gambaran secara jelas tentang bagaimana manusia dalam berkehidupan
yang harmonis dengan Tuhan serta alam sekitarnya. Konsep hidup ini bekerja secara
berkesinambungan dan mengalami pembaharuan dalam implikasinya sesuai dengan
tuntutan zamannya.

Sebagai dasar kebenaran, maka konsepsi Iman menjadi landasan kebenaran


pada kebenaran mutlak. Kebenaran menjadi titik ideal yang manusia perlu
mengindahkannya, titik ideal ini menjadi dasar konsepsi atau sumber nilai yang
menentukan kerja amal manusia sesuai dengan kebenaran. Kebenaran yang menjadi
dasar tidak serta-merta "ada", namun ikhtiar manusia sebagai subjek kehidupan yang
memiliki kehendak bebas serta berpikir bebas selalu mencoba mendekatkan diri pada
kebenaran melalui ilmu. Sebagai sarana pendekatan diri pada kebenaran, ilmu
pengetahuan sebagai pangkal bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan secara masif
mendekatkan dirinya melalui pencarian kebenaran atau pembelajaran.

Ilmu sebagai cahaya pencerah akal manusia pada kebenaran, maka ilmu akan
senantiasa membawa manusia pada pribadi yang bernilai. Manusia yang bernilai
adalah manusia yang melakukan kerja kemanusiaan atau amal. Ilmu akan menjadi
hidup dengan membumikan ilmu dalam pola pikir dan pola tindak manusia.

Konsepsi yang menjadi dasar perencanaan manusia secara hirarki dan


simultan memberikan kesinambungan gerak pikir dan gerak tindak perlu dibumikan
dalam diri manusia itu sendiri. Seperti konsepsi Marx, tentang pertentangan klas,
bahwa manusia yang berada dalam klas-klas tertentu berubah dengan manusia yang
tanpa klas. Konsepsi Marx dapat dikatakan sosialis. Seperti itu halnya, manusia yang
beragama (Berkebenaran) harus memiliki konsep hidup yang mencerminkan suatu
karakter manusia yang cenderung pada kebenaran.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah


yang menjadi landasan makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana tanggung jawab dalam memiliki kedudukan untuk melaksanakan
kewajiban dalam berbangsa dan bernegara?”
2. Apa itu iman, ilmu dan amal?
3. Bagaimana hubungan iman, ilmu, dan amal sebagai pikir peradaban?

1.3 Tujuan Penulisan

Terdapat beberapa tujuan pada penulisan makalah ini, yaitu :


1. Mendeskripsikan tanggung jawab berupa kedudukan dan kewajiban ilmuwan
muslim dalam berbangsa dan bernegara.
2. Mengetahui definisi iman, ilmu dan amal.
3. mengetahui hubungan iman, ilmu dan amal pada pikir peradaban.

3
II
PEMBAHASAN

2.1 Tanggung Jawab Ilmuan Muslim Dalam Bangsa Dan Negara

A. Pengertian Ilmuwan

Ensiklopedia Islam mengartikan ilmuwan sebagai orang yang ahli dan banyak
pengetahuannya dalam suatu atau beberapa bidang ilmu. Sedangkan, menurut
Webster Dictionary, Ilmuwan (Sciantist) adalah seorang yang terlibat dalam kegiatan
sistematis untuk memperoleh pengetahuan (ilmu).

Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan


masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya. Pada kegiatan penelitian
ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam
semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan social.

Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali


permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk
ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil
penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa
tanggung jawab itu ada dipundaknya.

Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang
dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan
sebagai profesi. Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu.
Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui
kebenaran. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis
tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari

4
atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah
penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus
menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama. Banyak yang mengartikan ilmuwan
sama dengan intelektual, namun pada dasarnya berbeda. Intelektual adalah pemikir-
pemikir yang memiliki kemampuan penganalisaan terhadap masalah tertentu.

B. Tanggung Jawab Ilmuwan

Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya


berdimensi religious atau etis dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis
seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya
berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi
sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui
keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani
prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau
mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah
ada untuk mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya secara
terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain sebagaimana ia
juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna mendukung teori-teori yang
dikembangkannya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia
sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk
menyalahgunakan ilmu.

“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh, Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “

5
DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang
ilmuwan muslim, yaitu:

1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap
ada (tidak hilang),
2. Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar
ilmu itu menjadi meningkat,
3. Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,
4. Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya,
agar ilmu itu menjadi bersih (terbayar zakatnya),
5. Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar
manfaat ilmu itu semakin luas,
6. Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan
memikulkan agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan
pertama sekali
7. Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata,
agar ilmu itu diterima oleh Allah SWT.

C. Kewajiban ilmuwan terhadap masyarakat

Ilmu merupakan hasil karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikaji secara
luas oleh masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka
karya ilmiah itu, akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat
luas. Maka jelaslah jika ilmuwan memiliki tanggung jawab yang besar, bukan saja
karena ia adalah warga masyarakat, tetapi karena ia juga memiliki fungsi tertentu
dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan, tidak hanya sebatas penelitian bidang
keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil penelitiannya agar dapat

6
digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam mengawal hasil
penelitiannya agar tidak disalah gunakan.

Selain itu pula, dalam masyarakat seringkali terdapat berbagai masalah yang
belum diketahui pemecahannya. Maka ilmuwan sebagai seorang yang terpandang,
dengan daya analisisnya diharapkan mampu mendapatkan pemecahan dari masalah
tersebut. Seorang ilmuwan dengan kemampuan berpikirnya mampu mempengaruhi
opini masyarakat terhadap suatu masalah. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial
untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna.
Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar:
untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat
dimungkinkan.

Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan adalah dalam bidang
etika. Dalam bidang etika ilmuwan harus memposisikan dirinya sebagai pemberi
contoh. Seorang ilmuwan haruslah bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan
pendapat orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya.
Semua sifat ini beserta sifat-sifat lainnya, merupakan implikasi etis dari berbagai
proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang
biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak atau
menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Disinilah
kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang awam.
Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang
menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada
masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang
membikin mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga apa yang harus dibayar
untuk kekeliruan itu.Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang ilmuwan
sebagai suri tauladan dalam masyarakat.

7
Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka
sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis
dan esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam.
Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya
namun juga integritas kepribadiannya.

Dibidang etika tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi


informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana caranya
bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh
dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang
ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin atas dasar
rasionalitas dan metodologis yang tepat.

D. Kewajiban ilmuwan terhadap umat

Sebagai seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun
dan sungguh-sungguh, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sebagai penyeru
ke jalan Allah SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi mungkar).

Allah berfiraman dalam QS. Al-Ahzab : 46 yang artinya:

“Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi
cahaya yang menerangi”

Kewajiban ilmuwan terhadap umatnya ialah diumpamakan sebagai cahaya


yang menerangi kehidupan, karena ilmu yang diberikan kepada umatnya akan
memberikan suatu motivasi agar manusia terus bersyukur dan mengagungkan kuasa
Allah SWT.

8
E. Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa

Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa yaitu sebagai khalifah Allah SWT di


bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Allah SWT, maka seorang
ilmuwan harus bertanggung jawab atas amanat yang dipikulnya.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai


tanggung jawab, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang
dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda:

‫ع ْن‬
‫حته سأ‬ ‫ع ْب ٍد ٌَ ْو َم‬ ‫ « ََل ت ل َقد‬:‫ رسول َّلالِ صل َّلالُ علَ وسله َن‬:‫ ل‬، ِ ً َ‫سل‬ َ‫ع ْن َأ ًِب ْ ز َسة‬
‫ى َل‬ ‫ال ِق ٍَا َه ِت‬ ‫ُشو َها‬ ‫ٍْ ِو‬ ‫ه‬ ‫َقا ال‬ ‫ِو‬ َ‫األ‬
‫ى‬
‫ِ و ٍ َ َل (رواه‬ ْ ،‫ع ُو ِ ٍف َوا أَ ْف ْ ِ و ٍ َ عل ْ ِ ل ه ْ ن ْ ك س ِ ٍف أَ ْنَفَقُو‬
‫ِو َن ُه» َأ‬ ‫ن‬ ‫ َف ن ِو أَ ٌْ َ ن َت َبو َن‬، ‫ ن ِو َن‬،ُ‫نَ اه‬ ‫ِ ز ِه‬
‫ْب‬ ‫جس‬ ‫وع‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫وع ها‬ ‫وع ع‬
‫ْل‬
)]7142[ ‫ص ح‬ ‫حس‬ ‫ح‬ ‫ ىذ‬: ‫ وقال‬،‫التزهذي‬
‫ٍِح‬ ‫ن‬ ‫ٌِدث‬ ‫ا‬

Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser
kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang
umurnya; dalam hal apa ia menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam hal apa ia
berbuat, tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal apa ia
membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia mempergunakannya”.
(HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan shahih”, hadits no. 2417).

F. Kontribusi bagi kemajuan bangsa

Aspek-aspek yang membawa kemajuan bangsa sangatlah banyak diantaranya :


a. Aspek Ideologi
1. Memelihara keyakinan dan kebudayaan bangsa
2. Berupaya membangun jaringan-jaringan yang kuat untuk memfilter budaya
yang masuk akibat globalisasi
9
3. Memberikan pemahaman

1
b. Aspek politik

Kompleksitas masyarakat dan kepentingan-kepentingannya menuntut adanya


pemikiran-pemikiran untuk membina dan membangun masyarakat agar tidak terjadi
instabilitasi politik sehingga dalam bernegara para ilmuwan dapat memberikan solusi
terhadap problem-problem yang terjadi.

c. Aspek ekonomi

Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi
yang adil dan merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup
bangsa. Maka para ilmuwan merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan cermat dan
dapat memberikan solusi agar pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta tercipta
kesetiakawanan agar terhindar dari kecemburuan.

G. Tokoh Ilmuwan Muslim

NO NAMA NAMA LATIN KARYANYA DAN


TERJEMAHAN
1 Abu Abas Alfarghani Alfraganus Pengantar Kepada Ilmu
Bintang
2 Abu Ali Al Haitsam Alchazen Kamus Optika
3 Jabir Ibn Hayyan Geber Ilmu Kimia
4 Ali ibn Isa Jeru Haly Catatan Bagi Dokter
Mata
5 Al Uqlidisi Ahli Matematika
6 Abbas Az-zahrawi Abulcasis Ilmu Bedah
7 Dst.

1
2.2 Epilog : Iman, Imu dan Amal Sebagai Pilar Peradaban

A. Iman

Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut
istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan,
dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman
kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada
dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu
diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)


sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang
mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan
lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Iman sebagai sumber nilai

Manusia memerlukan kepercayaan sebagai sumber atau titik ideal dalam


hidupnya. Titik ideal sebagai sumber nilai, menjadi titik nilai yang baku atau konstan.
Nilai sebagai penopang kehidupan manusia dan peradaban manusia tidak boleh
berubah,jika nilai ini berubah maka sama halnya dengan fondasi rumah yang dirubah,
secara reaktif maka rumah itu akan rubuh dan pola rumah itu akan berubah.

Sebagai sumber nilai, maka sesuatu itu harus tidak berubah, menjadi sumber
segala nilai dan esa, serta secara bersamaan merupakan kebenaran hakiki. Sumber
nilai tersebut adalah Tuhan, karena sifat Tuhan yang tidak berubah dan menjadi satu

1
titik kebenaran itu sendiri. Tuhan adalah subjek bagi sekalian alam dan dunia, sedang
alam adalah objek yang digerakkan melalui kehendak berpikir bebas. Kehendak
berpikir bebas hanya dimiliki manusia,dipandang dalam segi biologi, manusia
termasuk dalam klasifikasi homo sapiens (yang memiliki arti "manusia yang tahu")
yang merupakan primata dalam golongan mamalia yang memiliki kemampuan
berpikir tinggi (Wikipedia, 2014). Tan Malaka dalam Madilog, mengartikan manusia
lebih sederhana, yaitu hewan yang berakal. Dua pengertian diatas mengisyaratkan
bahwa manusia merupakan kesempurnaan atas penciptaan Tuhan di bumi, hal ini
sesuai dengan konsep Islam bahwa manusia diturunkan sebagai Khalifah di muka
bumi (Lihat: Al Quran 2: 30). Dalam segi rohani yang berkorelasi dengan
kebudayaan, bahwa manusia adalah pembawa peradaban dengan ke"agama"an yang
dibawahnya. Agama disini berarti kepercayaan, yang dijadikan sumber nilai tersebut.

Agama sebagai pedoman, sering juga agama sebagai peradaban yang ekslusif.
Agama menjadi pengikat atas cara-cara yang dianggap paling mendekatkan pada
kebenaran, maka tidak jarang pertentangan dan konfrontasi agama-agama yang
memiliki kencenderungan yang sama dan berbeda sekaligus. Agama sebagai peletak
peradaban menjadi penting karena dalam agama aspek kultur dan doktrin menjadi
satu, hingga muncul peradaban seperti Islam Syah, Protestan dan lain sebagainya.

Sebaga upaya pendekatan diri pada kebenaran, bentuk kepercayaan atau iman
juga tidak jauh dari pandangan keagamaan tentang konsep ke-Tuhan-nan itu sendiri.
Dalam kajian filsafat yang mengunakan metode rasio, mengalami kebuntuhan tentang
rasio yang mencoba mendiskripsikan tuhan. Al Ghazali membawa suatu perubahan
pada semangat metafisika, peletak atas keterbatasan rasio pada kebenaran hakiki
tersebut. Maka agama memang tidak jauh dari doktrin, namun manusia yang
memiliki keutamaan dalam berpikir memberikannya ruang pada pencarian-pencarian
pada segi ontologis tersebut.

1
Dalam Islam, bahwa manusia sudah memiliki kepercayaan pada Tuhan sejak
masa tiga bulan dalam kandungan, ikatan primodial ini termaktub dalam Al Quran.
Sedang Karel Amstrong mengatakan bahwa sejak 4.300 tahun yang lalu manusia
sudah menyadari bahwa ada kekuatan yang melebihi apapun di dunia ini. Cara
berkepercayaan itupun muncul dalam bentuk mitologi, hingga dalam bentuk
kebatinan.

Tentu sangat tidak mungkin bahwa manusia akan mampu mengetahui sesuatu
yang melebihi batas kemampuannya, maka harus ada penghubung, dan Tuhan
sebagai subjek atas dunialah yang semestinya mengenalkan Dia pada objeknya.
Pengenalan ini dalam sejarah tiga agama besar - dan hampir memiliki kemiripan
sejarah atau masih satu rumpun - melalui pembawa pesan sebagai mediator, fungsi ini
dipegang oleh para nabi atau rasul. Hingga tidak ada upaya pengambaran Tuhan
secara mitologi.

Pengambaran Tuhan secara mitologi, seperti memnyerupakan bentuk Tuhan


dengan benda-benda yang menjadi objeknya, akan menunjukan bahwa tuhan lemah,
karena Tuhan sebagai subjek penciptakaan yang "diserupakan" dengan objek yang
diciptakan-Nya. Dalam pegabaran ini menimbulkan suatu paradigma yang
kontradiktif dengan keadaan Tuhan, pendangan ini salah dan jelas pandangan ini
menimbulkan suatu distorsi tentang keyakinan yang menimbulkan nilai yang menjadi
sumber kebenaran.

Rasul dan Nabi menjadi pembawa pesan dan memberikan peringatan tentang
kesalahan penafsiran atas kebenaran, hingga tidak ada fitnah diantara yang lain,
kebenaran hanya tertuju pada ke-Esa-an Tuhan semata. Maka sikap percaya harus
berlandaskan pada kebenaran yang pendekatan yang tidak bertentangan dengan nilai-
nilai yang ada, dari situ peradaban manusia akan tercipta dan bernilai.

1
B. Ilmu

Kata ilmu berasal dari kata kerja „alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu,
mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah „ulum, artinya
ialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan
pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan
pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai
ilmu tapi miskin amalnya maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa


penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai
ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu
alam yang telah ada lebih dahulu

Ilmu Sebagai Upaya Pendekatan yang Koheren dengan Kebenaran

Bahwa ilmu akan mengangkat derajat manusia pada tingkat yang lebih tinggi,
sudah menjadi suatu kenyataan yang koheren, karena seorang yang berilmu secara
bersamaan akan berada pada kedekatannya kepada kebenaran. Ilmu menjadi alat
manusia dalam upaya-upaya kebenaran, meski dalam penafsiran ilmu dengan alam
pikiran dan pengalaman manusia masih memiliki ruang kenisbiaan, karena manusia
yang dalam keterbatasannya sebagai objek Tuhan. Enstein meletakkan teori
relativitas, bahwa setiap manusia memiliki pandangan yang subjetif dengan objek
yang dipandangnya. Dalam hal ini ilmu memiliki ruang relativitas, karena subjek
(manusia) yang jamak serta upaya pendekatannya yang berbeda-beda.

Kebenaran yang tunggal, dengan kerelativitasan ilmu, membawa manusia pada


perbedaan dan seakan inheren dengan kebenaran ilmu yang relatif tersebut. Jika
dalam Hegel, bahwa thesis akan berujung pada thesis baru dari pertentangan thesis

1
dan anti-thesis, ujung yang seakan tidak akan bertemu pada satu titik yang
berlawanan pada thesis yang telah mampan. Seakan menggambarkan kerelativan ilmu
sebagai pendekatan atas kebenaran.

Kebenaran adalah sumber nilai, ia menjadi fondasi untuk peradaban, maka ilmu
disini bersifat implikatif. Ilmu adalah pengembangan nilai, karena nilai bersifat tetap,
maka implikasi bersifat untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang mengalami
perkembangan sesuai dengan arus yang selalu mengalami perubahan. Upaya
pendekatan pada nilai, juga menjadi upaya pendekatan pada implikasi. Maka dari itu
ilmu tidak bersifat inheren, ilmu koheren dengan kebenaran karena sumber kebenaran
adalah penopang peradaban.

C. Amal

Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau
tindakan, sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal
saleh ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan
balasan pahala yang berlipat di akhirat.

Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap
perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam
Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya
terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup
semua yang bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu
sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka
memberikan dampak yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan
sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga

1
pengembangan ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah-
masalah di masyarakat.

Nilai yang hidup dan nyata adalah amal,hidup berkembangnya peradaban


berdasarkan perkembangan ilmu yang korelatif dengan perubahan yang terjadi dalam
arus, maka ilmu menjadi tiang bagi berdirinya peradaban. Ilmu harus memiliki
keterjangkauan dengan realitas yang ada, ilmu harus mampu membumi dan dapat
diterapkan dalam menjawab arus perubahan. Ilmu akan mati jika ilmu tidak
memberikan konsepsi yang jelas pada realita, maka dari itu ilmu harus melandaskan
dirinya pada realita yang ada.

Penerapan ilmu dinamakan alam perbuatan, maka ilmu akan membumi nilainya
jika manyetuh realita (amal perbuatan). Objek dan tujuan ilmu adalah relaita. Realita
merupakan perubahan atas arus perkembangan zaman, mulai dari perkembangan
sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.

Seiring dengan perubahan dan perkembangan arus kehidupan manusia tersebut,


maka nilai yang tetap harus berimplikasi pada perkembangan ilmu yang relevan
dengan keadaan zamannya. Nilai dikatakan hidup jika menyentuh realita dengan
impilikasi dari ilmu pengetahuan.

Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah


dalam ayat-ayat berikut:

“Katakanlah: „Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu?‟ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).

1
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada
siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu,
benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.”
(QS. Al-Baqoroh [2] : 269).

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)

Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-
anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu
diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-
Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin,
Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).

2.3 Hubungan Antara Iman, Ilmu, dan Amal

Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi
kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan.
Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak.
Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman
berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi
pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya.

Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat
menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati.
Akidah sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman,

1
yaitu iman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul
Allah, hari qiamat, dan takdir.

Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa


integritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang
muslim menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada
diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan
batinnya.

Hubungan Iman dan Ilmu

Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Serta dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan
perintah Allah SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga
tidak menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya
adalah dengan selalu mempelajari agama (Islam).

Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya.
Dengan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang
berilmu dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk
kepentingan pribadi bahkan untuk membuat kerusakan.

Hubungan Iman dan Amal

Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorana. Artinya orang yang
beriman kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal
sholeh. Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Mereka bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang.
Iman tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.

1
Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan
keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya.
Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam
bentuk amal sholeh yang menunjukkan nilai nilai keislaman.

Hubungan Amal Dan Ilmu

Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah
pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila
didasari dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan
ilmu baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang
itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika
dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna
jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia.
Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah
berilmu lalu beramal.

Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental dengan
nuansa–nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat
penting dalam ajaran islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi
pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu
berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa takut kepada
Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh.
Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan
membuahkan amal–amal shaleh. Maka dapat disimpulkan bahwa keimanan dan amal
perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidup yang kokoh. Ilmu, iman dan
amal shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.

1
Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal
perbuatan tanpa iman” [HR. Ath-Thabrani] . Kemudian dijelaskannya pula bahwa,
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al
Baihaqi] . Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya
ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya
dilakukan orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan
kepada suatu yang diciptakan untuknya" [HR. Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan
apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum
diketahuinya.” [HR. Abu Na‟im] . ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah
Allah Ta‟ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang
bermanfaat.” [HR. At Tirmidzi] . ”Seseorang itu tidak menjadi „alim (ber-ilmu)
sehingga ia mengamalkan ilmunya.” [HR. Ibnu Hibban].

Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan
pertanyaan: ”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab
Rasulullah Saw : “Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula
“Ilmu apa yang Nabi maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw : ”Ilmu Pengetahuan tentang
Allah Subhanaahu wa Ta‟ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw
salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan,
sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya
sedikit amalan akan berfaedah (berguna) bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan
banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR.Ibnu
Abdil Birrdari Anas]. Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan
dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang

2
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka
kerana keimanannya QS.[10]:9.

Ilmu pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta‟ala adalah penyambung


antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana
kaedah pengaliran iman yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman
adalah sebuah tashdiq bi-l-qalbi yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bilarkan
Dengan itu di simpulkan bahawa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah
kita perhatikan tadi (iman,ilmu dan amal) karena pemisahan setiap komponen
menjadikan islam itu janggal.

Kaitan antara iman, ilmu dan amal

Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang


sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal
kebaikan yang diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt
semata (QS. At – Thalaq : ayat 2 – 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai
sebagai suatu perbuatan amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas
nilai iman dan takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus
berlandaskan iman dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.

Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta
isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt
“Qur‟aniyah”

Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk
berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut ayat
Allah “Kauniyah”

2
Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada
Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah
: 11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang
berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya,
sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak
manfaat kepada orang lain.

Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu
menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya,
karena dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak
mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim
dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan
dan lindungan Allah swt. Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh,
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

2
III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, begitupun seorang
ilmuwan. Seorang ilmuwan memiliki komitmen yang tinggi untuk membina dan
membangun masyarakat. Sebagian tanggung jawab moralnya terhadap keilmuan yang
dimiliki serta tanggung jawab perannya sebagai bagian dari masyarakat. Sebagai
seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-
sunggu, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sebagai penyeru ke jalan Allah
SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi mungkar).

Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa yaitu sebagai khalifah Allah SWT di


bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Allah SWT, maka seorang
ilmuwan harus bertanggung jawab atas amanat yang dipikulnya.

Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang


sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal
kebaikan yang diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt
semata (QS. At – Thalaq : ayat 2 – 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai
sebagai suatu perbuatan amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas
nilai iman dan takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus
berlandaskan iman dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.

Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta
isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt
“Qur‟aniyah”

2
Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt
untuk berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut
ayat Allah “Kauniyah”

Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada
Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah
: 11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang
berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya,
sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak
manfaat kepada orang lain.

Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu
menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya,
karena dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak
mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim
dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan
dan lindungan Allah swt.

Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Sumber pokok ilmu pengetahuan menurut
Islam adalah wahyu dan akal yang keduanya tidak boleh dipertentangkan karena
manusia diberi kebebasan dengan mengembangkan akalnya dengan catatan dalam
pengembangan tersebut tetap, terikat dengan wahyu dan tidak akan bertentangan
dengan syariat Islam. Sehingga ilmu pengetahuan dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu
ilmu yang bersifat abadi yang tingkat kebenarannya bersifat mutlak dan ilmu yang
bersifat perolehan yang tingkat kebenarannya bersifat nisbi. Menuntut ilmu
pengetahuan mendalami ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan

24
mengembangkan agama islam agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh
masyarakat.

3.2 Saran

Penulis berharap pembaca lebih mendalami lagi mengenai tanggung jawab


ilmuwan dalam berbangsa dan bernegara karena ilmuwan mempunyai peran yang
penting dalam membentuk opini dan moral masyarakat, umat, serta proses
pembangunan bangsa supaya maju dan bermartabat. Kami mengucapkan terimakasih
dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca dan semua pihak yang
telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.

25
DAFTAR PUSTAKA

Winarto, Joko. 2011. Tugas dan Tanggung Jawab Ilmuan.


http://filsafat.kompasiana.com/2011/05/29/tugas-dan-tanggung-jawab-ilmuan
368478.html diakses tgl 11 Desember 2022

Marsyah. 2015. Ideologi Tugas dan Tanggung Jawab.


http://marsyahmuslimah.blogspot.com/2014/03/makalah-ideologi-tugas-dan
tanggung.html diakses tanggal 11 Desember 2022

Anis Matta (2006). Dari Gerakan ke Negara. Jakarta: Fitrah


Rabbani.lucki72.blogspot.com/2014/03/memeliharakeseimbangan-antara-iman-
ilmu.html diakses tanggal 12 Desember 2022

Muhammad bin Said al Qahthani (2005). Al Wala‟ wal Bara‟. Solo: Era Intermedia.

Sayyid Quthb (2010). Ma‟alim Fi Ath Thariq. Yogyakarta: Uswah.

Anda mungkin juga menyukai