Anda di halaman 1dari 24

HAKIKAT MANUSIA DAN HAKIKAT BERFIKIR

A. PENGERTIAN HAKIKAT

Secara bahasa, hakikat memiliki arti kebenaran atau seesuatu yang sebenar-benarnya
atau asal segala sesuatu. Hakikat dapat didefinisikan sebagai inti atau jiwa dari segala
sesuatu. Dikalangan tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya karena
itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu
mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.

B. PENGERTIAN MANUSIA

Dalam kamus besar bahasa Indonesia manusia diartikan sebagai mahluk yang berakal
budi (mampu menguasai mahluk lain). Ini menandakan bahwa manusia tidak bisa lepas
dari akal budi yang bisa membedakan kodratnya sebagai manusia yakni memiliki
pengetahuan.

Manusia berpikir untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya mungkin tidak
mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorang pun mencita citakan kekeliruan, ia ingin
mencapai kebenaran dalam tahunya itu.

Manusia mempunyai dua macam kemampuan kognitif (kemampuan mengerti) yang


kurang lebih teramati (tidak gaib) dan dapat dirumuskan, yakni indera dan intelek. Indera
merupakan kemampuan organis, artinya indera secara intrinsik bargantung pada organ
badaniah tertentu yang didalamnya dan dengannya indera bekerja. Indera dapat dibagi
menjadi indera ekstern (kelima indera kita) dan indera intern (ingatan, imajinasi dll.)

Intelek adalah kemampuan inorganis, yakni kemampuan yang tidak bergantung pada
sesuatu atau badaniah (w.poespo prodjo, 1999:65). Indera terdiri atas bermacam
jenisnya, sedangkan intelek hanya satu. Tetapi kemampan intelek mempunyai berbagai
fungsi seperti menangkap, membuat konsep, membuat keputusan, melakukan refleksi,
mengabstraksi, menyimpulkan dan sebagainya.

Manusia hanya mempunyai pengetahuan yang sempurna melalui keputusan, yakni


aksi intelek. Kegiatan indera hanyalah menangkap (dalam arti mengalami) tanpa
membuat keputusan. Antara pengetahuan inderani dan pegetahuan intelektual terdapat
perbedaan hakikat. Pengetahuan inderani menangkap kenyataan (ada khusus) secara
materialiter berdasarkan aspek konkret dan materialnya, sedangkan intelek menjangkau
kenyataan secara formal, formaliter.

C. PENGERTIAN BERFIKIR

Dalam kamus besar bahasa Indonesia berpikir adalah menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.Disinilah sesungguhnya logika mulai,
sebab seperti telah kita ketahui maksud utama dari imu logika selain mengungkapkan
hakikat berpikir dengan berbagai segala bentuk turunannya, juga menjamin ketepatan
kesaksamaan dalam proses pemikiran. Logika menunjukkan meletakkan, menguraikan,
dan juga membuktikan hukum hukum dan aturan aturan yang akan menjaga kita agar
tidak terjerumus dalam kekeliruan (kesesatan).

Pemikiran adalah aksi (act) yang menyebabkan pikiran mendapatkan pengertian baru
dengan perantaraan hal yang sudah diketahui. Sebenarnya yang beraksi disini bukan
hanya pikirandan akal budi, yang beraksi sesungguhnya adalah seluruh manusia
(manusianya). Proses pemikikan adalah suatu pengesahan mental dari suatu hal menuju
hal lain, dari apa yang mudah diketahui ke hal yang belum diketahui. Misalnya
darirealitas dunia ini,kita dapat membuat pemikkran tentang eksistensi Tuhan dari
perbuatan-perbuatan kita, kita dapat membuat pemikiran tentang kemerdekaan kehendak.
Karena pemikiran merupakan suatu gerak kemajuan, maka juga terjadilah urutan
momen-momen, urutan sebelum dan sesudahnya. Tedapat juga pernyataan yang dapat
diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian yang disebut juga Aksioma berpikir yang
diantanya:

1. Keyakinan
Keyakinan merupakan sikap subyek, jadi selalu bersifat subjektif juga.
Menurut subyek yang tahu ketika itu, tak ada alasan apapun untuk berpendapat orang
lain. Oleh karena itu, ada ada kemungkinannya juga bahwa ia keliru, artinya ternyata
bahwa memang ada alasan, yang kemudian baru diketahui, bahwa pendapat lain tidak
hanya mungkin, melainkan harus lain.itu pembetulan keyakinan, yang ternyata
dulunya keliru, dan sekarang menjadi keyakinan baru.bentuk yang amat sedrhana
yang mencerminkan dan berdasarkan keyakinan, misalnya “ bunga itu merah”.
Dalam pendapat ini ternyata sekali keyakinan subyek. Memang mungkin bahwa
subyek itu keliru karena inderanya keliru, tetapi dapat diralat dasar pikir yang berupa
keyakinan tak berubah.

2. Kepastian
Jika orang mempunyai keyakian seperti di atas itu, maka ia merasa pasti akan
pengetahuannya mempunyai kepastian. Kepastian ini tidak semua sama pastinya.
Memang pastilah bahwa keseluruhan itu lebih besar daripada bagiannya, pun bahwa
2 X 2 adalah 5. Kepastian yang amat pasti demikian itu hanya berlaku dalam alam
pikiran yang berdasarkan hal-hal aksiomatis, misalnya pada ilmu pasti. Ini mengenai
hal yang abstrak. Dalam rangka abstrak mngkin terdapat kepastian yang mutlak. Lain
halnya dengan hal-hal yang kongkrit.

3. Wilayah kesungguhan (Realitas)


Pengetahuan itu dasarnya adalah positif, kepositfan ini ternyata juga pada
keyakinan yang merupakan dasar pemikiran. Dapun keyakinan ini mengakibatkan
kepastian bahwa demikianlah hal sesungguhnya. Muncullah disini kesungguhan,
kesungguhan ini disebut realitas.
Dalam pemikiran manusia (kegiatan akal budi) terdapat tiga unsur yaitu:
a. Menangkap sesuatu sebagaimana adanya. Artinya, menangakap sesuatu tanpa
mengakui atau memungkirinya.
b. Memberikan keputusan. Artinya, menghubungkan pengertian yang satu dengan
pengertian lainnya, atau memungkiri hubungan itu.
c. Merundingkannya. Artinya, menghubungkan keputusan keputusan sedemikian
rupa sehingga dari satu keputusan atau lebih, dan akhirnya sampai pada suatu
kesimpulan

D. HAKIKAT MANUSIA

Pada hakikatnya, manusia merupakan mahluk yang diciptakan tuhan sebagai mahluk
yang paling mulia dibandingkan dengan mahluk lain, karena manusia dibekali dengan
akal pikiran dimana ini menjadi salah satu bukti kemuliaan manusia. Pada dasarnya
manusia di ciptakan oleh Tuhan yang maha Esa dengan berbagai kemampuan, dan yang
paling mendasar adalah kemampuan menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khas atau
karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan
manusia lain dan dengan non-manusia (lingkungan fisik) disekitarnya. Bahkan bukan
hanya membedakan, lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan
lingkungannya, baik berupa pribadi maupun non-pribadi/benda.

Manusia adalah mahluk individu dan mahluk sosial (mono dualis). Manusia
diciptakan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada satupun manusia di dunia
ini yang memiliki kesamaan secara sepurna dengan manusia lainnya. Dalam banyak
kesempatan sering dijumpai manusia yang kembar identik tubuh nya, penampilan dan
wajahnya yang sangat sulit untuk dibedakan. Namun, tetap saja mereka akan memiliki
perbedaan dalam hal kepribadian. Oleh karena itu manusia disebut sebagai individu
mandiri yang berbeda dari individu lainnya.

Manusia juga merupakan makhluk sosial karena pasti memerlukan manusia lain untuk
tetap bisa bertahan hidup. Dengan kata lain manusia harus hidup bersama manusia
lainnya. Kebersamaan (sosialitas) tersebut hanya akan terwujud jika dalam hubungan itu
mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin
hubungan manusiawi yang efektif.

E. HAKIKAT BERFIKIR

Pengertian umum dari berpikir adalah perkembangan ide dan konsep. Pemikiran yang
sungguh-sungguh. Artinya, suatu cara berpikir yang berdisiplin, dimana seseorang yang
berpikir sungguh-sungguh tidak akan membiarkan ide dan konsep yang sedang
dipikirkannya berjalan tanpa arah, tetapi akan diarahkan pada suatu tujuan tertentu.
Tujuan tertentu tersebut dalam hal ini adalah pengetahuan. Burhanuddin Salam
berpendapat bahwa berpikir merupakan suatu bentuk kegiatan akal/ratio manusia dengan
mana pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditujukan untuk
mencapai kebenaran.

Aktivitas berpikir adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan
manisfestasinya ialah : mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, menunjukkan
alasan-alasan, membuktikan sesuatu, mengolong-golongkan, membandingkan-
bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari kausalitasnya,
membahas secara realitas dan lain-lain.Pendapat lain mengatakan bahwa pemikiran
adalah pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak yang
disertai adanya informasi-informasi terdahulu yang akan digunakan untuk menafsirkan
fakta tersebut. Pikiran adalah bisikan kata yang amat lembut.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir


adalah suatu bentuk kegiatan akal manusia yang diarahkan oleh pengetahuan melalui
panca indera, diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

F. HUBUNGAN HAKIKAT MANUSIA DAN HAKIKAT BERFIKIR

Manusia dibekali kecerdasan yang membuatnya bisa terus berkembang dan


melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan makhluk lain. Di dalam menjalani hidup
manusia akan selalu berpikir, baik disadari maupun tidak, manusia tidak mungkin tidak
untuk berpikir.

Manusia berpikir karena memiliki akal. Manusia memiliki kemampuan untuk


membuat dan mengambil keputusan hal inilah yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.
Manusia dapat mengambil keputusan terletak pada kemampuan berpikir dan bernalar,
sedangkan kemampuan berpikir dan bernalar itu dimungkinkan pada manusia karena
memiliki susunan otak yang paling sederhana dibanding dengan otak berbagai Jenis
makhluk hidup lainnya. Manusia berpikir dan bernalar untuk mengumpulkan
pengetahuan yang tersembunyi di alam raya ini. Proses mengumpulkan pengetahuan
merupakan suatu proses belajar yang dialami manusia sejak ia lahir hingga ke liang lahat.
Kemudian pengetahuan yang dikumpulkan manusia melalui penggunaan akalnya disusun
menjadi suatu bentuk yang berpola.

Dengan berpikir, manusia berkesempatan mendapatkan pendidikan membentuk


sistem kekeluargaan yang akhirnya terbentuk manusia yang cerdas sehingga dapat
bermasyarakat dengan baik. Tanpa kecerdasan yang bersumber dari kemampuan
berpikir, manusia tidak mampu menggali kumpulan pengetahuan yang diperlukan untuk
mengelola bumi dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
Modernisasi mempengaruhi pola pikir manusia. Berkembangnya pola pikir manusia
di karenakan hakikat manusia itu sendiri yang di tuntut untuk terus berpikir keluar dari
suatu masalah agar mencapai tujuan hisupnya. Semakin manusia itu sering memecahkan
suatu masalah semakin manusia itu mandiri. Semakin manusia itu menekuni
kemandiriannya semakin ia jauh dan tidak peduli Tuhannya

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang diciptakan dengan sempurna,
bersifat individu sekalgus sosial. Memiliki akal serta kecerdasan yang harus digunakan
untuk kebaikan, dengan menyadari hakikat dirinya maka kemampuannya berpikir dapat
digunakan sebaik-baiknya demi kebaikan umat manusia itu sendiri, bukan untuk
digunakan dalam keburukan yang dapat berdampak pada kerusakan. Disadari maupun
tidak, manusia normal akan selalu terus berpikir, mulai dari memikirkan sesuatu yang
sepele hingga sesuatu yang luar biasa. Pada dasarnya berpikir adalah suatu tanggapan.
Realitas membutuhkan manusia, tetapi manusia bukan penguasa realitas, melainkan
gembala dan pengawal realitas.

2.1. Pengertian Logika

Logika berasal dari kata Yunani “Logos”. Kata logos berarti kata, nalar, teori, atau
uraian. Logika juga didefinisikan sebagai kecakapan bernalar yang berkenaan dengan
ungkapan lewat bahasa, atau alat untuk berpikir secara lurus. Dalam bahasa sehari-hari sering
kita jumpai kata logis yang artinya masuk akal. Logika digunakan untuk penalaran yang betul
dari penalaran yang salah (Irving M.Copi).

Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis dan sekaligus sebagai dasar
ilmu. Oleh karena itu, bernalar yang baik, harus dilandasi logika, supaya penalarannya logis
dan kritis. Selain itu logika juga merupakan sarana ilmu. Sama halnya dengan matematika
dan statistika. Jadi logika berfungsi sebagai dasar dan sarana ilmu. Dengan demikian logika
merupakan jembatan penghubung antara filsafat dan ilmu.
Aristoteles sebagai bapak logika meninggalkan enam buah buku yang diberi nama
organon. Enam buku tersebut adalah :

 Categoriae, asas-asas dan prosedur mengenai pengertian-pengertian.


 De Interpretatione, membahas mengenai keputusan-keputusan.
 Analitica a Priora, membahas tentang silogisme
 Analitica Posteriora, membahas mengenai pembuktian
 Topika, berisi cara berargumentasi atau cara berdebat.
 De Sophisticis Elenchis, membicaran kesesatan dan kekeliruan berpikir

Jadi logika adalah cara bernalar yang benar melalui premis atau proposisi (pernyataan
pengetahuan). Bila kita katakan premis adalah pasir, batu, dan semen, maka logika (proses
penalaran) adalah bagan atau arsitekturnya. Premis benar dan arsitekturnya baik, maka
dihasilkan bangunan yang kokoh dan indah. Demikian juga dengan logika

2.2. Ruang Lingkup Logika

2.2.1. Logika makna luas dan makna sempit

Menurut John C Cooley, The liang gie membagi logika dalam arti yang luas dan
dalam arti yang sempit. Dalam arti yang sempit, Istilah dimaksud dipakai searti dengan
logika deduktif atau logika formal. Sedangkan dalam arti luas pemakainnya mencakup
kesimpulan dari berbagai bukti dan bagaimana sistem-sistem penjelasan disusun dalam ilmu
alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.

Dalam arti luas logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat
sekaligus, seperti yang penah dilakukan oleh piper dan ward berikut ini.

 Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan


(logika formal atau logika simbolis)
 Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek
yang diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian(epistemology)
 Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah
(metodologi)
2.2.2. Logika Deduktif dan Logika Induktif

Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penelaran yang
bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari
pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dalam logika jenis ini yang
terutama ditelaah, yaitu bentuk dari bekerja akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan
langkah-langkah dan aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan
sah.

Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang
betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat
boleh jadi. Penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk
penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah kecil hal, atau
anggota sesuatu himpunan, untuk tiba kepada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku
umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan
sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.

2.2.3. Logika Formal dan Logika Material

Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan
logika induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat
karena menurut Fisk, logika formal adalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian
yang bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan
menurut isinya. (The Liang Gie, 1980).

Logika formal mempelajari asas, aturan atau hukum-hukum berpikir yang harus
ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material
mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya
dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber
dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya
merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.

Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material
dinamakan orang logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang
mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.

2.2.4. Logika Murni dan Logika Terapan

Menurut Leonard, logika murni(pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari
pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesalahan dari pembuktian tentang semua bagian
dan segi dari pertanyaan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang termuat
didalamnya. (The Liang Gie,1980)

Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang
berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pertanyaan tanpa mempersoalkan arti khusus
dalam suatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam perkataan dimaksud.

Logika terpaan adalah pengetahuan logika yang diterpakan dalam setiap cabang ilmu,
bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari.
Apabila suatu ilmu mengenakan asas dan aturan logika bagi istilah dan ungkapan yang
mempunyai pengertian khusus dalam bidangnya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah
dipergunakan sesuatu logika terapan dari ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat
bagi biologi dan logika sosiologi bagi sosiologi.

2.2.5. Logika Filsafati dan Logika Matematik

Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih
berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban
dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu
ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik
serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau
kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto,
dan Endang Daruni Asdi, 1980, halaman 35-46)

2.3. Objek Logika

2.3.1. Objek Logika Material

Logika material adalah wacana atau argumentasi mengenai hakikat penggunaan

ketepatan susunan berpikir terhadap bidang-bidang kegiatan berpikir tertentu. Hal ini dinilai

perlu karena suatu bidang pengetahuan atau masalah menuntut susunan berpikir yang berbeda

dengan bidang masalah lainnya. Logika material ini disebut teori metodologi. Dengan

demikian, teori metodologi adalah wacana mengenai cara-cara menyusun pikiran yang tepat

untuk bidang masalah tertentu.


Di dalam kehidupan sehari-hari, naik ddalam perbincangan, dalam perdebatan, da;am

pekerjaannya, dalam rumah tangganya, da;am cinta kasih, dan dalam pergaulannya, semua

manusia selalu berkomunikaso dengan orang lain maupun sesama partnernya masing-masing

dalam segala bentuk. Komunikasi yang demikian ini, selalu dikehendaki secara berkembang,

maka untuk mengintimkan suasana yang demikian ini dibutuhkan suatu kata-kata yang

diucapkan secara tersusun, berupa suatu kalimat yang mengantdung arti dinamakan bahasa.

Dari bahasa inilah manusia tahu atau mengerti arti dan tujuan apa yang dimaksudkan

seseorang dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain itu. Sumber dari ucapan itu ialah

kata-kata yang dijelmakan berdasarkan atas akal pikiran, atas dasar pemikiran yang sadar.

Oleh karena itu, akal pikiran dan kata-kata itulah yang menjadi objek material daripada

logika sebagai bahan penyimpulan.

2.3.2. Objek Logika Formal

Logika formal adalah wacana atau argumentaso yang membicarakan hakikat hukum-
hukum ketepatan susunan berpikir. Hal terpenting dalam logika formal adalah masalah
pengaturan atau aturannya, rumusan, atau hukum-hukum bagi ketepatan susunan pikiran. Isi
tidak dipermasalahkan, demikian juga maslaah penggunaannya. Sebagai contoh, dalam
matematika terdapat rumus (a + b)2 =a2 + 2ab + b2. Rumusan ini menggambarkan logika,
tetapi tidak kita pedulikan isinya, apakah a dan b itu.

Dari bahan material itu, kemudian dicari unsur-unsurnya yang terdalam. Unsur-unsur
ini tidak tercerai-berai, namun menjadi satu kesatuan yang menjadikan halnya itu ada. Yang
hendak dicari itu ialah mengapa akal pikiran itu selalu ingin men-adakan suatu penalaran
yang sah dan secara terus-menerus selalu berusaha mengadakan penyimpulan secara benar.
Struktur-struktur hakiki daripada akal pikiran dan kata-kata itulah yang menjadi sudut
pandangan yang secara dasar dari pada logika.

Psikologi, sosiologi, dan pedagogi objek materialnya (suatu lapangan,bidang atau


materi) adalah manusia. Objek Formalnya berbeda. Objek formal psikologi adalah aktivitas
jiwa dan kepribadian manusia secara individual yang dipelajari lewat tingkah laku. Objek
formal sosiologi ialah hubungan antarmanusia dalam kelompok dan antarkelompok dalam
masyarakat, sedangkan objek formal pedagogi ialah kegiatan manusia untuk menuntun
perkembangan manusia lainnya ke tujuan tertentu.

Sesungguhnya objek material logika adalah manusia itu sendiri (pemikiran),


sedangkan objek formalnya ialah kegiatan, akal budi untuk melakukan penalaran yang lurus,
rasional, tepat dan teratur yang terlihat lewat ungkapan pikirnya yang diwujudkan dalam
bahasa. Meningkatkan kemampuan berabstraksi (Menyajikan bentuk dan sifat ide, tanpa
menunjukkan bendanya. Misalnya keindahan, kemanusiaan).

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Logika berasal dari kata Yunani “Logos”. Kata logos berarti kata, nalar, teori, atau
uraian. Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis dan sekaligus sebagai dasar
ilmu. Oleh karena itu, bernalar yang baik, harus dilandasi logika, supaya penalarannya logis
dan kritis.

Aristoteles sebagai bapak logika meninggalkan enam buah buku yang diberi nama
organon. Enam buku tersebut adalah Categoriae (asas-asas dan prosedur mengenai
pengertian-pengertian), De Interpretatione (membahas mengenai keputusan-keputusan),
Analitica a Priora (membahas tentang silogisme), Analitica Posteriora (membahas mengenai
pembuktian), Topika (berisi cara berargumentasi atau cara berdebat), dan De Sophisticis
Elenchis (membicaran kesesatan dan kekeliruan berpikir).

Ruang lingkup logika yaitu logika makna luas dan makna sempit, logika deduktif dan
logika induktif, logika formal dan logika material, logika murni dan terapan, serta logika
filsafati dan logika terapan. Adapun objek logika terbagi atas dua yaitu objek logika material
dan objek logika formal

Pengertian Berpikir Logis


Arti kata logis ialah sesuatu yang bisa diterima oleh akal dan sesuai dengan logika atau
benar menurut penalaran. Dengan kata lain, logis dapat dikatakan sebagai suatu pola atau
cara bepikir seseorang terhadap suatu hal.
Adapun berpikir secara logis adalah suatu proses berpikir dengan menggunakan logika,
rasional dan masuk akal. Dengan berpikir logis kita mampu membedakan dan mengkritisi
kejadian-kejadian yang terjadi pada kita saat ini apakah kejadian-kejadian yang terjadi pada
diri kita adalah kejadian-kejadian yang masuk akal dan sesuai dengan ilmu pengetahuan atau
tidak.

Prinsip-Prinsip Dasar Berpikir Logis

Prinsip adalah pernyataan yang mengandung kebenaran universal. Kebenaran universal


adalah kebenaran yang berlaku umum, di mana pun dan kapan pun ia seluruhnya benar dan
tidak terbantahkan. Sedangkan kebenaran parsial (kosus) adalah kebenaran yang hanya
berlaku bagi beberapa hal saja.

Suatu prinsip dikatakan sebagai “prinsip dasar” apabila prinsip tersebut tidak
memerlukan bukti dari yang lain karena sudah terbukti dengan sendirinya. Oleh karenanya,
prinsip dasar merupakan pernyataan yang mengandung kebenaran universal yang
kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya. Artinya, kebenaran universal tersebut sudah
tidak membutuhkan lagi hal-hal lain untuk membuktikan kebenarannya. Bahkan prinsip dasar
tersebut merupakan dasar dari semua pembuktian.

Istilah lain dari prinsip dasar adalah azas pemikiran. Azas adalah adalah sesuatu yang
mendahului atau sesuatu yang menjadi pedoman. Sebagaimana sesuatu yang mendahului,
maka azas berfungsi sebagai landasan atau melandasi atas sesuatu yang lain. Sedangkan
sebagai pedoman, maka azas berfungsi sebagai penuntun dan pengarah dalam setiap proses
berlangsungnya sesuatu. Adapun azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan-
pengetahuan lain tergantung dan dimengerti.

1. Pembagian prinsip dasar


Ada beberapa prinsip dasar yang dikenal dalam logika. Beberapa prinsip tersebut
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Prinsip Primer
Prinsip dasar ini mendahului prinsip-prinsip lainnya. Prinsip ini tidak tergantung
pada yang lain dan berlaku untuk segala sesuatu yang ada. Di bawah ini
dipaparkan prinsip dasar berpikir logis primer sebagaimana diuraikan oleh
Achmad Dardiri (1986), sebagai berikut.

1). Principuim Identitas (The Principle Of Identity)


Prinsip ini merupakan prinsip kesamaan, yang berbunyi: “Suatu benda adalah
benda itu sendiri dan bukan yang lain”. Dalam logika pernyataan itu berarti
apabila sesuatu diakui semua, maka kesimpulan yang lain yang ditarik dari
pengakuan itu juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, lalu kesimpulan yang
ditarik dari padanya di pungkiri, maka pengakuan seperti ini harus dibatalkan.
Kalau dalam ilmu hukum, pengingkaran sebagaimana di ungkapkan tersebut
dinyatakan “batal demi hukum”. Oleh karena itu, poin yang penting yang harus
dipegang erat adalah bahwa tidaklah dapat sesuatu itu diakui serentak sekaligus
juga di pungkiri. Perumusannya ialah “Bila proposisi itu benar, maka benarlah Ia
dan bila proposisi itu salah, maka salahlah Ia”.

2). Principium Contradictionis( The Principle Of Contradiction)


Prinsip ini merupakan prinsip pertentangan, yang berbunyi: “Suatu benda
tidak dapat merupakan benda itu sendiri dan benda yang lain pada waktu yang
sama”. Prinsip ini ingin memberikan penegasan pada kita bahwa segala sesuatu
tidak mungkin mendua. Dengan pernyataan lain, prinsip ini dapat dinyatakan
bahwa, “sesuatu itu tidak dapat positif dan negatif sekaligus”.
Perumusannya ialah “Tidak ada proposisi yang sekaligus benar dan salah”.

3). Principium Tertii Exclusi (The Principle Of Excluded Middle).


Prinsip ini merupakan prinsip jalan tengah, yang berbunyi: “Segala sesuatu
harus positif atau negatif”. Atau dapat dikatakan, jikalau ada dua keputusan yang
kontradiktoris, pastilah salah satu diantaranya salah, sebab keputusan yang satu
merobohkan keputusan yang lain. Tidak mungkin keduanya sama-sama benar atau
sama-sama salah.
Perumusannya ialah “Suatu proposisi selalu dalam keadaan benar atau salah”.

4). Principium Rationis Sufficientis (The Principle Of Sufficient Reason).


Prinsip ini merupakan prinsip cukup alasan, yang berbunyi: “Adaanya sesuatu
pastilah mempunyai alasan cukup yang menyebabkan sesuatu itu ada”. Prinsip
tersebut mempunyai maksud bahwa adanya segala sesuatu itu pastilah mempunyai
sebab tidaklah mungkin sesuatu itu tiba-tiba ada tanpa sebab yang mendahuluinya.
Adanya sesuatu kesimpulan pastilah ada pendapat-pendapat yang mendahuluinya.
Tak mungkin menarik kesimpulan tanpa ada alasan-alasan yang cukup.

b. Prinsip Sekunder
Selain prinsip dasar berpikir logis yang primer, juga ada prinsip dasar berpikir
logis yang sekunder. Prinsip ini merupakan hasil turunan dari prinsip dasar
berpikir logis primer di atas. Prinsip dasar berpikir logis yang sekunder ini
mengikuti beberapa prinsip, diantaranya adalah:

1). Prinsip Komprehensi, prinsip yang meliputi sudut isinya, dibedakan:


 Prinsip kesesuaian (principium convenientiae)
Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, “Bila ada dua hal yang sama,
dimana salah satu diantaranya sama dengan hal yang ketiga, maka yang
lain juga sama dengan hal yang ketiga”.
Misalnya: jika S = M, dan M = P maka S = P
 Prinsip ketidaksesuaian (principium inconvenientiae)
Yaitu prinsip yang menyatakan bahwa, “Bila ada dua hal yang sama,
dimana salah satu diantaranya berbeda dengan hal yang ketiga, maka yang
lain juga berbeda dengan hal yang ketiga.
Misalnya: jika S = M, dan M P maka S P

2). Prinsip Ekstensi, prinsip yang melihat sudut luasnya, dibedakan:


 Prinsip penerimaan (principium dictum de omni)
Yaitu suatu prinsip yang mengatakan bahwa, “Apa yang secara universal
berlaku bagi seluruhnya, juga berlaku bagi sebagiannya”.
 Prinsip penolakan (principium dictum de nullo)
Yaitu suatu prinsip yang mengatakan bahwa, “Apa yang secara universal
tidak berlaku bagi seluruhnya, juga tidak berlaku bagi sebagiannya”.

Syarat-Syarat Berpikir Logis

Agar suatu pemikirian dan penalaran dapat menelorkan kesimpulan yang benar , ada
beberapa syarat-syarat pokok yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
1. Pemikiran harus berpangkal pada kenyataan.
Suatu pemikiran yang tidak berpangkal dari kenyataan atau dalil yang benar tentu
tidak dapat menghasilkan kesimpulan yang benar. Meskipun jalan pikirannya logis.
Jika titik pangkal suatu pemikiran tidak pasti maka kesimpulan yang ditarik juga
tidak akan pasti, bahkan mungkin salah. Di sini kita perlu membedakan antara
kepastian subjektif dengan kepastian objektif. Perasaan subjektif belumlah tentu
merupakan bukti bahwa sesuatu itu benar.

2. Alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat.


Seringkali terjadi jika seseorang menyampaikan pendapat atau pernyataan tetapi
sama sekali tidak dibuktikan atau didukung dengan alasan-alasan. Di sisi lain,
seseorang merasa pasti dan yakin dalam menarik kesimpulan padahal Ia tidak
memiliki alasan, atau alasan-alasan yang dikemukakan tidak kuat. Ada hal-hal yang
dapat dibuktikan hanya dengan menunjukkan pada fakta. Namun ada banyak hal
yang hanya dapat dibuktikan dengan suatu pemikiran yang merupakan suatu
rangkaian langkah-langkah, disusun secara logis menjadi suatu jalan pikiran. Untuk
menganalisis jalan pikiran seperti itu, langkah-langkah dan alasan perlu
dieksplisitkan terlebih dahulu.

3. Jalan pikiran harus logis dan lurus.


Jika titik pangkal memang tepat dan benar, tetapi jalan pikiran (urutan langkah-
langkahnya) tidak tepat, maka kesimpulan juga tidak tepat dan benar. Jalan pikiran
itu mengenai pertalian atau hubungan antara titik pangkal/alasan/premis-premis dan
kesimpulan yang ditarik darinya. Jika hubungan tersebut tepat dan logis, maka
kesimpulan tersebut sah.

Sebagai contoh, bandingkan 3 pemikiran berikut . Perhatikan mengapa kesimpulan


salah.
a. Semua orang berambut gondrong itu penjahat.
Para penjahat harus dihukum.
Kesimpulan: Semua orang yang berambut gondrong harus dihukum.
Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa jalan pikiran telah logis, namun
kesimpulannya yang salah karena titik pangkalnya yang salah yakni: Berambut
gondrong tidak sama dengan penjahat.
b. Teman saya mempunyai mobil.
Oleh karena itu saya pun harus mempunyai mobil.
Dikatakan tidak cukup alasan karena Saya dan teman Saya sama dalam hal apa
dulu.
c. Semua sapi itu binatang.
Semua kuda itu binatang.
Kesimpulan: Jadi sapi itu kuda.
Kalimat pertama dan kedua memang benar tetapi kesimpulannya salah karena
jalan pikiran (kaitan antara premis dan kesimpulan) keliru atau salah.

Kesimpulan
Berpikir logis merupakan proses yang konsisten terhadap keyakinan-keyakinan
yang didukung oleh argumen yang valid. Pengertian lain dari bepikir logis ialah
berpikir lurus, tepat dan teratur apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum, antara
dan kaidah yang sudah ditetapkan dalam logika mematuhi hukum dan berguna untuk
menghindari berbagai kesalahan dan penyinpangan dalam mencari kebenaran.
Prinsip-prinsip dan syarat-syarat berpikir logis juga sangat mempengaruhi hasil dari
sebuah penalaran. Bahwa tiap-tiap suatu pernyataan merupakan sebab terharadap
keputusan baru yang disebut akibat dari keputusan yang lalu. Kepastian kebenaran
dari sesuatu akibat bergantung pada benarnya sebab itu.

2.1 Pengertian Kata

Berfikir Terjadi Dengan menggunakan Kata-Kata Akalbudi. Kita Menggunakan Kata-


Kata, Jika Kita Ingin Menyatakan Apa Yang Kita Pikirkan. Karena Itu Kata Adalah Tanda
Lahiriah( Ucapan Suara Yang Diartikulasikan Atau Tanda Yang Tertulis) Untuk Menyatakan
Pengertian Dan Barangnya.

Dengan Ini Jelaslah Kiranya Bahwa Objek Logika Disini Hanyalah Bunyi-Bunyi Atau
Tanda-Tanda Yang Berarti(Kata-Kata Yang Merupakan Tanda Atau Pernyataan Pikiran Atau
Suatu Yang Dinyatakan Dengan Pengertian).

Akal Manusia Apabila Menangkap Sesuatu Terwujud Dengan Membuat Konsep Atau
Ide Atau Juga Pengertian. Dan Kata Sebagai Suatu Simbol Untuk Menyatakan Konsep
Dibedakan Antara Dua Macam, Yaitu Konsep Kata Kategorimatis Dan Kata
Sinkategorimatis.

Kata Kategorimatis Adalah Kata Yang Dapat Mengungkapkan Sepenuhnya Suatu


Pengertian Yang Berdiri Sendiri Tanpa Bantuan Kata Lain, Meliputi Nama Diri, Kata Sifat,
Istilah Yang Mengandung Ungkapan Umum. Kata Sinkategorimatis Adalah Kata Yang Tidak
Dapat Mengungkapkan Suatu Pengertian Yang Berdiri Sendiri Jika Tidak Dibantu Dengan
Kata Lain, Misalnya Kata Adalah, Jika, Semua, Maka, Sebagian, Barangsiapa, Dan,Atau,
Dsb(Noor Ms Bakry, 1983).

Di Dalam Bahasa, Lambang Pengertian Adalah Kata. Kata Merupakan Manifestasi


Dari Konsep Atau Pengertian. Dalam Kenyataan, Kita Sering Menggunakan Kata Berbeda
Untuk Menyatakan Suatu Konsep Atau Pengertian. Dengan Kata Lain, Terdapat Beberapa
Buah Kata Yang Mengandung Makna Sama Atau Bersamaan, Misalnya: Pintar, Cakep,
Cerdik, Pandai, Mahir, Cerdas. Kata-Kata Itu Dinamakan Sinonim. Sebaliknya, Kita Pun
Sering Menggunakan Sebuah Kata Untuk Menyatakan Konsep Yang Berbeda, Misalnya Kata
Buku Untuk Menyatakan Ruas(Bambu) Dan Kitab. Kata-Kata Seperti Itu Disebut Antonim.
Kata Yang Pada Dasarnya Merupakan Lambang Untuk Memanifestasikan Konsep Atau
Pengertian Ternyata Juga Melibatkan Yang Cocok Tentang Apa Yang Sebenarnya Hidup
Dalam Batin Kita. Kata-Kata Mempunyai Beberapa Pengertian Yaitu:
2.1.1 Positif, Negatif, Privatif

Suatu Kata Yang Mempunyai Pengertian Positif Apabila Mengandung Penegasan


Adanya Sesuatu, Seperti Gemuk(Ada Daging), Kaya(Adanya Harta Benda), Pandai(Adanya
Ilmu), Terang(Adanya Sinar), Dan Sebagainya. Suatu Kata Mempunyai Pengertian Negatif
Apabila Diawali Dengan Salah Satu Dari: Tidak, Tak Non Atau Bukan Seperti; Tidak
Gemuk, Tak Kurus, Bukan Saya, Dan Sebagainya. Suatu Kata Mempunyai Pngertian
Provatuf Apabila Mengandung Makna Tidak Adanya Sesuatu, Seperti Kurus(Tidak Ada
Daging), Bodoh(Tidak Ada Ilmu), Miskin(Tidak Adanya Harta).

2.1.2 Universal, Particular, Singular, Dan Kolektif

Suatu Kata Mempunyai Pengertian Universal Apabila Ia Mengikat


KeseluruhanBawahannya Tanpa Kecuali: Rumah Kita, Kursi Hewan, Tumbuhan,Manusia
Dan Sebagainya. Suatu Kata Yang Mempunyai Pengertian Particular Apabila Ia Mengikat
Bawahan Yang Banyak Tetapi Tidak Mencakup Keseluruhan Bawahan Yang Diikatnya. Kata
Manusia Adalah Universal. Tetapi Apabila Sudah Dibatasi, Betapapun Banyaknya Anggota
Yang Diikat, Maka Mempunyai Pengertian Particular Seperti Sebagai Manusia, Sebagian
Besar Manusia. Jika Pada Kata Universal Anggota Yang Diikatnya Tidak Terbatas, Maka
Pada Singular Adalah Sebaliknya. Anggota Yang Menjadi Bawahan Kata Singular Adalah
Satu. Nama Unik Dan Nama Diri Adalah Contoh Dari Kata Singular

2.1.3 Kongret Dan Abstrak

Suatu Kata Mempunyai Pengertian Kongret Apabila Ia Menunjuk Suatu Benda, Orang,
Atau Apa Saja Yang Mempunyai Eksistensi Seperti: Buku, Kursi, Kuda, Hasan. Suatu Kata
Mempunyai Pengertian Abstark Apabila Ia Menunjukkan Kepada Sifat, Keadaan, Kegiatan
Yang Dilepas Dari Objek Tertentu.

2.1.4 Mutlak dan relatif


Suatu Kata Mempunyai Pengertian Mutlak Apabila Ia Dapat Dipahami DenganSendirinya
Tanpa Membutuhkan Hubungan Dengan Benda Lain, Seperti: Buku, Rumah, Kuda. Ia
Mempunyai Relatif Apabila Tidak Dapat Dipahami Dengan Sendirinya, Tetapi Harus Selalu
Ada Hubungannya Dengan Benda Lain, Seperti: Ayah, Pemimpin, Suami, Kakek, Kakak.

2.1.5 Bermakna Dan Tidak Bermakna


Jika Kita Selidiki Setip Kata Universal Selalu Mempunyai Dua Macam Pengertian. Kita
Ambil Kata “Manusia” Maka Ia Mempunyai:
A. Pengertian Manusia Adalah Kata Yang Tidak Diberikan Kepada Sembarang Benda,
Tetapi Kepada Sesuatu Yang Mempunyai Sifat-Sifat Tertentu.

B. Barang Yang Dicakup Dengan Kata Manusia Yakni: Hasan, Budi, Jhon, Badu, Manusia
Kulit Kuning, Manusia Kulit Hitam, Dan Sebagainya.

2.2 Makna pengertian

Manusia adalah makhluk berfikir dan dalam berfikirnya itu di datangi dengan
manusia selalu bertanya-tanya, dalam bertanya manusia mencoba untuk memperoleh suatu
jawaban, adapun jawaban yang dimaksud tentu jawaban yang benar.Berarti manusia adalah
makhluk yang mencari kebenaran. Adapun dalam berfikirnya terdapat tiga hal pokok, yaitu :
mengerti, memberikan keputusan, dan menyimpulkan (melalui pembuktian). Dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menangkap sesuatu objek sebagaimana adanya, dengan tanpa mengakui atau
mengingkari.
2. Memberikan keputusan, dengan menghubungkan pengertian yang satu dengan
yang lainnya atau mengingkari hubungan ini.
3. Merundingkan, dengan menghubungkan keputusan-keputusan sedemikian
rupa sehingga dari satu keputusan atau, sampai pada kesimpulan.
Mengerti berarti menangkap inti dari sesuatu objek.Inti sesuatu itu dapat di bentuk
oleh akal. Yang di bentuk itu adalah suatu gambaran yang “ideal”, atau suatu “konsep”
tentang sesuatu. Karena itu pengertian adalah suatu gambaran akal yang abstrak, yang
batinilah tentang inti sesuatu.Berfikir terjadi dengan menggunakan kata-kata akal. Dan,
dengan kata-kata bilamana akan menyampaikan buah fikiran.

Karena itu, “kata” merupakan tanda lahirilah (tanda yang tertulis) untuk menyatakan
pengertian dan bendanya.Bertitik tolak dari uraian di atas, objek logika adalah tanda-tanda
yang berarti.Jadi yang penting adalah isi kata atau pengertian yang terkandung di dalamnya.
Contoh: “meja itu bundar”, apa yang di nyatakan dalam pernyataan itu ialah antara pengertian
dan bendanya yang konkret.
Kata dapat dilihat dari sisi yang lain, yaitu sisi fungsinya dalam suatu keputusan
(kalimat) atau sebagai unsur dari padanya. Dalam hal ini kata (pengertian ) yang berfungsi
sebagai subjek atau predikat dalam kalimat (keputusan) yang selanjutnya disebut term.

 Isi dan luas penalaran

Isi sering di sebut komprehensi, sedang luas di sebut ekstensi.Isi terdapat pada inti pengertian
sedang luas terdapat pada benda atau sesuatu yang ditunjuk oleh pengertian.Antara isi dan
luas pengertian terdapat suatu hubungan, yaitu hubungan yang bersifat berbanding terbalik,
semakin sempit (sedikit) isi, maka semakin luas pengertiannya dan sebaliknya.

2.3 Definisi
Secara etimologis, defenisi berasal dari kata : “defenitio” (bahasa latin), yang berarti
“pembatasan”. Defenisi bertugas menentukan batas suatu pengertian dengan tepat,jelas dan
singkat.

Defenisi merupakan unsur atau bagian dari ilmu pengetahuan yang merumuskan dengan
singkat dan tepat mengenai objek atau masalah. Defenisi sangat penting bagi seseorang yang
menginginkan sanggup berfikir dengan baik.

Pernyataan sebagai suatu bentuk defenisi harus terdiri atas dua bagian, yaitu definiendum
dan defeniens, dua bagian ini harus ada jika tidak bukanlah suatu defenisi.Defenisi batasan
arti banyak macamnya, yang disesuaikan dengan berbagai langkah, lingkungan, sifat, dan
tujuannya.Secara garis besar defenisi dibedakan atas tiga jenis, yakni definisi nominalis,
definisi realis, dan defenisi praktis.

Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum
dimengerti. Jadi, sekedar menjelaskan kata sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang
ditandai.Definisi nominalis terutama di pakai pada permulaan sesuatu pembicaraan atau
diskusi.Definisi nominalis ada enam jenis yaitu, definisi sinonim, definisi simbolik, definisi
etimologik, definisi semantik, definisi stipulatif, dan definisi denotatife.

Dalam membuat definisi nominalis ada tiga syarat yang perlu diperhatikan, yaitu : jika
sesuatu kata hanya mempunyai sesuatu arti tertentu harus selalu di ikuti menurut arti dan
pengertiannya yang sangat biasa, jangan menggunakan kata untuk mendefinisikan jika tidak
tahu artinya secara tepat jika arti sesuatu istilah menjadi objek pembicaraan, maka harus tetap
diakui oleh kedua pihak yang berdebat.

Defenisi realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah.Jadi, bukan
sekedar menjelaskan istilah, tetapi menjelaskan isi yang dikandung oleh suatu istilah.Definisi
realis ada dua jenis sebagai berikut.

2.3.1 Definisi Esensial.

Yakni penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian dasar yang menyusun sesuatu
hal, yang dapat dibedakan antara definisi analitik dan definisi konotatif. Definisi analitik,
yakni penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda yang mewujudkan
esensinya. Definisi konotatif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term
yang terdiri atas genus dan diferensia.

2.3.2 Definisi Deskriptif

Yakni penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal yang
didefinisikan yang dibedakan atas dua hal, definisi aksidental dan definisi kasual. Definisi
aksidental, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan sifat-sifat
khusus yang menyertai hal tersebut. Definisi kasual, yakni penjelasan dengan cara
menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi atau terwujud. Hal ini berarti juga memaparkan
asal mula atau perkembangan dari hal-hal yang ditunjuk oleh suatu term.

2.3.3Definisi praktis

Ialah penjelasan tentang sesuatu hal ditinjau dari segi kegunaan atau tujuan,yang
dibedakan atas tiga jenis,definisi operasional,definisi fungsional,dan definisi persuasif.

 Definisi operasional,yakni penjelasan suatu term dengan cara menegaskan langkah-


langkah pengujian khusus yang harus dilaksanakan atau dengan metode pengukuran serta
menunjukkan bagaimana hasil yang dapat diamati.
 Definisi fungsional,yakni penjelasan sesuatu hal dengan cara menunjukkan kegunaan atau
tujuannya.
 Definisi persuasive,yakni penjelasan dengan cara nerumuskan suatu pernyataan yang
dapat memengaruhi orang lain. Definisi persuasive pada hakikatnya merupakan alat untuk
membujuk atau tekhnik untuk menganjurkan dilakukannya perbuatan tertentu.

Dalam merumuskan definisi ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan supaya definisi
yang dirumuskan itu baik dan betul-betul mengungkapkan pengertian yang didefinisikan
secara jelas dan mudah dimengerti. Syarat-syarat definisi secara umum dan sederhana ada 5
syarat,definisi harus menyatakan cirri-ciri hakiki dari apa yang didefinisikan,Definisi harus
merupakan suatu kesetaraan arti hal yang didefinisikan dengan yang untuk
mendefinisikan,definisi harus menghindarkan pernyataan yang memuat istilah yang
didefinisikan,definisi sedapat mungkin harus dinyatakan dalam bentuk rumusan yang
positif,definisi harus dinyatakan secara singkat dan jelas terlepas dari rumusan yang kabur
atau bahasa kiasan.

Berikut ini contoh-contoh pembuatan definisi. Definisi nominal,katanya,yaitu dengan


menguraikan arti katanya. Jadi bukan merupakan definisi menurut arti sebenarnya,namun
masih mengandung manfaat,yaitu menghindarkan salah pengertian dalam situasi
perbincangan. Definisi nominal dapat dinyatakan dengan beberapa cara:
 Etimologis(berdasarkan asal mula kata)
 Melalui kamus
 Sinonim(budak,hamba sahaya,babu)

2.3.4 Defenisi Real

Definisi real,yaitu definisi yang sudah memperhatikan hal (benda)yang dibatasi. Definisi
isi selalu majemuk,artinya selalu terdiri atas 2 bagian:

 Pertama,menyatakan unsur yang menyerupakan hal yang tertentu dengan hal lainnya.
 Kedua ,menyatakan unsur yang membedakan dari sesuatu yang lain,misal:manusia
adalah hewan berakal ,”hewan” merupakan bagian pertama,sedang “berakal” bagian
kedua.

a. Definisi real dibedakan atas :


 Definisi hakiki,suatu definisi yang menyatakan hakikat dari sesuatu
objek.yaitu suatu pengertian yang abstrak,yang mengandung unsur-unsur
pokok untuk memahami suatu golongan (spesies) yang tertentu dan untuk
membedakannya dari semua golongan yang lain. Definisi hakiki nerupakan
definisi yang diterapkan di dalam ilmu pengetahuan terlebih dalam filsafat.
Definisi ini tersusun atas genus proxium dan differentia specifica. Genus
adalah setiap pengertian yang menyatakan hanya sebagian saja dari hakikat
sesuatu,sedangkanspecifica ialah setiap pengertian yang bisa dikenakan pada
bawahan-bawahannya sebagai hakikat yang utuh dan membedakan spesies
dengan genusnya, missal: “berakal budi”,membedakan manusia (spesies) dari
hewan (genus).
 Definisi gambaran,definisi ini menggunakan ciri-ciri khas sesuatu yang akan
didefinisikan,misal: Ateng itu pendek. Pada kalimat ini jelas pendek
merupakan ciri khas dari Ateng. Jadi dengan mengumpulkan jumlah ciri khas
itu dapat dibedakan spesies dariu spesies lainnya.
 Definisi bertujuan,yaitu definisi yang memperlihatkan aspek
kegunaannya,misal: mobil adalah sarana transportasi.
 Definisi kasual,definisi yang hanya menunjukkan hukum sebab akibat,misal:
gerhana bulan adalah terjadinya karena bulan berada diantara bulan dan
matahari.

Aturan definisi:

1. Definisi harus dapat bolak-balik.


2. Definisi harus positif.
3. Apa yang didefinisikan tidak boleh masuk dalam definisi.
4. Definisi tidak boleh menggunakan kata kabur, bermakna ganda dan kiasan.
5.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kata adalah Tanda Lahiriah( Ucapan Suara Yang Diartikulasikan Atau Tanda Yang
Tertulis) Untuk Menyatakan Pengertian Dan Barangnya.

Definisi adalah unsur atau bagian dari ilmu pengetahuan yang merumuskan dengan
singkat dan tepat mengenai objek atau masalah.

Anda mungkin juga menyukai