Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Semua kegiatan yang dilakukan manusia dan hewan itu berawal


dari pikiran, pada dasarnya manusia dan hewan bisa berfikir sesuai
kemauan mereka. maka ada pertanyaan sederhana yaitu “Apa perbedaan
antara manusia dan hewan?”. pertanyaan seperi itu sangat mudah untuk
dijawab, tentu tanpa berpikir lama seseorang akan menjawab langsung
perbedaanya adalah di fisik. Tetapi perbedaan itu hanya perbedaan yang
sudah jelas terlihat, sudah jelas jika fisik manusia dan hewan berbeda.
Coba dibedakan dari cara pemikiran manusia dan hewan..

Mengenai cara berpikir antara manusia dan hewan. Manusia dan


hewan dianugrahkan otak untuk berpikir. Pemikiran itu muncul akibat
adanya interaksi dengan alam semesta. Misalkan manusia ingin
mendorong meja, secara tidak langsung menusia tersebut berpikir
bagaimana cara mendorong meja, serta alat yang digunakan untuk
mendorong meja tersebut. Sedangkan monyet ingin memetik buah
dipohon, sama seperti manusia, monyet juga berpikir cara menggapai buah
yang ada diatas pohon tersebut dan dengan bantuan alat apa untuk
menggapainya.

Terlihat bahwa cara berpikir manusia dan hewan sama,


menggunakan otak untuk berpikir, akibat adanya permasalahan yang
sedang dihadapi di lingkungannya. Ketika diteliti lebih dalam perbedaan
terletak diperencanaan saat menyelesaikan masalah yang sedang
dipikirkan. Manusia membuat sesuatu untuk memudahkan apa yang inigin
dilakukan, menurut Jourdain dalam Jujun (2007:165) “Manusia disebut
sebagai Homo Faber: makhluk yang membuat alat; dan kemampuan
membuat alat itu dimungkinkan oleh pengetahuan”. Perkembangan
pengetauan yang dimiliki semua makhluk membutuhkan alat.
Berpikir untuk menciptakan atau membuat benda dan berpikir
untuk menggunakan sesuatu harus memerlukan dasar pemikiran yaitu
dugaan atau bayangan terlebih dahulu sebelum menciptakan dan
menggunakan apa yang dipikirkan. Setelah mahkluk mempunyai dugaan
atau bayangan maka makhluk tersebut memikirkan bagaimana untuk
membuktikan dugaan dan bayangan yang dipikirkan. Dari proses mencari
pembuktian itulah makhluk menggunakan alat-alat yang tersedia
dilingkungan.

Mencari pembuktian atau kebenaran terhadap apa yang duga


makhluk menggunakan alat-alat yang tersedia di dirinya maupun
dilingkungannya. Seperti monyet tadi, monyet tersebut ingin memetik
buah yang ada di pohon dan memikirkan caranya untuk menggapainya,
dalam pemikiran untuk menggapainya monyet tersebut menggunakan
bantuan alat yang ada di dirinya, yaitu menggunaan kuku untuk
mencengkram batang pohon agar tidak terjadu. Terlihat di monyet tersebut
kuku adalah alat yang dugunakan untuk menggapai tujuannya yaitu
menggambil buah. Kuku itulah dibesut sebagai sarana.

Manusia sama dengan monyet dalam hal berpikir. Pada dasarnya


pemikiran manusia terbagi menjadi dua yaitu berpikir alamiah dan berpikir
ilmiah. Maksudnya berpikir alamiah adalah pemikiran yang alami muncul
dipemikran manusai disebabkan alam semesta, beda halnya dengan
berpikir ilmiah dimana manusia tersebut membuktikan dan meyakinkan
apa yang mucul disebabkan interkasi alam semesta sehingga menjadi fakta
yang dapat diterima manusia lainnya.

Berpikir ilmiah dalam menjelaskan kebenaran terhadap apa yang


sedang menjadi dugaan manusia dilaksanakan menggunakan metode
ilmiah. Menurut Ridwan (2016) “Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis
dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara
mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan”
Proses mencari fakta menggunakan alat untuk menjalankan apa
yang dipikirkan dan membuktikan apa yang telah diduga atau bayankan
merupakan sebuah sarana berpikir ilmiah. seperti menurut Jujun
(2007:165) “sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang ditempu”.

Mengumpulkan fakta yang dapat ditanggungjawabkan


membutuhkan alat disebut sarana. Sarana berpikir ilmiah manusia dapat
dilakukan dengan adanya interaksi antara sesama manusia, interaksi
berupa simbol untuk menggambarkan sesuatu memunculkan pemikiran
ilmiah, membuktikan apa yang dipikirkan awal sehingga menjadi ilmiah
atau disebut pemikiran yang mempunyai landasan dan fakta terbukti
bahwa kebenarannya. Simbol yang digunakan manusia biasa disebut
bahasa, seperti menurut Kneller (1964:28) “bahasa dalam kehidupan
manusia mempunyai fungsi simbilok, emotif, dan afektif.

Bahasa merupakan sarana berpikir ilmiah manusia, terapi ada kasus


yang tidak bisa dibuktikan melalui bahasa saja, maka berkembang
pemikiran manusia yang menggunakan logika untuk membuktikan
masalah yang tidak bisa dibuktikan bahasa.

Melalui bahasa muncul analisis pemikiran atau bisa disebut logika.


Cara merangkai dan menyambungkan pemikiran yang didapan menjadi
sebuah pembuktian dari dugaan yang awal dipikirkan. Analisis dari semua
pengumpulan data diubah menjadi fakta yang dapat memecahkan masalah.

Pembuktian pemikiran ilmiah tidak hanya berupa pernyataan-


pernyataan yang didapat dari sarana berpikir ilmah bahasa dan logika,
tetapi butuh pembuktian berupa perhitungan yang tepat. Penelitian harus
berupa penjabaran dari pernyataan dan dibuktikan melalui perhitungan
agar dapat diterima kebenaran pemikiran ilmiah. Perhitungan dalam
pemikiran ilmiah merupakan bagian dari matematika dan statistik.
Matematika dan statistik perlu dilakukan untuk membuktikan
kebenaran melalui pengolahan angka-angka sesuai dengan aturan dari
matematika dan statistik tersebut, maka matematika dan statistik
merupakan sarana berpikir ilmiah selain bahasa dan logika. Sarana
berpikir ilmiah menurut penjabaran diatas meliputi peranan bahasa, logika,
matematika, dan statistik.

B. Rumusan Masalah
1. Perbedanan pemikiran antara manusia dan hewan.
2. Sebab manusia berpikir.
3. Tujuan sarana berpikir ilmiah.
4. Munculnya sarana berpikiran ilmiah.
5. Saran berpikir ilmiah.
C. Tujuan Masalah
1. Memahami perbedaan pemikiran antara manusia dan hewan.
2. Memahami sebeb manusia berpikir.
3. Memahami definisi sarana berpikir ilmiah
4. Memahami peranan sarana berpikir ilmiah
5. Memahami tujuan sarana berpikir ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN
SARANA BEPIKIR ILMIAH

A. Pengertian Sarana

Semua kegiatan yang ingin dilakukan manusia harus mempunyai


sarana, mislakan dalam dunia pendidikan. Manusia membutuhkan sarana
untuk mendukung kegiatan pendidikan tersebut, contoh sarana pendidikan
berupa bangunan sekolah, bangu, kursi, dan lainya yang menyangkut dan
dibutuhkan pendidikan.

Penggunaan sarana dalam bentuk alat atau apapun digunakan untuk


mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Jujun (2007:165) “Sarana
merupakan Alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu”.
Alat sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan, jika tidak ada alat diibaratkan
ingin naik kelantai dua sebuah gedung tanpa melewatkan tangga atau
sejenisnya.

B. Pengertian Berpikir

Semua kegiatan yang dilakukan makhluk muncul akibat adanya


pemikiran, tanpa berpikir manusia tidak akan bisa apa-apa, bisa dibilang
tidak akan diciptakan makhluk tanpa mempunyai pikiran. Melalui pikiran
makhluk khususnya manusia dapat mencapai keinginannya. Menurut Jujun
(2007:42) “berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan
pengetahuan yang benar”.penemuan pengetahuan yang benar bagi manusia
berbeda dengan manusia yang lain, karena pemikiran untuk mencapai
sesuatu yang ingin dicapai berbeda-beda. Meskipun tujuan sama tetapi cara
memikirkan untuk mencapai tujuan pasti berbeda.

Berpikir dapat disebut sebagai cara mencari ide atau gagasan dengan
menggunakan otak untuk mencari jalan untuk bisa mencapai tujuan
(membuktikan). Menurut Herry (2011) berpikir dapat digolongkan dalam
berbagai macam, yaitu:

1. Berpikir asosiatif, yaitu proses berpikir di mana suatu ide


merangsang timbulnya ide lain. Jalan pikiran dalam proses
berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan
sebelumnya, jadi ide-ide timbul secara bebas. Jenis-jenis
berpikir asosiatif:
a. Asosiasi bebas: Suatu ide akan menimbulkan ide
mengenai hal lain, tanpa ada batasnya. Misalnya, ide
tentang makan dapat merangsang timbulnya ide tentang
restoran dapur, nasi atau anak yang belum sempat diberi
makanan atau hal lainnya.
b. Asosiasi terkontrol: Satu ide tertentu menimbulkan ide
mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu. Misalnya,
ide tentang membeli mobil, akan merangsang ide-ide lain
tentang harganya, pajaknya, pemeliharaannya, mereknya,
atau modelnya, tetapi tidak merangsang ide tentang hal-
hal lain di luar itu seperti peraturan lalu lintas, polisi lalu
lintas, mertua sering meminjam barang-barang, piutang
yang belum ditagih, dan sebagainya.
c. Melamun: yaitu menghayal bebas, sebebas-bebasnya
tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis.
d. Mimpi: ide-ide tentang berbagai hal yang timbul secara
tidak disadari pada waktu tidur. Mimpi ini kadang-
kadang terlupakan pada waktu terbangun, tetapi kadang-
kadang masih dapat diingat.
e. Berpikir artistik: yaitu proses berpikir yang sangat
subjektif. Jalan pikiran sangat dipengaruhi oleh pendapat
dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan
sekitar. Ini sering dilakukan oleh para seniman dalam
mencipta karya-karya seninya.
2. Berpikir terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan
sebelumya. Dan diarahkan pada sesuatu, biasanya diarahkan
pada pemecahannya persoalan. Dua macam berpikir terarah,
yaitu:
a. Berpikir kritis yaitu membuat keputusan atau
pemeliharaan terhadap suatu keadaan.
b. Berpikir kreatif, yaitu berpikir untuk menentukan
hubungan-hubungan baru antara berbagai hal,
menemukan pemecahan baru dari suatu soal,
menemukan sistem baru, menemukan bentuk artistik
baru dan sebagainya.

Kegiatan berpikir akan muncul ide atau muncul keraguan dan


pertanyaan untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah
yang memerlukan pemecahan

C. Pengertian Ilmiah

Ide, penelitian, ataupun penemuan harus bersifat ilmiah, artinya harus


mempunyai kebenaran, kebenaran tersebut berupa pembuktian dengan
didasarkan fakta-fakta dan perhitungan yang sesuai dengan aturan yang ada.
Setiap penelitian tidak akan menjadi ilmah tanpa adanya pembuktian dan
juga selain bertujuan mengetahui kebenaran sebuah penemuan yaitu dapat
dipercaya manusia bahwa penemuan yang didapat adalah benar.

Membuktikan Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik


untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Menurut Harun (2014)
Umumnya ada empat karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :

1. Sistematik. Berarti suatu penelitian harus disusun dan


dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang
benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
2. Logis. Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal
dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus
berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal,
yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur
induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum
dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif
yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat
khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
3. Empirik. Artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada
pengalaman sehari-hari (fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan
indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang
kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan
penelitian empirik ada tiga yaitu :
a. Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan
(ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain)
b. Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu
c. Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan, melainkan
ada penyebabnya (ada hubungan sebab akibat)
4. Replikatif. Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan
harus diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan
hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan
kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan
definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi
seorang peneliti.

Penting membuat penelitian menjadi ilmiah untuk dapat dibuktikan


dan dipertanggung jawabkan. Tanpa itu semua penelitian hanyalah sebuah
asumsi, atau pendapat saja.

D. Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk
menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan
simpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Menurut Jujun
(2014) “manusia tergolong ke dalam homo sapiens, yaitu makhluk yang
berpikir”. Hampir tidak ada masalah yang menyangkut dengan aspek
kehidupannya yang terlepas dari jangkauan pikiran.
Berpikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan
dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan
mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan
generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan
selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan
mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal
yang diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta.
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum
tentu ilmu.
Untuk itu, terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu (science)
dengan pengetahuan (knowledge), yaitu ilmu harus ada obyeknya,
terminologinya, metodologinya, filosofinya, dan teorinya yang khas. Di
samping itu, ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika, dan mesti
bersifat universal.
Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini,
manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat
dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam
pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran
atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah.
Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak
semua berpikir itu bisa diartikan berpikir secara ilmiah.

E. Pengertian Sarana Berpikir Ilmiah

Pengertian Sarana, Berpikir, dan Ilmiah menyimpulkan bahwa sarana


berpikir ilmiah adalah sarana atau alat yang dapat memunculkan pemikiran
tentang hal-hal yang ditimbulkan akibat interkasi dari lingkungan sekitar lalu
diteliti dengan mengumpulkan data-data yang benar dan menggunakan
perhitungan yang sesuai dengan aturan.

Contoh sederhana Andi berjalan menuju kamar tidurnya, lalu dia


berhadapan dengan kursi yang menghalangi jalanya dan Andi pun
memindahkan kursi yang mnghalanginya dengan cara menggeser. Ketika
diamati, Andi secara tidak langsung berpikir akibat adanya interaksi dari
lingkungannya (kursi yang menghalangi) sehingga Andi mendapaktkan ide
untuk menggeser kursi tersebut. Pergeseran yang dilakukan Andi terhadap
kursi mempunyai perhitungan yaitu seberapa jauh Andi menggeser
berbanding lurus dengan kekuatan mendorong kursi tersebut. Hal seperti ini
dapat dijelaskan pada ilmu fisika, inilah proses perhitungan untuk
membuktikan besaran tenaga dan jauhnya pergeseran kursi. Sehingga
mendapatkan pernyataan yang tepat dan terbukti.
Sarana berpikir ilmiah atau alat untuk berpikir ilmiah dalam
pendidikan terbagi menjadi empat yaitu bahasa, logika, matematika, dan
statistik, sesuai pendapat menurut Jujun (2007:167) “Bahasa, logika
matematika dan statiska diperlukan dalam sarana dalam melakukan kegiatan
berfikir ilmiah”. Dengan empat sarana berpikir ilimah ini dapat dijabarkan
pengertian dan peranannya.

1. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Cara berbicara bagi manusia bertujuan menjelaskan maksud dari
apa yang dipahami melalui kata yang bersifat simbolik. Menurut Ernest
(1964) “Manusia sebagai Animal Symbolicum merupakan mahluk yang
mempergunakan symbol yang secara generik mepunyai cakupan lebih
luas dari Homo sapien yakni mahluk yang berfikir”. Menurut Jujun
(209:173), “bahasa memungkinkan manusia berfikir secara abstrak
dimna objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol
bahasa yang bersifat abstrak. Sehingga memungkinkan manusia berfikir
suatu secara berlanjut, teratur dan sistematis”.
Fungsi Bahasa menurut George (1964:28), “mempunyai fungsi
simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa yang menonjol
dalam komunikasi ilmiah agar pesan yang disampaikan dapat diterima
secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan”.
Fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik, artinya bahasa
berfungsi menelaah keindahan rasa, kaidah dan sifat hakiki yang
terpantul dari manusia. Fungsi afektif bahasa adalah berkenaan dengan
perasaan mempengaruhi keadaan seseorang.
Ciri bahasa menurut Jujun (2007:175), “sebagai lambang dimana
rangkaian bunyi ini, mebentuk suatu arti tertentu. Contoh Kata “Kucing”
dalam bahasa inggris dilambangkan dengan CAT atau Neko dalam
bahasa jepang atau Hirrun dalam bahasa Araqb atau Ucing dalam bahasa
sunda”. Demikian dengaen kata “Mata” dalam bahasa inggris
dinamakan “eye” atau Me dalam Bahasa Jepang Ainun dalam bahasa
Arabatau Panon dalam Bahasa Sunda. Manusia mengumpulkan
lambang-lambang ini dan menyusun sebagai perbendaharaan kata-kata
perbendaharaan kata-kata ini pada hakikatnya merupakan akumulasi
pengalaman dan pemikiran manusia.
Bahasa bukan saja dipergunakan untuk mengemukakan perasaaan
melainkan merupakan ramuan untuk menjelmakan pengalaman yang
ekspresif. Menurut Bertrand Russel (1959:269), “Pengetahuan dan
perasaan adalah sama pentingnnya dalam kehidupan individu dan
masyarakat”. Sehingga manusia memberi arti yang indah dalam hidup
ini denga bahasa, makna yang terkandung dengan kata-kata yang
dipergunakan dan diungkapkan secara tersurat (eksplitasi) untuk
mencegah pemberian makna lain. Oleh sebab itu kita harus menjelaskan
lebih lanjut apa yang kita maksud dengaen kata-kata yang dipergunakan
dalam komunikasi ilmiah, komunikasi ilmian=h bertujuan untuk
menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dan harus berfifat
produktif. Dan dalam berkomunikasi ilmiah, maka seseorang harus
menguasai tata bahasa yang baik.
Tata bahasa menurut Charton (1953:323), “merupakan alat
mepergunakan aspek logis dan kreatif dari pemikiran untuk
mengungkapkan arti dan emosi dengan mempergunakan aturan-aturan
tertentu. Oleh karena itu gaya penulisan karya ilmiah adalah usaha untuk
mencoba menghindari kecerendungan yang bersifat emosional.
Kekurangan bahasa pada hakikatnya terletak pada peranaan bahasa
itu sendiri yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana berkomunikasi
simbolik, emoti dan afektif, dalam keyataannya bahasa verbal mau tidak
mau tetap mengundang ke 3 unsur tersebut.
Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan
eksak yang di kandung oleh kata-kata yang mebengun bahasa. Sebagai
contoh jika kita ingin mengatahui arti dari ilmu, maka sukar sekali untuk
mendefinisikan arti dalam ilmu tersebut degan jelas dan seeksak
mungkin, definisi ilmu dalam Badudu Zain, Kamus Bahasa Indonesia,
(1996:528) “Ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secaa sistematis”, sedangkan menurut Jujun (2007:184), “ilmu
merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten dengan
mempergunakan logika dekduktif dan teruji secara empiris dengaen
mepergunaka logika induktif yang menyangkut kebenaran faktual dari
dunia empiris yang ditunjukan untuk meningkatkan kemapuan manusia
menguasai dunia fisik berguna untuk keselamatan hidupnya”.
Kekurangan bahasa yang ke3 adalah sifat bahasa yang majemuk
(pluralistik). Sebagai contoh kata ilusi, menurut Jujun S halaman 185,
Ilusi adalah :
a. sesuatu yang memperdaya pikiran dengan memberi kesan yang
palsu
b. suatu gagasan yang keliru dan kepercayaan yang tidak berdasarkan
sehingga meperddaya pikiran seseorang

Kelemahan ke 4 ialah bahasa yang bersifat berputar-putar


(sirkular) dalam mepergunakan kata-kata terutama dalam meberi definisi
pengelolaan menurut Badudu Zain, kamus bahasa indonesia halaman
650, adalah pengurusan dan penyelengaraan managemen dalam sebuah
organisasi, sedangkan Organisasi Menurut Jujun Sumantri halaman 185,
didefinisikan sebagai suatu bentuk kerja sama yang merupakan wadah
dari kegiatan pengelolaan.

2. Logika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan
dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme
(latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan
kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan
pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut
bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero
(abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’.
Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi)
adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti
ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika
membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan
tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui
cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan
dalam mengambil keputusan. Logika sama tuanya dengan umur
manusia, sebab sejak manusia itu ada, manusia sudah berpikir, manusia
berpikir sebenarnya logika itu telah ada. Hanya saja logika itu
dinamakan logika naturalis, sebab berdasarkan kodrat dan fitrah manusia
saja.
Manusia walaupun belum mempelajari hukum-hukum akal dan
kaidah-kaidah ilmiah, menurut Ahmad (2011:209) “Namun praktis
sudah dapat berpikir dengan teratur. Akan tetapi, bila manusia
memikirkan persoalan-persoalan yang lebih sulit maka seringlah dia
tersesat. Misalnya, ada dua berita yang bertentangan mutlak, sedang
kedua-duanya menganggap dirinya benar. Dapatlah kedua-duanya
dibenarkan semua? Untuk menolong manusia jangan tersesat
dirumuskan pengetahuan logikalah yang mengetengahinya”.
a. Macam-Macam Logika
Menurut Jujun (1997) Logika Dibagi jadi dua macam yaitu:
1) Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang
berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak
lahir.
2) Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal
budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan
azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat
pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja
dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman.
Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan
atau, paling tidak, dikurangi.
i. Cara Berpikir Logis Pengetahuan Ilmiah
1) Logika Deduktif
Logika deduktif khususnya logika tradisional bermula
dari zaman Yunani Kuno sekitar abad ketiga sebelum Masehi
(SM). Logika ini memproses pikiran baik secara langsung
maupun tidak langsung berdasarkan atas pernyataan umum
yang sudah lebih dahulu diketahui. Pernyataan yang berisi
sesuatu yang sudah diketahui disebut anteseden (premis)
yang merupakan pernyataan dasar dan pernyataan yang berisi
pengetahuan baru yang ditarik dari pernyataan dasar itu
disebut konsekuen (kesimpulan). Untuk selanjutnya, dalam
tulisan ini digunakan istilah premis dan kesimpulan.
Penarikan pengetahuan baru secara langsung dilaku-
kan berdasarkan satu premis saja. Dari premis tersebut ditarik
kesimpulan yang merupakan implikasinya. Contoh: Dari
premis “Bujur sangkar adalah bidang datar yang merupakan
kurva tertutup yang diapit oleh empat sisi sama panjang dan
memiliki empat sudut siku-siku”, secara langsung dapat
ditarik kesimpulan: “Jika pada sebuah bujur sangkar ditarik
garis diagonal, akan terjadi dua segitiga sama kaki yang sama
dan sebangun” yang merupakan implikasi atau konsekuensi
logis dari pernyataan pertama. Dari premis tersebut, dapat
pula ditarik pernyataan-pernyataan lain yang merupakan
implikasinya, antara lain:
a) Suatu segi empat yang sisi-sisi horizontalnya tidak sama
panjang dengan sisi-sisi tegak lurusnya adalah bukan
bujur sangkar.
b) Jumlah sudut bujur sangkar 360 derajat.
c) Jika pada sebuah bujur sangkar ditarik dua buah garis
diagonal, akan terjadi empat segitiga sama kaki yang
sama dan sebangun.
d) Segitiga sama kaki yang terbentuk masing-masing
mempunyai satu sudut siku-siku dan dua sudut lancip
yang besarnya masing-masing 45 derajat.
Dengan demikian, implikasi merupakan pernyataan
yang secara tersirat telah ada dalam premis. Tentu saja,
dalam hal ini kebenaran implikasi tergantung kepada ke-
benaran pernyataan dasar atau premisnya. Penarikan
pengetahuan baru secara tidak langsung dilakukan
berdasarkan dua premis atau lebih; yang didasarkan atas
dua premis disebut silogisme. Jadi, dapat dikatakan,
silogisme merupakan bentuk formal sebagai sarana untuk
menarik kesimpulan yang baru. Silogisme selalu terdiri atas
tiga proposisi yaitu dua premis dan kesimpulan. Premis
yang pertama disebut premis mayor yang bersifat lebih
umum, dan yang kedua yang lebih khusus disebut premis
minor. Dalam logika deduktif arah pemikiran bergerak dari
pernyataan-pernyataan umum kepada kesimpulan yang
lebih khusus. Logika deduktif modern lebih bersifat
matematis. Logika tersebut lazim disebut logika simbolis
yang dalam tulisan ini tidak dibahas.
2) Logika Induktif
Berbeda dengan logika deduktif, logika induktif mem-
proses pengetahuan berdasarkan fakta-fakta khusus yang
diperoleh dari pengetahuan indriawi/yang diperoleh melalui
pengamatan. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus itu ditarik
kesimpulan umum berupa pengetahuan yang baru yang
berlaku untuk sebagian atau keseluruhan gejala tersebut. Jadi,
arah pemikiran bergerak dari data yang bersifat khusus kepada
kesimpulan yang bersifat lebih umum. Logika induktif seperti
itu di antaranya dilakukan dalam analisis statistik yang
menggunakan data kuantitatif sebagai dasar penarikan
kesimpulan dan dalam analisis data kualitatif yang
menggunakan data yang bersifat verbal.
c. Kegunaan Logika
1) Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk
berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis
dan koheren.
2) Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat,
dan objektif.
3) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan
berpikir secara tajam dan mandiri.
4) Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri
dengan menggunakan asas-asas sistematis.

3. Matematika

Matematika sebagai bahasa melambagkan serangkaian makna


dari peryataan yang ingin kita sampaikan, lambang-lambang matematika
bersifat artifisial yang baru empunyai arti dari setelah sebuah makna
diberikan padannya, artinya bahasa matematika berusaha untuk
menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa verba.
Lambang-lambang matematika merupakan perjanjian yang berlaku
khusus untuk masalah yang sedang dikaji, contoh : jika kita sedang
mepelajari kecepatan sebuah motor, maka objek kecepatan tersebut dalat
dilambangkan dengan huruf “V”. Demikian pula jika kita hubungkan
dengan jarak tempuh sepeda motor tersebut, kita lambangkan dengaen
huruf “S”, maka kita dapat melambangkan hubungan tersebut deengan
V
huruf “T” = dimana T merupakan lambang dari waktu berjalannya
S
motor tersebut, berikut contoh angka yang digunakan bangsa di dunia :

Jepang dan Goth romawi arab spanyol


china
Satu (1) 一 A I ١ I
Dua (2) 二 B II ٢
Tiga (3) 三 Γ III Γ
四 ٣
Empat (4) d IV ٤

Lima (5) 六 G V 4
٥
Enam (6) 七 U VI 6
٦
Tujuh (7) 八 X VII 7
Delapan (8) 九 b VIII ٧ 8
Sembilan (9) 十 ϕ IX ٨ 9
Sepuluh (10) 二十 IX X ٩ IØ
六十 ١٠
Dua puluh (20) K XX Ø
八十
Enam Puluh (60) 百 G LX ٢٠ 6Ø
Delpam puluh (80) 二百 LXXX ٦٠ 8Ø
Seratus (100) 四百 C ٨٠ IØØ
Dua ratus (200) 七百 CC ١٠٠ ØØ
Empat ratus (400) 千 CD ØØ
٢٠٠
Tujuh ratus (700) DCC 7ØØ
٤٠٠
Seribu (1000) M IØØØ
٧٠٠
١٠٠٠
a. Sifat Kuantitatif dari Matematika

Matematika mengembangkan bahasa numerik yang mungkin


kita untuk melakukan pengukuran kuantitatif. Sebagai contoh ;
membandingkan dua objek yang berlainan antara objek yang
berlainan antara ikan paus dibandingkan kepik-kepik, maka kita
dapat mengatakan ikan paus dibandingkan kepik sifat kuantitatif dari
matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu,
matematika ini memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari
tahap kuantitatif ke kuantitatif.

b. Matematika Merupakan Sarana Berfikir Deduktif


Menurut Jujun S halaman 195, berfikir dekduktif adalah
proses pengemnbalian kesimpulan yang didasarkan kepada premis-
premis yang kebenarannya telah ditentukan. Pengetahuan yang telah
ditemukan sebenarnya adalah konsikuensi dari peryataan ilmuah
yang telah kita temukan sebagai contoh dalam segitiga ABC kalau
kita tarik garis melalui titik A yang sejajar dengan BC maka pada
titik A didapatkan 3 sudut yakni α 1,α 2,α 3, yang ke 3nya membentuk
suatu garis lurus. Maka kita dapat mengambil kesimpulan :

1) ∝3=β 1
2) ∝2=γ 1, jumlah sudut sudut dalam ∆ ABC adalah sudut δ
dimana
3) δ=∝1 + β 1+ γ 1 karena β 1=α 3 dan γ 1=∝2 maka
4) δ=∝1 +∝3+∝2

â 1∝3â 1∝3â 1∝3â 1

c
ɤ1 b
a ∝1

c
ɤ1

b
a ∝1

c
ɤ1
∝2
b
a ∝1
p
c
ɤ1
∝2
b
a ∝1

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari beberapa premisyang


telah kita ketahui kebenarannya dapat ditemukan pengetahuan
lainnua. Yang memperkaya perbendaraan ilmiah kita. Tahap
perkembangan matematika

ii. Tahap sistematika – ilmu mulai mengolong-


golongkan objek empiris ke dalam kategori tertentu
manfaat tahapan ini memungkinkan kita menemukan
ciri-ciri umum dari anggota-anggota yang menjadi
kelompok tertentu.
iii. Tahapan komperatif – melakukan perbandingan
antara objek yang satu dengan objek yang laiinya
iv. Tahapan kuantitatif – mencri hubungan sebab akibat
berdasarkan pengukuran eksak dari objek yang
sedang diteliti

Sehinga pada tahapan ini lambang-lambang matematika


sangat diperlukan karena menganung informasi tentang objek
tertentu dalam dimensi pengukuran.

c. Sejarah Perkembangan Matematika


1) Peradaban Mesir kuno dan daerah sekitrnya 1150-1075 SM
(sebelum masehi), Mesopotania dan Babilonia 1570 para
pendeta mesir kuno mempunyai keahlian matematika yang
sangat dihargai yang mengkaitkan aspek praktis matematika
dengan aspek mistik keagamaan.
2) Peradaban Yunani Kuno 300 SM. Orang Yunani sangat
memperhatikan ilmu ukur sebagaimna tercermin dalam buku
element karya Euchid, dimna buku tersebut menyajikan
semua ilmu ukur secara sistematis dari beberapa postulat,
definisi dan teorema. Dengan demikia kaum cendikiawan
yunanai memutuskan perhatiannya pada aspek estetik
matematika yang merupakan simbol status dari golongan
atas saat itu.
3) Peradaban Arab, Italia, China 600-1000 Masehi. Bangsa
timur mendapatkan angka angka 0 dan cara pengunaan
desimal serta mengembangakan kegunaan praktis dari ilmu
hitung dan aljabar saat perdagangan antara timur dan barat
perkembangan
4) Taman Renaissance (revolusi, industri di inggris dan prancis
abad 17M). Berbagai penemuan ilmu hitung aljabar dikaji
kembali dengaen meletakan dasar matematika modern,
sebagai contoh, kalkulus deferencial.
Sitem ilmu ukur : Ilmu Ukur Euclid yang dikemukakan
bangsa Yunani Kuno dan Ilmu Ukur non Euclid yang
dikemukakan oleh Gauss (1777-1855)

KARATERISTIK GEOMETRI EUCLID DAN NON-EUCLID

Perkembangan pertama, Boylai dan Euclid Reimann


secara sistematis lobachevski
Jumlah sudut dalam seitiga Kurang dari 180° Lebih dari
180° 180°
Bentuk kurva ruang Melengkung Tidak Melengkung
ke luar melengkung ke dalam
Pertambahan volume Sangat cepat Normal Pertahan
Jumlah garis sejajar yang Tidak terbatas I 0
dapat ditarik dari sebuah titik
Sifat jagat Tidak terbatas Tidak Terbatas
(universe) (infinite) terbatas (tinite)
(infinite)
Berbentuk Pelana Bidang Bola
45°+45°+45°=135°

60°+60°+60°=180°

90°+90°+90°=270°

d. Beberapa Aliran Dalam


Filsafat Matematika
1) Aliran Intusionis

Menurut
Luitzen Egbartus Jan Brauwer (1881-1966) berpendapat
“metematika di defisinikan oleh Brouwer sebagai aktifasi secara
bebas namun matematika adalah suatu aktivitas yang ditemukan
dari intunsi pada saat tertentu. Pandangan ini intuisionisme
adalah tidak ada realisme terhadap objek dan tidak ada
bahasayang menghubungi sehingga boleh dikatakan tidak ada
penentu kebenaran matematika di luar aktivitas berpikir.
Proposisi hanya berlaku ketika subjek dapat dibuktikan
kebenarannya, Brouwer mengukapkan bahwa tidak kebenaran
tanpa dilakukan pembuktian.

2) Aliran Formalis. Aliran formalis dipelopori oleh David Hilbert


(1862-1943)

Tujuan utama dari program Hilbert adalah untuk


memberikan dasar yang aman untuk semua matematika. Secara
khusus ini harus menyangkup: sebuah formalisasi semua
matematika, dengan kata lain semua peryataan matematika
harus ditulis dalam bahasa formal yang tepat dan dimanipulasi
sesuai dengan aturan yang ditetapkan dengan baik.

a) Kelengkapan : bukti bahwa semua peryataan matematika


yang benar dapat dibuktikan dengan formalisme.
b) Konsistensi : bukti bahwa tidak ada kontradiksi dapat
diperoleh dalam formalisme matematika, bukti konsistensi
ini sebaiknya harus mengunakan hanya “fanitic” penalaran
tentang objek matematika yang terbatas.
c) Konversasi : bukti bahwa hasil tentang “ benda nyata”
diperoleh dengan mengunakan penalaran tentang “benda-
benda ideal” (seperti set terhitung) dapat dibuktikan tanpa
mengunakan benda-benda yang ideal.
d) Desikadilitas : harus ada algoritma untuk menentukan
kebenaran atau kesalahan peryataan matematika.
3) Aliran Logistik. Aliran logistik dipelopori oleh Gottlob Frage
(1848-1925)

Frege berpendapat bahwa dasar yang kokoh bagi


matematika dapat “diamankan” melalui logika dan analisa yang
ketat terhadap logika dasar kalimat-kalimat. Cara itu juga bisa
menetukan tingkat kebenaran suatu peryataan.

Akar-akar analisis liguistik ditanam di lahan yang


disiangi oleh Golllob yang notabenernya adalah seorang
matematikawan. Gottlob yang notabenenya adalah seorang
matematikawan. Gottlob melalui sebuah revolusi logika
(analitik), yang impilkasinya masih dalam prosese penanganan
oleh filsuf-filsuf konteporer. Ia menganggap logika sebetulnya
direduksi kedalam matematika, dan yakin bahwa bukti-bukti
harus selalu dikemukakan dalam bentuk langkah-langkah
dekduktif yang di ungkapkan dengan jelas. Salah satu ideal yang
yang paling berpengaruh adalah membuat perbedaan antara
“arti” (sense) proposisi dan “acuan” (reverence)-nya, dengan
mengentengahkan bahwa proposisi memiliki makna hanya
apabila mempunyai arti dan acuan (ide ini mengandung
kemiripan yang menonjol, secara kebetulan engan peryataan
Kant bahwa pengetahuan hanya muncul sintetis atara konsep
dan intusisi).

4) Aliran Rasionalisme

George Canton (1845-1918) ialah seorang


matematikawan asal jerman keterunan Yahudi. Ia adalah seorang
pertama yang menemukan teori himpunan. Ketika teori
himpunan diperkenalkan pertama kalinya oleh George Cantor,
tidak banyak matematikawan yang melihat seberapa pentingnya
teori itu. Sekarang teorihimpunan digunakan sebagai dasar
untuk mepelajari matematika modern. Iaq juga menyatakan
bahwa “lebih banyak bilangan nyata (real number)
dibandingkan bilangan asli (natural number) “sehingga hakikat
sebuah bilangan harus dapat dibentuk melalui kegiatan intutif
dalam berhitung (cauntng) dan menghitung (calculating)

4. Statistik
Peluang merupakan konsep dasar dari teori statiska. Pendeta
Thomas Bayes Th 1763 mengembangkan teori peluang subjektif
berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu kejadian.
Teori ini berkembang sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat
objektif.
Konsep statiska yang dikaitkan dengaen distribusi variable. Pada
tahun 1757, Thomas Shimson menyimpulkan bahwa terdapat suatu
distribusi berlanjut dari suatu variable dalam suatu frekuensi yang cukup
banyak, lalu di kembangkan oleh Pierre Simon de Laplace (1777-1855).
Dilanjukan oleh Pearson dalam Bukunya The Grammer of Scince yang
mengembangkan oleh Ronald Aymer Fisher mengemukakan tentang
analisis varian, kovarian, distribusi Z dan distribusi T, uji significan dan
teori perkiraan.
a. Statiska dan Cara Berfikir Induktif

Semua peryataan ilmiah adalah bersifat faktual diman


konsikuensinya dapat diuji baik dan jalam mengunakan panca
indra logika dekduktif bertolak ukur pada statiska yang merupakan
pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif.

Penalaran kesimpulan induktif, dalam penalaran deduktif


maka kesimpulan yang ditarik benar jika premis-premis yang
digunakan benar dan prosedur penarikan kesimpulannya benar,
sebaliknya kesimpulan dalam penalaran induktif, walapun
premisnya benar dan prosedur penarikannya kesimpulan benar
belum tentu maka kesimpulannya benar belum tentu maka
kesimpulannya benar, contohnya untuk mengetahui tinggi rata-rata
anak umur 10th di Indonesia tidak perlu melakukan pengukuran
terhadap seluruh anak-anak yang berumur 10th di indonesia,
namun cukup melakukan pengukuran terhadap sebagian anak saja
(sample), namun kelemahannya tidak akan diteliti kesimpulannya
yang ditarik oleh sensus yakni mengamati keseluruhan populasi,
tersebut, pada pokoknya makin besar contoh yang diambil makin
tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.

b. Karakteristik Berfikir Induktif


1) logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar
tinggakt peluang bahwa premis premis tertentu dapat ditarik
2) menurut bidang pengkajiaannya statistik dapat dibedakan
sebagai statiska teoritis mengkaji dasar-dasar teori statiska dan
statiska terapan (penggunaan statiska teoritis yang disesuaikan
dengan bidang penerapannya.
3) statiska meberikan jalan bagaimana menarik kesimpulan yang
bersifat umum dari contoh-contoh dengan tingkat peluang,
kesahannya, dan keliruannya.
4) statiska sebagai perangkat metode ilmiah mebantu kita
melakukan generalisasi menyimpulkan krakteristik suatu
kejadian secara lebih pasti

Anda mungkin juga menyukai