Anda di halaman 1dari 22

LABORATORIUM FISIKA 5

SINGLE KONSEP

Modulus Puntir

OLEH:
RAIYASA INDAH LESTARI DEWI (1513021035/IV B )

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2017

1
I. Judul :
Modulus Puntir
II. Tujuan :
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan modulus Puntir suatu logam(G).
2. Mengetahui hubungan antara massa beban (m), jari-jari logam (R), jari-jari
roda pemutir (r) dengan besarnya sudut simpangan yang terjadi (α) pada
panjang masing –masing titik putaran sebuah logam.
III. Landasan
Teori : A.
Gerak
Gerak adalah suatu perubahan tempat kedudukan pada suatu benda dari
tempat awal. Sebuah benda dikatakan bergerak jika benda itu berpindah
kedudukan terhadap benda lainnya baik perubahan kedudukan yang menjauhi
maupun yang mendekati. Roda sepeda dapat bergerak dengan mudah. Saat pedal
dikayuh, roda sepeda bergerak dengan cepat.

B. Gaya

Gaya di dalam ilmu fisika, adalah interaksi apapun yang dapat


menyebabkan sebuah benda bermassa mengalami perubahan gerak, baik dalam
bentuk arah, maupun konstruksi geometris. Dengan kata lain, sebuah gaya dapat
menyebabkan sebuah objek dengan massa tertentu untuk
mengubah kecepatannya (termasuk untuk bergerak dari keadaan diam), atau
berakselerasi, atau untuk terdeformasi (Wikipedia;2016) . Gaya memiliki besaran
(magnitude) dan arah, sehingga merupakan kuantitas vektor. Satuan SI yang
digunakan untuk mengukur gaya adalah Newton (dilambangkan dengan N). Gaya
sendiri dilambangkan dengan simbol F. Hukum kedua Newton menyatakan
bahwa gaya resultan yang bekerja pada suatu benda sama dengan laju pada
saat momentumnyaberubah terhadap waktu. Jika massa objek konstan, maka
hukum ini menyatakan bahwa percepatan objek berbanding lurus dengan gaya
yang bekerja pada objek dan arahnya juga searah dengan gaya tersebut,
dinyatakan dengan

2
Konsep yang berhubungan dengan gaya antara lain: gaya hambat, yang
mengurangi kecepatan benda, torsi yang menyebabkanperubahan kecepatan
rotasi benda. Pada objek yang diperpanjang, setiap bagian benda menerima gaya,
distribusi gaya ke setiap bagian ini disebut regangan. Tekanan merupakan
regangan sederhana. Regangan biasanya menyebabkan deformasi pada benda
padat, atau aliran pada benda cair.

C. Hukum Newton

Sir Issac Newton adalah salah satu ilmuan paling hebat dalam sejarah.
Sebelum usianya yang ke-30 Newton merumuskan konsep dasar dan hokum
mekanika, mengembangkan hokum gravitasi universal serta menemukan metode
matematika kalkulus. Mekanika klasik atau mekanika Newton adalah teori
tentang gerak yang didasarkan pada massa dan gaya. Semua gejala dalam
mekanika klasik dapat digambarkan dengan menggunakan tiga hukum sederhana
yang disebut hukum newton tentang gerak.

Hukum I Newton menjelaskan apa yang terjadi pada benda ketika tidak ada gaya
yang bekerja pada benda atau resultan gaya pada benda sama dengan nol. Apabila
dirumuskan secara matematis sebagai berikut (Giancoli;2001):

……………………………… 1

Jika ΣF = 0, maka a = 0 , atau a = konstan

Persamaan 4.1 dapat diterangkan pula jika resultan gaya sama dengan nol
maka benda yang diam akan tetap diam atau benda yang bergerak dengan
kecepatan konstan tetap bergerak sepanjang garis lurus dengan kecepatan.konstan.
sifat suatu benda untuk mempertahankan keadaan semula itu disebut sifat
kelembaman suatu benda. Oleh karena itu, hukum I Newton disebut juga sebagai
hukum kelembaman atau hukum inersia.

Hukum II Newton dapat menjelaskan apa yang terjadi pada sebuah benda
ketika resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut tidak sama dengan nol. Jika
sebuah balok kayu bermassa m yang diam atau bergerak dengan kecepatan
3
konstan didorong dengan gaya F pada suatu bidang horizontal yang sangat licin
maka balok akan bergerak dengan percepatan a. menurut hasil percobaan, jika
gaya di perbesar menjadi dua kali lipat maka percepatan balok akan jadi dua kali
lipat. Demikian pula ketika gaya diperbesar menjadi tiga kali lipat maka
percepatannya juga akan menjadi tiga kali lipat, dan seterusnya. Dari hasil
tersebut, dapat disimpulkan bahwa besarnya percepatan suatu benda berbanding
lurus dengan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut.

Percepatan suatu benda juga tergantung pada massa benda. Hal ini dapat
dipahami melalui sebuah percobaan. Jika sebuah balok kayu bermassa m di
dorong dengan gaya F pada suatu bidang horizontal yang sangat licin, balok akan
bergerak dgan kecepatan a. jika balok bermassa 2m maka gaya yang sama akan
menghasilkan percepatan a/2. Demikian pula jika massa balok sebesar 3m maka
gaya yang sama akan menghasilkan percepatan a/3 dan seterusnya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa besarnya percepatan suatu benda berbanding terbalik
dengan massa benda. Hasil yang diperoleh dari percobaan di simpulkan dalam
Hukum II Newton. Hukum II Newton menyatakan:

“Percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan resultan gaya yang


bekerja pada benda dan arah percepatan searah dengan gaya dan berbanding
terbalik dengan massa benda”.

Dengan demikian, hubungan antara massa (m), percepatan (a), dan gaya
(F) secar matematis berdasarkan hukum II Newton adalah sebagai berikut:

atau …………………….. 2

Keterangan :

= resultan gaya (N)


F = Gaya (N)

m = Massa (kg)
2
a = percepatan (m/s )

4
Hukum II Newton hanya berlaku pada kerangka acuan inersia seperti
hukum I Newton. Pernyataan hukumII Newton menunjukkan bahwa percepatan
sebuah benda disebabkan oleh resultan gaya ΣF yang bekerja pada benda.
Resultan gaya yang bekerja pada benda merupakan jumlah vector dari semua
gaya yang bekerja pada benda tersebut. Percepatan benda memiliki arah yang
sama dengan arah resultan gaya. Percepatan benda akan konstan jika resultan
gaya yang bekerja pada benda juga bernilai konstan.

Hukum III Newton menjelaskan secara kuantitatif bagaimana gaya-gaya


memengaruhi gerak. Berdasarkan pengamatan lain Newton juga menyatakan
bahwa suatu gaya yang bekerja pada sebuah benda selalu berasal dari benda lain.
Artinya, tidak ada gaya yang hanya melibatkan satu benda. Gaya yang hadir
setidaknya membutuhkan dua benda yang saling berinteraksi, sebagai contoh
martil memukul /mendorong paku, tangan seseorang mendorong meja, yang
berarti gaya yang diberikan pada meja diberikan oleh tangan. Contoh tersebut
menunjukkan bahwa tangan memberikan gaya kembali kepada tangan. Dengan
demikian, Newton berpendapat bahwa kedua benda tersebut dipandang sama.
Tangan memberika gaya pada meja , dan meja memberikan gaya balik kepada
tangan. Hal ini merupakan inti dari hukum III Newton, yaitu:

Jika dua benda berinteraksi, gaya yang dikenakan oleh benda pertama
pada benda kedua, besarnya sama dan berlawanan arah dengan gaya yang
dikenakan oleh benda kedua pada benda pertama.

Secara matematis hukum III Newton dapat ditulis:

Faksi= - Freaksi………………………………………. 3

Seperti pada persamaan 4.3 hukum III Newton ini juga disebut sebagai
hukum aksi reaksi, karena untuk setiap aksi ada reaksi yang sama dan berlawanan
arah. Untuk menghindari kesalahpahaman, sangat penting untuk mengingat
bahwa gaya “aksi” dan gaya “reaksi” bekerja pada benda yang berbeda.

5
D. Modulus puntir

Bila sebatang logam pejal dengan panjang L dan jari-jari R, salah satu
ujungnya dijepit dan ujung yang lain di puntir dengan gaya F, maka akan terjadi
simpangan atau pergeseran sebesar α.

Modulus geser atau modulus puntir dalam (bahasa Inggris:


shear modulus atau modulus of rigidity) dalam sains bahan, dilambangkan
dengan G, atau kadangkala S atau μ, didefinisikan sebagai
rasio tegangan geser terhadap regangan geser (Wikipedia;2014).

Besar pergeseran (α) untuk setiap logam berbeda-beda, tergantung


koefisien kekenyalannya. Hubungan tersebut dinyatakan sebagai berikut:

; dimana R = jari-jari busur lingkaran

Regangan geser = dan

Batang:

Diketahui :

6
…………………………….. 4

………………………………………… 5

Dengan :

G = modulus puntir (modulus geser = koefisien kekenyalan)

g = percepatan gravitasi

R = jari-jari batang

L = panjang batang dari penjepit ke jarum petunjuk skala

m = massa beban yang menyebabkan puntiran

0
α = besar simpangan pada jarak L

M =momen gaya

Ө = sudut putar dalam rad

Catatan tambahan:

1). Modulus geser atau modulus puntir adalah bilangan yang menggambarkan
perubahan benda yang elastis, atau suatu konstanta yang menyatakan besarnya
gaya yang diperlukan untuk memuntir suatu bahan persatuan luas tiap satu
derajat.

7
2). Modulus young adalah perbandingan regangan terhadap regangan satu arah.

3). Modulus Bulk adalah perbandingan regangan terhadap regangan kesegala


arah.

4). Maksudnya puntiran diteruskan kearah memanjang pada tujuan percobaan


adalah bahwa di semua tempat di sepanjang batang mengalami puntiran.

5). Saat pembebanan, batang tidak boleh melengkung karena salah satu syarat dari
percobaan ini adalah di setiap bagian batang harus sama partikelnya. Kalau
melengkung berarti partikel didalamnya tidak sama.

6). Tegangan adalah gaya yang terjadi per satuan luas penampang. Tegangan
berlawanan arah dengan arah gayanya.

7). Regangan adalah rasio antara perubahan panjang dengan panjang mula-
mulanya dimana pada regangan akan searah dengan arah gayanya. Momen
gaya semakin besar bila titik pusat semakin mendekati pinggiran.

IV. Alat dan Bahan :


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Satu set alat modulus puntir

2. Batang besi 1 batang (dengan panjang 110 cm dan diameter 0,35 cm)
3. Satu utas tali
4. Beban 5 buah (660,790, 920, 980, dan 1040 gram)
5. Penggaris (batas ukur 0-50 cm dengan nst 0,1 cm)

8
6. Jangka sorong (batas ukur 0-15 cm dan nst= 0,05 cm)
7. Neraca (batas ukur = 0-2000 gram)
0 0 0
8. 2 buah busur derajat dengan (nst=1 dan batas ukur 0 -180 )
V. Langkah-langkah percobaan:
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Menset up alat seperti gambar

3. Memasang beban logam yang akan dipuntir dengan jarum penunjuk dan penjepit logam
pada kedua ujungnya.
4. Mengatur penjepit agar logam yang akan di puntir menyatu dengan roda pemutir
5. Mengatur jarak titik puntiran dari ujung penjepit logam dengan jarak 20 cm dan 30 cm
6. Memasang beban 660 gram pada roda pemutar
7. Mengamati besar simpangan sudut yang terjadi pada jarak titik puntiran 20cm dan 30 cm
8. Mengulangi langkah 5 dan 6 dengan beban 790 gram
9. Mengulangi langkah 4 sampai 6 dengan memutar jarak titik puntiran 40 dan 50 cm
10. Mengulangi langkah 4,5,dan 6 sampai beban ke lima.
11. Mencatat hasil pengamatan pada tabel pengamatan.

VI. Tabel Pengamatan


Tabel 1. Tabel hasil pengamatan
Besi
No Massa beban L=20 cm L= 30 cm L= 40 cm L= 50 cm
0 0 0 0
(gr) α α α α

9
1 660 5 4 3 2
2 790 5 4 4 3
3 920 6 5 5 3
4 980 6 5 5 4
5 1040 7 6 6 4

VII. Teknik Analisis Data


1.Mengukur jari- jari roda pemutir (r) dan jari – jari logam yang akan dipuntir(R)
2.Menimbang massa beban ke 1 sampai 5
3.Membaca besarnya sudut simpangan (α) yang terjadi pada masing-masing jarak titik
puntiran pada masing- masing beban roda pemutir (20, 30, 40,dan 50 cm)
4.Membuat tabel seperti berikut dan menghitung nilai didalamnya
Tabel 2. Tabel untuk bantu menghitung nilai G
Besi
No Massa L=20 cm L= 30 cm L= 40 cm L= 50 cm
beban (gr) G(x G(x G(x G(x
11 2 11 2 11 2 11 2
10 dyne/cm ) 10 dyne/cm ) 10 dyne/cm ) 10 dyne/cm )
1 660
2 790
3 920
4 980
5 1040

5. Setelah mendapat data besar sudut simpangan logam pada jarak titik puntiran tertentu
maka langkah selanjutnya menghitung setiap titik puntiran dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:

…………………………………..………. 6

Dimana,

G = modulus puntir (modulus geser = koefisien kekenyalan)

10
g = percepatan gravitasi

R = jari-jari batang logam yang akan di puntir

L = panjang batang dari penjepit ke jarum petunjuk skala

m = massa beban yang menyebabkan puntiran

besar simpangan pada jarak L

r = jari-jari roda pemuntir

6.Menghitung nilai modulus puntir rata –rata pada masing-masing titik puntiran dengan
persamaan:

…………………………………………. 7

7.Menghitung nilai modulus puntir rata-rata , dengan persamaan:

……………………………...…………. 8

8.Menghitung nilai , dengan persamaan:

dimana, …………………………….……9

9.Menghitung nilai G akhir yaitu: )

………………………………………………….. 10

10. Menghitung kesalahan relative dengan persamaan:

………………………………..…….............. 11

11
VIII. Data Hasil Percobaan
Adapun hasil percobaan yang telah saya lakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Tabel Hasil Percobaan
Besi
No Massa beban L=20 cm L= 30 cm L= 40 cm L= 50 cm
0 0 0 0
(gr) α α α α
1 660 5 4 3 2
2 790 5 4 4 3
3 920 6 5 5 3
4 980 6 5 5 4
5 1040 7 6 6 4

IX. Analisis Data

Adapun analisis data yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan dari percobaan
ini adalah sebagai berikut:

Menghitung setiap titik puntiran dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Menghitung puntiran dengan L= 20cm dan m= 660 gram

Menghitung puntiran dengan L= 20cm dan m= 790 gram

12
Menghitung puntiran dengan L= 20cm dan m= 920 gram

Menghitung puntiran dengan L= 20cm dan m= 980 gram

Menghitung puntiran dengan L= 20cm dan m= 1040 gram

Menghitung puntiran dengan L= 30cm dan m= 660 gram

13
Menghitung puntiran dengan L= 30cm dan m= 790 gram

Menghitung puntiran dengan L= 30cm dan m= 920 gram

Menghitung puntiran dengan L= 30cm dan m= 980 gram

Menghitung puntiran dengan L= 30cm dan m= 1040 gram

14
Menghitung puntiran dengan L= 40cm dan m= 660 gram

Menghitung puntiran dengan L= 40cm dan m= 790 gram

Menghitung puntiran dengan L= 40cm dan m= 920 gram

Menghitung puntiran dengan L= 40cm dan m= 980 gram

15
Menghitung puntiran dengan L= 40cm dan m= 1040 gram

Menghitung puntiran dengan L= 50cm dan m= 660 gram

Menghitung puntiran dengan L= 50cm dan m= 790 gram

Menghitung puntiran dengan L= 50cm dan m= 920 gram

16
Menghitung puntiran dengan L= 50cm dan m= 980 gram

Menghitung puntiran dengan L= 50cm dan m= 1040 gram

Tabel 4. Tabel Pembantu untuk Menghitung

No L (cm) 11
(. 10
2
dyne/cm )

1 20 4,10 6,19

17
2 30 7,46 2,83

3 40 10,54 0,25

4 50 19,07 8,78

4,51

X. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, maka diperoleh hasil analisis data sebagai
berikut.

Besarnya nilai modulus puntir sebatang besi dengan (G) yang didapatkan untuk
massa beban (m), jari-jari logam (R), jari-jari roda pemutir (r) dengan besarnya sudut
simpangan yang terjadi (α) pada panjang masing –masing titik putaran sebuah logam besi
adalah sebesar , dan ketidakpastian

sebesar dengan kesalahan relatif dari analisis data yang


dilakukan adalah sebesar KR = 5,92%. Sehingga modulus puntir sebatang
besi adalah .

18
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, diperoleh nilai kesalahan relatif
(Kr) yang kurang dari 10% yaitu, sebesar 5,92% sehingga menurut teori yang ada, data
hasil percobaan masih dapat diterima.

Namun kesalahan relatif (Kr) yang diperoleh juga cukup besar, hal ini terjadi karena
terdapat beberapa kesalahan dan kendala yang dialami pada saat melakukan percobaan.
Adapun bentuk kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam percobaan adalah sebagai
berikut.

1. Kesalahan umum, yaitu kesalahan yang terjadi akibat kekeliruan pengamat atau praktikan
misalnya dalam pembacaan skala busur derajat yang kurang teliti sehingga
mempengaruhi hasil percobaan.
2. Kesalahan sistematis, yakni kesalahan yang terjadi karena alat ukur dan pengaruh
lingkungan. Adapun bentuk kesalahan ini pada saat melakukan praktikum adalah jarum
penunjuk skala busur derajat sangat sensitif, sehingga mudah bergeser apabila
terguncang.
3. Kesalahan acak, yaitu kesalahan yang kita tidak ketahui secara pasti penyebabnya,
namun berpengaruh besar terhadap data hasil percobaan.

Ada beberapa kendala yang dihadapi praktikan dalam melakukan percobaan, antara lain:

1. Kendala dalam membaca skala pada busur derajat karena mudah berubah atau bergeser
apabila tergunjang dan juga jarum penunjuknya kurang begitu bagus.
2. Kesulitan dalam menggeser jarum penunjuk dan busur derajat.
3. Kesulitan dalam memposisikan jarum penunjuk dalam skala nol karena jarum penunjuk
cepat berubah-ubah.
4. Kualitas jarum penunjuk yang kurang bagus sehingga, apabila terlalu sering digeser maka
jarum penunjuk akan molor dan akan bergeser dengan sendirinya..

XI. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:

1. Besar modulus puntir sebatang besi adalah .

19
2. Berdasarkan data hasil percobaan yang di peroleh, hubungan antara massa beban (m),
jari-jari logam (R), jari-jari roda pemutir (r) dengan besarnya sudut simpangan yang
terjadi (α) pada panjang masing –masing titik putaran sebuah logam adalah semakin
besar massa beban maka semakin besar sudut simpangan yang dihasilkan serta
semakin kecil panjang titik putaran semakin besar sudut simpangan yang dihasilkan
dan sebaliknya.

XII. Saran

Berdasarkan hasil percobaan “Modulus Puntir” yang telah dilakukan maka untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat disarankan beberapa hal sebagai
berikut:

1. Jarum penunjuk dibuat lebih bagus, agar saat mengamati sudut simpangan dapat
terbaca secara akurat.

20
Daftar Pustaka

Giancoli,D.C. 2001. Fisika.Jakarta: Erlangga.

Wikipedia. 2016. “Gaya”. Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Gaya_(fisika). Diakses


pada tanggal 3 Juni 2016.

Wikipedia. 2014. “Modulus Geser”. Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Modulus_geser.


Diakses pada tanggal 3 Juni 2016.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Gambar 1. Satu set alat modulus puntir

Gambar 2. Penggaris Gambar 3. Jangka Sorong

Gambar 4. Busur derajat

Anda mungkin juga menyukai