Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

IMPLIKASI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM


PENGEMBANGAN SOSIAL DAN POLITIK.

Disusun Oleh :

Kelompok 11

1. YULIO ALNASRI 2183207085

2. FARID RAHMAN 2183207055

3. NURHAYATI 2183207096 P

4. DENI

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu : Slamet Pujiono, M.Pd

PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NURUL HUDA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapatkan menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Ilmu, dengan judul: “Implikasi Dan Implementasi Filsafat
Ilmu Dalam Pengembangan Sosial Dan Politik”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada dosen mata kuliah Filsfat Ilmu yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Belitang, 28 Desember 2022

Kelompok 11

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Masalah.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Implikasi........................................................................................................3

B. Implementasi.................................................................................................4

C. Filsafat Ilmu..................................................................................................7

D. Filsafat Ilmu Dalam Pengembangan Keilmuan..........................................12

E. Ilmuan dan Cara Kerja................................................................................13

F. Pengertian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.....................................................13

G. Hubungan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik......................................................13

I. Teori-Teori Dalam Ilmu Sosial dan Ilmu Politik........................................14

BAB III PENUTUP..............................................................................................15

Kesimpulan.........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep dasar fifsafat ilmu adalah kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan fungsi
serta kaitannya dengan impfementasi kehidupan sehari-hari. Berikutnya dibahas pula
tentang karakteristik filsafat, ilmu dan pendidikan serta jalinan fungsional antara ilmu,
filsafat dan agama. Pembahasan filsafat ilmu juga mencakup sistematika, permasalahan,
keragaman pendekatan dan paradigma (pofa pikir) dalam pengkajian dan pengembangan
ilmu dan dimensi ontologis, epistomologis dan aksiologis. Selanjutnya dikaji mengenai
makna, implikasi dan impfementasi filsafat ilmu sebagai landasan dalam rangka
pengembangan keilmuan dan kepada cara kerja para ilmuwan dengan penggunaan
alternatif metodologi penelitian, baik pendekatan kuantitatif dan kualitatif, maupun
perpaduan kedua-duanya.

B. Rumusan Masalah

Dalam pokok bahasan ini akan diuraikan:

1. Bagaimana Implikasi dan implementasi filsafat ilmu di dalam pengembangan keilmuan.

2. Bagaimana perbedaan filsafat ilmu sosial dan ilmu politik

C. Tujuan Masalah

1. Mendeskripsikan tentang pengertian imlpikasi dan implementasi


2. Mendeskripsikan Filsafat Ilmu Dalam Pengembangan Keilmuan
3. Mendeskripsikan Ilmuwan Dan Cara Kerjanya
4. Mendeskripsikan Filsafat Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

4
5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Implikasi

Beradasarkan kamus besar Bahasa Indonesia implikasi diartikan sebagai


keterlibatan atau keadaan terlibat: manusia sebagai objek percobaan atau penelitian
semakin terasa manfaat dan kepentingannya.

B. Implementasi

Beradasarkan kamus besar Bahasa Indonesia implementasi diartikan sebagai pelaksanaan


atau penerapan.

C. Fifsafat Ilmu

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai


buku maupun karangan ilmiah fainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu
adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat
dan ilmu.

Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah


digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan
penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman
dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan
menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari
Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu
berubah.

Dalam perkembangannya fifsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi


pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi

6
kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).

Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat
dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti
ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau
mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono
(1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk
memahami hakekat dari sesuatu "ada" yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat
ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya
merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu
sendiri.

Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu


menyangkut masalah keyakinan ontofogik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh
sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah "ada" (being, sein, het zijn) itu.
lnilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis,
materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan
dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya
menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai,
ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu

Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento


Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-
kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas
ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu,
dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta
keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran
ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang
ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.

D. Filsafat Ilmu Dalam Pengembangan Keilmuan

Filsafat ilmu merupakan sebuah disiplin ilmu pengetahuan, dalam hal ini filsafat
ilmu berperan sebagai pengkaji berbagai hakikat keilmuan. Banyak cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang menjadi sebuah bahan kajian oleh filsafat ilmu, dalam mengembangkan

7
berbagai ilmu pengetahuan filsafat ilmu mempunyai beberapa macam cara diantaranya
yaitu ontologi, terminologi dan aksiologi. Dari beberapa cara tersebut masing-masing
mempunyai peran dan fungsi yang berbeda, ontologi berfungsi untuk mengetahui apa yang
dikaji dalam ilmu pengetahuan tersebut, sedangkan terminologi berfungsi untuk
mengetahui bagaimana kita memperoleh ilmu pengetahuan tersebut, dan yang terakhir
yaitu aksiologi berfungsi untuk mengetahui bagaimana hakikat ilmu pengetahuan tersebut.
Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiannya seperti perasaan, pengalaman, panca
indra dan intuisi mempu menangkap alam kehidupannya mengabtraksikan tangkapan
tersebut dalam dirinya dalam berbagai bentuk Ilmu pengetahuan seperti kebiasaan, akal
sehat, seni, sejarah dan filsafat. Terminology ilmu pngetahuan ini adalah terminology
artificial yang bersifat sementara sebagai alat analisis yang pada pokoknya diartikan
sebagai keseleruhan bentuk dari produk kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui
sesuatu. Dalam bahasa inggris cara memperoleh pengetahuan ini dinamakan dengan
Knowledge. Ilmu pengetahuan atau Knowledge ini merupakan terminologi generik yang
mencakup segenap bentuk yang kita ketahui seperti filsafat, sosial, seni, beladiri, dan ilmu
sains itu sendiri. Jadi sains termasuk kedalam ilmu pengetahuan seperti juga sosial science.
Untuk membedakan tiap-tiap bentuk dari anggota kelompok pengetahuan ini terdapat tiga
kriteria yakni:

1. Apakah obyek yang telah ditelaah dapat membuahkan ilmu pengetahuan, kriteria ini
disebut obyek ontologis, kita dapat mengambil contoh sosial yang menelaah hubungan
antara manusia dengan benda atau jasa dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya.
Secara ontologis maka dapat ditetapkan obyek penelaah masing-masing permasalahan.
2. Bagaimana cara yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut, kriteria
ini disebut dengan landasan epistemologis. Contohnya landasan epistemologis
matematika adalah logika deduktif dan landasan epistemologis kebiasaan adalah
pengalaman dan akal sehat.
3. Untuk apa kita mempelajari ilmu pengetahuan tersebut, atau apa manfaat dari kita
mempelajari ilmu pengetahuan tersebut, kriteria ini disebut dengan landasan aksiologis
yang juga dapat dibedakan untuk setiap jenis ilmu pengetahuan. Contohnya, nilai
kegunaan sains pasti berbeda dengan nilai kegunaan ilmu sosial.

Jadi seluruh bentuk ilmu pengetahuan dapat digolongkan kedalam kategori ilmu
pengetahuan dimana masing-masing bentuk dapat dicirikan oleh karakterristik obyek

8
ontologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis. Salah satu dari bentuk ilmu
pengetahuan ditandai dengan :

1. Obyek Ontologis : yaitu pengalaman manusia yakni segenap wujud yang dapat
dijangkau lewat panca indra atau alat yang membantu kemampuan panca indra.
2. Landasan Epistemologis : metode ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif
dengan pengajuan hipotesis atau yang disebut logico hypotetico verifikasi.
3. Landasan Aksiologis : kemaslahatan umat manusia artinya segenap wujud ilmu
pengetahuan itu secara moral ditujukan untuk kebaikan hidup manusia.

E. Ilmuwan Dan Cara Kerjanya

Ilmuwan adalah seseorang yang bertugas untuk menyederhanakan


realitas (Karl Popper: 1961: 42). Cara kerja seorang ilmuwan adalah dengan melakukan
pengamatan atau penelitian yang bersifat ilmiah. Ilmiah berarti bersifat ilmu atau
memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Sehingga karya-karya seorang ilmuwan
bisasanya disebut dengan karya ilmiah.

Karya ilmiah adalah suatu karya yang memuat dan mengkaji suatu masalah tertentu
dengan menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Artinya, karya ilmiah menggunakan
metode ilmiah dalam membahas permasalahan, menyajikan kajiannya dengan bahasa baku
dan tata tulis ilmiah, serta menggunakan prinsip-prinsip keilmuan yang lain seperti
objektif, logis, empiris (berdasarkan fakta), sistematis, lugas, jelas, dan konsisten.

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut


ilmu (Suriasumantri, 1991). Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui
metode ilmiah. Metode itu sendiri merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui
sesuatu yang terdiri dari langkah-langkah sistematis. Soewardi (1996) menjelaskan bahwa
langkah-langkah tersebut adalah:

(1) identifikasi masalah,

(2) kerangka berfikir,

(3) hipotesis,

(4) disain pengujian hipotesis,

(5) disain pengumpulan data, dan

9
(6) penarikan kesimpulan.

Sedangkan menurut Suriasumantri (1991), langkah-langkah dalam metode ilmiah tersebut


adalah:

1. Perumusan Masalah, yang merupakan pertanyaan-pertanyaan mengenai obyek


empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang
terkait di dalamnya.
2. Penyusunan kerangka berfikir, yaitu argumentasi yang menjelaskan hubungan yang
mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk
konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan
faktor-faktor empiris yang refevan dengan permasalahan.
3. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap
pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka
berfikir yang dikembangkan.
4. Pengujian hipotesis, yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan
hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang
mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5. Penarikan kesimpulan, yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang
diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta
yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya, sekiranya
dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka
hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian
dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yaitu
mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ifmiah
sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran disini harus
ditafsirkan secara pragmatis, artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta
yang menyatakan sebaliknya.

Langkah-Iangkah dalam metode ilmiah sebenarnya menunjukkan cara berfikir


ilmiah yang mencakup penalaran deduksi dan induksi sehingga metode ilmiah dikatakan
sebagai langkah deducto-hipotetiko-verifikatif atau logico-hypotheticoverifikasi. Tahap-
tahap metode ilmiah sampai ke penyusunan hipotesis merupakan proses deducto
hipotetiko, yaitu bagaimana kita menyusun hipotesis secara deduktif dari teori-teori

10
sebelumnya, yang disusun dalam kerangka pemikiran. Teori-teori tersebut adalah sebagai
premis (alasan) kita membuat pernyataan khusus dalam bentuk hipotesis. Proses
hipotetiko-verifikatif menunjukkan Iangkah-Iangkah pembuktian hipotesis (verifikasi)
dengan mengumpulkan fakta-fakta dan menarik kesimpulan umum berdasarkan fakta-fakta
empiris tersebut. Jadi proses kedua ini merupakan proses berfikir induktif.

F. Pengertian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Ilmu dapat dimengerti sebagai pengetahuan tentang struktur dan perilaku dunia
natural dan fisik yang menuntut adanya sebuah pembuktian dan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan ilmu sosial merupakan ilmu yang berusaha menerangkan keberadaan sebuah
fenomena lazimnya diupayakan melalui proses penelitian yaitu untuk menjawab
pernyataan: mengapa sesuatu terjadi atau mengapa gejala-gejala sosial tertentu muncul
dalam masyarakat . Dalam pengertian sederhana, ilmu sosial dapat diartikan sebagai
sebuah ilmu yang membahas fenomena/gejala sosial, yaitu hubungan antara manusia
dengan lingkungan sosialnya. Selanjutnya, yang dimaksud dengan ilmu politik adalah ilmu
yang mempelajari tentang seni pemerintahan, interaksi publik, kompromi dan konsensus,
serta power dan distribusi sumber-sumber dalam interaksi publik tersebut. Atau menurut
Alfred Apsler, ilmu politik adalah ilmu mengenai institusi-institusi pemerintah dan pola
perilaku aktor politik yang mengkaji bagaimana kekuatan politik berkembang dan
bagaimana proses pengambilan keputusan berlangsung.

G. Hubungan antara Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Di satu sisi, ilmu politik diposisikan sebagai sub-ordinat dari ilmu sosial,
sedangkan di sisi lain, ilmu politik diposisikan sejajar dengan ilmu sosial. Pemaknaan
bahwa ilmu politik merupakan subordinat dari ilmu sosial berlaku dalam konteks
pengertian ilmu sosial secara luas (sejalan dengan pengertian sebelumnya), yaitu ilmu
sosial yang mencakup sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, ilmu politik, sejarah, dan
psikiatri. Sedangkan pengertian kedua yang menyatakan bahwa ilmu sosial diposisikan
sejajar dengan ilmu politik berlaku dalam konteks pemaknaan ilmu sosial yang sempit di
mana istilah “ilmu sosial” mengalami spesialisasi makna yaitu ditunjukkan dengan
penggunaan istilah ilmu sosial yang “hanya” digunakan untuk menyebut sebuah rumpun
keilmuan yang sangat spesifk, yaitu ilmu sosiologi, ilmu sosiatri, dan sebagainya. Dalam
konteks tulisan ini, ilmu sosial akan dimaknai dalam pengertian yang lebih luas. Dengan

11
demikian, kedudukan ilmu politik di sini adalah sebagai bagian (sub-ordinat) yang tak
terpisahkan dari ilmu sosial.

H. Filsafat Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Filsafat (falsafat, falsafah) dapat diartikan sebagai sebuah cara berfkir secara
radikal dan menyeluruh, suatu cara berfkir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Sedangkan filsafat ilmu dapat diartikan sebagai kajian filsafat yang secara khusus
mengkaji hakekat ilmu. Atau dapat dikatakanjuga sebagai sebuah telaah filsafat yang ingin
menjawab sejumlah pertanyaan mengenai ilmu.

1. Filsafat Ilmu Sosial

Antara ilmu sosial dan ilmu lain terdapat perbedaan pemahaman tentang realitas,
perbedaan pemilihan data yang relevan dengan realitas tersebut, dan perbedaan strategi
dalam mencari data. Perbedaan tersebut melahirkan ciri khas dari setiap ilmu berdasarkan
3 buah landasan, yaitu landasan ontologi, landasan epistemologi, dan landasan axiologi.

a. Landasan ontologi berusaha menjawab pertanyaan: apakah yang ingin diketahui


ilmu? Atau dengan kata lain, landasan ini membahas pertanyaan-pertanyaan
mengenai objek apakah yang ditelaah oleh ilmu.
b. Landasan epistemologi berusaha menjawab pertanyaan: bagaimanakah cara/
metode agar diperoleh ilmu yang benar? Atau dengan kata lain landasan ini
membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk
memperoleh pengetahuan.
c. Landasan axiologi yang berusaha menjawab pertanyaan: apakah manfaat ilmu
bagi manusia? Landasan ini mempunyai hubungan yang erat dengan nilai (teori
tentang nilai) dan etika. Filsafat ilmu sosial sebetulnya merujuk pada pertanyaan
yang terfokus pada interpretasi, konfrmasi, eksplanasi, dan reduksi yang muncul
dalam hubungan dengan teori tentang human society. Dalam perkembangannya,
ilmu sosial mengalami tantangan besar agar dapat diakui sebagai sebuah ilmu yang
seutuhnya, sehingga muncul tuntutan untuk mengakomodasi prinsip-prinsip dalam
ilmu alam ke dalam ilmu sosial.

12
Dari tiga penjelasan di atas, dapat kita pertajam kembali bahwasanya landasan
ontologi yang membahas mengenai objek apa yang dibahas dalam ilmu sosial. Maka
secara otomatis dapat dikatakan bahwa seluruh fenomena-fenomena sosial yang terjadi di
dalam kehidupan masyarakat, merupakan objek yang dibahas dalam ilmu sosial, seperti
tingkah laku, interaksi, kejahatan, psikologi, sejarah, dan lain-lain. Lebih jelasnya, dalam
ilmu sosial dikenal dua macam objek, yaitu objek formal dan objek material. Objek
material merupakan pokok persoalan yang dikaji dalam penerapan ilmu sosial, seperti
perang (bentuk konkret) dan kekuasaan (bentuk abstrak). Sedangkan objek formal
merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengkaji objek material. Misalnya ketika
objek materialnya berupa interaksi manusia, maka objek formalnya merupakan sosiologi.

Di lain sisi, landasan epistemologi yang membahas secara mendalam segenap


proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Maka secara
otomatis dapat dikatakan bahwa proses memperoleh pengetahuan dari objek yang abstrak
adalah nalar (reason), intuisi (intuition), otoritas (authority), wahyu (revelation), dan
keyakinan (faith), sedangkan dari objek yang konkret adalah pengalaman inderawi (sense
of experience). Kedua sumber pengetahuan tersebut kemudian melahirkan dua paham
utama dalam pencarian pengetahuan. Aliran pertama dipelopori oleh Plato, dan aliran
kedua yang dipelopori oleh Aristoteles. Plato mengutamakan kekuatan rasio manusia di
mana pengetahuan murni dianggap dapat diperoleh melalui rasio itu sendiri. Sedangkan
Aristoteles memperhatikan peranan empiris terhadap obyek pengetahuan

Sedangkan landasan axiologi yang membahas mengenai manfaat ilmu sosial. Maka
secara otomatis dapat dikatakan ilmu sosial bernanfaat bagi manusia dalam
mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk sosial. Sehingga di sini ilmu sosial
bermanfaat bagi terciptanya sebuah pedoman bagi manusia dalam menjalani
kehidupannya.

2. Filsafat Ilmu Politik

Analisis politik yang asli berkembang sejak jaman Yunani kuno. Tradisi untuk
mempelajari secara lebih mendalam tentang politik tersebut kemudian disebut sebagai
flsafat politik11. Pada saat itu, politik lebih menekankan pada aspek normative, sehingga
pertanyaan yang muncul adalah “apakah yang seharusnya?” Plato dan Aristoteles
merupakan founding fathers dari tradisi ini12. Dalam perkembangannya, ilmu politik
berusaha memetakan tujuan, menjawab permasalahan yang ada, dan mengevaluasi

13
penemuannya dengan menggunakan framework analisis flsafat ilmu, dalam hal ini tujuan
yang ditetapkan merupakan penjelasan dari sebuah fenomena empiris13. Namun demikian,
ilmu politik mendapatkan kritik karena dianggap telah gagal menyerap standar intelektual
karena dalam banyak kasus, sangat mustahil bagi ilmu politik untuk mendekati standar
kualitatif seperti yang dikembangkan dalam ilmu alam. Oleh karena itu, terdapat upaya-
upaya untuk menyerap prinsipprinsip dalam ilmu alam ke dalam ilmu politik. Hal ini tidak
bertujuan untuk membawa ilmu politik menjadi identik dengan ilmu alam, namun untuk
meningkatkan kualitas dan objektiftas dari ilmu politik itu sendiri.

I. Teori-Teori Dalam Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik


1. Teori dalam Ilmu Sosial
a) Karl Marx (1818-1883) Karl Marx merupakan salah satu tokoh kunci dalam
perkembangan ilmu sosial. Pada masa hidupnya Marx menghasilkan berbagai karya
yang berkembang dengan luar biasa karena terfragmentasi ke dalam berbagai tema,
misalnya saja melalui buku Manuscripts yang berisi kritik ekonomi politik, Grundrisse
yang berisi tentang epistemologi, metodologi, transisi dari feodalisme, dan kapital.
Sedangkan puncak mitologi dan pemikiran Marx adalah Capital yang berbicara
tentang kritik terhadap kapitalis dan utilitarian (dianggap sebagai pelopor sosiologi
industri modern)26. Namun demikian, ada satu tema sentral yang diangkat oleh Marx
yaitu kritik atas ekonomi politik (sebagai bagian dari ilmu sosial). Ia menawarkan
sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat
mendasar manusia. Manusia pada dasarnya produktif, artinya untuk bertahan hidup
manusia perlu bekerja di dalam dan dengan alam. Dengan demikian, manusia perlu
bekerjasama untuk menghasilkan segala sesuatu yang mereka hasilkan dari hidupnya.
Seiring berjalannya waktu, proses produktif ilmiah ini dihancurkan oleh berbagai jenis
tatanan struktural masyarakat, terutama oleh kemunculan kapitalisme. Kapitalisme
menurut Marx merupakan sebuah struktur (atau lebih tepatnya serangkaian struktur)
yang membuat batas pemisah antara seorang individu dan proses produksi, produk
yang diproses dan orang lain, dan akhirnya juga memisahkan diri individu itu
sendiri28. Dengan demikian, inti dari pemikiran Marx adalah bagaimana
membebaskan manusia dari penindasan struktur kapitalisme.
b) Max Weber (1864-1920) Max Weber dikenal dengan berbagai karya besarnya,
mulai dari bidang sosiologi agama, sejarah, hukum, metodologi, sampai pada
sosiologi musik. Sampai sekarang, banyak dari hasil pemikirannya yang masih

14
mendapatkan perhatian, misalnya saja rasionalisasi sebagai proses yang tidak mungkin
ditawar, akan tetapi sifatnya ambivalen. Ia juga menyatakan bahwa warga modernitas
memerlukan birokrasi, keadilan, legalitas, dan administrasi, namun pada gilirannya
kesemuanya itu justru menguasai kita. Sedangkan dalam arus utama sosiologi, Weber
juga menulis tentang birokrasi. Proposisi Weber dalam kajian ini adalah bahwa status
dan kekuasaan politik merupakan pengimbang dan syarat bagi kekuasaan kelas, serta
model mengenai ciri-ciri ideal tipikal birokrasi.
c) Emile Durkheim (1858-1917) Proyek intelektual Emile Durkheim berkaitan
dengan dua problem utama: Pertama, mengenai otonomi sosial sebagai level realitas
yang khas dan tidak dapat direduksi menjadi wilayah-wilayah psikologis individu,
tetapi memerlukan penjelasan dengan mendasarkan pada kerangkanya sendiri. Kedua,
mengenai krisis modernitas (putusnya ikatan-ikatan sosial tradisional karena
industrialisasi, pencerahan, dan individualisme. Kedua problem yang saling berkaitan
tersebut hanya akan dapat diatasi dengan observasi empiris terhadap hukum yang
mengendalikan dunia alamiah dan (juga) dunia sosial. Durkheim juga
mengembangkan masalah-masalah pokok sosiologis dan mengujinya secara empiris.
Dalam karyanya The Rule of Sociological Method, ia menekankan bahwa tugas
sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut fakta-fakta sosial. d) Sigmund Freud
(1856-1939) Sigmund Freud sebetulnya adalah seorang Neurolog dan psikoanalis.
Karyanya Studies on Hysteria yang disusun bersama Joseph Breuer yang banyak
berbicara tentang psikoanalisis. Pemikirannya kemudian mencoba untuk memahami
kehidupan manusia yang kompleks, baik secara internal maupun eksternal. Berkaitan
dengan kompleksitas objek kajian tersebut, ia terus berusaha menemukan metode baru
yang dapat memberikan penjelasan secara menyeluruh dan ideal. Gagasan-gagasan
Freud sebetulnya telah menjadi bagian dari kosakata kita sehari-hari, misalnya saja
konsep tentang ketaksadaran, represi, kecemasan, sublimasi, defensi, dan sebagainya.
Teorinya yang sangat populer adalah bahwa motif tak sadar mengendalikan sebagian
besar perilaku

2. Teori dalam Ilmu Politik

Pertama, Teori sistem. Teori ini menekankan pada dinamika sistem dalam
masyarakat maupun negara. Sejak lama, para ilmuwan dan flosof sebetulnya telah
mengkorelasikan beberapa konsep sistem dengan pengetahuan politik mereka.

15
Kedua, Teori budaya politik. Sejak lama, budaya politik diasosiasikan dengan
konsepkonsep seperti ideologi politik, opini publik, model kepribadian, dan karakter
nasional.

Ketiga, Teori pembangunan. 49 Pemikiran klasik Marx dan Weber juga


mengilhami lahirnya teori pembangunan. Jauh sebelum teori ini lahir, Marx telah
memfokuskan diri pada pembangunan yang berdasarkan pada interaksi manusia
dengan tekanan produksi material dan bentuk-bentuk produksi.

Keempat, Teori elit politik. Analisis elit selalu menjadi ancaman serius bagi
pendekatan legal formal (institusional) dikarenakan teori ini memfokuskan perhatian
kepada perilaku sebagian kecil pembuat kebijakan politik, ketimbang menekankan
aparat formal institusional pemerintah

Kelima, Teori struktural fungsional54. Teori struktural fungsional merupakan


teori yang cukup dominan dalam analisis perbandingan struktural terutama pada era
1980-an.

Keenam, Teori kelas. Sejak era Aristoteles teori kelas mempuyai peran penting
dalam studi sistem sosial dan sistem politik.

Ketujuh, Teori kelompok Secara garis besar teori kelompok mempunyai


anggapan dasar bahwa interaksi dan perjuangan antar kelompok merupakan kenyataan
dari kehidupan politik.

Kedelapan, Teori perbandingan politik. Perkembangan pemikiran ilmu politik


tersebut pada akhirnya mengarah pada studi perbandingan politik.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Implikasi dan implementasi filsafat ilmu di dalam pengembangan keilmuan


sangatlah besar, karena untuk mengembangkan keilmuan diperlukan pemikiran-
pemikiran baru yang inovatif.
2. Implikasi dan implementasi fifsafat ilmu dan kepada cara kerja para ilmuwan
sangatlah berpengaruh terhadap cara kerja para ilmuwan karena dengan adanya
peran filsafat ilmu dan keterlibatan ilmuwan itu sendiri, maka cara kerja ilmuwan
akan Iebih efektif dan maksimal.
3. Filsafat ilmu adalah tinjauan kritis tentang pendapat ilmiah dengan menilai metode-
metode pemikirannya secara netral dalam kerangka umum cabang pengetahuan
intelektuaL.
4. Tiga landasan dalam konteks ilmu sosial yaitu (ontologi, epistemologi, dan
axiologi), Bahwasanya landasan ontologi, epistemologi dan axiologi dapat
digunakan sebagai indikator untuk membedakan ilmu sosial dengan ilmu lain.
5. Ilmu politik yang menyerap prinsip ilmu alam, dan tradisi ilmu politik (positivis
dan antipositivis) Ilmu politik menyerap prinsip ilmu alam untuk mencapai
keabsahannya. dan terakhir tradisi ilmu politik juga merupakan salah satu awal
terjadinya “revolusi keilmuan”.

B. Kritik dan Saran

Mungkin inilah yang dapat disampaikan dari kelompok kami, meskipun penulisan ini jauh
dari sempurna. Masih banyak kesalahan dari penulisan kelompok kami, karena kami
manusia yang adalah tempat salah dan dosa. kami juga membutuhkan saran/ kritikan dari
pembaca agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa
sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing mata kuliah
landasan pendidikan, yang telah memberi kami tugas kelompok demi kebaikan diri kami
sendiri dan untuk negara dan bangsa.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Beilharz, Peter, 2005, Teori-teori Sosial: Observasi Kritis terhadap Para Filosof
Terkemuka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suradinata, Ermaya, 1999, Filsafat dan Metodologi Ilmu Pemerintahan, Bandung: Rama
dan Citra Grafka

Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat : Intuisionisme, Yogyakarta: Tiara wacana yogya,


2004

Muhammad Sabri, Muhammad Saleh Tadjuddin dan Wahyuddin Halim. Filsafat Ilmu.
Makassar : Alauddin Press. 2009

Ahmad Tafsir. Filsafat Umum: Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:
Remaja Rosda karya, 2001

19

Anda mungkin juga menyukai